BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.1
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan semua rakyat sehat adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan
kesehatan, yang berarti setiap upaya program harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma Sehat”, yaitu
pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) dibandingkan upaya
penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.2
Salah satu program pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah
adalah program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan salah satu diantaranya adalah penyakit diare. Pemerintah juga telah menetapkan suatu kebijakan
Penyakit diare tidak hanya terdapat di negara-negara berkembang atau
terbelakang saja, akan tetapi juga dijumpai di negara industri bahkan di negara yang sudah maju sekalipun, hanya saja di negara maju kejadian diare karena infeksi jauh lebih kecil. Diare di negara berkembang banyak disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, protozoa, dan penularannya secara fekal-oral. Diare dapat mengenai semua kelompok umur dan berbagai golongan
sosial, baik di negara maju maupun di negara berkembang, dan erat hubungannya dengan kemiskinan serta lingkungan yang tidak higienis.5
Menurut WHO (World Health Organization) 2004 penyakit diare menempati
urutan ketujuh dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian dengan Proportional Mortality Rate (PMR) 3,2%. Kematian akibat diare ini sebagian besar terjadi di
Afrika dengan Proportional Mortality Rate 39% dan juga di Asia Tenggara dengan Proportional Mortality Rate 24%.6. Survei Kesehatan Nasional tahun 2005-2006 di India melaporkan prevalensi diare pada anak usia di bawah 3 tahun 10,38%.
Sementara hanya 68,7 % dari kasus yang diberi elektrolit. Tingginya kejadian diare pada negara ini disebabkan karena kekurangan zat gizi sehingga membuat anak lebih
rentan terhadap serangan infeksi.7
Berdasarkan laporan WHO 2011 diare masih tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian anak secara global di seluruh dunia. Dari semua kematian
yang terjadi pada anak usia di bawah lima tahun 14,0% diakibatkan oleh diare. Kejadian diare pada anak balita erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan, perilaku
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 menyatakan insidensi diare klinis (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala) secara nasional 9,0%. Di
Indonesia sebanyak 14 provinsi mempunyai insidens diare di atas insidens nasional, dengan insidens tertinggi terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 18,9% dan
yang terendah di Provinsi DI Yogyakarta 4,2%. Selain itu, penyakit diare juga menempati urutan pertama dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian pada balita dengan Proportional Mortality Rate 25,2%.9
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2008, dilaporkan KLB (Kejadian Luar Biasa) diare terjadi di 15 provinsi dengan Case Fatality Rate (CFR) 2,48%.10
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2009, dilaporkan KLB diare terjadi di 15 provinsi dengan CFR 1,74%.11 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2010, bahwa KLB diare terjadi di 11 provinsi dengan CFR 1,74%.12 Berdasarkan laporan
Surveilans Terpadu Penyakit (STP) KLB 2009-2010 secara keseluruhan, provinsi yang sering mengalami KLB diare pada tahun 2009 adalah Jawa Barat, Jawa Timur
dan Banten dan CFR tertinggi terjadi di Sulawesi Tenggara (20,0%) sedangkan pada tahun 2010 provinsi yang lebih sering mengalami KLB diare adalah provinsi Sulawesi Tengah dan Banten akan tetapi CFR tertinggi terjadi pada provinsi
Lampung (33,0%).13
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
374/1.000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1.000 penduduk dan tahun 2010
menjadi 411/1.000 penduduk.
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millennium Development Goals (MDG’s) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990
sampai pada 2015 (Goal ke-4). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui
bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata
laksana yang cepat dan tepat.4
4
Berdasarkan Profil Kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) 2005,
insidens diare pada balita meningkat 16,43% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan CFR 0,04%. Hal ini diakibatkan oleh bencana alam gempa dan tsunami yang melanda NAD pada saat itu. Selain itu , gempa dan tsunami tersebut
juga menyebabkan banyak korban meninggal dan menghancurkan berbagai fasilitas termasuk fasilitas kesehatan yang ada. Banyak orang yang kesulitan mendapatkan
sarana air bersih, tempat tinggal yang layak dan kurangnya kecukupan makanan. Dalam kondisi seperti inilah terjadi peningkatan penyakit diare dan penyakit infeksi lainnya.14
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara bahwa pada tahun 2010, dari 549.147 kasus diare yang ditemukan, yang ditangani adalah sebanyak
1.000 penduduk mencapai 18,73%. Angka ini mengalami peningkatan dari tahun
2009 yaitu 12,98%. 15
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Humbang Hasundutan bahwa pada tahun 2010 jumlah kasus diare diperkirakan sebanyak 7.261 kasus dan yang ditangani
adalah sebanyak 2.374 kasus (32,70%)12. Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak
balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.15
Berdasarkan data kesakitan diare yang didapat dari Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011, diperoleh
753 penderita diare dan 366 diantaranya adalah balita. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012.
1.2. Rumusan Masalah
Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun
2012.
1.3.2.Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik anak balita meliputi umur, jenis kelamin, ASI eksklusif, status imunisasi, dan status gizi di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.
b. Untuk mengetahui karakteristik ibu balita meliputi pendidikan dan pekerjaan di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.
c. Untuk mengetahui karakteristik lingkungan tempat tinggal anak balita meliputi sanitasi lingkungan, higiene perorangan, penyediaan air bersih, dan ketersediaan jamban di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.
d. Untuk mengetahui insidens rate diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.
e. Untuk mengetahui hubungan umur anak balita dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012. f. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian diare pada anak
balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012. g. Untuk mengetahui hubungan status ASI eksklusif dengan kejadian diare pada
h. Untuk mengetahui hubungan status imunisasi dengan kejadian diare pada anak
balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012. i. Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian diare pada anak balita
di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.
j. Untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.
k. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012. l. Untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada
anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.
m. Untuk mengetahui hubungan higiene perorangan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.
n. Untuk mengetahui hubungan penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun
2012.
o. Untuk mengetahui hubungan ketersediaan jamban dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Dolok Sanggul tahun
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul dalam rangka penanggulangan dan pencegahan penyakit diare pada anak balita.
1.4.2. Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang faktor-faktor yang berhubungan kejadian diare pada anak balita dan
sebagai kesempatan bagi penulis untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan di FKM USU.
1.4.3. Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan FKM-USU Medan dan penelitian