• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka KORELASI KLINIKOPATOLOGIS PADA KELAINAN KULIT HIPERPIGMENTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tinjauan Pustaka KORELASI KLINIKOPATOLOGIS PADA KELAINAN KULIT HIPERPIGMENTASI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Warna kulit normal dipengaruhi oleh berbagai pigmen terutama melanin. Bertambahnya me lan in di kulit men yeb abk an satu k ead aan ya ng dis ebu t s eba gai hiper pig men tas i. Hiperpigmentasi bisa disebabkan oleh peningkatan jumlah sel melanosit pada epidermis atau akibat peningkatan konsentrasi pigmen melanin. Kelainan hiperpimentasi menjadi salah satu kelainan kulit yang sering ditemui karena gangguan estetika yang ditimbulkan. Pada praktik sehari-hari tidak mudah untuk membedakan berbagai kelainan hiperpigmentasi bahkan dengan pemeriksaan histopatologik sekalipun. Untuk dapat mendiagnosis kelainan hiperpigmentasi dengan baik, sangat penting untuk menggabungkan informasi yang didapat dari pemeriksaan fisis dengan pengetahuan klinis saat melakukan pemeriksaan histopatologis. Namun perlu diingat adanya variasi antar individu yang dapat menyebabkan adanya perbedaan tampilan klinis meskipun kelainan tersebut memberikan hasil histopatologis yang serupa demikian pula sebaliknya. Paparan mengenai korelasi klinikopatologis pada kelainan kulit hiperpigmentasi diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai kelainan kulit hiperpigmentasi terutama kelainan hiperpigmentasi didapat, non keganasan, dan sering dijumpai pada praktik sehari-hari antara lain: efelid, lentigo solaris, melasma, nevus hori, okronosis, hiperpigmentasi pascainflamasi, hiperpigmentasi akibat penyakit Addison, erythema dyschromicum perstans, dan melanosis Riehl.(MDVI 2014; 41/4:170 - 176)

Kata kunci: hiperpigmentasi, korelasi klinikopatologis

ABSTRACT

Normal skin color is mainly influenced by the melanin. Increased melanin of the skin causing a condition known as hyperpigmentation. Hyperpigmentation can be caused by an increased number of melanocytes in the epidermis cells or due to an increase in the concentration of the pigment melanin. Hyperpigmentation disorders have become commonlyseen skin disorders due to the aesthetic disruption. In daily practice, it is not easy to distinguish various skin hyperpigmentation disorders even with the help of histopathological examination. To be able to diagnose hyperpigmentation disorders properly, it is important to collaborate informations obtained from physical examination with clinical knowledge during histopathological examination. But keep in mind the variations between individuals might lead to differences in the clinical presentation of the disorder despite similar histopathologic results and vice versa. Review of clinicopathologic correlation on skin hyperpigmentation disorders is expected to improve the understanding of skin hy per pig men tation disord ers pr ima rily a cqu ire d, non -ma lig nan t, a nd often enc oun ter ed hyperpigmentation disorders in daily practice such as efelid, lentigo solaris, melasma, nevus hori, ochronosis, postinflammatory hyperpigmentation, hyperpigmentation due to Addison disease, erythema dyschromicum perstans, and Riehl melanosis.(MDVI 2014; 41/4:170 - 176)

Keywords: hyperpigmentation, clinicopathologic correlation

KORELASI KLINIKOPATOLOGIS PADA KELAINAN KULIT

HIPERPIGMENTASI

Melyawati, Hanny Nilasari, Sondang P. Sirait, Rahadi Rihatmadja, Retno Widowati Soebaryo

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin

FK Universitas Indonesia / RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Korespondensi :

Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat Telp. 021 - 31935383

(2)

PENDAHULUAN

Warna kulit normal merupakan gabungan dari 4 biokrom, yaitu hemoglobin tereduksi, oksihemoglobin, karotenoid, dan melanin. Jumlah total pigmen melanin menjadi penentu utama warna kulit. Variasi terhadap jumlah dan distribusi melanin kulit menjadi dasar adanya 3 warna kulit sesuai ras, yaitu hitam, coklat, dan putih.1

Melanin diproduksi oleh melanosit, yang berasal dari len gkun g sar af dan selama proses per kemban gan embriogenik bermigrasi dan menetap di lapisan basal epi-dermis. Melanosit memiliki organel yang disebut melanosom sebagai organel pembentuk pigmen melanin. Pigmen mela-nin akan dilepaskan oleh dendrit melanosit ke keratinosit yang ada disekitarnya untuk kemudian memberikan warna pada kulit. Jumlah sel melanosit pada kulit manusia sama, namun jumlah, ukuran, dan pola melanosom yang didistribusikan ke keratin yang bervariasi. Pada individu dengan warna kulit cerah, ukuran melanosom lebih kecil dan berada di antara keratinosit dalam satu kelompok, sedangkan pada individu yang berkulit lebih gelap, melanosom lebih besar, berwarna gelap dan tersebar secara individual.2

Terdapat dua jenis melanin, yaitu eumelanin (warna coklat kehitaman, berat molekul besar, tidak mudah larut) yang banyak ditemui pada ras kulit hitam (misalnya ras Negroid) dan feomelanin (warna kuning kemerahan, berat molekul lebih kecil, dan mudah larut) yang ditemui pada ras kulit putih.

Bertambahnya melanin di kulit menyebabkan satu keadaan yang disebut sebagai hiperpigmentasi atau hipermelanosis. Kelainan pigmentasi berwarna kecoklatan terjadi karena peningkatan jumlah melanin di lapisan epider-mis, dan warna biru keabuan terjadi karena peningkatan jumlah melanin di dermis. Namun demikian, dapat juga ditemukan peningkatan jumlah melanin di epidermis dan dermis.1 Kelainan kulit hiperpigmentasi yang sering

dijumpai,contohnya melasma, efelid, dan hiperpigmentasi pascainflamasi.

Pada praktek sehari-hari ternyata tidak mudah untuk membedakan berbagai kelainan hiperpigmentasi, bahkan dengan dukungan pemeriksaan histopatologis sekalipun. Pemeriksaan histopatologis pada sebagian besar kelainan hiperpigmentasi seringkali menunjukkan gambaranyang tidak spesifik.Untuk diagnosis yang akurat, sangat penting untuk

menghubungkan informasi klinis berdasarkan pemeriksaan fisis dengan pengetahuan klinis saat melakukan pemeriksaan histopatologis.3

Tujuan tinjauan pustaka ini adalah untuk mengulas korelasi klinikopatologis pada kelainan kulit hiperpigmentasi. Karena banyaknya kelainan kulit dengan gambaran hiperpigmentasi, maka pada tinjauan pustaka ini dibatasi hanya pada kelainan kulit hiperpigmentasi didapat, non-keganasan, sering dijumpai dan pada praktik sehari-hari seringkali sulit dibedakan secara klinis dengan kelainan kulit hiperpigmentasi lainnya.

HIPERPIGMENTASI

Bertambahnya melanin di kulit menyebabkan satu keadaan yang disebut sebagai hipermelanosis. Peningkatan jumlah melanin ini dapat generalisata ataupun lokalisata.1

Hipermelanosis dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah melanosit pada epidermis atau akibat peningkatan konsentrasi pigmen melanin.

Di Poliklinik Kosmetik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun 2011 dilaporkan persentase kunjungan pasien dengan kelainan hiperpigmentasi adalah 33,6% dari total 4.559 kunjungan, dengan distribusi kelainan kulit hiperpigmentasi dapat dilihat pada tabel 1.4

Klasifikasi hipermelanosis

Berdasarkan patofisiologinya, terdapat dua jenis hipermelanosis: 1). Peningkatan jumlah melanosit di epider-mis sehingga jumlah melanin meningkat (hipermelanosis melanositik). Contohnya lentigo, hiperpigmentasi akibat radiasi ultraviolet (UV). 2). Tidak ditemui peningkatan jumlah melanosit, namun pigmen melanin meningkat (hipermelanosis melanotik). Contohn ya melasma, h iper pigmen tasi pascainflamasi.

Berdasarkan gambaran klinis dan lokasi pigmen mela-nin, hipermelanosis dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:5, 6 a).

Hipermelanosis coklat atau hipermelanosis epidermal. Pigmen melanin yang berlebih berada di lapisan basal dan suprabasal. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, pigmentasi menjadi teraksentuasi. b). Hipermelanosis biru

Tabel 1. Distribusi Kelainan Kulit Hiperpigmentasi RSCM Jakarta tahun 2011

Nama Penyakit Persentase

Melasma 53,45%

Hiperpigmentasi pascainflamasi 24,4%

Efelid 18%

Nevus Hori 2,55 %

Lentigo 0,9 %

(3)

(seruloderma) atau hipermelanosis dermal. Pigmen melanin yang berlebih ditemukan di lapisan dermis dan tidak ada aksen tuasi pada pemer iksaan lampu Wood. c). Hipermelanosis campuran. Terjadi peningkatan melanin di epidermis dan dermis. Untuk mengidentifikasi melanin dan melanosit, serta lokasinya (epidermis atau dermis), perlu dilakukan pewarnaan terhadap sediaan histopatologis.

Pewarnaan melanin dan melanosit

Pewarnaan melanin bukan merupakan prosedur histologis yang rutin dilakukan. Penggunaannya terbatas untuk diagnostik tumor non-melanositik dan untuk mengetahui distribusi melanin di jaringan.7 Pigmen melanin

dapat diwarnai dengan pewarnaan Fontana-Mason sehingga dapat dibedakan dengan pigmen lain, misalnya pigmen he-mosiderin.

Pada pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE), melanosit tampak sebagai clear cells yang terletak di lapisan basal. Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk membedakan tumor melanositik dan tumor nonmelanositik.7 Pewarnaan

imunohistokimia yang sering dilakukan antara lain: a). Pewarnaan imunohistokimia S-100, pewarnaan ini tidak spesifik untuk melanosit, karena sel Langerhans, sel Schwann, dan kelenjar keringat juga ikut terwarnai; b). Pewarnaan HMB-45, tidak mewarnai melanosit normal; c). Pewarnaan MART-1 (Melan-A), mampu mengidentifikasi melanosit normal, disertai sensitivitas yang lebih tinggi daripada S100.

KORELASI KLINIKOPATOLOGIS PADA KELAINAN KULIT

Biopsi kulit merupakan salah satu pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan. Seperti yang telah diungkapkan di awal, untuk dapat mendiagnosis dengan akurat penting untuk mampu menghubungkan informasi klinis yang didapat selama pemeriksaan fisik dengan pengetahuan klinis saat melakukan pemeriksaan histopatologis. Untuk dapat menghasilkan satu diagnosis yang akurat harus ada konsistensi antara diagno-sis klinis dengan diagnodiagno-sis histopatologis yang didapat dari biopsi kulit.

Aslan dkk.(2012) melakukan satu penelitian retrospektif terhadap 3949 hasil histopatologis kulit pada sebuah rumah sakit di Turki untuk menilai konsistensi klinikopatologis untuk penyakit kulit. Dari penelitian tersebut didapatkan konsistensi klinikopatologis sebesar 76,8% untuk semua jenis penyakit kulit. Diuraikan lebih terperinci bahwa jenis penyakit kulit yang memiliki tingkat akurasi diagnosis tinggi dengan pemeriksaan histopatologis adalah penyakit inflamasi (93,9%), penyakit bulosa (94,6%), dan penyakit jaringan ikat (96,8%). Sedangkan konsistensi klinikopatologis penyakit infeksi dan gangguan pigmentasi ditemukan rendah, yaitu masing-masing sebesar 68% dan 52,6%.Aslan

dkk. juga menyimpulkan bahwa tersedianya informasi klinis, durasi pen yakit yang pen dek, serta biopsi ulan g meningkatkan kemungkinan didapatkannya diagnosis yang akurat, dan bahwa jenis biopsi (biopsi plong atau eksisi), menyebutkan dengan jelas lokasi lesi biopsi dan jumlah di-agnosis banding klinis yang diberikan, tidak mempengaruhi konsistensi klinikopatologis.3

KORELASI KLINIKOPATOLOGIS PADA BEBERAPA KELAINAN KULIT HIPER PIGMENTASI

Aslan dkk. telah mengungkapkan bahwa gangguan pigmentasi memiliki konsistensi klinikopatologis yang rendah sehingga pasien dengan gangguan pigmentasi seringkali mendapatkan diagnosis patologis yang tidak konsisten dengan diagnosis klinis. Sebagian besar pasien pada pen elitian tersebut ter diagn osis hiperpigmen tasi pascainflamasi.3

Perlu diingat bahwa pigmentasi pada kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain genetik, ras, perubahan metabolisme endokrin, penggunaan kontrasepsi pada wanita, dan riwayat penggunaan obat-obatan. Berbagai faktor di atas menimbulkan variasi dalam jumlah dan tipe melanin, vaskularisasi kulit, keberadaan pigmen lain misalnya karoten, dan ketebalan kulit. Terdapat variasi pada masing-masing individu sehingga tidak mengherankan bila diagnosis yang sama dapat memberikan gambaran klinis dan histopatologis yang berbeda; sebaliknya, gambaran klinis dan diagnosis yang berbeda dapat menunjukkan gambaran histopatologis yang sama.

Berikut in i adalah beber apa kelain an kulit hiperpigmentasi serta gambaran klinikopatologisnya.

Efelid

Efelid mer upakan salah satu kelain an kulit hiperpigmentasi terutama pada daerah kulit yang terpajan matahari. Ditandai oleh makula kemerahan atau coklat muda berukuran kecil (biasa ukuran diameter kurang dari 3mm) yang terlihat nyata pada musim panas dan memudar pada musim dingin. Sering muncul pada anak-anak dan dewasa muda serta pada ras Kaukasia. Lebih banyak dialami oleh wanita.8

Patogenenesis efelid masih belum bisa jelas.8 Selain

pajanan matahari, faktor genetik diduga turut berperan dalam patogenesis efelid. Yang dkk. (2008) melaporkan bahwa pada populasi Cina, efelid lebih banyak ditemukan pada wanita, dan lebih dari 50% memiliki riwayat efelid pada keluarga.8

(4)

Lentigo solaris (lentigo senilis)

Secara klinis ditandai oleh makula kecoklatan berbatas tegas dengan ukuran bervariasi dari miliar hingga lentikular, pada area terpajan matahari, contohnya wajah, leher, dan tangan. Banyak ditemukan pada tipe kulit Fitzpatrick I-III. Mutasi genetik akibat pajanan sinar ultraviolet terus menerus diduga menjadi salah satu pemicu munculnya lentigo solaris. Mutasi genetik tersebut menyebabkan peningkatan produksi melanin serta defek pada keratinosit.10

Korelasi klinikopatologis: Histopatologis pada lesi hiperpigmentasi lentigo adalah ditemukannya peningkatan jumlah melanosit epidermal dan pada lesi yang lama dapat dijumpai rete ridges yang memanjang menyerupai bulbus disertai peningkatan pigmen melanin.6,10 Juga dapat

ditemukan melanofag pada dermis.1, 11 Serta gambaran solar

elastosis.9

Melasma

Melasma seringkali ditemukan pada tipe kulit gelap, terutama pada individu dengan warna kulit coklat muda, misalnya ras Asia dan hispanik. Daerah tempat tinggal ras Asia dan hispanik merupakan area dengan pajanan UV yang cukup intens. Melasma lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki dan jarang ditemukan sebelum pubertas.5 Penyebab pasti belum diketahui, diduga

berhubungan dengan beberapa faktor, antara lain sinar UV, hormonal, stres emosional, genetik, obat-obatan,5 dan bahan

kosmetik.5 Berbeda dengan hiperpigmentasi pasca inflamasi,

pada melasma tidak dijumpai proses inflamasi.11

Gambaran karakteristik melasma adalah makula hiperpigmentasi berwarna kecoklatan atau keabuan, simetris, bentuk yang bervariasi, tanpa disertai eritema atau tanda radang sebelumnya.12 Berdasarkan lokasi melanin, melasma

diklasifikasikan menjadi:6 a). tipe epidermal: pigmen

kecoklatan dengan batas lesi tegas, b). tipe dermal: pigmen coklat keabuan dan batas lesi tidak tegas, c). tipe campuran: melanin ada di lapisan epidermis dan dermis, d). tipe indeter-minate: pada tipe ini sulit untuk menentukan tipe melasma, bahkan dengan bantuan lampu Wood. Sering dijumpai pada individu dengan kulit yang sangat gelap.13

Melasma sering ditemui pada daerah wajah, namun juga dapat ditemukan pada daerah leher, atau pada lengan. Pada wajah terdapat tiga pola melasma:5, 12 a). sentrofasial (63%)

paling sering ditemukan. Letak pigmentasi di pipi, dahi, bagian atas bibir, hidung dan dagu, b). malar (21%) pigmentasi hanya di pipi dan hidung, c). mandibular (16%) pigmen pada area mandibula.

Korelasi klinikopatologis: Melasma dapat berwarna kecoklatan atau keabuan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa perbedaan warna tersebut disebabkan oleh perbedaan letak pigmen melanin yang berlebih. Lesi hiperpigmentasi terjadi akibat ukuran melanosit yang membesar, lebih dendritik,

dengan aktivitas melanogenesis yang meningkat, diduga akibat ekspresi -MSH dan ACTH pada melanosit.2 Sarvjot

dkk. (2009) mengemukakan adanya korelasi evaluasi klinis dan histopatologis yang baik pada lesi melasma. Pada melasma epidermal, deposit melanin ditemukan terutama pada lapisan basal dan suprabasal, sedangkan pada tipe dermal ditemukan melanofag pada dermis dengan atau tanpa infiltrat sel radang serta kelainan minimal pada epidermis.14 Jumlah

melanosit dapat normal ataupun meningkat.5, 12 Selain itu,

pada pemeriksaan histopatologis juga dapat ditemukan so-lar elastosis.14

Nevus Hori

Nama lainnya adalah acquired bilateral nevus of Ota-like macules (ABNOM). Kelainan ini sering ditemui di daerah Asia Timur, contohnya di Korea, Jepang, dan Cina,13 jarang

terjadi pada ras Kaukasia.Nevus Hori terutama dialami wanita dan sering muncul pada dekade ke-3. Patogenesis masih belum jelas; Mekanisme yang diketahui bahwa terjadi migrasi melanosit epidermal ke dermis, migrasi melanosit dari bulb rambut ke dermis, reaktivasi melanosit yang memang sebelumnya sudah berada di dermis. Hal tersebut mungkin dipicu oleh inflamasi dermal, degenerasi epidermis dan atau dermis akibat penuaan, sinar ultraviolet atau oleh sebab lain yang belum diketahui. Faktor risiko yang mungkin menyebabkan timbulnya nevus Hori, di antaranya pajanan matahari, kehamilan, dan penggunaan obat hormonal. Adanya riwayat keluarga mengarahkan pada perlunya pembuktian ilmiah mengenai kemungkinan keterlibatan faktor genetik.

Secara klinis seringkali sulit dibedakan dengan kelainan hiperpigmentasi lainnya. Nevus Hori tampak sebagai kumpulan makula kecoklatan pada fase awal, yang kemudian dapat berubah menjadi keabuan terutama pada daerah zigomatikus bilateral.Tidak seperti nevus Ota, kelainan hiperpigmentasi tidak ditemukan di konjungtiva, sklera, membran timpani, ataupun palatum.15

Korelasi klinikopatologis :Hann dkk. (2007) mengungkapkan bahwa secara klinikopatologis 14% kasus ABNOM didiagnosis sebagai melasma, terutama bila secara klinis lesi berwarna kecoklatan.13 Secara histopatologis,selain adanya

peningkatan pigmen melanin epidermal15, pada nevus Hori

dapat dijumpai melanosit yang berkelompok di dermis terutama perivaskular serta dermis bagian atas dan tengah10.

Okronosis

(5)

diterima saat ini bahwa hidrokuinon menghambat aktivitas enzim asam homogentisat oksidase sehingga terjadi akumulasi asam homogentisat, yang kemudian akan berpolimerisasi membentuk pigmen okronotik dan terdeposit pada dermis.16

Okronosis tampak sebagai pigmentasi difus, berwarna abu-kecoklatan atau biru-kehitaman pada daerah yang dioleskan hidrokuinon.17 Sangat penting untuk dapat

mengenali kelainan ini sejak awal dan segera menghentikan penggunaan hidrokuinon karena terapi tidak memberikan hasil memuaskan.

Faktor predisposisi antara lain tipe kulit Fitzpatrick IV-VI, kurangnya perlindungan terhadap sinar matahari, iritasi kulit, dan penggunaan hidrokuinon dengan konsentrasi >3% selama lebih dari 6 bulan.16

Korelasi klinikopatologis: Gambaran histopatologis memperlihatkan gambaran karakteristik berupaseratkolagen berwarna ochre(kuning-coklat) yang berbentuk seperti pisang atau bulan sabit pada dermis papilaris. Observasi klinis memperlihatkan warna abu-kebiruan akibat adanya efek Tyndall, yakni efek penghamburan berkas cahaya, dapat juga ditemukan degenerasi basal, inkontinensia pigmenti dan elas-tosis solaris.17 Fokus lesi menyerupai milia koloid sering

ditemukan pada lesi yang disebabkan hidrokuinon, dan pada fokus lesi tersebut material okronotik seringkali tidak ditemukan atau hanya terwarnai sebagian.18

Hiperpigmentasi pascainflamasi

Merupakan salah satu jenis kelainan hiperpigmentasi yang sering ditemui. Hiperpigmentasi pascainflamasi (HPI) adalah kelainan hipermelanosis didapat, yang terjadi setelah inflamasi kulit, dapat terjadi pada seluruh tipe kulit, namun lebih sering pada pasien dengan tipe kulit gelap. HPI terjadi akibat produksi melanin berlebih atau adanya sebaran pigmen tidak merata setelah inflamasi kulit. Tidak terdapat predileksi gender atau usia.12

Setiap proses inflamasi kulit berpotensi untuk menjadi hiperpigmentasi. Kelainan hiperpigmentasi yang terjadi diakibatkan oleh suatu inflamasi yang nyata atapun akibat suatu proses inflamasi subklinis, misalnya pajanan sinar matahari terus menerus. Inflamasi pada dermis dan atau epi-dermis akan menyebabkan pelepasan dan oksidasi asam arakidonat menjadi prostaglandin, leukotrien, dan produk inflamasi lainnya yang kemudian menginduksi peningkatan aktivitas melanositik dan merangsang peningkatan fagositosis melanosom oleh keratinosit dan sel makrofag sehingga timbul lesi hiperpigmentasi.6, 19 Selain itu, kerusakan sel epidermis

dapat menyebabkan pelepasan hormon pemicu pigmentasi, contohnya Melanocyte Stimulating Hormone (MSH). Korelasi klinikopatologis : Lesi ini ditandai dengan adanya infiltrat sel radang yang merusak lapisan basal. Pigmentasi dapat disebabkan oleh meningkatnya pigmen melanin di epi-dermis atau epi-dermis.12, 19 Melanofag yang terbentuk bertahan

cukup lama di dermis bagian atas karena proses degradasi melanofag merupakan proses yang sangat lamban, sehingga HPI dapat terlihat untuk jangka waktu yang panjang.11

Penyakit Addison

Penyakit Addison merupakan kelainan endokrin yang ditandai dengan fatique, anoreksia, berat badan menurun, otot lemas, dan hipotensi. Hiperpigmentasi merupakan salah satu tanda yang sering ditemukan pada pasien Addison, sebanyak 95%. Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan insufisiensi adrenal sehingga ditemukan -MSH dan ACTH yang berlebih yang akan merangsang proses melanogenesis.5, 20

Hiperpigmentasi terutama pada daerah terpajan matahari, daerah tekanan, daerah rentan trauma atau friksi serta garis telapak tangan dan kaki.1 Pigmentasi juga

melibatkan membran mukosa, lidah, dan gusi. Rambut menjadi lebih gelap. Pada kuku dapat ditemukan melanokia.20

Korelasi klinikopatologis: Hiperpigmentasi terjadi akibat adanya peningkatan pigmen epidermal.5 Gambaran

histopatologis pada lesi hiperpigmentasi karena penyakit Addison dapat ditemukan pada kulit normal individu berkulit gelap sehingga pemeriksaan histopatologis tidak banyak membantu penegakkan diagnosis.21

Erythema dyschromicum perstans (EDP)

EDP merupakan kelainan didapat, generalisata, dan ditandai oleh adanya makula keabuan (dusky).6 EDP disebut

juga Ashy dermatosis kelainan ini sering ditemukan di Asia dan Amerika Latin,22 lebih banyak pada perempuan dan

dapat mengenai hampir semua golongan usia, biasanya dimulai pada dekade pertama hingga kedua kehidupan.5, 22

Etiologi EDP belum diketahui pasti, diperkirakan kerusakan melanosit dan lapisan basal epidermis terjadi akibat adanya respons imun antigen abnormal.22 Terjadinya

mekanisme pascainflamasi perlu dipertimbangkan mengingat adanya lesi awal yang berwarna kemerahan yang kemudian menjadi makula hiperpigmentasi, walaupun memang pada sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya lesi awal eritematosa.6 Pajanan amonium nitrat, media kontras

radiografik, infestasi cacing pada saluran cerna, alergi kobalt, dan infeksi HIV sering dikaitkan dengan EDP.5 Diduga EDP

juga berkaitan dengan liken planus22 walaupun peneliti lain

menyatakan bahwa EDP merupakan satu entitas penyakit yang berbeda dengan liken planus.23

(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sau P. Hypermelanoses. Dalam: Farmer ER HA, penyunting. Pathology of the skin. Edisi ke-2. New York: McGraw-Hill; 2000.h.775-85.

2. Costin GE, Hearin g VJ . Human skin pigmen tation : melanocytes modulate skin color in response to stress. FASEB Journal. 2007; 21.

3. Aslan C, Goktay F, Mansur AT, Aydingoz IE, Gunes P, Ekmekci TR. Clin icopathological con sisten cy in skin disorders. J Am Acad Dermatol. 2012; 66(3): 393-400. 4. Data morbiditas poliklinik Divisi Kosmetik Departemen Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2011.

5. Khanna N, Rasool S. Facial Melanoses: Indian perspective. Indian J Dermatol and Venereol. 2011; 77: 552-64.

6. Hori Y, Kubota Y. Acquired, circumscribed hypermelanotic disorders. Dermatol Sinica. 1993;11:1-19.

7. Mooi WJ, Krausz T. Techniques and practical consideration. Dalam: Mooi WJ KT, penyunting. Pathology of melanocytic disorders. Edisi ke-2. New Yok: Oxford University Press; 2007.h.19-40.

8. Yang S, Xu S, Xiao FL, Du WH, Hao JH, Wang HY, dkk. Prevalence and familial risk of ephelides in Han Chinese adolescent. Arch Dermatol Res. 2008; 300: 87-90.

9. Sánchez LR, Raimer SS. Pigmentary disturbances and melanocytic tumors. Dalam: Sánchez LR RS, penyunting. Dermatopathology. Texas: Lands bioscience; 2001:270-85. 10. Weedon D. Lentigines, nevi, and melanomas. Dalam: Weedon D,

penyunting. Skin Pathology. Edisi ke-3. Elsevier; 2010:710-56. 11. Orton ne J P, Bissett DL. Latest in sigh ts in to skin hyperpigmentation. J Invest Dermatol Symp Proceedings. 2008;13:10-4.

12. Ubriani R, Min g ME. Non -neoplastic disorders of pigmentation . Dalam: Bu sam KJ ., penyun ting. Dermatopathology. Edisi ke-1. Saunders;2010:266-.7 13. Hann SK, Im S, Chung WS, Kim DY. Pigmentary disorders in

the south east. Dermatol Clin. 2007; 25(3): 431-8.

14. Sarvjot V, Sharma S, Mish ra S, Singh A. Melasma: A clinicopathological study of 43 cases. In dian J Pathol Microbiol. 2009; 52: 357-9.

15. Ee HL, Goh CL, Ang P. Hori's naevus: a preliminary report from Singapore. Dermatol Bulletin. 2005;16(1):23-24. 16. Charlin D, Barcaui CB, Kac BK, Soares DB, Fonseca RR,

Azu lay-Abu lafia L. Hydroq uinon -induced exogen ou s och ronosis: a report of fou r cases and u sefulness of dermoscopy. Int J Dermatol. 2008; 47:19-23.

17. Ribas J, Cavalcante MSM, Schettini APM. Exogenous ochronosis hydroquinone induced: a report of four cases. Anais Brasileiros de Dermatologia. 2010; 85(5): 699-703. 18. Weedon D. Cu taneous deposits. Dalam: Weedon D.,

penyunting. Skin Pathology. Edisi ke-3. Elsevier; 2010:369-396.

19. Mohan KH. Acquired macular hyperpigmentation n overview. J Pakistan Assoc Dermatol. 2011;21:43-54.

20. Kumar R, Kumari S, Ranabijuli PK. Generalized pigmentation due to Addison disease. Dermatology Online Journal. 2008: 13. 21. Kovarik CL, Spielvogel RL, Kantor GR. Pigmentary disorders of the skin. Dalam: Elder DE, penyunting. Histopathology of the skin. Edisi ke-10. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009:689.

pada bagian sentral lesi (gambaran hiperpigmentasi).5

Terdapat juga lesi EDP dengan warna abu-kebiruan akibat adanya efek Tyndall.

Melanosis Riehl

Nama lain adalah pigmented cosmetic dermatitis. Kelainan ini banyak dilaporkan di Jepang, walaupun tersebut juga laporan dari Eropa, Amerika Selatan, India dan Afrika Selatan. Secara umum, mengenai ras kulit gelap dan wanita usia pertengahan.5

Melanosis Riehl merupakan satu bentuk dermatitis kontak pigmentasi dengan antigen dari bahan kosmetik dan tekstil. Kontak terus menerus dengan alergen dalam kadar rendah menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe IV. Zat yang diduga menjadi penyebab, antara lain pewarna anilin, formaldehid, geraniol, minyak lemon.24

Kelainan pigmentasi pada melanosis Riehl sering ditemukan pada wajah, namun kadang juga dapat ditemukan pada leher, punggung tangan, dan lengan bawah dan dapat disertai dengan rasa gatal.24

Korelasi klinikopatologis : Reaksi hipersensitivitas yang terjadi menyebabkan degenerasi sel basal sehingga terjadi inkontinensia pigmenti serta infiltrat perivaskular ataupun band-likepada dermis atas. Hal tersebut menyebabkan pigmentasi coklat tua hingga coklat keabuan pada daerah kulit yang terpajan. Pada lesi lama, tidak ditemukan kelainan pada epidermis, namun dijumpai banyak melanofag di der-mis bagian atas.5, 19

PENUTUP

(7)

22. Cutri FT, Ruocco E, Pettinato G, Ciancia G. Lichen planus pigmentosus-like ashy dermatosis. Dermatology Reports. 2011; 3: 103-4.

23. Vasquez-Ochoa LA, Isaza-Guzman DM, Orozco-Mora B, Restrepo-Molina R, Tru jillo-Perez J , Tapia FJ .

Immunopathologic stufy of erythema dyschromicum perstans (ashy dermatosis). Int J Dermatol. 2006;45:937-41. 24. Nagaraj V, Ansari N. Riehl Melanosis in a 27-year-old Bahraini

Gambar

Tabel 1. Distribusi Kelainan Kulit Hiperpigmentasi  RSCM Jakarta tahun 2011

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, kandungan antinyamuk lain dalam bunga kamboja yaitu minyak atsiri, minyak atsiri merupakan bahan aktif yang mempunyai kemampuan daya tolak terhadap gigitan

Menjadi sarana usaha yang mampu berperan dalam kancah industri secara signifikan dan mampu melahirkan serta mendukung wirausaha untuk memajukan perekonomian nasional khususnya di

Terkait penelitian ini diharapkan dapat menemukan konsep dan model koordinasi yang dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah Kecamatan Kiaracondong kota Bandung

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan studi Harahap (2017) mengatakan bahwa distribusi berdasarkan kepatuhan diet cairan adalah sebagian besar tidak patuh sebanyak 65

Seiring dengan perkembangan lembaga kursus ini, proses akademik yang selama ini dijalankan dirasa kurang efektif dan efisien dan membutuhkan suatu sistem yang baru

Intrusion detection adalah proses memonitor kejadian yang terjadi pada sistem komputer atau jaringan dan menganalisanya untuk menandai kejadian yang mungkin, yang

Ada tiga fitur yang harus Anda ingat saat Anda bekerja dalam PowerPoint 2007: saat Anda bekerja dalam PowerPoint 2007: Tombol Microsoft Office, Quick Access Toolbar, dan Ribbon..

Lebih dari 100 tahun setelah kode Braile dan kode Morse diperkenalkan, tepatnya pada tahun 1948, metode kompresi data mengalami peningkatan yang signifikan dengan