• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus Hukum Agraria Aspek hukum dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kasus Hukum Agraria Aspek hukum dalam"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

& BUSINESS SEMINAR

KASUS PERTANAHAN

“SENGKETA KASUS LAHAN SENAYAN CITY”

Dosen: Dr. Robintan Sulaiman, SH, MH, MA,MM

Anggota Kelompok:

Erwin Wijaya – 0731501007

Michael Kusnadi – 0731501013

Vandy Cahyadi – 0731501021

Yorita Goeyardi – 0731501023

MAGISTER MANAGEMENT

KWIK KIAN GIE SCHOOL OF BUSINESS

(2)

Hukum Agraria 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sengketa tanah tidak dapat dihindari dizaman sekarang, ini disebabkan karena berbagai kebutuhan tanah yang sangat tinggi di zaman sekarang sementara jumlah bidang tanah terbatas. Hal tersebut menuntut perbaikan dalam bidang penataan dan penggunaan tanah untuk kesejahteraan masyarakat dan terutama kepastian hukumnya. Untuk itu berbagai usaha yang dilakukan pemerintah yaitu mengupayakan penyelesaian sengketa

tanah dengan cepat untuk menghindari penumpukan sengketa tanah, yang dapat merugikan masyarakat misalnya tanah tidak dapat digunakan karena tanah tersebut

dalam sengketa.1

Pada dasarnya pilihan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan 2 (dua) proses. Proses penyelesaian sengketa melalui litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan. Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama,cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya. Sebaliknya, melalui proses di luar pengadilan menghasilkan kesepakatan kesepakatn yang bersifat “win-win solution dihindari dari kelambatan proses penyelesaian yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan komprehensif dalam kebersamaan

dan tetap menjaga hubungan baik.2

Penggunaan pranata penyelesaian sengketa diluar pengadilan tersebut kemudian diterapkan di Negara Indonesia yang di buatkan melaui UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, telah menyediakan beberapa pranata pilihan penyelesaian sengketa (PPS) secara damai yang dapat ditempuh para

pihak untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat perdata mereka, apakah pendayagunaan pranata konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Pilihan penyelesaian sengketa (PPS) di luar pengadilan hanya dapat ditempuh bila para pihak menyepakati penyelesaiannya melalui pranata pilihan penyelesaian sengketa

1 Gunawan Wiradi, Masalah Pembaruan Agraria: Dampak Land Reform terhadap Perekonomian Negara, Makalah yang disampaikan dalam rangkaian diskusi peringatan “Satu Abad Bung Karno” di Bogor, tanggal 4 Mei 2001

(3)
(4)

Hukum Agraria 2

(PPS). Kemudian pilihan penyelesaian sengketa (PPS) dalam penyelesian sengketa diluar pengadilan ini berkembang pada kasus-kasus perkara lain seperti kasus-kasus perkara pidana tertentu dan sengketa tenaga kerja ataupun pada sengketa lingkungan dan sengketa tanah, sehingga pilihan penyelesaian sengketa diluar pengadilan tidak hanya berlaku pada kasus-kasus perdata saja. Secara ekonomis, sengketa itu telah memaksa pihak yang terlibat untuk mengeluarkan biaya. Semakin lama proses penyelesaian sengketa itu, maka semakin besar biaya yang harus dikeluarkan dan sering kali biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan sengketa tanah hingga selesai tidak sebandingkan dengan harga dari obyek tanah yang disengketakan. Namun oleh sebagian orang atau golongan tertentu tanah sebagai harga diri

yang harus dipegang teguh, tanah akan dipertahankan sampai mati.3

Selama konflik berlangsung tanah yang menjadi obyek konflik biasanya berada dalam keadaan status quo sehingga tanah yang bersangkutan tidak dapat dimanfaatkan. Akibatnya terjadi penurunan kualitas sumber daya tanah yang dapat merugikan kepentingan banyak pihak dan tidak tercapainya asas manfaat tanah.

Tulisan berikut akan mencoba mengkaji sebuah kasus sengketa yang terjadi di indonesia, yaitu kasus sengketa tanah senayan city dalam rangka pengkajian ulang dan permaslahan hukum yang menyangkut pertikaian dan mengurai sedikit bagaimana pemecahan masalahnya.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam makalah ini diantaranya adalah:

(5)
(6)

Hukum Agraria 3

BAB II

KASUS SENGKETA LAHAN SENAYAN CITY

Senayan City Mall atau disingkat dengan Senci adalah pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta yang upacara diresmikan hingga upacara pembukaan 'opening ceremony' sejak pada tanggal hari Jumat, 23 Juni 2006 tenant terbesar antara lain adalah Debenhams, Fitness First Plus, Best Denki, Zara, dan Senayan City XXI. Pusat perbelanjaan yang didirikan oleh pengembang Agung Podomoro Land ini pernah dikunjungi oleh Miss Universe 2006, dan Miss Indonesia 2006. Di Senayan City terdapat 2 menara yaitu Panin Tower & SCTV Tower yang menjadi office tower mengudara program berita dan hiburan dari SCTV, O Channel, Screenplay Productions, Nexmedia, Liputan 6 dan Indosiar bersaluran program berita dan hiburan dari lokal bersiaran nasional tayangan pertama di Indonesia yang berseluruh daerah menjuru dalam negeri mencakup nusantara.

(7)

Akibat timbul sengketa tersebut Pemprov DKI memberi batas waktu selama setahun bagi kedua pihak untuk menyelesaikan kasus tersebut. Namun hingga batas waktu yang diberikan jatuh tempo kedua pihak belum bisa menuntaskan sengketa.

B. Posisi Kasus

Dalam surat Dinas P2B tertanggal 7 Oktober 2009 yang ditandatangani Kepala Dinas P2B Hari Sasongko menyebutkan, berkaitan dengan pembangunan Senayan City dan penguasaan tanah di atas sertifikat hak guna bangunan nomor 296 atas nama PT Manggala Gelora Perkasa tersebut, ada pengaduan atau klaim dari ahli waris alm Toyib bin Kiming melalui kuasa hukumnya Toni Arif.

Klaim ditujukan kepada Kepala Dinas P2B DKI, perihal sengketa hak atas tanah kepemilikan berupa pembebesan tanah yang belum diselesaikan. Dalam surat tersebut juga disebutkan, izin penyesuaian fungsi hotel menjadi perkantoran atas nama PT Manggala Gelora Perkasa untuk sementara ditangguhkan hingga ada penyelesaian sengketa. Penangguhan dilakukan selama setahun dan habis masanya pada tanggal 5 Januari 2010.

Sengketa tanah antara pengelola Senayan City dengan ahli waris Alm Toyib bin Kiming, hingga kini terus berkepanjangan. Bahkan persoalan ini membuat Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPK GBK) turut gerah.

Mereka tidak terima jika lahan yang dikelolanya itu tidak memiliki surat-surat tanah. Bahkan PPK GBK menantang di peradilan jika ahli waris Alm Toyib bin Kiming itu memiliki bukti otentik atas lahan yang diperebutkan itu.

Direktur Utama PPK GBK, Bambang Prajitno mengatakan, sudah tidak bisa tinggal diam dan membiarkan berbagai pihak yang menuding PPK GBK bersalah dalam kasus sengketa lahan tersebut. “Kami ingin masalah ini segera diselesaikan agar tidak berlarut-larut,” kata Bambang di Jakarta.

Ia menjelaskan, dalam rangka pengelolaan dan pengembangan kawasan Gelanggang Olahraga Bung Karno, PPK GBK atau Sekretariat Negara bekerja sama dengan mitra usahanya untuk membangun kawasan tersebut dengan standar internasional.

(8)

Hukum Agraria 5

“Nah salah satu mitra usaha kami yaitu PT Manggala Gelora Perkasa yang membangun proyek Senayan City di atas Hak Penggunaan Lahan (HPL) No. 1/Gelora milik PPKGBK/Sekretariat negara,” ujarnya. Karena lahan tersebut milik negara maka apabila terdapat permasalahan terhadap status kepemilikan tanah di kawasan Gelanggang Olahraga Bung Karno yang dikembangkan mitra usaha, penyelesaian permasalahannya sepenuhnya merupakan tanggung jawab PPK GBK/Setneg.

Mengenai adanya klaim dari ahli waris alm Toyib bin Kiming terhadap tanah tersebut, PPK GBK menyatakan tanah yang digunakan PT Manggala Gelora Perkasa (MGP) untuk proyek Senayan City merupakan tanah milik negara. Apabila ada pihak-pihak lain yang mengaku mempunyai hak kepemilikan atas tanah tersebut, tentu dapat melakukan upaya hukum melalui lembaga peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Untuk menentukan dokumen siapa yang benar, asli dan otentik, silakan ajukan ke pengadilan. Biar lembaga hukum yang menentukannya,” tantang Bambang. Sebab, ia yakin dokumen-dokumen tersebut yang dimiliki Setneg cukup lengkap. Namun ia mengakui mungkin saja dari pihak yang mengklaim lahan itu juga memiliki bukti-bukti kepemilikan tanah yang cukup kuat. “Mungkin saja itu terjadi, tidak dapat dipungkiri. Tapi untuk menentukan itu mari selesaikan di pengadilan,” tambahnya.

Munculnya sengketa tanah itu bermula saat ahli waris Toyib bin Kiming mengirimkan surat ke gubernur DKI Jakarta bahwa lahan yang digunakan untuk pembangunan Senayan City merupakan tanah miliknya. Kemudian gubernur melayangkan surat yang isinya menyarankan agar masalah tersebut diselesaikan secara musyawarah.

Selanjutnya PPK GBK melayangkan surat balasan pada April 2009, menyampaikan sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara. Karena itulah maka PPK GBK tidak dalam posisi melakukan tindakan musyawarah untuk menyelesaikan permasalahan. “Setahu saya, Juni 2009, gubernur telah mengirimkan surat ke pihak ahli waris dengan mengutip surat kami,” tandasnya.

Terkait hal tersebut, Komisi D DPRD DKI menggelar rapat khusus dan tertutup dengan Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI di ruang rapat kerja Komisi D. Hasilnya dewan mendesak agar kasus sengketa lahan tersebut dapat segera diselesaikan. “Kita mendesak supaya masalah ini bisa diselesaikan. Bentuk penyelesaiannya bisa melalui jalur hukum ataupun musyawarah,” kata Zainuddin, Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI.

(9)

segera menyelesaikan masalah tersebut. Selama dalam proses penyelesaian, Dinas P2B harus tetap menangguhkan izin perubahan fungsi gedung untuk Senayan City dari hotel ke perkantoran.

Terkait tantangan pihak PPK GBK akan menempuh jalur hukum, Zainuddin mempersilahkan kedua belah pihak yang bersengketa untuk menempuh jalur hukum. Sebab hanya institusi peradilan hukum saja yang bisa menentukan sah tidaknya sebuah dokumen kepemilikan tanah.

Karena masalahnya tidak serumit yang dibayangkan maka Komisi D memutuskan, untuk sementara tidak akan membentuk Pansus Senayan City, menunggu penyelesaian permasalahan itu pada Oktober 2010. Jika belum ada kesepakatan juga, maka tidak tertutup kemungkinan pansus akan dibentuk. “Masalah tidak serumit ini. Mudah-mudahan bisa selesai

sebelum Oktober tahun ini. Kalau tidak bisa kita akan ambil langkah lebih lanjut,” tegasnya.4 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI akan memanggil Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B). Pemanggilan tersebut terkait kasus Senayan City.

"Senin Komisi D akan panggil P2B untuk kita mintai keterangan seputar kasus itu (Senayan City)," ujar Wakil Ketua DPRD Lulung Lunggana di Gedung DPRD DKI Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (7\/1\/2010).

Tidak hanya memanggil P2B, para politisi Kebon Sirih juga berencana membentuk panitia khusus untuk bisa mengungkap sengketa tersebut.

"Dukungan untuk membentuk pansus terkait kasus ini pun terus mengalir," tambah Politisi PPP tersebut.

Senayan City dibangun tahun 2005 dengan tiga perizinan yaitu hotel dan dua kantor yang dibagi dalam tiga menara. Kemudian pada tahun 2008, PT Manggala Gelora Perkasa mengajukan perubahan peruntukan menara hotel menjadi perkantoran.

Dalam perubahan izin itu, hanya 20 lantai saja diajukan sebagai kantor, sisanya masih tetap sebagai hotel. Pada tahun yang sama, muncul pengaduan dari ahli waris Toyib Bin Kiming yang mengklaim kepemilikan tanah seluas enam hektar di atas lahan Senayan City.

Akibat timbul sengketa tersebut Pemprov DKI memberi batas waktu selama setahun bagi kedua pihak untuk menyelesaikan kasus tersebut. Namun hingga batas waktu yang

diberikan jatuh tempo (5\/1\/2010) kedua pihak belum bisa menuntaskan sengketa.5

Sumber artikel berita juga bisa dilihat disini:

4http://metro-jaksel.blogspot.co.id/2010_01_01_archive.html

(10)

Hukum Agraria 7

Akibatnya para penyewa gedung yang terletak di Jalan Asia Afrika pun tidak mendapat

kepastian soal gedung yang saat ini mereka tempati.

C. Permasalahan Hukum

Berdasarkan kasus di atas terhadap sengketa atas hak tanah antara pengelola Senayan City dengan ahli waris Alm Toyib bin Kiming. Pengaduan dari ahli waris Toyib Bin Kiming yang mengklaim kepemilikan tanah seluas enam hektar di atas lahan Senayan City.

Akibat timbul sengketa tersebut Pemprov DKI memberi batas waktu selama setahun bagi kedua pihak untuk menyelesaikan kasus tersebut. Namun hingga batas waktu yang diberikan jatuh tempo kedua pihak belum bisa menuntaskan sengketa. Akibatnya para penyewa gedung yang terletak di Jalan Asia Afrika pun tidak mendapat kepastian soal gedung yang saat ini mereka tempati.

Adapun undang-undang yang mengatur kasus Sengketa Tanah di Senayan City tersebut. meliputi :

Dasar Hukum

 PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menggantikan PP No. 10 Tahun 1961.

 UU No. 5 Tahun 1960 Tentang UUPA Pasal 19, Pendaftaran Tanah

Ayat (1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah RI menurut ketentuan yang diatur dengan PP.

Ayat (2) Pendaftaran Tanah, meliputi:

1. Pengukuran, Perpetaan, dan Pembukaan Tanah.

2. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.

3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Pasal 23 : Hak Milik

Ayat (1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.

(11)

Ayat (1) Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.

Ayat (2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Pasal 34 : Hak guna usaha hapus karena: 1. jangka waktu berakhir;

2. dihentikan sebelum jangka waktnya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi;

3. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir; 4. dicabut untuk kepentingan umum;

5. ditelantarkan; 6. tanahnya musnah;

7. ketentuan dalam pasal 30 ayat 2. Pasal 38 : Hak Guna Bangunan

Ayat (1) Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.

Ayat (2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali

alam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.6

Sertifikat

Sertifikat adalah buku tanah dan surat ukurnya setelah dijilid menjadi satu

bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Kekuatan Pembuktian Sertifikat, terdiri dari :

1. Sistem Positif

Menurut sistem positif ini, suatu sertifikat tanah yang diberikan itu

(12)
(13)

2. Sistem Negatif

Menurut sistem negatif ini adalah bahwa segala apa yang tercantum didalam sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya (tidak benar) dimuka sidang pengadilan.

Sertifikat cacat hukum

 Yaitu sertifikat yang terdapat kekeliruan-kekeliruan saat menerbitkannya.  Bentuk-bentuk kekeliruan tersebut adalah :

1. Pemalsuan sertifikat

Yaitu berupa pemalsuan blangko sertifikat tanah, stempel BPN dan pemalsuan data pertanahannya.

2. Pembuatan sertifikat aspal

Secara formal, sertifikat aspal ini tidak berbeda dengan sertifikat sebenarnya (asli), namun secara materiil, penerbitan sertifikat aspal ini tidak didasarkan pada alas hak yang benar, seperti penerbitan sertifikat yang didasarkan pada surat keterangan pemiliknya yang dipalsukan.

3. Pembuatan sertifikat ganda

Yaitu sebidang tanah mempunyai lebih dari satu sertifikat.

Tujuan

 Antara Lain :

- Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah suatu bidang tanah, satuan rumah susun, hak tanggungan dan hak-hak lain yang didaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

- Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan.

(14)

Hukum Agraria 10

1. Pengukuran, Perpetaan, dan Pembukaan tanah yang menghasilkan peta-peta pendaftaran dan surat-surat ukur.

2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut. Dalam kegiatan ini meliputi pencatatan mengenai :

- Status Tanah

- Subjek Pemegang Hak

- Beban-beban yang membebani hak atas tanah tersebut.

3. Pemberian Surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang

kuat.

Hak Guna Bangunan (HGB)

 HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.

 Subjek HGB : 1. WNI

2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

 Terjadinya HGB :

1. Tanah Negara: Penetapan Pemerintah 2. Tanah Milik: Perjanjian

 PP No. 40 Tahun 1996: Hak Guna Bangunan diberikan untuk waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun, dan dapat diperbaharui untuk 30 tahun. Hak Guna Usaha (HGU)

 HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau pertenakan.

 UUPA pasal 28 s/d pasal 34, PP No. 40 Tahun 1996 pasal 2 s/d pasal 18.  PP No. 40 Tahun 1996 :

Pasal 8 : Hak guna usaha dapat diberikan untuk jangka waktu 35 tahun dan dapat

(15)

D. Pembahasan

Awal terjadinya sengketa tersebut muncul pada tanggal 7 oktober 2009 yang berawal dari Pengaduan dari ahli waris Toyib Bin Kiming yang mengklaim kepemilikan tanah seluas enam hektar di atas lahan Senayan City, dan juga Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPK GBK) tidak terima jika lahan yang dikelolanya itu tidak memiliki surat-surat tanah. Namun mengenai adanya klaim dari ahli waris alm Toyib bin Kiming terhadap tanah tersebut, PPK GBK menyatakan tanah yang digunakan PT Manggala Gelora Perkasa (MGP) untuk proyek Senayan City merupakan tanah milik negara. Apabila ada pihak-pihak lain yang mengaku mempunyai hak kepemilikan atas tanah tersebut, tentu dapat melakukan upaya hukum melalui lembaga peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait hal tersebut, Komisi D DPRD DKI menggelar rapat khusus dan tertutup dengan Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI di ruang rapat kerja Komisi D. Hasilnya dewan mendesak agar kasus sengketa lahan tersebut dapat segera diselesaikan.

Adapun jika diamati dari peristiwa terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah setra antara lain dapat berupa faktor internal (perbedaan kepentingan, batas-batas wilayah yang tidak jelas, serta kekuasaan dan hak) dan faktor eksternal (Perkembangan jamandan globalisasi serta perkembangan dalam sektor pariwisata). Faktor-faktor tersebut menyebabkan beruba hnya nilai-nilai, pola prilaku, pandangan hidup dan gaya hidup dari warga masyarakat serta perubahan pada fungsi kelembagaan masyarakat.

(16)

Hukum Agraria 12

ada pada UUPA sebagai ketentuan pokok hukum pertanahan nasional.7 Untuk itu berbagai usaha yang dilakukan pemerintah yaitu mengupayakan penyelesaian sengketa tanah dengan cepat untuk menghindari penumpukan sengketa tanah, yang dapat merugikan masyarakat misalnya tanah tidak dapat digunakan karena tanah tersebut dalam sengketa.

Pada dasarnya pilihan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan 2 (dua) proses. Proses penyelesaian sengketa melalui litigasi di dalam pengadilan, kemudian

berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar

pengadilan. Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversial yang

belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya. Sebaliknya, melalui proses di luar pengadilan menghasilkan kesepakatan kesepakatn yang bersifat “win-win solution dihindari dari kelambatan proses penyelesaian yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan

komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik.8

1. Penyelesaian Sengketa Pertanahan Di Luar Jalur Peradilan

Proses penyelesaian sengketa pertanahan di luar pengadilan adalah melalui Altenatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). Ada juga yang menyebutnya sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Secara Kooperatif (MPSSK). Menurut Philip D. Bostwick yang dimaksud dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah sebuah perangkat pengalaman dan teknik hukum yang bertujuan (A set of practice and legal techniques that aim):

1. Menyelesaikan sengketa hukum di luar pengadilan demi keuntungan para pihak.

2. Mengurangi biaya litigasi konvensional dan pengunduran waktu yang biasa terjadi.

(17)
(18)

Hukum Agraria 13

Mediasi Sebagai Solusi Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan

Sebagai upaya penyelesaian sengketa pertanahan, maka sebaiknya diupayakan menggunakan dengan sebaik-baiknya jalur mediasi, sehingga tercapailah win win solution diantara para pihak yang berperkara. Mediasi adalah salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat, murah, dan juga dapat memberikan akses keadilan yang lebih besar kepada pihak-pihak dalam menemukan jalan penyelesaian sengketa yang memuaskan dan memberikan rasa keadilan. Pengintegrasian mediasi kedalam proses

beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen yang cukup efektif dalam mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan dan juga memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga non-peradilan untuk penyelesaian sengketa di samping proses acara pengadilan yang besifat ajudikatif (memutus). Orang yang (merasa) dirugikan orang lain dan ingin mendapatkan kembali haknya, harus mengupayakan melalui prosedur yang berlaku, baik melalui litigasi (pengadilan) maupun alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution/ADR) dan tidak boleh main hakim sendiri

(eigerichting).9

(19)
(20)

Hukum Agraria 14

antara pihak yang bersengketa, selama belum dapat direspon lembaga litigasi (pengadilan), sehingga mendapat banyak kritikan. Dalam operasionalnya, pengadilan dinilai lamban, mahal, memboroskan energi, waktu, uang serta win-win slution. Karena itu, penyelesaian sengketa alternatif mendapat sambutan positif, terutama di dunia bisnis yang menghendaki efisiensi, kerahasiaan serta lestarinya hubungan kerja sama, tidak formalistis, serta menghendaki penyelesaian yang lebih menekankan pada keadilan. Alternatif dimaksud adalah mediasi sebelum perkara diajukan ke pengadilan dimulai.

2. Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Jalur Peradilan

a. Gugatan Perdata Sengketa Tanah Di Pengadilan Umum

Tugas dan kewenangan badan peradilan perdata adalah menerima, memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan sengketa di antara pihak yang berperkara. Subjek sengketa di atur sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 yang diubah menjadi UndangUndang No. 35 Tahun 1999; sekarang menjadi Pasal 16ayat (1) UndangUndang No. 05 Tahun 2004.

b. Pengadilan Tata Usaha Negara

Sengketa Tata Usaha Negara diselesaikan dengan dua cara, yakni: 1. Melalui Upaya Administrasi.

Cara ini merupakan prosedur yang dapat ditempuh seseorang atau badan hukum perdata apabila tidak puas terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara.

Bentuk upaya administrasi adalah:10

a) Banding Administratif, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan putusan. b) Keberatan, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan sendiri

oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan putusan itu. 2. Melalui Gugatan.

Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada dua pihak, yaitu:

a) Penggugat, yaitu seseorang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan

(21)
(22)

Hukum Agraria 15

b) Tergugat, yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahk padanya.

c. Kasasi Di Mahkamah Agung RI

Menurut Pasal 131 UU No. 5 Tahun 1986, terhadap putusan tingkat akhir, yaitu putusan Pengadilan Tinggi dapat diajukan pemeriksaan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Acara pemeriksaan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI.

Adapun landasan hukum kewenangan kasasi adalah sebagai berikut : 1) Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi :

“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai kewenangan lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang.”

2) Pasal 11 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004

Pasal 11 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengatur sebagai berikut:

a) Pasal 11 ayat (1) mengemukakan bahwa Mahkamah Agung

merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan (peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan PTUN).

(23)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kompleksitas penegakan hukum agraria menjadi persoalan serius, hal ini didasarkan pada fungsi tanah yang sangat strategis dalam menunjang aktivitas kemajuan ekonomi, social, budaya, teknologi dan informasi. Dengan demikian harus ada kemauan dan komitmen bersama untuk mencari solusi alternative konflik pertanahan di Indonesia yang telah memakan banyak korban jiwa, baik Pemerintah Daerah, Aparat Penegak Hukum, Perguruan Tinggi dan seluruh masyarakat agar mendahulukan penyelesaian secara kekeluargaan, namun apabila belum tercapai dapat dilakukan melalui mediasi, apabila masih belum tercapai, maka pengadilan merupakan jalan terakhir yang harus ditempuh. Sehingga putusan hakim sebagai Ultimum remedium (jalan terakhir) dalam sengketa pertanahan, dan siapapun wajibmelaksanakan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, karna posisinya sebagai hukum dalam kasus konkrit.

Manusia sebagai perorangan atau individu cenderung untuk berkumpul dengan individu-individu lain, dan dengan itu membentuk kelompok manusia yang hidup bersama. Karena kecenderunganya berkelompok ini manusia dinamakan makhluk sosial. Fakta ini sudah diketahui sejak dahulu kala, dan filsuf yunani terkenal Aristoteles karenanya menamakan itu "Zoon Politiken" (makhluk sosial). Walaupun ada juga manusia yang hidup sendiri atau menyendiri dengan maksud tertentu, misalnya bertapa atau bersemedi, hal ini merupakan pengecualian. Cerita terkenal yang hidup sendiri karena terdampar yaitu Robinson Crusoe dalam novel karangan Daniel Defoe sering dipakai untuk menggambarkan bagaimana orang yang semula hidup sendiri secara berangsur-angsur membentuk kelompok yang semakin besar.

(24)

Hukum Agraria 17

namanya sendiri. Robinson yang menolong dan memelihara orang itu dan memberikan nama si Jumat, karena menurut perhitungannya ia menemukan orang tersebut pada hari jumat. Hadirnya si Jumat memunculkan persoalan pertama tentang siapa yang berhak menentukan pemanfaatan segala sesuatu yang ada di lahan tempat mereka hidup dan sekitarnya. Tetapi karena hubungan antar manusianya masih amat sederhana dan apa yang mereka butuhkan untuk hidup masih tersedia dalam jumlah cukup, kehidupan mereka tanpa aturanaturan prilaku yang dirumuskan secara eksplisit masih dirasakan nyaman dan tanpa mengalami gangguan yang berarti. Kehidupan yang tenang dan menyenangkan itu mulai berubah ketika penduduk pulau itu mulai bertambah baik karena ada lagi kapal yang terdampar maupun karena kedatangan orang-orang yang menghuni pulau lain. Hubungan orang-orang di pulau ini mulai majemuk.

B. Saran

Untuk mencapai keseimbangan yang harmonis dalam penguasaan hak atas tanah

pemerintah harus lebih bersikap netral dalam menyelesaikan sengketa, mengingat sejauh ini pemerintah cenderung bersikap represif. Hal ini hanya bisa dicapai apabila pemerintah lebih menggunakan pendekatan secara yuridis dan musyawarah sehingga bisa tercapai jalan keluar yang bisa diterima oleh semua pihak, dan segera mengambil tindakan tegas terhadap aparat negara yang terbukti melakukan penyelewengan dan penyimpangan dari peraturan yang ada khusunya dalam menangani konflik dibidang pertanahan. Disarankan pula agar pemerintah daerah atau instansi terkait harus peka melihat terhadap adanya gerakan-gerakan dalam sengketa antara semuah pihak, pelaksanaan dan penegakan hukum harus berjalan secara konsekuen.

(25)

para pihak melalui musyawarah, dalam rangka mewujukan kehendak para pihak untuk

memperoleh kepastian hukum atas suatu bidang tanah. Sedangkan strategi yang digunakan

(26)

19

DAFTAR PUSTAKA

Litelatur:

Gunawan Wiradi, Masalah Pembaruan Agraria: Dampak Land Reform terhadap Perekonomian Negara, Makalah yang disampaikan dalam rangkaian diskusi peringatan “Satu Abad Bung Karno” di Bogor, tanggal 4 Mei 2001.

Felix MT. Sitorus, Lingkup Agraria dalam Menuju Keadilan Agraria : 70 Tahun, 2002. M. Arba, 2015, Hukum agraria Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Erman Suparman, 2004, Kitab Undang-Undang PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara),

Bandung: Fokud media.

Undang-Undang:

UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agrarian.

Internet:

http://metro-jaksel.blogspot.co.id/2010_01_01_archive.html

Referensi

Dokumen terkait

Kesepuluh jenis capung ini tersebar di beberapa lokasi di Kebun Raya Bogor yaitu, Taman Lebak Sudjana Kassan, Kafe Dedaunan, Koleksi Tanaman Air, dan Istana Bogor..

Karena keterbatasan alat ukur, biaya dan waktu, maka yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh senam aerobik intensitas ringan dan sedang terhadap penurunan

MADUKORO BLOK AA -

Keputusan eksperimen juga menunjukkan kebanyakan pelajar yang mempunyai keputusan yang baik dalam Pengaturcaraan Lanjutan mampu menulis semula aturcara dengan pantas. Menurut

Maka implikasi konseptual penelitian ini bahwa kekuasaan kehakiman di negara Indonesia relevan secara kontekstual-akomodatif dalam menerapkan konsep yang digagas oleh Imam

Indonesia 3.1 Menggali informasi dari teks laporan buku tentang makanan dan rantai makanan, kesehatan manusia, keseimbangan ekosistem, serta alam dan pengaruh kegiatan

Akuntabilitas, Pengetahuan Audit, Independensi dan Gender terhadap Kualitas Hasil Kerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) pada Inspektorat Provinsi

Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah resistensi tersebut ialah dengan menghentikan penggunaan insektisida yang sudah tidak efektif untuk sementara waktu (1–2 tahun)