• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebutuhan unsur hara beberapa tanaman ob

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kebutuhan unsur hara beberapa tanaman ob"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KEBUTUHAN UNSUR HARA BEBERAPA TANAMAN

OBAT BERIMPANG DAN RESPONNYA TERHADAP

PEMBERIAN PUPUK ORGANIK, PUPUK BIO DAN

PUPUK ALAM

Agus Ruhnayat

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

ABSTRAK

Salah satu kelompok tanaman obat yang sudah lama dibudidayakan dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan adalah tanaman obat berimpang seperti jahe, kencur, temulawak, kunyit, bangle dan lempuyang gajah. Untuk meningkatkan jumlah, mutu dan kesinambung-an produksi tkesinambung-anamkesinambung-an obat berimpkesinambung-ang tersebut maka, diperlukan cara budidaya yang baik. Salah satu komponen teknologi budidaya tersebut adalah pemupukan. Kebutuhan unsur hara tanaman obat berimpang cukup tinggi. Kebutuhan unsur hara tersebut umumnya dipenuhi dari pupuk anorganik (urea, TSP/SP-36 dan KCl) dan pupuk organik/pupuk kan-dang. Kombinasi kedua jenis pupuk tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan dan pro-duksi tanaman obat berimpang (budidaya non organik). Dengan adanya perubahan kecende-rungan masyarakat saat ini untuk kembali ke produk-produk alami (back to nature), maka teknologi budidaya yang diterapkan pada ta-naman obat harus mengarah kepada peng-gunaan input-input produksi yang lebih aman terhadap kesehatan dan lingkungan (budidaya organik). Selain pasar domestik, pangsa pasar dunia akan produk organik setiap tahun terus meningkat, tidak saja untuk pangan tetapi juga produk kesehatan yang berbasis herbal. Pem-berian pupuk organik, pupuk bio dan pupuk alam memberikan respon yang positif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman obat berimpang. Pemberian bahan organik pada budidaya tanaman obat berimpang mutlak diperlukan. Pada budidaya organik tanaman obat berimpang dapat diberikan pupuk organik (pupuk kandang, limbah kulit kopi, kasting, arang sabut kelapa dan bokashi), pupuk bio

(mikoriza, Azospirillum lipoferum, Azotobacter beijerinckii, Aeromonas punctata dan Asper-gilus niger), dan pupuk alam (fosfat alam dan zeolit). Oleh karena itu perlu adanya pendis-trubusian dan penyediaan pupuk bio dan pupuk alam ke sentra-sentra produksi sehingga mudah diperoleh petani. Diperlukan komponen tekno-logi budidaya organik dari disiplin ilmu lainnya seperti pemuliaan dan penyakit terutama untuk mencegah serangan penyakit layu bakteri.

PENDAHULUAN

(2)

dunia dan mampu menghasilkan devisa sebesar 6 miliar USD pada tahun 1997 (Sinambela, 2003). Di Indonesia sen-diri telah berkembang dengan pesat industri makanan dan minuman kese-hatan, obat tradisional maupun obat herbal terstandar serta kosmetika yang berbasis bahan baku alami. Namun de-mikian, pesatnya industri disektor hilir belum diimbangi dengan pesatnya pro-duksi bahan baku disektor hulu. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ter-sebut Indonesia mengimpor dari luar negeri. Oleh karena itu peluang usaha tani tanaman obat di dalam negeri untuk tahun-tahun mendatang masih mempunyai prospek yang cukup cerah. Proyeksi nilai bisnis industri obat her-bal ini pada tahun 2008 dan 2020 adalah 200 dan 300 milyar USD (Kemala et al., 2003).

Untuk meningkatkan jumlah, mutu dan kesinambungan produksi ta-naman obat maka diperlukan cara budi-daya yang baik. Cara budibudi-daya pada tanaman obat khususnya yang berim-pang yang saat ini diacu oleh keba-nyakan petani adalah budidaya anorga-nik. Pupuk anorganik/buatan dan pesti-sida kimia masih diberikan untuk meningkatkan pertumbuhan dan pro-duksi. Mahalnya pupuk anorganik dan pestisida kimia selain menyebabkan biaya produksi tinggi juga tidak akam untuk lingkungan dan kesehata. Meng-ingat hal tersebut dan dengan adanya perubahan kecenderungan masyarakat saat ini untuk kembali ke produk-produk alami (back to nature) maka, budidaya yang diterapkan pada tanam-an obat harus mengarah kepada

peng-gunaan input-input produksi yang lebih murah dan aman terhadap kesehatan serta lingkungan (budidaya organik). Pada umumnya tanaman yang dibudi-dayakan secara organik walaupun hasil panennya secara kuantitas lebih rendah dibanding dengan yang dibudidayakan secara non organik/konvensional na-mun secara kualitas lebih unggul dan mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi. Di pasaran internasional jahe dan kunyit organik dalam bentuk bubuk masing-masing dijual dengan harga 22,5 dan 15,5 USD per kg, sedangkan harga yang non organik sekitar se-perempatnya (www.healthybuyersclub. com, 2007; www.organic-market.info, 2007). Salah satu komponen budidaya organik adalah penggunaan pupuk yang tidak mencemari lingkungan se-perti pupuk organik, pupuk bio dan pu-puk alam. Pupu-puk bio yang dimaksud disini adalah pupuk yang bersumber dari limbah tumbuhan maupun hewan (hasil pangkasan tanaman, serasah, sampah tumbuhan, kotoran hewan, dan sebagainya), pupuk bio adalah pupuk yang secara langsung maupun tidak langsung bersumber dari mikroorganis-me (penambat N, peraut P dan seba-gainya) sedangkan pupuk alam adalah pupuk yang bersumber dari hasil per-tambangan yang sudah tersedia di alam (fosfat alam, zeolit, kapur dan seba-gainya).

(3)

ke-dua hal tersebut diharapkan dapat men-jadi salah satu acuan bagi pengembang tanaman obat organik maupun non organik.

KEBUTUHAN UNSUR HARA ANORGANIK BEBERAPA TANAMAN OBAT BERIMPANG

Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Seiring dengan meningkatnya permintaan jahe, maka untuk memper-tahankan kuota dan mutu jahe, perlu diupayakan kesinambungan sistem pro-duksi yang dapat menjamin permintaan dan kualitas jahe yang memenuhi standar ekspor.

Jahe termasuk tanaman yang membutuhkan unsur hara yang tinggi (Januwati dan Yusron, 2003). Produk-tivitas jahe baik kualitas maupun kuan-titas dipengaruhi oleh adanya unsur ha-ra N, P dan K dalam jumlah yang cukup di dalam tanah. Untuk mengha-silkan rimpang segar tua 24 - 32,2 ton, jumlah hara yang terangkut melalui panen adalah 60,5 – 139,3 kg N/ha, 56,3 – 68,9 kg P/ha dan 77,9 – 129,5 kg K/ha (Baustista dan Aycardo, 1979). Kebutuhan P tanaman jahe termasuk cukup tinggi, yaitu 100 - 400 kg/ha (Januwati dan Yusron, 2003). Hasil penelitian di Jawa Tengah menunjuk-kan bahwa pemberian pupuk TSP dan KCl masing-masing 800 kg/ha dapat meningkatkan produksi jahe umur 3 bulan sebesar 210,43 % (Januwati at al., 1992). Sedangkan hasil penelitian pengaruh unsur hara N pada jenis tanah latosol terhadap produksi jahe menun-jukkan bahwa pemberian 100 kg N/ha dapat meningkatkan rimpang segar

sebesar 34,5 % (Muhammad dan Sudiarto, 1997). Pupuk N selain meningkatkan produksi rimpang juga dapat meningkatkan ukuran rimpang yang dihasilkan. Secara umum dosis pupuk anorganik yang harus diberikan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen jahe adalah : SP-36 300 - 400 kg/ha dan KCl 300 - 400 kg/ha, diberikan pada saat tanam. Pupuk urea diberikan 3 kali pada umur 1, 2 dan 3 bulan setelah tanam sebanyak 400 - 600 kg/ha, masing-masing 1/3 dosis setiap pemberian (Rostiana et al., 2005a).

Kencur (Kaempforia galanga L)

Produksi, mutu dan kandungan bahan aktif didalam rimpang kencur salah satunya ditentukan oleh kesubur-an tkesubur-anah. Apabila tkesubur-anahnya kurkesubur-ang su-bur maka perlu dipupuk. Kebutuhan pupuk tanaman kencur relatif cukup tinggi. Hasil penelitian Rosita et al.

(4)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)

Produksi dan mutu temulawak sangat dipengaruhi oleh teknologi budi-daya salah satunya adalah pemupukan. Secara umum dosis pupuk anorganik yang harus diberikan untuk meningkat-kan pertumbuhan dan hasil panen temulawak adalah : urea, SP-36 dan KCl, dengan dosis masing-masing 200 kg, 100 kg dan 100 kg/ha untuk pola monokultur, serta 200 kg/ha untuk pola tumpangsari. SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam, urea diberikan 3 kali yaitu, pada umur 1, 2 dan 3 bulan se-telah tanam masing-masing sepertiga bagian (Rahardjo dan Rostiana, 2005a).

Kunyit (Curcuma domestica Val.)

Kunyit dapat tumbuh dan meng-hasilkan rimpang yang baik memerlu-kan unsur hara. Secara umum jenis dan dosis pupuk anorganik yang telah di-anjurkan untuk kunyit adalah pupuk urea, SP-36 dan KCl, dengan dosis masing-masing 100 kg, 200 kg dan 200 kg/ha untuk pola monokultur, serta 200 kg/ha, untuk pola tumpangsari. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam dan dosis urea dipecah menjadi menjadi 2 bagian yang diberikan pada umur 1 dan 3 bulan setelah tanam (Rahardjo dan Rostiana, 2005b).

Bangle (Zingiber purpureum Roxb.) dan lempuyang gajah (Zingiber zerumbet Smith)

Dosis pupuk anorganik anjuran umum untuk tanaman bangle adalah urea 250 kg, SP-36 250 kg dan KCl 250 kg/ha. Namun berapa peningkatan hasil dari pemberian pupuk anorganik

tersebut belum ada laporannya. Se-dangkan untuk tanaman lempuyang gajah pemberian pupuk urea sebanyak 15 g/rumpun dan TSP 7,5 g/rumpun dapat meningkatkan bobot biomas dan rimpang segar sebesar 58,5 % dan 55,3 % (Ruhnayat, 2002).

PENGARUH PUPUK ORGA-NIK, PUPUK BIO DAN PUPUK

ALAM TERHADAP PERTUM-BUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA TANAMAN OBAT

BERIMPANG

Jahe

Produktivitas jahe sangat di-pengaruhi oleh ketersediaan nitrogen. Umumnya kebutuhan N dipenuhi dari pupuk buatan, seperti urea, ZA dan pu-puk buatan lainnya. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagi-an persebagi-ansebagi-an pupuk N buatsebagi-an ini dapat diganti dengan pupuk organik, bio dan alam. Pada umumnya untuk tanaman berimpang pupuk organik diperlukan dalam jumlah yang relatif besar baik untuk kesuburan fisik, kimia dan bio-logi. Pupuk organik yang dapat diguna-kan antara lain pupuk diguna-kandang, kasting, limbah kulit kopi dan sekam padi. Pemanfaatan sumber bahan organik seperti pupuk kandang, kasting, sekam padi dan limbah kulit kopi merupakan alternatif untuk memperbaiki kesubur-an tkesubur-anah dalam menunjkesubur-ang pertumbuh-an dpertumbuh-an produksi jahe (Trisilawati dpertumbuh-an Gusmaini, 1999; Rosita et al., 2006a).

(5)

dibandingkan dengan kontrol (Gusmaini dan Trisilawati, 1998). Dosis anjuran umum pemberian pupuk organik untuk tanaman jahe adalah se-kitar 20 – 30 ton/ha berupa pupuk kan-dang. Untuk daerah yang sulit memper-oleh pupuk kandang, penggunaannya dapat dikombinasikan dengan bahan organik lainnya. Pemberian pupuk kan-dang yang dikombinasikan dengan lim-bah kulit kopi masing-masing sebanyak 250 g/rumpun dapat meningkatkan jumlah anakan dan jumlah daun jahe putih besar masing-masing sebesar 81,72 % dan 57,93 %, sedangkan pem-berian 125 g pupuk kandang, 250 g limbah kulit kopi dan 125 g sekam padi per rumpun dapat meningkatkan rim-pang segar sebesar 117,85 %. (Gusmaini dan Maslahah, 2002).

Pupuk organik lainnya yang cu-kup potensial untuk meningkatkan per-tumbuhan dan produksi jahe adalah kasting dan kotoran cacing yang saat ini sudah banyak beredar di pasaran. Pupuk organik tersebut dapat mening-katkan kesuburan tanah, penyedia nut-risi bagi tanaman, memperbaiki struk-tur tanah, menetralkan pH tanah dan memperbaiki kemampuan menahan air (Mulongoy dan Badoret dalam Dewi, 1995). Pemberian kasting sebanyak 500 g/rumpun atau (setara 20 ton/ha) dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun dan bobot rimpang kering jahe putih besar masing-masing sebesar 10,96 %, 42,46 % dan 118,60 % di-banding dengan hanya diberi pupuk buatan dosis anjuran (Rosita et al,. 2006a).

Kebutuhan unsur hara P tanaman jahe cukup tinggi, yaitu 100 - 400 kg/ha (Januwati dan Yusron, 2003). Peng-gunaan pupuk buatan tersebut dapat dikurangi bahkan digantikan dengan pemberian pupuk bio dan pupuk alam. Hasil penelitian Trisilawati et al. (2003) menunjukkan bahwa pemberian 500 spora jamur mikoriza arbuskula dapat meningkatkan bobot segar dan rimpang kering jahe putih besar sebesar 32,6 % dan 54,65 %, bobot rimpang segar jahe merah sebesar 41,9 % dan jahe putih kecil sebesar 137,56 %. Pemberian pupuk bio tersebut dapat meningkatkan serapan hara P rimpang sebesar 68,7 %. Selain unsur hara P mikoriza juga dapat meningkatkan efi-siensi serapan unsur hara lainnya seper-ti K, Zn dan S (Pearson dan Diem, 1982). Penggunaan pupuk P buatan da-pat juga diganti dengan pemberian pu-puk alam seperti fosfat alam dan ziolit serta pupuk bio pelarut P. Supanjani et al. (2006) mengemukakan bahwa penggunaan fosfat alam dan bakteri pe-larut P merupakan salah satu alternatif cara untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia. Pemberian 350 kg/ha fos-fat alam, 140 kg/ha pupuk bio (Azospirillum lipoferum, Azotobacter beijerinckii, Aeromonas punctata dan

(6)

dapat menekan biaya produksi sebesar 30,12 %.

Pemilihan rekomendasi paket pemupukan organik mana yang akan diterapkan untuk budidaya organik jahe tergantung kepada ketersedia sumber-sumber pupuk tersebut di lapangan.

Kencur

Pemupukan merupakan salah sa-tu komponen teknologi penting di da-lam budidaya tanaman kencur. Pembe-rian pupuk anorganik saja seperti urea, TSP/SP-36 dan KCl tidak cukup untuk meningkatkan pertumbuhan dan pro-duksinya. Oleh karena itu pemberian pupuk organik pada pembudidayaan kencur mutlak dilakukan. Pupuk orga-nik yang sudah lama dianjurkan adalah pupuk kandang dengan dosis 20 – 40 ton/ha, tergantung kesuburan tanah pa-da masing-masing lokasi penanaman (Rosita et al., 2006b). Penggunaan pu-puk kandang 20 ton/ha yang dikombi-nasikan dengan urea 300 kg/ha, TSP 200 kg/ha dan KCl 200 kg/ha pada tanah asosiasi latosol-grumosol, Boyo-lali, Jawa Tengah, menghasilkan pro-duksi rimpang kencur 7,64 ton/ha (Sudiarto et al., 1996). Sedangkan pada polatanam di bawah tegakan jati pada tanah mediteranian coklat tua, Wono-harjo, Jawa Tengah, pemberian pupuk kandang 20 ton/ha, urea 250 kg/ha, SP36 200 kg/ha dan KCl 200 kg/ha, menghasilkan rimpang kencur 6,97 ton/ha (Yusron et al., 2005). Namun hasil penelitian Rosita et al. (2007) pa-da lima nomor unggul kencur menun-jukkan bahwa pemberian pupuk kan-dang kerbau saja dengan dosis 20 ton/ ha lebih efisien dalam meningkatkan

bobot segar rimpang/rumpun diban-dingkan dengan dosis anjuran umum pemupukan kencur (20 ton pupuk kandang + urea 250 kg/ha, SP36 200 kg/ha dan KCl 200 kg/ha), sedangkan untuk menghasilkan bobot kering rim-pang/rumpun dosis pupuk anjuran umum tersebut (pupuk kandang + pu-puk anorganik) adalah yang lebih baik. Pengaruh pupuk bio dan pupuk alam terhadap pertumbuhan dan produksi kencur belum ada yang melaporkan.

Temulawak

Seperti halnya tanaman pada umumnya, temulawak untuk dapat tumbuh dan berproduksi perlu unsur hara. Kebutuhan unsur hara tanaman temulawak dapat dipenuhi dengan pemberian pupuk anorganik dan or-ganik. Dosis pupuk anorganik yang diberikan adalah 200 kg urea/ha, 100 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha untuk pola monokultur, serta 200 kg/ha untuk pola tumpangsari. Sedangkan pupuk oganik yang biasa diberikan adalah pupuk kandang sebanyak 10 - 20 ton/ ha (Rahardjo dan Rostiana, 2005b). Pemakain pupuk kandang ini sebagian dapat diganti dengan pemberian pupuk bio. Beberapa spesies mikroorganisme yang banyak dimanfaatkan sebagai pu-puk bio antara lain adalah Azospirillum

(7)

bio diharapkan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan unsur hara (Januwati dan Yusron, 2003). Hasil penelitian Yusron dan Januwati (2007) pada jenis tanah Andosol menunjukkan bahwa penambahan pupuk bio sebesar 45 kg/ha dan 90 kg/ha mampu mening-katkan produktivitas temulawak di bawah tegakan sengon masing-masing sebesar 27,5 % dan 34 % dibandingkan tanpa pupuk bio. Pupuk bio yang dibe-rikan mengandung Azospirillum lipoferum Beijerincki, Azotobacter vinelandii Beijerincki, Aeromonas punctata Zimmermann dan Aspergillus niger van Tiegham. Namun pemberian pupuk bio tersebut belum mampu me-ningkatkan produksi rimpang temu-lawak pada tingkat optimal (20 ton/ha). Akan tetapi masih lebih tinggi (14,04 ton/ha) dibandingkan dengan produksi rata-rata nasional (10,7 ton/ha) (Direk-torat Aneka Tanaman, 2000). Begitu pula hasil penelitian Rahardjo dan Ajijah (2007) menunjukkan bahwa pu-puk organik dan pupu-puk alam saja (bo-kashi 10 ton/ha + pupuk bio 90 kg/ha + zeolit 300 kg/ha + pupuk fosfat alam 300 kg/ha.) hanya mampu menghasil-kan rimpang temulawak sebesar 14,21 - 16,59 ton/ha. Pada penelitian tersebut terlihat bahwa calon varietas unggul temulawak Balittro 1 mempunyai res-pon lebih tinggi terhadap pemupukan organik dibandingkan dengan Balittro 2 dan Balittro 3.

Kunyit

Dosis pupuk anorganik anjuran umum untuk tanaman kunyit adalah urea 200 kg, SP-36 200 kg dan KCl 200 kg/ha. Hasil penelitian Rosita dan

Nurhayati (2007) pada jenis tanah lato-sol menunjukkan bahwa apabila dosis pupuk anorganik tersebut dikombina-sikan dengan pupuk organik/kandang 20 ton /ha dapat menghasilkan rimpang segar sebesar 17,15 ton/ha. Sedangkan pemberian pupuk organik dan pupuk alam saja (bokashi 10 ton/ha + pupuk bio 90 kg/ha + zeolit 300 kg/ ha + fosfat alam 300 kg/ha) hanya mampu menghasilkan rimpang segar kunyit sebesar 9,73 ton/ha. Pada jenis tanah andosol penggantian sebagian dosis pupuk kandang oleh pupuk bio belum mampu menyamai produksi rimpang segar kunyit yang diberi pupuk kan-dang dosis tinggi (20 ton/ha). Walau-pun pemberian pupuk bio ( Azospi-rillum sp., Azotobacter sp., dan

Aspergillus sp.) sebesar 45 dan 90 kg/ ha yang dikombinasikan dengan 10 ton pupuk kandang + 200 kg urea + 200 kg SP-36 + 200 kg KCl per ha dapat meningkatkan bobot segar rimpang/ha masing-masing sebesar 27,5 % dan 70 % dibandingkan dengan tanpa pupuk bio namun produksinya hanya men-capai 6,44 dan 8,58 ton/ha saja (Yusron dan Januwati, 2005).

Bangle

(8)

terserap sebanyak 8,48 g N, 4,02 g K dan 1,72 g P/tanaman (Rosita et al., 2005). Pemberian pupuk kandang ayam saja dapat meningkatkan jumlah anakan, jumlah daun dan bobot segar dan kering rimpang (Maslahah, 2005). Pemberian pupuk kandang ayam seba-nyak 6 – 30 ton/ha dapat menghasilkan rimpang segar 1,21 – 2,43 kg/rumpun dan rimpang kering 0,19 – 0,44 kg/ rumpun. Peningkatan hasil rimpang de-ngan pemberian pupuk ayam tersebut untuk rimpang segar antara 127,6 – 356 % dan rimpang kering 108,7 – 388,5 % dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk kandang. Pengaruh pupuk bio dan pupuk alam terhadap pertumbuhan dan produksi bangle belum ada yang melaporkan.

Lempuyang gajah (Zingiber zerum-bet Smith)

Kebutuhan unsur hara tanaman lempuyang gajah belum banyak dike-tahui, namun diduga kebutuhannya cu-kup tinggi. Pemberian pupuk anorganik dan berbagai jenis bahan organik mem-berikan respon yang positif terhadap pertumbuhan dan produksi rimpang. Pemberian pupuk urea sebanyak 15 g/rumpun dan TSP 7,5 g/rumpun dapat meningkatkan bobot biomas dan rim-pang segar sebesar 58,5 % dan 55,3 % (Ruhnayat, 2002). Pemberian pupuk organik akan dapat mengurangi pem-berian pupuk urea sekaligus mening-katkan produksi rimpang. Pemberian urea dan TSP masing-masing 7,5 g/ rumpun ditambah dengan arang sabut kelapa dapat meningkatkan bobot rim-pang segar sebesar 64,7 %. Pemberian berbagai jenis pupuk organik saja

se-perti arang sekam padi, arang sabut kelapa, arang serbuk gergaji dan abu sekam padi masing-masing dapat meningkatkan bobot rimpang segar sebesar 4,6 %, 38 %, 21,6 % dan 7,6 %. Arang sabut kelapa merupakan bahan organik terbaik untuk pertum-buhan dan produksi rimpang lempu-yang gajah. Dari keempat jenis pupuk organik tersebut arang sabut kelapa mengandung unsur hara K lebih tinggi (2 %). Unsur K dapat mempercepat proses penyimpanan hasil fotosintesa pada organ-organ tanaman, seperti um-bi, rimpang, daun dan buah (Ruhnayat, 1995). Pengaruh pupuk bio dan pupuk alam terhadap pertumbuhan dan pro-duksi lempuyang gajah belum ada yang melaporkan.

SARAN DAN TINDAK LANJUT

(9)

dan pestisida kimia masih diperboleh-kan). Namun apabila mutu dan ke-amanan terhadap lingkungan dan kese-hatan yang diutamakan maka budidaya organik bisa diterapkan. Walaupun pro-duktivitasnya lebih rendah dibanding-kan dengan cara budidaya anorganik, namun harga produk organik bisa men-capai 3 - 4 kali lipat.

Jenis/varietas tanaman berim-pang yang akan dibudidayakan secara organik sebaiknya dipilih yang relatif tahan terhadap serangan hama dan nyakit, hal ini untuk menghindari pe-makaian pestisida yang dapat mence-mari lingkungan dan kesehatan. Untuk tanaman jahe sebaiknya dipilih jenis jahe merah varietas Jahira 1 dan Jahira 2 yang toleran terhadap penyakit layu bakteri. Apabila akan mengembangkan jahe putih besar atau jahe putih kecil organik sebaiknya dipanen pada umur 3 - 4 bulan untuk menghindari serangan penyakit layu. Upaya penyediaan benih sehat jahe putih besar melalui kultur jaringan yang saat ini sedang diteliti oleh Balittro diharapkan akan memberi peluang jenis jahe tersebut untuk dibu-didayakan secara organik sampai umur panen 9 bulan. Untuk kunyit walaupun semua varietas yang telah dilepas ren-tan terhadap penyakit layu bakteri na-mun varietas Turina-3 lebih tahan di-banding dua varietas lainnya. Untuk varietas kencur tidak ada yang lebih tahan terhadap penyakit layu bakteri, oleh karena itu teknis budidaya perlu diperhatikan (tidak dianjurkan untuk menanam kencur pada lahan bekas jahe putih). Temulawak nomor harapan Balittro 1 dan Balittro 3 cenderung

le-bih sesuai untuk dibudidayakan secara organik dibandingkan dengan Balittro 2.

Upaya-upaya yang perlu diper-siapkan untuk mendukung pengem-bangan budidaya organik pada tanaman obat berimpang antara lain adalah : (1) Penyediaan benih unggul dan bebas penyakit serta menjalin kerjasama de-ngan penakar benih disentra produksi, (2) penyaluran dan penyediaan pupuk bio dan pupuk alam ke sentra-sentra produksi sehingga mudah diperoleh petani, (3) penyediaan teknologi pe-ngendalian organisme penggangu ta-naman (OPT) terpadu dengan melaku-kan penelitian yang berkesinambungan mengingat sebagian besar tanaman obat berimpang peka terhadap penyakit layu bakteri, (4) pemanfaatan jenis pupuk organik, pupuk bio dan pupuk alam lainnya sebagai sumber hara dan pengendali penyakit seperti penyisipan tanaman kacangan-kacangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, ku-bis-kubisan (Brassica spp.) untuk me-nekan patogen tular tanah seperti R. solanacearum, Meloidogyne dan

Fusarium sp., guano kelelawar, limbah hasil panen (kulit buah kakao, abu janjang kelapa sawit, limbah penyu-lingan minyak atsiri) dan sebagainya.

KESIMPULAN

Tanaman obat berimpang me-merlukan unsur hara yang relatif tinggi. Kebutuhannya dapat dipenuhi dari pu-puk anorganik dan organik.

(10)

dan produksi tanaman obat berimpang. Pemberian bahan organik pada budi-daya tanaman obat berimpang mutlak diperlukan.

Pada budidaya organik tanaman obat berimpang dapat diberikan pupuk organik (pupuk kandang, limbah kulit kopi, kasting, arang sabut kelapa dan bokashi), pupuk bio (mikoriza,

Azospirillum lipoferum, Azotobacter beijerinckii, Aeromonas punctata dan

Aspergilus niger), dan pupuk alam (fosfat alam dan zeolit).

Diperlukan komponen teknologi budidaya organik dari disiplin ilmu lainnya seperti pemuliaan dan penyakit terutama untuk mencegah serangan penyakit layu bakteri.

DAFTAR PUSTAKA

Bautista, O.K. and H.D. Aycardo. 1979. Ginger : Its production, handling, processing and marketing with emphasis on export. Dept. of Horticulture College Agricu. UP:B. Los Banos Philipines. 80 p.

Dewi. DK. 1995. Produksi umbi mini kentang (Solanum tube-rosum L.) : pengaruh media dan jenis stek mikro. Thesis jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. 55 hal.

Direktorat Aneka Tanaman, 2000. Budidaya Tanaman Temulawak. Jakarta. 44 hal.

Gusmaini dan O. Trisilawati, 1998. Pertumbuhan dan produksi jahe muda pada media humus dan pupuk kandang. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. IV(2): 42-48.

Gusmaini dan N. Maslahah. 2002. Pengaruh dosis dan komposisi ba-han organik terhadap pertumbuba-han dan produksi jahe muda. Buletin TRO. XIII (2) : 43-50.

Januwati, M. dan M. Yusron. 2003. Pengaruh P-alam, pupuk bio dan zeolit terhadap produktivitas jahe (Zingiber officinale Rosc.). Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku IX(2) : 125-128.

Januwati, M., S. Affandi, D.S. Effendi dan J. Pramono. 1992. Pengaruh pemupukan P dan K terhadap per-tumbuhan dan produksi jahe muda (Z. officinale Rosc.) var. Badak. Pemberitaan Puslitbangtri (2) : 56-60.

Kemala, S. E.R. Pribadi, Sudiarto, M. Rahardjo, H. Nurhayati. 2003. Studi serapan simplisia tanaman obat. Lap. Tek. TRO Tahun 2003.

Lynch, J.M., 1983. Soil Biotech-nology. Microbiological Factors in Crop Productivity. Blackwell Scientific Publications.

Maslahah, N. 2005. Pengaruh pem-bumbunan dan pemupukan organik terhadap pertumbuhan dan produk-si rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal Ilmiah Pertanian, Gakoryoku XI (1) : 15 – 19.

(11)

Pearson. V.G., and HG. Diem. 1982. Endomycorrhizae in tropics. Microbiologi of tropical soils and plant productivity. Academic Press. London.

Premono, M.E., 1997. Pendugaan pela-rutan fosfat oleh mikroorganisme dengan menggunakan indeks pela-rutan. Buletin Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia. No. 145 : 1-9.

Rahardjo, M. dan O. Rostiana. 2005a. Budidaya tanaman temulawak. Cir-cular No. 11. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 24-29.

Rahardjo, M. dan O. Rostiana. 2005b. Budidaya tanaman kunyit. Circular No. 11. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 30-35.

Rosita, SMD., M. Rahardjo dan Kosasih. 2005. Pola pertumbuhan dan serapan hara N, P, K tanaman bangle (Zingiber purpureum

Roxb.) Jurnal Penel. Tanaman Industri.

Rosita, SMD., I. Darwati dan H. Moko. 2006a. Pengaruh pupuk kasting dan macam benih terhadap pertumbuh-an, produksi jahe muda. Jurnal Penel. Tanaman Industri. 11 (1) : 32-36.

Rosita SMD, O. Rostiana dan W. Haryudin. 2006b. Respon kencur (Kaempforia galanga L) terhadap pemupukan. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Tumbuhan Obat Indonesia XX VIII. Balittro, Pokjanas TOI. Ditjen Tan Sayuran dan Biofarmaka.141 – 146.

Rosita, SMD., O. Rostiana dan W. Haryudin. 2007. Respon lima no-mor unggul kencur terhadap pemu-pukan. Jurnal Penel. Tanaman Industri. 13 (4) : 130-135.

Rosita, SMD. dan H. Nurhayati. 2007. Respon tiga nomor harapan kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap pemupukan Buletin. Littro. XVIII (2) : 127 – 138.

Rostiana, O., N. Bermawie dan M. Rahardjo. 2005a. Budidaya tanam-an jahe. Circular No. 11. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 1-12.

Rostiana, O., Rosita, SMD., M. Rahardjo dan Taryono. 2005b. Budidaya tanaman kencur. Circular No. 11. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 13-23.

Ruhnayat, A. 1995. Peranan unsur hara kalium dalam meningkatkan per-tumbuhan, hasil dan daya tahan tanaman rempah dan obat. Jurnal Penel. dan Pengembangan Per-tanian XIV(1) : 10-15.

Ruhnayat, A. 2002. Pengaruh jenis bahan organik dan dosis pupuk N terhadap pertumbuhan dan hasil rimpang. Buletin Littro XIII (1) : 59-67.

Sinambela, J M., 2003. Stndarisasi Sediaan Obat Herba. Makalah pada Seminar dan Pameran Nasional POKJANAS TOI, Jakarta, 25-26 Maret 2003. 10 halaman.

(12)

terhadap hasil dua klon kencur pada tanah asosiasi latosol-grumosol Boyolali. WARTA TOI. 3 (2): 32-34.

Sudiarto, M. Rahardjo, Rosita SMD, E.R. Pribadi, H. Nurhayati, M. Yusron, O. Rostiana, T. Atawi-djaya, Kosasih dan S. Nursamsiah. 2001. Penyiapan teknologi usaha-tani bangle mendukung pember-dayaan petani dan peningkatan ekspor. Laporan Hasil Penel. Balittro-PAATP. 28 hal.

Supanjani, H. S. Han, J. S. Jung and K. D. Lee, 2006. Rock phosphate-potassium and rock-solubilising bacteria as alternative, sustainable fertilizers. Agron. Sustain. Dev. 26: 233-240.

Trisilawati O. dan Gusmaini, 1999. Penggunaan pupuk organik bagi pertumbuhan dan produksi jahe. Buletin Ilmiah Gakuryoku. V (4) : 251-257.

Trisilawati, O., Gusmaini dan I. Rohimat. 2003. Peranan mikoriza terhadap pertumbuhan dan produk-si rimpang tiga klon jahe. Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku IX(1) : 85-89.

Yusron, M dan M. Januwati, 2005. Pengaruh pupuk bio terhadap pertumbuhan dan produksi kunyit (Curcuma domestica Val.) di bawah hutan rakyat sengon. Jurnal Ilmiah Pertanian, Gakoryoku XI (1) : 20 –23.

Yusron, M., D.S. Effendi dan M. Januwati. 2005. Peluang pengem-bangan wanafarma di hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan. Prosi-ding Simposium IV Hasil Pene-litian Tanaman Perkebunan. 381-386.

Yusron, M. dan M. Januwati. 2007. Pengaruh pupuk bio terhadap per-tumbuhan dan produksi temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) di bawah tegakan sengon. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Perkembangan Teknologi Tanam-an Obat dTanam-an Aromatik. 133-138.

www.healthybuyersclub.com. 2007. Organic spices : tumeric and ginger powder.

www.organic-market.info. 2007. 2007.

Asia’s organic industry catching

Referensi

Dokumen terkait

Reformasi Agraria).. tinggal namun lebih dari hal tersebut, tanah menjadi tempat bagi suatu individu atau pun suatu komunitas untuk membangun kehidupan ekonomi, politik, sosial dan

Penyakit ini disebabkan oleh kuman tuberkulosis (TBC). Kuman ini dapat menyerang tulang sehingga tulang menjadi lemah dan bernanah. Akibat penyakit ini penderita merasakan sakit

Apabila seseorang menulis (sejarah sebagai kisah), berdasarkan jejak-jejak masa lampau yang berupa sumber-sumber yang telah diseleksi secara ilmiah, maka sumber itu merupakan

Rahman Tamin, serta menyimpan dan menguasai sertifikat HGB tersebut adalah sebagai upaya dan tanggung jawab terdakwa untuk menjamin dapat terlaksananya jual

Sedangkan nilai kearifan lokal pada kawasan sekitar Danau Toba itu sendiri sudah mulai luntur sebagai contoh nilai-nilai kearifan lokal budaya suku Batak membuat fungsi Danau

Dengan memberikan dukungan, dorongan, membantu pekerjaan ibu, mengurangi beban mentalnya, menghindari membahas masalah emosi, dan segera memberikan penanganan yang tepat

[r]

Memberikan pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja yang diperlukan pekerja guna meningkatkan pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja, demi mencegah