• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demokrasi VS Warisan Budaya literasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Demokrasi VS Warisan Budaya literasi "

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Demokrasi VS Warisan Budaya

Disusun oleh:

1. Faaiz Makmun M (041012194)

2. Ridwan Said Widodo (041012266) 3. Firstyawan Ari Cahya (041012003) 4. Oky Setyo Purnomo (041012295)

5. Farid Afyudin (041012183)

6. Danu Fathakul (041012130)

7. Rangga Ananta (041012218)

8. Brilyan Rizki Darmawan (041012071)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

Demokrasi VS Warisan Budaya

Disusun oleh:

1. Faaiz Makmun M (041012194)

2. Ridwan Said Widodo (041012266) 3. Firstyawan Ari Cahya (041012003) 4. Oky Setyo Purnomo (041012295)

5. Farid Afyudin (041012183)

6. Danu Fathakul (041012130)

7. Rangga Ananta (041012218)

8. Brilyan Rizki Darmawan (041012071)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahiwabarokatuh

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya, sehingga kami selaku penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah dengan judul “Demokrasi VS Warisan Budaya”, guna memperoleh nilai dan pengetahuan yang mendalam dari Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya pada tahun 2011.

Dengan terselesaikannya Makalah ini, kami mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Allah SWT, atas limpahan karunia dan hidayahnya sehingga kita selaku penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan Makalah ini.

2. dr. H. Erwin Satosa, Sp.A, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Titih Huriah, M.Kep, Sp.Kom selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan dan koreksinya selama penyusunan dan penulisan Karya Tulis Ilmiah.

(4)

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah Pancasila dan kewarganegaraan ini masih banyak kekurangan, sehingga diharapkan kritik, saran dan koreksi yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini

Akhir kata, penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu kewaraganegaraan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahiwabarokatuh

Surabaya, Oktober 2010

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

KATA PENGANTAR...ii/iii DAFTAR ISI...iv/v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah………. 3

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Tujuan Penulisan... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 4

BAB II 2.1 Demokrasi... 1

2.1.1 Demokrasi Pancasila... 3

2.1.2 Feodalisme... 3

2.1.3 Imperialisme... 3

2.1.4 Monarkhi... 4

2.2 Keistimewaan Yogyakarta... 1

2.2.1 Sejarah Keistimewaan... 3

2.2.2 Sejarah Gubernur Yogyakarta... 3

2.3 RUU Keistimewaan Yogyakarta... 3

2.3.1 Isi... 4

(6)

2.3.3 Sejarah perjalanan RUU Yogyakarta... 9 BAB III PENUTUP

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

(8)

merupakan sebuah demokrasi yang berdasarkan undang undang dasar dan ketetapan MPR. Namun dilain pihak kita bangsa Indonesia yang merupakan Negara kesatuan dan terdiri dari bermacam-macam kesultanan dan kerajaan pada zaman dahulu semestinya memberikan hak istimewa untuk Yogyakarta yang memang pada awalnya bersedia untuk masuk kedalam Negara Kesatuan republic Indonesia ini.

1.2Rumusan Masalah

 Apa yang dimaksud dengan demokrasi dan warisan budaya?

 Mengapa jogja disebut daerah istimewa?

 Apa dampak dari keistimewaan jogja pada pemerintahan di Indonesia?

1.3 Batasan masalah

Sesuai dengan rumusan yang telah dipaparkan, maka batasan yang

(9)

1.4 Tujuan Penulisan

Dalam penulisan makalah dengan tema Indonesia Democracy or Democrazy, tidak lepas dari tujuan yang diharapkan antara lain :

 Untuk mendapatkan informasi perihal Demokrasi Pancasila.

 Memperoleh deskripsi tentang system monarki kesultanan yang dijalankan oleh Daerah Istimewa Yogyakarta.

 Mendapatkan gambaran perihal bagaimana kita menyikapi permasalahan itu..

1.5 Manfaat Penelitian

(10)

BAB 2

2.1 Demokrasi

2.1.1 Demokrasi pancasila

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat tanpa oposisi dalam doktrin Manipol USDEK disebut pula sebagai demokrasi terpimpin merupakan demokrasi yang berada dibawah komando Pemimpin Besar Revolusi kemudian dalam doktrin repelita yang berada dibawah pimpinan komando Bapak Pembangunan arah rencana pembangunan daripada suara terbanyak dalam setiap usaha pemecahan masalah atau pengambilan keputusan, terutama dalam lembaga-lembaga negara.

Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.

(11)

menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara

Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).

2. Sistem Konstitusionil

(12)

Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:

1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.

2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.

3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi. 5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban. 6. Menghargai hak asasi manusia.

7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.

8. Tidak menganut sistem monopartai. 9. Pemilu dilaksanakan secara luber. 10. Mengandung sistem mengambang.

11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas. 12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.

SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI PANCASILA

(13)

demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum

Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.

2. Indonesia menganut sistem konstitusional

Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang. 3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi

(14)

pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:

a. Menetapkan UUD; b. Menetapkan GBHN; dan

c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden Wewenang MPR, yaitu:

a. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden;

b. Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;

c. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;

d. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;

e. Mengubah undang-undang.

4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

(15)

5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.

Hak DPR di bidang pengawasan meliputi: a. Hak tanya/bertanya kepada pemerintah;

b. Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;

c. Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah; d. Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;

e. Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.

6. Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR

Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.

(16)

7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas

Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.

2.1.2 Feodalisme

Feodalisme adalah struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik yang dijalankan kalangan bangsawan/monarki untuk mengendalikan berbagai wilayah yang diklaimnya melalui kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra. Dalam pengertian yang asli, struktur ini disematkan oleh sejarawan pada sistem politik di Eropa pada Abad Pertengahan, yang menempatkan kalangan kesatria dan kelas bangsawan lainnya (vassal) sebagai penguasa kawasan atau hak tertentu (disebut fief atau, dalam bahasa Latin, feodum) yang ditunjuk oleh monarki (biasanya raja atau lord).

(17)

pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas. 2.1.3 Imperialisme

Imperialisme ialah politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya. "Menguasai" disini tidak perlu berarti merebut dengan kekuatan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama dan ideologi, asal saja dengan paksaan. Imperium disini tidak perlu berarti suatu gabungan dari jajahan-jajahan, tetapi dapat berupa daerah-daerah pengaruh, asal saja untuk kepentingan diri sendiri. Apakah beda antara imperialisme dan kolonialisme ? Imperialisme ialah politik yang dijalankan mengenai seluruh imperium. Kolonialisme ialah politik yang dijalankan mengenai suatu koloni, sesuatu bagian dari imperium jika imperium itu merupakan gabungan jajahan-jajahan.

2.1.4 Monarkhi

(18)

mempunyai penguasamonarki yang mutlak dan selebihnya terbatas kepada sistem konstitusi.

2.2 Keistimewaan Yogyakarta

2.2.1 Sejarah keistimewaan

(19)

2.2.2 sejarah gubernur yogyakarta

No .

Foto Nama Dari Sampai Keterangan

(20)
(21)

Kepala Daerah Istimewa, sebagai Penjabat Gubernur/Kepala Daerah Istimewa.

Pada saat reformasi, tanggal 20 Mei 1998, sehari sebelum pengunduran diri presiden terdahulu (former president) Presiden Soeharto, Sultan HB X bersama-sama dengan Sri Paduka PA VIII mengeluarkan sebuah maklumat yang pada pokoknya berisi "ajakan kepada masyarakat untuk mendukung gerakan reformasi damai, mengajak ABRI (TNI/Polri) untuk melindungi rakyat dan gerakan reformasi, untuk menjaga persatuan dan kesatuan, dan mengajak masyarakat untuk berdoa bagi Negara dan Bangsa". Maklumat tersebut dibacakan di hadapan masyarakat dalam acara yang disebut Pisowanan Agung. Beberapa bulan setelahnya beliau menderita sakit dan meninggal pada tahun yang sama. Sri Paduka Paku Alam VIII tercatat sebagai wakil Gubernur terlama (1945-1998) dan Pelaksana Tugas Gubernur terlama (1988-(1945-1998) serta Pangeran Paku Alaman terlama (1937-1998).

2.3 RUU keistimewaan yogyakarta

(22)

Penyusunan RUU Pokok Pemerintahan Yogyakarta (1945-1946) Untuk merumuskan susunan dan kedudukan daerah Yogyakarta, BP KNID juga menyelenggarakan sidang maraton untuk merumuskan RUU Pokok Pemerintahan Yogyakarta sampai awal 1946. RUU ini tidak kunjung selesai karena perbedaan yang tajam antara BP KNID, yang menghendaki Yogyakarta menjadi daerah biasa seperti daerah lain, dengan kedua penguasa monarki, yang menghendaki Yogyakarta menjadi daerah istimewa. Akhirnya RUU yang terdiri dari 10 Bab tersebut dapat

diselesaikan. Dan isi dari RUU tersebut berisi tentang : 1. Kedudukan Yogyakarta

2. Kekuasaan Pemerintahan 3. Kedudukan kedua raja

4. Parlemen Lokal (Dewan Daerah, Dewan Kota, Dewan Kabupaten, dan Dewan Kalurahan)

5. Pemilihan Parlemen 6. Keuangan

7. Dewan Pertimbangan 8. Perubahan

9. Aturan Peralihan 10. Aturan Tambahan

2.3.2 Kutipan Wawancara dengan narasumber

(23)

RUU Keistimewaan Yogyakarta. Kesimpulannya pemerintah tetap

dengan konsep Gubernur DIY dipilih, bukan ditetapkan?!

Ya, dipilih. Dari pemerintah itu sudah final. Nanti bagaimananya di DPR kita lihat lagilah. Tapi pemerintah memilih alternatif tersebut tentu sudah siap dengan argumen, dasar hukum, dan telah melalui pertimbangan yang sangat matang.

Apa alasan utama pemerintah?

Konstitusi, bukan pendapat pribadi Mendagri ataupun kemauan Presiden. Konstitusi mengakui keistimewaan Yogyakarta, tapi juga harus taat kepada konstitusi. Tidak satu kata atau kalimat pun dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa keistimewaan itu harus diwujudkan dalam bentuk penetapan Sultan dan Pakualam sebagai gubernur dan wakil gubernur. Pengangkatan gubernur harus mengacu kepada Pasal 18 UUD 1945 itu, yaitu gubernur, bupati, dan walikota dipilih secara demokratis. Tidak ada pengecualian ataupun penjelasan lain dalam konstitusi. Soal Yogya pemerintah sudah tegaskan, Sultan dan Pakualam tetap diakui sebagai pemimpin tertinggi di daerah itu, tetapi gubernur sebagai kepala pemerintahan diangkat sesuai amanat konstitusi.

Tapi kan ada yang menafsirkan lain?

(24)

lain untuk menjadi gubernur di DI Yogyakarta. Menghilangkan hak warga negara untuk ikut serta dalam pemerintahan kan melanggar konstitusi.

TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar

merasa yakin banyak orang belum memahami substansi draft RUUK DIY. Bila mereka telah membaca, kata Patrialis, mereka akan paham bahwa pemerintah menempatkan keistimewaan Yogya pada posisi yang istimewa.

"Banyak orang belum mendapat info secara genuine," kata Patrialis saat ditanya soal hasil sidang DPRD DIY di Gedung DPR, Jakarta Selasa 14 Desember 2010.

Menurut Patrialis banyak orang menyikapi rencana draft RUUK DIY hanya melihat dari kulit lalu berkomentar. "Komentarnya juga kebanyakan provokasi. Pemerintah justru memberi keistimewaan yang berdasarkan sistem kukuh dan kuat," kata dia.

Lalu, apa saja keistimewaan dalam isi draft RUUK DIY? Inilah beberapa keistimewaan yang diungkapkan Patrialis:

a. Sultan Hamengkubuwono dan Paku Alam bertahta, walaupun tidak menjadi gubernur dan wakil gubernur, mereka akan tetap jadi orang nomor satu dan kedua di Yogya.

(25)

meminta persetujuan Sultan.

c. Kalau Sultan dan Paku Alam mencalonkan diri sebagai gubernur dan wakil gubernur, maka pencalonan itu bersifat perorangan, tanpa melalui partai politik.

d. Jika Sultan dan Paku Alam mencalonkan diri, maka kerabat Keraton lainnya tidak boleh mencalonkan diri.

e. Jika hanya satu-satunya calon, maka DPRD tidak akan lagi melakukan

pemilihan terhadap Sultan dan Paku Alam: Mereka langsung dikukuhkan menjadi gubernur dan wakil gubernur.

f. Jika tidak terpilih jadi gubernur dan wakil gubernur, posisi Sultan dan Paku Alam adalah gubernur utama dan wakil gubernur utama. Posisi ini berada di atas gubernur/kepala daerah. Apapun kebijakan kepala daerah harus meminta

persetujuan pada gubernur utama (Sultan) dan wakil gubernur utama (Paku Alam)

2.3.3 Sejarah perjalanan RUU yogyakarta

(26)

seperti daerah lain, dengan kedua penguasa monarki, yang menghendaki Yogyakarta menjadi daerah istimewa.

1. Sambil menunggu UU yang mengatur susunan Daerah yang bersifat Istimewa sebagaimana pasal 18 UUD, maka Sultan HB IX dan Sri Paduka PA VIII dengan persetujuan BP DPR DIY (Dewan Daerah) pada 18 Mei 1946 mengeluarkan Maklumat No. 18 yang mengatur kekuasaan legeslatif dan eksekutif . Maklumat ini adalah realisasi dari keputusan sidang KNI Daerah Yogyakarta pada 24 April 1946. Setelah menyetujui rencana maklumat itu, KNID membubarkan diri dan digantikan oleh Dewan Daerah yang dibentuk berdasarkan rencana maklumat. Dalam sidangnya yang pertama DPR DIY mengesahkan rencana maklumat No 18 yang sebelumnya telah disetujui dalam sidang KNI Daerah Yogyakarta tersebut.

Dalam maklumat ini secara resmi nama Daerah Istimewa Yogyakarta digunakan menandai bersatunya dua monarki Kesultanan dan Pakualaman dalam sebuah Daerah Istimewa. Persatuan ditunjukkan dengan hanya ada sebuah Parlemen lokal untuk DIY dan Ibu Kota Yogyakarta (gabungan Kabupaten Kota Kasultanan dan Kabupaten Kota Paku Alaman) bukan dua buah (satu untuk Kesultanan dan satunya untuk Paku Alaman). Tidak dipungkiri juga terdapat perbedaan pendapat antara KNID dengan Monarki yang tercermin dengan adanya dua tanggal

(27)

sebanyak tiga bab tidak ditampung, yaitu Bab 1 tentang Kedudukan DIY, Bab 6 tentang Keuangan, dan Bab 7 tentang Dewan Pertimbangan.

Penyelenggaraan Pemerintahan DIY (1946-1948)

Maklumat No. 18 tersebut menetapkan bahwa kekuasaan legislatif dipegang oleh DPRD (Dewan Daerah, Dewan Kota, Dewan Kabupaten, dan Dewan Kalurahan) sesuai dengan tingkatan pemerintahan masing-masing. Kekuasaan eksekutif dipangku secara bersama-sama oleh Dewan Pemerintah Daerah dan Kepala Daerah (Sultan HB IX dan Sri Paduka PA VIII, Bupati Kota Kasultanan dan Bupati Kota, Bupati Pamong Praja Kabupaten) sesuai dengan tingkatannya. Pemerintahan yang dianut adalah collegial bestuur atau direktorium karena badan eksekutif tidak berada di tangan satu orang melainkan banyak orang. Alasan yang digunakan waktu itu adalah untuk persatuan dan menampung kepentingan dari berbagai pihak. Dewan Pemerintah ini dipilih dari dan oleh DPRD serta bertanggung jawab kepada DPRD.

Pemda Kota Yogyakarta (1947-1950)

Wilayah DIY dan kabupaten di lingkungannya pasca dibentuknya Haminte-Kota Yogyakarta tahun 1947 Pada 1947 Pemerintah Pusat mengeluarkan UU No. 17 Tahun 1947 tentang PembentukanHaminte-Kota

(28)

dengan Pemerintah Pusat. Keadaan demikian menimbulkan keberatan dari Sultan HB IX. Sebagai penyelesaian, maka pada 22 Juli 1947 Mr. Soedarisman

Poerwokoesoemo diangkat menjadi Walikota Haminte-Kota Yogyakarta dengan tiga SK sekaligus yaitu dari Presiden, Mendagri, dan Sultan HB IX, menggantikan M. Enoch (Walikota Yogyakarta pertama) yang turut pergi mengungsi

mendampingi Presiden karena terjadi Agresi Militer Belanda I.

UU Pemerintahan Daerah 1948 (1948-1949)

Pada tahun 1948, Pemerintah Pusat mulai mengatur Pemerintah Daerah dengan mengeluarkan UU No. 22/1948 tentang UU Pokok Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut diatur susunan dan kedudukan Daerah Istimewa baik dalam

diktum maupun penjelasannya. Walaupun demikian, pemerintah pusat belum sempat mengeluarkan UU untuk membentuk pemerintahan daerah karena harus menghadapi Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948 yang menghajar Ibukota Yogyakarta. Pemerintahan DIY-pun ikut menjadi lumpuh. Sultan HB IX dan Sri Paduka PA VIII meletakkan jabatan sebagai Kepala Daerah Istimewa sebagai protes kepada Belanda. Pasca Serangan umum 1 Maret 1949, Yogyakarta dijadikan Daerah Militer Istimewa dengan Gubernur Militer Sri Paduka Paku Alam VIII. Keadaan ini berlangsung sampai tahun 1950.

Landasan Hukum Pembentukan DIY (1950-1951)

(29)

sejak 1946, hanyalah sebuah negara bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berkedudukan di Jakarta sampai 17 Agustus 1950.

Pembentukan DIY (1950)

Wilayah DIY beserta pembagian Kab/Kota di lingkungannya tahun 1950

DIY secara formal dibentuk dengan UU No. 3 Tahun 1950 (BN 1950 No. 3) yang diubah denganUU No. 19

Tahun 1950 (BN 1950 No. 48). Kedua UU tersebut diberlakukan mulai 15 Agustus 1950 dengan PP No. 31 Tahun 1950 (BN 1950 No. 58). UU 3/1950

tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sangatlah singkat (hanya 7 pasal dan sebuah lampiran daftar kewenangan otonomi). UU tersebut hanya mengatur wilayah dan ibu kota, jumlah anggota DPRD, macam kewenangan, serta aturan-aturan yang sifatnya adalah peralihan. UU 19/1950 sendiri adalah

(30)

Pembentukan Kabupaten dan Kota (1950-1951)

Wilayah DIY beserta pembagian Kab/Kota di lingkungannya tahun 1951

Pembagian DIY menjadi kabupaten-kabupaten dan kota yang berotonomi diatur dengan UU No. 15 Tahun 1950 (BN 1950 No. 44) dan UU No. 16 Tahun 1950 (BN 1950 No. 45). Kedua undang-undang tersebut diberlakukan dengan PP No. 32 Tahun 1950 (BN 1950 No. 59). Menurut undang-undang tersebut DIY dibagi menjadi kabupaten-kabupaten Bantul (beribukota Bantul),Sleman (beribukota Sleman), Gunung Kidul (beribukota Wonosari), Kulon Progo (beribukota

Sentolo), Adikarto (beribukota Wates), dan Kota Besar Yogyakarta. Untuk alasan efisiensi, pada tahun 1951, kabupaten Adikarto yang beribukota Wates digabung dengan kabupaten Kulon Progo yang beribukota Sentolo menjadi Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates. Penggabungan kedua daerah ini ditetapkan oleh UU Nomor 18 Tahun 1951 (LN 1951 No. 101). Semua UU mengenai pembentukan DIY dan Kabupaten dan Kota di dalam lingkungannya, dibentuk berdasarkan UU 22/1948.

(31)

Implementasi UUDS 1950 (1957-1965)

Pengaturan keistimewaan DIY dan pemerintahannya selanjutnya diatur dengan UU No 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. UU ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 131-133 UUDS 1950. Pengaturan Daerah Istimewa terdapat baik dalam diktum maupun penjelasannya

. Secara garis besar tidak terjadi perubahan yang mencolok tentang pengaturan pemerintahan di Yogyakarta saat itu dengan peraturan sebelumnya (UU 22/1948)

[16]. Pada masa pemberlakuan UU ini terjadi "Masalah Pamong Praja" yang

melibatkan benturan keras antara korps pamong praja sebagai

'metamorfosis' abdidalem kepatihan yang sejak semula menjadi tulang punggung birokrasi DIY dengan Dewan Pemerintah Daerah yang memiliki dukungan DPRD DIY yang sedang dikuasai oleh PKI yang menghendaki hapusnya pamong praja. Penyatuan Wilayah (1957-1958)

(32)

Kasunanan), dan Ngawen (milik Mangkunagaran) dilepaskan dari Provinsi Jawa Tengah dan kabupaten-kabupaten yang bersangkutan kemudian dimasukkan ke dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan kabupaten-kabupaten yang wilayahnya melingkari daerah-daerah enclave tersebut. Penyatuan enclave-enclave ini ditetapkan oleh UU Drt No. 5 Tahun 1957 (LN 1957 No. 5) yang kemudian disetujui oleh DPR menjadi UU No. 14 Tahun 1958 (LN 1958 No. 33, TLN 1562).

Pasca Dekrit Presiden (1959-1965)

Sambil menunggu UU pemerintahan daerah yang baru setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan PenPres No 6 Tahun 1959 sebagai penyesuaian UU 1/1957 terhadap UUD 1945 yang diberlakukan kembali. Pengaturan Daerah Istimewa dalam peraturan ini juga tidak banyak berbeda. Selain itu Sultan HB IX mulai aktif kembali dalam politik Nasional, praktis kepemimpinan sehari-hari DIY di pegang oleh Sri Paduka PA VIII.

Pengaturan DIY Pada Masa Pergolakan (1965-1974)

Tanggal 1 September 1965, sebulan sebelum terjadi G30S/PKI, Pemerintah mengeluarkan UU No. 18 tahun 1965 tentang pemerintahan daerah. Dalam UU ini Yogyakarta dijadikan sebuah Provinsi (sebelumnya adalah Daerah Istimewa Setingkat Provinsi [lihat periode III di atas]). Dalam UU ini pula seluruh “swapraja” yang masih ada baik secara de facto maupun de jure yang menjadi bagian dari daerah lain yang lebih besar dihapuskan. Dengan demikian

(33)

bagi Aceh maupun Yogyakarta di kemudian hari . Mulai dengan keluarnya UU No 18/1965 dan UU pemerintahan daerah selanjutnya, keistimewaan Yogyakarta semakin hari semakin kabur.

Pengaturan DIY Pada Masa Orde Baru (1974-1998)

Tahun 1973, Sultan HB IX diangkat menjadi Wakil Presiden Indonesia. Otomatis beliau tidak bisa aktif dalam mengurusi DIY. Oleh karena itu pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh Sri Paduka PA VIII. Kebijakan tentang status Yogyakarta diteruskan oleh Pemerintah Pusat dengan UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintah Daerah (LN 1974 No 38; TLN 3037). Di sini Provinsi D.I. Yogyakarta diatur secara khusus di aturan peralihan. Dengan UU ini, susunan dan tata pemerintahan DIY praktis menjadi sama dengan daerah-daerah lain di

(34)

Penyelenggaraan Pemerintahan DIY Pada Masa Peralihan (1998-sekarang[2008])

Meninggalnya Sri Paduka PA VIII menimbulkan masalah bagi

Pemerintahan Provinsi DIY dalam hal kepemimpinan. Terjadi perdebatan antara Pemerintah Pusat, DPRD Provinsi DIY, Pihak Keraton Yogyakarta dan Puro Paku Alaman, serta masyarakat. Keadaan ini sebenarnya disebabkan oleh kekosongan hukum yang ditimbulkan UU No. 5/1974 yang hanya mengatur jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DIY saat dijabat oleh Sultan HB IX dan Sri Paduka PA VIII, dan tidak mengatur masalah suksesinya. Atas desakan rakyat, Sultan HB X ditetapkan sebagai Gubernur/Kepala Daerah Istimewa oleh Pemerintah Pusat untuk masa jabatan 1998-2003.

Karena suksesi di Puro Paku Alaman untuk menentukan siapa yang akan bertahta menjadi Pangeran Adipati Paku Alam tidak berjalan mulus, maka Sultan HB X tidak didampingi oleh Wakil Gubernur/Wakil Kepala Daerah Istimewa. Pada tahun 1999 Sri Paduka Paku Alam IX naik tahta, namun beliau belum menjabat sebagai Wakil Gubernur/Wakil Kepala Daerah Istimewa.

Pengaturan DIY Pada Masa Reformasi I (1999-2004)

(35)

Pada tahun 2000, MPR RI melakukan perubahan kedua UUD 1945. Pada

perubahan ini, status daerah istimewa diperjelas dalam pasal 18B. Dalam pasal ini keistimewaan suatu daerah diatur secara khusus dalam suatu undang-undang. Pengusulan RUU Keistimewaan (2002)

Pihak Provinsi DIY pernah mengajukan usul UU Keistimewaan Yogyakarta untuk menjalankan aturan pasal 18B konstitusi pada 2002. Namun usul tersebut tidak mendapat tanggapan positif bila dibandingkan dengan Prov NAD dan

Prov Papua dengan dikembalikan lagi ke daerah. Kedua provinsi tersebut telah menerima otonomi khusus masing-masing dengan UU No 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Aceh (LN 2001 No.114; TLN 4134) dan UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (LN 2001 No 135; TLN 4151).

Pro Kontra Suksesi Gubernur II (2003)

Ketika masa jabatan Sultan HB X berakhir di tahun 2003, kejadian di tahun 1998 terulang kembali. DPRD Prov DI Yogyakarta menginginkan pemilihan Gubernur sesuai UU 22/1999. Namun kebanyakan masyarakat menghendaki agar Sultan HB X dan Sri Paduka PA IX ditetapkan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur. Sekali lagi Sultan HB X dan Sri Paduka PA IX diangkat menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur dengan masa jabatan 2003-2008.

Pengaturan DIY Pada Masa Reformasi II (2004-sekarang[2008])

(36)

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 1957 tentang Pernyataan Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor.46/1952 Hal Kenaikan Pensiun Dan Tunjangan

Setelah mendapatkan data yang diperlukan di Sub Bengkel Pemeriksaan Bell 412 Bengkel Pusat Penerbangan Angkatan Darat, maka penulis melakukan pengolahan data usia komponen

Perkembangan penduduk yang cepat dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir termasuk terumbu karang mengalami

Hasil yang didapatkan berupa peta bathymetri perairan dangkal gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta skala 1 : 8.000 dari perbandingan antara data citra satelit dengan

Berdasarkan fenomena mengenai minat berwirausaha di kalangan siswa SMK serta hasil kesenjangan penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha,

Penelitian ini telah menghasilkan sebuah aplikasi Kasir Tablet Portable yang dimanfaatkan untuk membantu proses transaksi penjualan, menggantikan rekapitulasi

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

karyawan. Hal tersebut berarti semakin tinggi komitmen organisasional karyawan maka akan semakin rendah turnover intention karyawan. 4) Kepuasan kerja memiliki pengaruh