• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran - Perbandingan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dan Tanya Jawab Terhadap Evaluasi Hasil Belajar Mahasiswa Akbid Semester IV Pada Mata Kuliah Kegawatdaruratan di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran - Perbandingan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dan Tanya Jawab Terhadap Evaluasi Hasil Belajar Mahasiswa Akbid Semester IV Pada Mata Kuliah Kegawatdaruratan di "

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Slavin (2010), model pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu

pendekatan pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem

pengelolaanya. Sedangkan menurut Trianto (2009) model pembelajaran merupakan

pendekatan yang luas dan menyeluruh serta dapat diklasifikasikan berdasarkan

tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya.

Model pembelajaran yang baik digunakan sebagai acuan perencanaan dalam

pembelajaran di kelas ataupun tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat

pembelajaran yang sesuai dengan dengan bahan ajar yang diajarkan (Trianto, 2011).

Menurut Arrend ada empat hal yang sangat berkaitan dengan model

pembelajaran yaitu: a. Teori rasional yang logis yang disusun oleh para penciptanya

atau pengembangnya. b. Titik pandang/landasan pemikiran tentang apa dan

bagaimana siswa belajar. c. Perilaku guru yang mengajar agar model

pembelajarannya dapat berlangsung baik. d. Struktur kelas yang diperlukan untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal (Trianto, 2009).

2. Kriteria Model Pembelajaran

Kriteria model pembelajaran yang dikatakan baik, jika sesuai dengan kriteria

(2)

dikembangakan dapat diterapkan dan kenyataan menunjukkan bahwa apa yang

dikembangkan tetrsebut dapat diterapkan. Ketiga, efektif, berkaitan dengan aspek efektifitas sebagai berikut: ahli dan praktisi berdasarkan pengalamnnnya menyatakan

bahwa model tersebut efektif; dan secara operasional model tersebut memberikan

hasil yang sesuai dengan yang diharapkan (Trianto, 2013).

Arends dan pakar model pembelajaran berpendapat bahwa tidak ada

satu pun model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya apabila tidak

dilakukan ujicoba pada suatu mata pelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya seleksi

pada setiap model pembelajaran mana yang paling baik untuk diajarakan pada materi

tertentu (Trianto, 2013).

B. Model Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif merupakan sebuah alternatif dari sesuatu yang

dipercaya sebagai penekanan berlebihan terhadap kompetisi yang lazim dipraktikkan

dalam pendidikan pada umumnya. Pengajar memiliki peran ganda yaitu sebagai ahli

dari subjek yang diajarkan dan pemegang otoritas di dalam kelas. Menurut Scott B

Watson dari School of Education, Faculty Publications and Presentation Library

University dalam makalahnya yang berjudul The Essential of Cooperative Learning

menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah lingkungan belajar kelas yang

memungkinkan mahasiswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang heterogen

dan mengerjakan tugas-tugas akademiknya (Warsono dan Haryanto, 2013).

Spencer Kegen merumuskan pembelajaran kooperatif terdiri dari

teknik-teknik pembelajaran yang memerlukan saling ketergatungan positif antara pebelajar

(3)

kooperatif adalah suatu pengaturan yang memungkinkan para mahasiswa bekerja

sama dan belajar bersama dan saling membantu secara interaktif utuk mencapai

tujuan pembelajaran (Warsono dan Hariyanto, 2013).

Sistem pengaturan yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk

bekerja sama dengan sesama mahasiswa dalam tugas yang terstruktur disebut sebagai

sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning (Lie, 2010).

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan belajar kooperatif yaitu menekankan pada tujuan kesuksesan pada

kelompok, yang dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan dan

penguasaaan materi (Slavin, 2010).

Manfaat penerapan belajar kooperatif adalah mengurangi kekurangan dalam

pembelajaran secara individual, mengembangkan solidaritas di kalangan mahasiswa.

Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif dapat memuculkan seorang mahasiswa

yang memiliki prestasi akademik yag cemerlang serta memiliki solidaritas yang

tinggi (Huda, 2011).

Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada setiap mahasiswa

yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja secara bersama-sama dalam

suatu kelompok (Lie, 2010).

3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Ada delapan prinsip yang harus diterapkan dalam pembelajaran cooperative learning :

Pembentukan kelompok bersifat heterogen, maksudnya adalah pembentukan

(4)

Perlu keterampilan kolaboratif, misalnya kemampuan para mahasiswa dalam

berkomunikasi, memberikan alasan, beragumentasi, menjaga perasaan mahasiwa

lain, dan saling bertoleransi.

Otonomi Kelompok. Mahasiswa ditutut untuk mampu mencari setiap

pembelajaran dengan sendirinya tapa bergantung kepada dosen. Peranan dosen tidak

bertindak lagi sebagai orang bijak di atas panggung (sage on the stage), tetapi memandu mahasiswa dari samping (guide on the side).

Interaksi stimultan. Masing-masing individu berinteraksi menuju tujuan.

bersama. Partisipasi yang adil dan setara di dalam kelompok, tidak boleh hanya ada

satu atau dua orang mahasiswa saja yang mendominasi.

Tangggung jawab individu. Setiap mahasiswa harus mencoba untuk belajar

dan kemudian saling berbagi pengetahuannya. Ketergantungan positif, setiap

mahasiswa harus berpedoman “satu untuk semua” dan “semua untuk satu” dalam

mencapai pengembang potensi akademis.

Kerja sama sebagai nilai karakter. Kerja sama tidak hanya sebagai cara untuk

belajar, namun kerjasama juga menjadi bagian dari isi pembelajaran dan saling

memilki ketergantungan positif (Warsono dan Hariyanto, 2013).

Pada metode pembelajaran kooperatif learning berkembang sejumlah riset tentang sejumlah lamanya ingatan mahasiswa terhadap materi pembelajaran terkait

dengan metode pembelajaran yang dipergunakan. Hasil riset dari National Training Laboratories di Bethel, Maine (1954), Amerika Serikat menunjukkan bahawa kelompok bahwa kelompok pembelajaran berbasir guru (teacher centered learning) seperti ceramah, tugas membaca, presentasi dosen dengan audiovisual, dan

demonstrasi oleh dosen mahasiswa hanya dapat mengingat materi pembelajaran

(5)

mahasiswa dapat mengingat 50%. Jika mahasiswa diberi kesempatan melakukan

sesuatu (learning by doing), mahasiswa dapat mengingat 75%. Praktik pembelajaran dengan cara mengajar mampu mengingat sebanyak 90%, yang dapat dilihat melalui

tabel 2.1 dan tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.1 Ingatan Pembelajaran Dihubungkan Dengan Jenis Presentasi

Presentasi Kemampuan Belajar

Setelah 3 jam Setelah 3 hari

Sumber : Dale, 1969 (Warsono dan Hariyanto, 2013)

Tabel 1.2 Transfer Pembelajaran dari Instruktur Kepada Mahasiswa Komponen Pelatihan Ketrampilan yang

Diperoleh

Tranfer ke Dunia Kerja

Teori 10-20% 5-10%

Demonstrasi 30-35% 5-10%

Praktik 60-70% 5-10%

Umpan Balik 70-80% 10-20%

Pelatihan 80-90% 80-90%

Sumber : Joyce dan Showers, 1981 (Warsono dan Hariyanto, 2013)

C. Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) 1. Pengertian Model Pembelajaran NHT

(6)

dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini dirancang dengan memberi

kesempatan kepada mahasiswa untuk saling membagikan ide-ide dan

mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Dengan melibatkan lebih banyak

lebih banyak mahasiswa di dalam metode ini, metode ini juga bertujuan untuk

menggali setiap pemahaman mahasiswa terhadap isi pelajaran. Teknik ini bisa

digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik

(Trianto, 2010 ; Lie, 2010).

2. Tujuan Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Menurut Muslimin (2010) tiga tujuan yang hendak dicapai dalam model

pembelajaran NHT yaitu: hasil belajar akademik stuktural bertujuan untuk

meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Pengakuan adanya

keragaman bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai

berbagai latar belakang.

Pengembangan keterampilan sosial bertujuan untuk mengembangkan

keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas,

aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat,

bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, dosen menggunakan struktur

empat fase sebagai sintaks NHT :

Fase 1: Penomoran. Dalam fase ini, dosen membagi mahasiswa ke dalam

kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1

(7)
(8)

4. Kelebihan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Menurut Ibrahim (2009) kelebihan model pembelajaran NHT : Saling Ketergantungan Positif. Dalam pembelajaran kooperatif, dosen dituntut utuk dapat

menciptakan suasana belajar yang mendorong mahasiswa untuk aktif dalam bekerja

melakukan sesuatu bersama-sama dan saling membutuhkan antar sesama lainnya.

Hubungan saling membutuhkan antara mahasiswa yang satu dengan mahasiswa

yang lain disebut saling ketergantungan positif. Di dalam pembelajaran kooperatif,

setiap anggota kelompok sadar bahwa mereka perlu bekerja sama dalam mencapai

suatu tujuan.

Tanggung Jawab Perseorangan. Tanggung jawab dalam pembelajaran

cooperative learning, setiap mahasiswa akan merasa bertanggug jawab untuk melakukan yang terbaik. Persiapan dosen dalam penyusunan tugas merupakan kunci

keberhasilan dalam metode cooperative learning. Seorang dosen yang masuk ke kelas dan langsung membagi kelompok tanpa membuat sebuah persiapan bukanlah

dosen yang menerapkan cooperative learning. Seorang dosen yang efektif dalam

cooperative learning harus membuat persiapan dan menyusun tugas agar masing-masing anggota kelompok melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas

selanjutnya dalam kelompok dapat dilaksanakan. Dengan metode ini kita dapat

mengetahui, mahasiswa yang tidak melaksanakan tugasnya.

Tatap Muka. Dalam setiap kelompok diberikan kesempatan yang sama untuk

bertemu dan mendiskusikan setiap tugas yang diberikan. Kegiatan berdiskusi secara

bersama-sama akan lebih menigkatkan hasil pemikiran dibandingkan secara individu.

Setiap anggota kelompok memiliki latar belakang pengalaman, sosial ekonomi yang

(9)

diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam

kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi (Warsono, 2013).

Komunikasi Antar Anggota. Keberhasilan suatu kelompok juga ditentukan

oleh kesediaan setiap anggota dalam mengemukakan pendapatnya dengan

berkomunikasi secara tepat. Di dalam komunikasi anatar anggota ini, setiap

mahasiswa diajarkan cara berkomunikasi yang baik antar sesama kelompok, cara

memberi tanggapan, memberi jawaban, dan menghargai orang lain. Proses tersebut

tentunya sangat bermanfaat untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan

perkembangan mental dan emosional para mahasiswa.

Evaluasi Proses Kelompok. Setiap dosen seharusnya menjadwalkan waktu

yang tepat untuk mengevaluasi proseskerja kelompok dan hasil kerja sama agar lebih

efektif. Waktu evaluasi bisa diadakan setelah beberapa waktu dalam kegiatan

pembelajaran cooperative learning. Format evaluasi bisa bermacam-macam sesuai tingkat pendidikan (Lie, 2010).

5. Kekurangan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Mahasiswa yang sudah terbiasa dengan cara konvensional akan sedikit

kewalahan sehingga dosen harus bisa memfasilitasi mahasiswa dalam setiap

pembelajaran dan lebih sering untuk menggunakan model pembelajaran NHT supaya

mahasiswa terbiasa belajar mandiri, aktif dalam proses belajar.

Model Pembelajaran NHT ini tidak terlalu cocok untuk jumlah mahasiswa yang

banyak karena membutuhkan waktu yang lama dan tidak semua anggota kelompok

(10)

D. Model Pembelajaran Tanya Jawab

1. Pengertian Model Pembelajaran Tanya Jawab

Model Pembelajaran Tanya Jawab merupakan model pembelajaran yang

bersifat aktif individual dengan mengakibatkan terjadinya komunikasi secara

langsung yang bersifat two way traffic antara dosen dengan dosen, atau mahasiswa sesama mahasiswa dengan dosen (Istarani, 2012).

Rostiyah N.K (2008) mengatakan bahwa untuk menciptakan kehidupan

interaksi belajar mengajar, seorang dosen perlu menimbulkan metode tanya jawab.

Model pembelajaran tanya jawab merupakan suatu model yang memotivasi pada

mahasiswa agar meningkatnya pemikiran untuk bertanya, dosen mengajukan

pertanyaan sehingga mahasiswa menjawab (Istarani, 2010).

2. Tujuan Penggunaan Model Pembelajaran Tanya Jawab

Penggunaaan metode tanya jawab biasanya digunakan untuk

menyimpulkan/mengikhtisar pelajaran atau apa yang dibaca, dengan dibantu tanya

jawab antara mahasiswa dan mencapai suatu tujuan yang baik.

Dalam tanya jawab, dosen dapat menilai mahasiswa apakah mahasiswa

paham dan mengerti tentang materi yang tela disampaikan.Seorang dosen dalam

metode tanya jawab juga bisa menilai apakah mahasiswa mendengarkan dengan baik

atau tidak (Istarani, 2012).

3. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Tanya Jawab

Proses yang dilakukan dengan membaca, meneliti atau diskusi. Membaca informasi dari berbagai sumber adalah salah satu teknik untuk menemukan jawaban.

Sebelum pembelajaran berlangsung, dosen telah menentukan pertanyaan secara

cermat dan sistematis oleh dosen. Pertanyaan yang akan diberikan dosen nantinya

(11)

pertanyaan yang berasal dari mahasiswa dapat dijawab dengan sederhana, singkat,

dan padat.

Dosen memberikan pengajaran dikelas dan memberikan stimuli pada peserta

didik untuk belajar sesungguhnya. Kunci pokok kehadiran stimuli belajar antara lain

adalah pertanyaan yang diajukan dosennya. Dengan pertanyaan maka peserta didik

akan segera mulai belajar sesunggguhnya (meaningful learning).

Dorongan yang menumbuhan persaingan diantara kelompok mahasiswa

untuk memperoleh pujian dan nilai yang baik. Dosen dapat melemparkan pertanyaan

dari mahasiswa ke mahasiswa lainnya untuk dikomentari dan diberikan penjelasan

sehingga akan terbentuk proses belajar yang aktif (Sagala, 2009).

4. Kelebihan Model Pembelajaran Tanya Jawab

Kelas akan lebih hidup, karena sambutan kelas yang baik terhadap setiap

pertanyaan yang diajukan dari mahasiswa dan dosen di dalam kelas. Model tanya

jawab tidak membuat mahasiswa hanya mendengarkan ceramah dari dosen saja.

Partisipasi mahasiswa lebih besar dan berusaha medengarkan pertanyaan dosen

dengan baik dan mencoba menberikan pertayaan dengan tepat. Mahasiswa menerima

pelajaran dengan aktif berpikir, tidak pasif mendengarkan saja (Istarani, 2012).

5. Kekurangan Model Pembelajaran Tanya Jawab

Kelancaran jalannya model pembelajaran tanya jawab agak terhambat

dikarenakan mahasiswa yang tidak terbiasa, pasif untuk bertanya hanya

mendengarkan saja dan jawaban mahasiswa belum tentu selalu benar bahkan

mungkin kadang-kadang dapat menyimpang dari persoalannya. Sehingga perlu

(12)

E. Model Pembelajaran Orang Dewasa (POD) 1. Konsep Model Pembelajaran Orang Dewasa

Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu interaksi antara peserta

pebelajar dengan pengajar atau instruktur dan/atau sumber belajar pada suatu

lingkaran belajar untu pencapaian tujuan belajar tertentu. Pembelajaran orang dewasa

(andragogi) jelas berbeda dengan pembelajaran bagi anak-anak (pedagogi), karakteristik peserta belajar dalam hal tujuan hidupnya, peran sosial di masyarakat,

fungsi indrawi sehingga memerlukan pendekatan dan strategi yang berbeda antara

orang dewasa dan anak-anak.

Pembelajaran orang dewasa sering disebut diklat (pendidikan dan

pelatihan). Prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa antara lain: kebutuhan untuk

mengetahui, konsep diri peserta belajar, peranan pengalaman peserta belajar,

kesiapan belajar, orientasi belajar, dan motivasi.

Orang dewasa perlu mengetahui mengapa harus belajar, dimana mahasiswa

dapat menemukan kesenjangan antara kemampuan yang dimiliki saat ini dengan

kemampuan yang seharusnya dimiliki. Tugas utama dosen adalah fasilitator yang

membantu mahasiswa menjadi sadar akan perlunya mengetahui dan dapat

memaparkan efetifitas kinerjanya.

Secara umum orang dewasa telah memiliki konsep diri bahwa dirinya

mempunyai tanggung jawab atas keputusan yang dibuatnya sendiri atas

kehidupannya seperti: mengembangkan kebutuhan psikologi yang mendalam untuk

diperhatikan orang lain, mampu bersikap mengatur kehidupannya sendiri, menolak

dan menentang situasi ketika ada orang lain yang memaksakan kehendaknya.

Orang dewasa membawa pengalaman yang berbeda-beda setiap individu

(13)

belakang, gaya belajar, motivasi, minat, dan sasaran. Strategi pembelajaran orang

dewasa mengutamakan menggali pengalaman peserta belajar melalui: diskusi kasus,

simulasidan studi banding.

Penentuan waktu belajar hendaknya disesuaikan dengan tahap

perkembangan orang dewasa. Rangsangan kesiapan belajar melalui model

pembelajaran orang dewasa merupakan hal yang penting untuk kesiapan belajar.

Orientasi belajar pada orang dewasa terpusat pada masakah

kehidupan/tugas yang dihadapi. Orang dewasa akan termotivasi untuk mempelajari

sesuatu asalkan mereka merasa bahwa sesuatu yang dipelajari tersebut dapat

ditampilkan dalam konteks penyerapannya pada situasi kehidupan sebenarnya.

Motivasi orang dewasa untuk belajar, antara lain tanggap terhadap beberapa

dorongan eksternal. Dorongan yang paling kuat adalah dorongan internal (keinginan

untuk meningkatan kepuasan kerja, kebanggaan diri dan mutu hidup). Semua orang

dewasa normal akan termotivasi dan tetap tumbuh dan berkembang .

F. Evaluasi Hasil Belajar

1. Pengertian Evaluasi Hasil Belajar

Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran

(pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan perimbangan untuk

membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh mahasiswa

setelah melakukan kegiatan belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ingin

(14)

2. Tujuan Evaluasi Hasil Belajar

Mendeskripsikan kecakapan belajar para mahasiswa sehingga dapat diketahui

kelebihan dan kekurangan dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang

ditempuhnya. Dengan pendeskripsian kecakapan tersebut dapat diketahui posisi

kemampuan mahasiswa dengan mahasiswa lainnya.

Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni

seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah para tingkah laku mahasiswa kea rah

tujuan pendidikan yang diharapkan. Keberhasilan pendidikan dan pengajaran penting

untuk mengingat perannya sebagai upaya memanusiakan manusia, sehingga

mahasiswa menjadi manusia yang berkualitas dalam aspek intelektual, sosial,

emosional, moral, dan ketrampilan.

Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan

penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi

pelaksanaannya. Kegagalan para mahasiswa dalam hasil belajar yang dicapai

hendaknya tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri mahasiswa itu sendiri,

tetapi dapat disebabkan oleh program pengajaran yang diberikan kepadanya atau

kesalahan strategi dalam melaksanakannya.

Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak institusi kepada pihak-pihak yang berkepentinga Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah,

masyarakat, dan para orang tua mahasiswa

3. Klasifikasi Evaluasi Hasil Belajar

Sistem Pendidikan Nasional menggunakan klasifikasi evaluasi hasil belajar menurut

(15)

Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek yakni: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis, dan evaluasi.

Ranah efektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

Ranah Psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks,

ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan,

gerakan ketrampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif.

4.Penilaian Hasil Belajar

Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar dapat

dilakukan melalui tes hasil belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya,

Djamarah (2006) menggolongkan tes hasil belajar menjadi tes formatif, tes

subsumatif dan tes sumatif.

Tes formatif digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap peserta didik

terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil formatif dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar bahan pengajaran dalam waktu tertentu.

Tes subsumatif meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya

serap peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Hasil tes

(16)

dua Tahun Akademik. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau tarap

keberhasilan belajar peserta didik dalam satu periode belajar tertentu. Hasil tes

sumatif dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (ranking) atau sebagai ukuran mutu institusi.

5. Syarat-Syarat Evaluasi yang Baik

Memiliki validitas artinya setiap penilaian harus benar-benar mengukur apa

yang akan diukur. Suatu tes dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila

antara hasil tes dengan pendapat ahli hanya terdapat sedikit perbedaan.

Suatu alat evaluasi harus memiliki rehabilitas, bila menunjukkan ketetapan

hasilnya. Dan apabila dilakukan pengukuran beberapa kali akan mendapat skor yang

sama bila diukur dengan alat uji yang sama. Reabilitas suatu tes dikatakan tinggi bila

realibilitasnya menunjukkan koefisien korelasi 1.00 sedangkan tes yang

realibilitasnya rendah memiliki koefisien korelasi 0.00.

Alat evaluasi harus benar-benar mengukur apa yang dikur, tanpa adanya

interpretasi yang tidak ada hubungannya dengan alat evalasi itu. Objektivitas dalam

penilaian sering dilakukan dengan menggunakan: questioner, essay test, observation, rating scale, checklist, dan alat-alat lainnya.

Suatu alat evaluasi harus efisiensi dan sedapat mungkin dipergunakan tanpa

membuang waktu dan uang yang banyak. Suatu alat evaluasi diharapkan dapat

digunakan dengan sedikit biaya dan usaha yang sedikit, dalam waktu yang singkat,

dan hasil yang memuaskan.Memiliki manfaat bagi pembelajaran dan kepraktisan

(17)

6. Batas Minimal Hasil Belajar

Menentukan batas minimum keberhasilan belajar merupakan upaya untuk

menentukan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat

keberhasilan peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar. Norma-norma

pengukuran tersebut adalah norma skala angka dari 0 sampai 10 dan norma skala

angka dari 0 sampai 100. Angka terendah yang menyatakan kelulusan atau

keberhasilan belajar (passing grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Selain norma skala angka, pengukuran prestasi belajar

dapat dilakukan melalui simbol huruf-huruf dengan kriteria A, B, C, D dan E. Simbol

huruf-huruf dapat dipandang sebagai simbol angka-angka (Syah, 2010).

Tabel 2.3 Batas Minimal Hasil Belajar di Akbid Kholisatur Rahmi Binjai

Angka Huruf Predikat

> 80 A Sangat Baik

75-79 B Baik

60-74 C Cukup

55-59 D Kurang

< 54 E Gagal

7. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hamid (2009) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni :

keefektifan pembelajaran, efisiensi pembelajaran dan daya tarik pembelajaran.

(18)

tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecendrungan pebelajar

untuk tetap/terus belajar.

Ada 7 indikator penting yang dapat digunakan untuk mendapatan

keefektifan pembelajaran, yaitu (1) kecermatan penguasaan perilaku (tingkat

kesalahan kerja). Makin cermat pebelajar menguasai perilaku yang dipelajari,

makin efektif pembelajaran. (2) Kecepatan unjuk kerja (efisiensi waktu). Makin

cepat seorang pebelajar menampilkan hasil kerjanya, semakin efektif

pembelajaran. (3) Kesesuaian dengan prosedur, pebelajar dikatakan efektif apabila

pebelajar dapat menampilkan hasil kerja yang sesuai dengan prosedur baku yang

telah ditetapkan. (4) Kuantitas hasil kerja mengacu pada banyaknya hasil kerja

yang mampu ditampilkan oleh pebelajar dalam waktu tertentu yang telah

ditetapkan. (5) Kualitas hasil akhir apakah memuaskan atau tidak. (6) Tingkat alih

belajar yaitu kemampuan pebelajar melakukan alih belajar dari apa yang telah

dikuasainya ke hal lain yang serupa. (7) Tingkat retensi yaitu jumlah hasil kerja

yang masih mampu ditampilkan pebelajar setelah selang beberapa periode waktu.

Semakin tinggi retensi maka semain efetif pembelajaran itu.

Dalam mengukur efisiensi pembelajaran, indikator utama diacukan kepada

waktu, personalia, sumber belajar yang dipakai. Efisiensi hanya dapat diukur

apabila setiap pebelajar dapat belajar sesuai dengan jumlah waktu yang

dibutuhkan. Jumlah personalia yang dilibatkan dalam perancangan, pelaksanaan,

penilaian pembelajaran dan juga dipakai untuk mempreskripsikan efisiensi.

Penggunaaan sumber belajar lain, selain guru juga dapat dijadikan ukuran tingkat

efisiensi pembelajaran, seperti: berupa ruang yang dipakai, apakah melibatkan

penggunaan laboratorium, komputer, jumlah buku tes, dan penyampaian buku

(19)

Daya tarik sebagai hasil pembelajaran berkaitan dengan daya tarik bidang

studi. Namun, daya tarik bidang studi dalam penyampaiannya banyak bergantung

pada kualitas pembelajarannya. Pengukuran daya tarik pembelajaran dapat

dilakukan dengan mengamati apakah pebelajar ingin terus belajar atau tidak.

Kecendrungan pebelajar untuk tetap terus belajar bisa terjadi arena daya tarik

bidang studi itu sendiri atau bisa juga karena kualitas pembelajarannya.

G. Materi Pokok 1. Atonia Uteri

a) Pengertian

Atonia Uteri merupakan pendarahan obstetri yang disebabkan oleh kegagalan

uterus untuk berkontraksi secara memadai setelah kelahiran (Cuningham, 2013:415).

Menurut JNPK-KR (2008), atonia uteri adalah suatu kondisi dimana

myometrium tidak dapat berkontraksi dan keluarnya darah dari tempat implantasi

plasenta dan menjadi tidak terkendali.

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini

(50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi

postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol

perdarahan setelah melahirkan.

b) Etiologi

Overdistensi Uterus merupakan faktor resiko yang paling sering

mengakibatkan terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh

(20)

Pimpinan kala III yang salah, dengan memijat-mijat dan mendorong uterus.

Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan

lama atau persalinan yang memerlukan tenaga yang banyak, umur yang terlalu muda

dan terlalu tua, terutama apabila diberikan stimulasi pada ibu. Selain itu pengaruh

obat-obatan yang dapat mengakibatkan inhibisi kontraksi seperti: anastesi yang

terhalogenisasi, nitrat, obat-obatan anti inflamasi nonsteroid, magnesium sufat dan

nipedipin.

Ibu dengan keadaan umum yang buruk, anemis, atau menderita penyakit yang

menahun.Penyebab lain yaitu: plasenta letak rendah, partus lama (terlantar) toksin

bakteri (korioamnionitis, endometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau

uterus couvelaire pada abruptio plasenta.

c) Diagnosis Atonia Uteri

Kecuali apabila penimbunan darah intrauterine dan intravagina mungkin

tidak teridentifikasi, atau pada beberapa kasus ruptur uteri dengan pendarahan

intraperitoneum, diagnosis pendarahan post partum seharusnya mudah. Pembedaan

sementara antara pendarahan akibat atonia uteri dan akibat laserasi ditegakkan

berdasarkan kondisi uterus. Apabila pendarahan berlanjut walaupun uterus

berkontraksi kuat, penyebab pendarahan kemungkinan besar adalah laserasi. Darah

merah segar juga menginsyaratkan adanya laserasi. Untuk memastikan peran laserasi

sebagai penyebab pendarahan, harus dilakukan inspeksi yang cermat terhadap

vagina, serviks, uterus.

Kadang-kadang pendarahan disebabkan baik oleh atonia maupun trauma,

terutama setelah pelahiran operatif besar. Secara umum, harus dilakukan

inspeksiserviks dan vagina setelah setiap pelahiran untuk mengidentifikasi

(21)

nyaman saat pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap rongga uterus, serviks, dan

keseluruhan vagina harus dilakukan setelah ekstraksi bokong, versi podalik internal,

dan pelahiran pervaginam pada wanita yang pernah menjalani seksio sesarea. Hal

yang sama berlaku pada pendarahan berlebihan selama kala dua persalinan

(Cunningham, 2013).

d) Pencegahan Atonia Uteri

Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin.

Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah pedarahan dalam persalinan,

anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Pemberian oksitosin pada manajemen aktif

kala III dapat mengurangi resiko terjadinya pendarahan post partum lebih dari 40%

dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat yang lain sebagai terapi. Selain

mencegah pendarahan, kerja oksitosin didalam tubuh sangat cepat, dan tidak

menyebabkan kenaikan tekanan darah.

e) Penatalaksanaan Atonia Uteri

1. Pakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut

masukkan secara obstetrik (menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus dan

ke dalam vagina ibu.

2. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada

kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat berkontraksi secara

penuh.

3. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding

anterior uterus, ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding

(22)

4. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan

tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi

plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk

berkontraksi.

5) Evaluasi keberhasilan :

Jika uterus bekontraksi dan pendarahan berkurang, terus melakukan

KBI selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan

dan pantau ibu secara melekat selama kala empat.

Jika uterus berkontraksi tetapi pendarahan masih berlangsung, periksa

ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika

demikian, segera lakukan penjahitan untuk menghentikan pendarahan.

Jika uterus tidak berkontraksi selama 5 menit, ajarkan keluarga untuk

melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE) kemudian lakukan

langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai

menyiapkan rujukan.

6)Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rectal.

Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena ergometrin

dapat menaikkan tekanan darah.

7)Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan

500cc larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.

8) Pakai sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.

9)Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu

karena ini merupakan bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan

tindakan gawatdarurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan

(23)

10)Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infus

cairan hingga ibu tiba di tempat rujukan. Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam

waktu 10 menit.Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan

atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian

lanjutkan dalam jumlah 125cc/jam. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan 500

ml (botol kedua) cairan infus dengan tetesan sedang dan ditambah dengan

pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi.

2. Retensio Plasenta

a) Pengertian Retensio Plasenta

Retensio Plasenta adalah tertinggalnya kelahiran plasenta selama setengah jam

setelah kelahiran bayi (Prawihardjo, 2008).

Retensio Plasenta adalah plasenta yang tidak dapat terpisah dan menimbulkan

hemorrhage yang tidak tampak, dan juga didasari pada lamanya waktu yang berlalu

antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan (Varney, 2007).

b) Etiologi Retensio Plasenta

Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting),

dan Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya

(plasenta membranaseae, plasenta anularis) dan ukurannya (plasenta yang sangat

kecil). Plasenta yang sukar terlepas karena implatasinya yang terlalu dalam seperti:

plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta, plasenta

(24)

c) Diagnosis retensio plasenta

Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus

baik. Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu uterus berkontraksi baik tetapi tinggi

fundus tidak berkurang.

d) Penatalaksanaan Retensio Plasenta

Sikap umum bidan: melakukan pengkajian data secara sebjektif dan objektif

antara lain : keadaan umum penderita, apakah ibu anemis, bagaimana jumlah

pendarahannya, keadaan fundus uteri, mengetahui keadaan plasenta, apakah plasenta

inkarserata, melakukan tes plasenta dengan metode kustner, metode klein, metode

starsman, memasang infus, memberikan cairan pengganti.

Sikap khusus bidan : pada kejadian retensio plasenta atau plasenta tidak keluar

dalam waktu 30 menit bidan dapat melakukan tindakan manual plasenta yaitu

tindakan untuk megeluarkan atau melepas plasenta secara manual (menggunakan

tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum

uteri (JNPK, 2008).

Prosedur plasenta manual yaitu persiapan dengan melakukan pemasangan set

dan cairan infus, menjelaskan kepada ibu prosedur dan tujuan tindakan, melakukan

anastesi verbal dan anastesi rektal, menyiapkan dan menjalankan prosedur

pencegahan infeksi.

Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri meliputi: memastikan kandung kemih

dalam keadaan kosong, menjepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari

vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai, secara obstetrik masukkan tangan

lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan

menelusuri sisi bawah pusat, setelah mencapai bukaan serviks minta seorang

(25)

tangan luar untuk menahan fundus uteri, sambil menahan fundus uteri masukkan

tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta,

dan bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari

merapat ke jari telunjuk dan jari-jari saling merapat).

Sebelum melepaskan plasenta dari dinding uterus, tentukan implantasi plasenta

paling bawah dan setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding

uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan kekanan dan

ke kiri sambil digerakkan ke atas (cranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta

terlepas dari dinding uterus.

Cara mengeluarkan plasenta yaitu dengan satu tangan masih di dalam kavum

uteri dan melakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal,

pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus)

kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan

dalam membawa plasenta kelua (hindari terjadinya percikan darah), melakukan

penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus ke arah dorsokranial

setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plsenta di wadah yang telah disediakan.

Pencegahan infeksi pasca tindakan yaitu: dekontaminasi sarung tangan (sebelum

dilepaskan), dan peralatan lain yang digunakan, melepaskan dan merendam sarung

tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, mencuci

tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, mengeringkan tangan dengan handuk

bersih dan kering.

Pemantauan pascatindakan yaitu: memeriksa kembali tanda vital ibu,

(26)

pemantauan dan asuhan lanjutan, melanjutkan pemantauan hingga 2 jam pasca

Gambar

Tabel 2.1 Ingatan Pembelajaran Dihubungkan Dengan Jenis Presentasi
Tabel 2.3 Batas Minimal Hasil Belajar di Akbid Kholisatur Rahmi Binjai

Referensi

Dokumen terkait

WIB, bertempat di Ruang rapat Politeknik KP Bitung, dengan calon penyedia yang telah mendaftar. sebanyak 15

Dengan demikian pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan penerapan alat peraga telah meningkatkan hasil belajar matematika materi kubus dan balok pada siswa

Pada kondisi yang tidak menentu, saya berani menjalankan usaha ini secara terus

[r]

pengajuan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

DAFTAR NMA MAHASISWA DAN TEMPAT PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN III PROGRAM DIPLOMA III REGULER SEMESTER VI JURUSAN KEBIDANAN.. POLTEKKES KEMENKES BANJARMASIN TAHUN AKADEMIK 2015/2016

If there are multiple resources that are being provided because of a single RFI, then a has-a association could help to identify which RFIs are addressed by which

Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, berkenaan dengan pengembangan kondisi kehidupan efektif sehari-sehari (KES) dan penanganan