• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) Dalam Kasus Penyalahgunaan Dana Hibah Bantuan Sosial Apbd (Studi Putusan Pengadilan Tipikor Banda Aceh No.55/Pid.Sus-Tpk/2014/Pn.Bna)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) Dalam Kasus Penyalahgunaan Dana Hibah Bantuan Sosial Apbd (Studi Putusan Pengadilan Tipikor Banda Aceh No.55/Pid.Sus-Tpk/2014/Pn.Bna)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas

hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat). Ini

berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum1 yang demokratis

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan

menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya.

Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh

dilakukan serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja

orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum2, melainkan juga perbuatan

hukum yang mungkin akan terjadi dan kepada alat perlengkapan negara untuk

bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu

merupakan salah satu bentuk penegakan hukum.

1

M. Hadjon Philipus, Kedaulatan Rak yat ,Negara Huk um dan Hak -hak Asasi Manusia, Kumpulan Tulisan dalam rangk a 70 tahun Sri Soemantri Martosoewignjo, (Jakarta: Media Pratama,1996), hlm.72, Negara Hukum adalah negara yang mengambil tindakan didasarkan pada aturan hukum yang telah ada, jadi dalam Tugas Negaraadalah menjalankan kesadaran hukum berdasarkan hukum yang berlaku yang harus ditaati oleh seluruh warga negara tersebut .

2

(2)

Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial

masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang dikatakan cukup fenomenal adalah masalah korupsi. Tindak Pidana ini tidak

hanya merugikan keuangan negara3, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap

hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.

Tindak pidana korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih

dibandingkan dengan tindak pidana lain di berbagai belahan dunia. Masalah korupsi bukan lagi sebagai masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi

bagi suatu negara karena masalah korupsi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk juga Indonesia.

Bahkan, perkembangan masalah Korupsi di Indonesia saat ini sudah demikian

parahnya dan menjadi masalah yang sangat luar biasa karena sudah menjangkit

dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat.4

Masalah Korupsi sudah sedemikian parahnya dalam dunia internasional,

dalam mengungkapkan keprihatinan internasional terhadap masalah korupsi, ada bermacam-macam sebutan atau istilah yang digunakan untuk menyebut tindak

pidana korupsi, diantaranya adalah sebagai salah satu bentuk dari “crime as

3

Lihat pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara ynag dapat dinilai dengan uang, seta segala sesuatu baik berupa barang yang dapat dijadikan milik nega ra berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

4

(3)

bussiness, economic crimes, white collar crime, official crime”, atau sebagai salah

satu bentuk “abuse of power”.5

Fenomena ini memang sangat menarik untuk dikaji, apalagi dalam situasi seperti sekarang, dimana ada indikasi yang mencerminkan ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintah. Tuntutan akan pemerintahan yang bersih semakin

keras, menyusul krisis ekonomi akhir-akhir ini. Hal ini sungguh masuk akal, sebab kekacauan ekonomi saat ini merupakan ekses dari buruknya kinerja

pemerintahan di Indonesia dan praktik korupsi inilah yang menjadi akar masalah.6

Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus

yang terjadi dan jumlah kerugian negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh

aspek kehidupan masyarakat.

Tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak saja bagi kehidupan perekonomian nasional, juga pada kehidupan berbangsa

dan bernegara. Hasil survey Transparency International (TI) pada tahun 2015

menunjukkan penigkatan dari tahun 2014 yang pada saat itu Indonesia menempati peringkat 107 dengan point 34, menjadi negara paling korup nomor 88 dari 133

negara dengan poin 36. Nilai rata-rata untuk tahun 2015 ialah 43, artinya Indonesia masih dibawah rata-rata skor persepsi dunia. Di Asia Tenggara sendiri

indonesia masih dibawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Meskipun Indonesia

mengalami peningkatan dari hasil survey tahun 2014 namun terhambat oleh masih

5

Elwi Danil, KORUPSI:Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya (Depok, PT Raja Grafindo Persada,2012), hlm 61

6

(4)

tingginya korupsi di sektor penegakan hukum dan politik.7 Apabila korupsi itu

tidak segera diberantas, tentunya akan menjadi masalah yang sangat serius bagi

bangsa ini. Bahkan bukan tidak mungkin akhirnya justru akan menghancurkan negara ini.

Jika kita lihat kebelakang sejarah bangsa ini, sejak diproklamasikan

kemerdekaan bangsa oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 maka pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi

tindak pidana Korupsi dengan membuat Undang-Undang dan membentuk

lembaga khusus untuk memberantas korupsi.8 Hal ini dibuktikan dengan

diundangkannya Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan

Undang-Undang No. 1 tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan mengubah Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 68, Nomor 60, dan Nomor 71,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660).9

Namun, upaya pemerintah tidak pernah berhenti untuk melakukan

penyempurnaan terhadap penanggulangan tindak pidana korupsi di Indonesia. Hal

ini terbukti sudah dimulai dari Peraturan Penguasa Militer Nomor

PRT/PM/06/1957 sampai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1971 dan dewasa ini telah dibentuk Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

7

http://www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/corruption-perceptions-index-2015 diakses tanggal 26 juli 2016

8

Evi Hartanti,Tindak Pidana Korupsi,Edisi Kedua (Jakarta; Sinar Grafika, 2007) hlm 3 9

(5)

Korupsi serta dibentuknya lembaga khusus menangani tindak pidana korupsi pada

tahun 2003 yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Di Indonesia kejahatan korupsi sudah sedemikian parah dan merajalela khususnya yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), aparat penegak hukum, kepala daerah, dan lain sebagainya. Korupsi sudah menjadi budaya

sendiri bagi kaum yang serakah akan sebuah kekayaan semata sehingga

menyebabkan dampak kemiskinan dimana-mana terhadap rakyat yang

berekonomi kecil ataupun susah dalam hal ekonomi.

Korupsi yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang terjadi di Indonesia sehingga disinyalir negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah.

Beberapa kasus korupsi yang menyita perhatian publik ialah seperti:

1. Kasus Simulator SIM (Surat Izin Mengemudi) yang libatkan 2 jenderal

Polri yakni Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo dan Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo. Perbutan tersebut menurut perhitungan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mengakibatkan kerugian negara

sebesar Rp 121,3 milyar.10

2. Kasus proyek hambalang senilai Rp 2,5 triliun yang dilakukan

pertengahan 2012, yang melibatkan mantan menteri Pemuda dan Olah Raga Kabinet Indonesia Bersatu II Andy malarangeng. KPK berhasil mengungkap keterlibatan Anas Urbaningrum berdasarkan kesaksian mantan bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin. Uang hasil dugaan korupsi tersebut digunakan untuk biaya pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat pada tahun 2010 sebesar Rp 100

milyar.11

10

https://www.tempo.co/topik/masalah/2861/korupsi-simulator-sim diakses pada tanggal 26 juli 2016

11

(6)

3. Kasus Kuota Impor Daging sapi, yang dilakukan oleh Ahmad Fathanah sebagai tersangka utama, yang juga melibatkan Kertua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishak yang juga ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka. Ahmad Fathanah diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 1,3 milyar dari bos PT Indoguna. Uang itu disebutkan akan diberikan kepada Luthfi Hasan Ishak guna memuluskan pengurusan

penetapan kuota impor daging sapi dari Kementerian Pertanian.12

Contoh kasus korupsi yang disebutkan hanyalah sedikit gambaran dari sekian banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Korupsi telah menjadi

permasalahan akut dan sistemik yang sangat membahayakan dan merugikan

negara maupun masyarakat. Pemberitaan mengenai korupsi seakan tidak ada habisnya, hampir setiap hari pemberitaan di media mengenai korupsi.

Salah satu jenis korupsi yang sangat memprihatinkan di Indonesia ialah,

penyalahguanaan dana hibah bantuan sosial13, yang dimana seharusnya dana

hibah bantuan sosial tersebut diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat.

Belanja Hibah dan Bantuan sosial merupakan dua kode rekening yang saat ini

menjadi banyak perhatian publik. Kedua rekening tersebut memiliki kepentingan yang perlu diakomodir yaitu membantu tugas pemerintah daerah dalam

mewujudkan kesejahteraan masyarakat, menanggulangi penyakit sosial akibat

(7)

resiko sosial14 masyarakat serta juga memuat kepentingan politik dalam arti luas.

Dalam perjalanan pengelolaannya, Hibah dan Bansos telah mengalami berbagai

permasalahan baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban serta penatausahaannya. Bahkan pemerintah setiap tahun mengeluarkan dana triliunan rupiah untuk dana bantuan sosial. Pada periode 2007-2011, anggaran

bantuan sosial yang disiapkan pemerintah mencapai Rp 300,94 triliun untuk tingkat daerah dan pusat. Tahun 2012, jumlah alokasi dana bantuan sosial yang

dikelolah oleh seluruh pemerintah daerah di Indonesia berjumlah Rp.47 triliun

dan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp 63,4 triliun. Belanja bantuan sosial merupakan sektor pembelanjaan anggaran yang sangat rentan terhadap praktik

korupsi. Korupsi dana bantuan sosial menjadi wabah seperti penyakit aspek regulasi, Komisi Pemberantasan keadilan dalam pengelolaan dana bantuan sosial.

Dalam aspek tata laksana ditemukan sejumlah masalah dalam proses

penganggaran, penyaluran, pengawasan, dan pertanggungjawaban.15Permasalahan

seperti ini lah yang kerap kali di manfaatkan oleh para koruptor untuk

menyalahgunakan anggaran dana hibah dan bantuan sosial yang berasal dari

APBD tersebut.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan rata-rata vonis kasus korupsi sepanjang tahun 2015 terendah dalam tiga tahun terakhir, bahkan ada 68

14

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (16), resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensial terjadinya kerentanan sosial yang di tanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.

15

(8)

yang divonis bebas16, sehingga tidak menimbulkan efek jera. ICW memantau 524

perkara dan 564 terdakwa kasus korupsi yang ditangani Polri, KPK dan Kejaksaan

pada 2015 lalu, sekitar 71 persen divonis bersalah.17

Berdasarkan temuan ini, apa yang dihasilkan pengadilan tipikor sangatlah memprihatinkan. Seperti kasus yang menjerat mantan bupati seluma, Murman

Effendi. Ia di vonis bebas oleh PN bengkulu setelah jaksa menuntut hukuman tujuh tahun penjara. Lalu kasus pencucian uang terkait proyek migas di batam,

terdakwa Deki yang di tuntut 15 tahun penjara oleh jaksa, di putuskan bebas oleh

PN Pekanbaru. Banyaknya kasus korupsi yang divonis bebas oleh hakim akan menimbulkan polemik yuridis, sosiologis, dan politis di kalangan masyarakat luas.

Polemik yuridis terkait persoalan integritas dan kemampuan penyidik, penuntut umum dan hakim dalam melaksanakan wewenang, tugas dan fungsinya.

Polemik sosiologis, terkait ketidak percayaan masyarakat terhadap

lembaga penegak hukum yang mempersoalkan validitas putusan bebas apakah benar tidak terbukti atau ada unsur-unsur suap atau mafia peradilan yang

sebenarnya dianggap sudah membudaya dalam sistem peradilan di indonesia.

Polemik politis, terkait upaya-upaya sekelompok orang baik dari kalangan

anggota Legislatif, Eksekutif, Yudikatif18, Partai Politik, Pengamat Politik,

16

Lilik Mulyadi, Kompilas Huk um Pidana Dalam Perspek tif Teoretis dan Prak tik Peradilan (Bandung : Mandar Maju, 2010), hlm 107. Pada Asasnya Putusan Bebas (vrijsk praak )

terjadi karena terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Jaksa/Penuntut Umum dalam surat dakwakan. Konkretnya, terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Atau untuk singkatnya lagi terdakwa “tidak dijatuhi pidana”

17

(9)

Pengamat Hukum, para koruptor dan simpatisannya, untuk Menghapus KPK

karena eksistensi KPK hanya mereka anggap bersifat sementara waktu (ad hoc),

karena itu mereka bermaksud untuk mengubah Undang-Undang KPK,

mengkriminalisasi pimpinan KPK, Mengurangi Kewenangan KPK, dan/atau Mengawasi Penyadapan KPK secara ketat.

Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, maka

penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan penegakan hukum wajib

didasarkan atas hukum. Salah satu kesenjangan yang dianggap sangat

memprihatinkan adalah belum terwujudnya penegakan hukum tindak pidana korupsi yang mampu secara maksimal memberikan efek jera dan/atau mengurangi

maraknya tindak pidana korupsi di Indonesia.

Kasus Hukum yang terjadi terkait dengan penyalahgunaan dana hibah

bantuan sosial di provinsi Nanggroe Aceh Darusalam ini menjadi dorongan bagi

penulis untuk menganalisis lebih lanjut terkait putusan bebas hakim terhadap kasus penyalahgunaan dana hibah bantuan sosial, yang mana juga telah

menimbulkan berbagai polemik yuridis, sosiologis dan politis di masyarakat.

Maka itu penulis mengangkat judul yakni “ANALISIS YURIDIS TERHADAP

PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM KASUS

PENYALAHGUNAAN DANA HIBAH BANTUAN SOSIAL YANG

DILAKUKAN OLEH YAYASAN (Studi Putusan Pengadilan Tipikor Banda

(10)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penyalahgunaan dana hibah bantuan sosial ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?

2. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan Bebas

(vrijspraak) terhadap tindak pidana penyalahgunaan dana hibah bantuan sosial (studi putusan No.55/Pid.Sus-TPK/2014/PN.BNA) ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengaturan Hukum Pidana tentang tindak pidana

korupsi penyalahgunaan dana hibah sosial.

b. Untuk mengetahui tentang pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan

Putusan Bebas (vrijspraak) terhadap terdakwa dalam tindak pidana

korupsi, khususnya pada Pengadilan Tipikor Banda Aceh No. 55/Pid.Sus-TPK/2014/PN.BNA.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari tujuan penelitian ini adalah :

(11)

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan dalam bidang Hukum Pidana serta dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi pengembang ilmu hukum pada umumnya dan pada kekhususannya dapat menjadi dasar bagi penelitian di bidang yang sama.

b. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

atau sumbangan pemikiran sebagai berikut :

1) Dapat menjadi pertimbangan kepada Pemerintah Republik Indonesia tentang pentingnya menegakkan hukum yang telah ada, khususnya dalam

tindak pidana korupsi.

2) Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang sanksi yang akan

diterima apabila masyarakat terbukti melakukan tindak pidana korupsi atas

menyalahgunakan dana hibah bantuan sosial APBD. D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang

diperoleh, maka penulis menuangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK)

DALAM KASUS PENYALAHGUNAAN DANA HIBAH BANTUAN

SOSIAL YANG DILAKUKAN OLEH YAYASAN (STUDI PUTUSAN

PENGADILAN TIPIKOR BANDA ACEH

(12)

Penulisan skripsi ini berdasarkan inisiatif sendiri dengan melihat beberapa

kasus yang sangat hangat diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara (Departemen Hukum Pidana) pada saat pengajuan judul skripsi ini untuk didaftarkan dinyatakan bahwa belum ada tulisan yang sama yang pernah

diangkat dan dibahas oleh para pihak lain. Jadi penulisan ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka.

Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah

dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.

Apabila ditemukan tulisan lain yang memiliki kemiripan dengan skripsi ini, itu hanya dari segi materi pembahasannya saja, karena semua isi yang ada

dalam skripsi ini merupakan hasil dari karya Penulis yang dapat

dipertanggungjawabkan. E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-unsur Tindak Pidana

Para pembentuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah

menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang dikenal

sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa

memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksudkan

dengan perkataan strafbaar feit tersebut.19

19

(13)

Pompe menyatakan, strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan

sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum yang terjaminnya

kepentingan umum.20

Simons telah merumuskan strafbaar feit itu sebagai tindakan melanggar

hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh

seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh

undang-undang yang dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

Alasan dari Simsons, apa sebabnya strafbaar feit itu harus dirumuskan seperti di

atas adalah karena:21

a. Untuk adanya suatu strafbaar feit diisyaratkan bahwa disitu harus terdapat

suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang,

dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus

memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang-undang, dan

c. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban

menurut undang-undang, pada hakikatnya merupakan suatu tindakan

melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmatige handeling.

20

Ibid, hlm. 182.

21

(14)

Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan

sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar

larangan tersebut.22 Ia tidak menyetujui apabila kata straf diterjemahkan menjadi

“hukuman” dan dari kata wordt gestraf diartikan “dihukum”. Selanjutnya ia mengalternatifkan terjemahan lain, yaitu “pidana” untuk kata straf dan „diancam dengan pidana” untuk kata wordt gestraf. Pertimbangannya adalah apabila kata

straf diartikan “hukuman”, maka kata strafrecht harus mengandung arti

hukuman-hukuman”.23

Kata straf dalam penggunaanya akan sangat tergantung dengan situasi

dalam kerangka apa istilah tersebut dipergunakan, karena istilah ini tidak

memiliki arti yang pasti. Berikut beberapa penjelasan tentang arti “pidana” dan

“hukum pidana”, berikut ini beberapa kutipan definisi para ahli:24

a. Mr. W. P. J. Pompe memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan

hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan umum mengenai

perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.

b. Moelyatno mengartikan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan

hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar untuk,

(15)

c. Sudarto mendefinisikan bahwa yag dimaksud dengan pidana adalah

penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan

perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

d. Roeslan Saleh mengartikan bahwa yang dimaksud dengan pidana adalah

reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan

negara pada pembuat delik.

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada

dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan

unsur-unsur objektif.25

Unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, termasuk ke dalamnya yaitu

segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subjektif dari suatu

tindak pidana itu adalah:26

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang

dimaksud di dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya dalam

kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat

(16)

Unsur-unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya

dengan keadaan-keadaan yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan

dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur objektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah:27

a. sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;

b. kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri” keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di

dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;

c. kausalitas, yakni hubungan antar sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan

sesuatu kenyataan sebagai akibat.

Moeljatno menyatakan suatu perbuatan dapat dikataan sebagai tindak

pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:28

a. Subjek

b. Kesalahan

c. Bersifat melawan hukum (dari tindakan)

d. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/

perundang-undangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana;

e. Waktu, tempat, dan keadaan (unsure objektif lainnya).

(17)

b. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang (wattelijke omschrijving);

c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak; d. Kelakuan itu dapat diberatkn kepada pelaku; e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman.

2. Pengertian Putusan Hakim dan Bentuk-bentuk Putusan Dalam Perkara Pidana

Dalam menangani suatu perkara, Hakim diberikan kebebasan oleh

undang-undang dan pihak lain tidak diperbolehkan campur tangan atau mempengaruhi Hakim. Disamping itu hakim harus diwajibkan jujur dan tidak

memihak agar putusannya benar-benar memberikan keadilan.30

Perihal „Putusan Hakim‟ atau “putusan pengadilan” merupakan aspek

penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Oleh karena dapatlah dikonklusikan lebih jauh bahwasanya “putusan hakim” disatu pihak

berguna bagi terdakwa memperoleh kepastian hukum (rechtszekerheid) tentang

“statusnya” dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap

putusan tersebut dalam arti berupa menerima putusan ataupun melakukan upaya

hukum verzet, banding atau kasasi, melakukan grasi dan sebagainya. Sedangkan

dilain pihak, apabila ditelaah melalui visi hakim yang mengadili perkara, putusan Hakim merupakan “mahkota” sekaligus “puncak” pencerminan nilai-nilai

keadilan; kebenaran hakiki; hak asasi manusia; penguasaan hukum atau fakta

30

(18)

secara mapan, mempuni dan faktual, serta visualisasi etika, mentalitas dan

moralitas dari hakim yang bersangkutan.31

Putusan menurut buku Peristilahan Hukum dan Praktik yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI 1985 adalah hasil atau kesimpulan dari suatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk

tertulis ataupun lisan.32

Bab I Pasal 1 Angka 11 KUHAP, putusan pengadilan diartikan sebagai

pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat

berupa pemidanaan atau bebas lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Leden Marpaung memberikan pengertian putusan hakim adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan

semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan.33

Jenis-jenis putusan hakim menurut KUHAP dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

a. Putusan yang bukan putusan akhir

Dalam praktik, bentuk putusan yang bukan putusan akhir dapat berupa penetapan atau putusan sela. Putusan jenis ini mengacu pada ketentuan

Pasal 148 dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, yaitu dalam hal setelah pelimpahan perkara dan apabila terdakwa dan atau penasehat hukumnya

(19)

mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap surat dakwaan jaksa/penuntut

umum.34 Putusan yang bukan putusan akhir antara lain sebagai berikut:

1) Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili. Dalam hal

menyatakan tidak berwenang mengadili ini dapat terjadi setelah persidangan dimulai dan jaksa penuntut umum membacakan surat

dakwaan maka terdakwa atau penasihat hukum terdakwa diberi

kesempatan untuk mengajukan eksepsi (tangkisan). Eksepsi

tersebut antara lain dapat memuat bahwa Pengadilan Negeri

tersebut tidak berkompetensi (wewenang) baik secara relatif maupun absolut. Jika majelis hakim berpendapat sama dengan

penasihat hukum maka dapat dijatuhkan putusan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang mengadili (Pasal 156 ayat (2) KUHAP).

2) Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum.

Dakwaan batal demi hukum dapat dijatuhkan apabila dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, kurang jelas, dan tidak

lengkap.

3) Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima

Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima

pada dasarnya termasuk kekurang cermatan penuntut umum sebab putusan tersebut dijatuhkan karena:

(a) Pengaduan yang diharuskan bagi penuntutan dalam delik

aduan tidak ada.

34

(20)

(b) Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa sudah pernah

diadili (nebis in idem), dan

(c) Hak untuk penuntutan telah hilang karena daluwarsa

(verjaring).

b. Putusan Akhir

Putusan akhir dalam praktik lazim disebut dengan istilah putusan

atau eind vonnis dan merupakan jenis putusan bersifat materiil. Pada

hakekatnya putusan ini dapat terjadi setelah majelis hakim memeriksa

terdakwa yang hadir di persidangan sampai dengan pokok perkara selesai diperiksa (Pasal 182 ayat (3) dan (8), Pasal 197, dan Pasal 199

KUHAP).35 Putusan akhir antara lain sebagai berikut:

1) Putusan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala

tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging). Putusan lepas

dari segala tuntutan hukum adalah putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa dimana hakim berpendapat bahwa perbuatan

yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu

bukan merupakan suatu tindak pidana (Pasal 191 ayat (2) KUHAP). Putusan lepas dari segala tuntutan hukum dapat terjadi

karena:

(a) Materi hukum pidana yang didakwakan terbukti, tapi bukan

merupakan tindak pidana

35

(21)

(b) Terdapat hal-hal yang menghapuskan pidana, antara lain:36

(i) Tidak mampu bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP).

(ii)Melakukan di bawah pengaruh daya paksa/overmacht

(Pasal 48 KUHP).

(iii) Adanya pembelaan terdakwa (Pasal 49 KUHP).

(iv) Adanya ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP).

(v) Adanya perintah jabatan (Pasal 51 KUHP).

2) Putusan Bebas (vrijspraak)

Putusan bebas adalah putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa dimana hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat

bukti dalam persidangan berpendapat bahwa dakwaan yang didakwakan terhadap terdakwa tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas (Pasal 191 ayat (1)

KUHAP).

3) Putusan pemidanaan (veroordeling)

Putusan pemidanaan adalah putusan yang dijatuhkan terhadap

terdakwa dimana hakim berpendapat bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang

didakwakan padanya. Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim

yang berpendapat bahwa:37

36

Evi Hartanti, Op.Cit hlm, 54

37

(22)

(a) Perbuatan terdakwa sebagaimana didakwakan jaksa/penuntut

umum dalam surat dakwaan telah terbukti secara sah dan

meyakinkan menurut hukum;

(b) Perbuatan terdakwa tersebut merupakan ruang lingkup tindak

pidana (kejahatan/misdrijven atau pelanggaran/overtredingen);

dan

(c) Dipenuhinya ketentuan alat-alat bukti dan fakta-fakta

persidangan (Pasal 183, Pasal 184 ayat (1) KUHAP). 3. Pengertian Korupsi dan Dana Hibah bantuan Sosial

Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana mana.

Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah korupsi. Tidak berlebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang dan berubah

sesuai dengan perubahan zaman.38

Menurut Fockema Andrea, kata korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruption itu berasal

pula dari kata asal corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua.39 Dari bahasa

Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption,

corrupt; Prancis, yaitu corruption; Belanda, yaitu corruptie (korruptie) dan dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”.40

Adapun menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum, yang

dimaksud curruptie adalah korupsi; perbuatan curang; tindak pidana yang Internasional, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006) hlm.4

40

(23)

merugikan keuangan negara. Menurut Gurnar Myrdal menyebutkan: To include not only all forms of improper or selfish exercise of power and influence attached to a public office or the special position one occupies in the public life but also the activity of the bribers. (korupsi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak patut yang berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas-aktivitas pemerintahan, atau

usaha-usaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta

kegiatan lainnya seperti penyogokan).41

Di dunia Internasional pengertian korupsi berdasarkan Black Law

Dictionary:42

Corruption an act dne with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights of other. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongly uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the rights of other. (Suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan bebrapa keuntungan yang bertentangan

dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya). “Suatu perbuatan

dari sesuatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan

kebenaran-kebenaran lainnya.”

Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers,

menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut

masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Kesimpulan ini diambil dari

defenisi yang dikemukakan antara lain berbunyi, financial manipulations and

deliction injurious to the economy are often labeled corrupt (manipulasi dan

41

Edi Yunara, Op, Cit.hlm.33 42

(24)

keputusan mengenai keuangan yang membahayakan perekonomian sering

dikategorikan perbuatan korupsi). Selanjutnya ia menjelaskan the term is often

applied also to misjudgements by officials in the public economies (istilah ini sering juga digunakan terhadap kesalahan ketetapan oleh pejabat yang

menyangkut bidang perekonomian umum).43

Dikatakan pula, disguised payment in the form og gifts, legal fees,

employment, favors to relatives, social influence, or any relationship that sacrifices the public and welfare, with or without the implied payment of money, is usually considered corrupt (pembayaran terselubung dalam bentuk pemberian hadiah, ongkos administrasi, pelayanan, pemberian hadiah kepada sanak keluarga,

pengaruh kedudukan social, atau hubungan apa saja yang merugikan kepentingan dan kesejahteraan umum, dengan atau tanpa pembayaran uang, biasanya dianggap

sebagai perbuatan korupsi). Ia menguraikan pula bentuk korupsi yang lain, yang

diistilahkan political corruption (korupsi politik) adalah electoral corruption

includes purchase of vote with money, promises of office or special favors, coercion, intimidation, and interference with administrative of judicial decision, or governmental appointment (korupsi pada penelitian umum, termasuk memperoleh suara dengan uang, janji dengan jabatan atau hadiah khusus,

paksaan, intimidasi, dan campur tangan terhadap kebebasan memilih. Korupsi

dalam jabatan melibatkan penjualan suara dalam legislatif, keputusan

administrasi, atau keputusan yang menyangkut pemerintahan).44

43

Marwan Effendy, Korupsi dan Strategy Nasional Pencegahan serta Pemberantasannya,

(Jakarta: GP Press Group, 2013), hlm, 16.

44

(25)

Sebelumnya regulasi pemberian hibah dan bantuan sosial hanya diatur

dalam beberapa pasal dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Pemberian

hibah hanya diatur dalam pasal 42, pasal 43 dan pasal 44, itupun sudah berulang kali diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah terakhir diubah dengan Permendagri Nomor 21

Tahun 2011. Demikian pula untuk pemberian bantuan sosial hanya diatur dalam satu pasal yakni pasal 45 dan terdiri dari 4 ayat dalam Permendagri Nomor 13

Tahun 2006. Itupun sudah mengalami perubahan sampai dengan Permendagri

Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Soisal yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 mengenai Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah memberikan definisi Hibah dan Bantuan Sosial

(Bansos), sebagai berikut:45

1. Hibah merupakan pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah

kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah,

masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta

tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang

penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.

2. Bansos merupakan pemberian bantuan berupa uang/barang dari

pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau

45

(26)

masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang

bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Dengan demikian Pemerintah daerah dalam memberikan hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD berpedoman pada Permendagri Nomor 32 Tahun 2011.

4. Pengertian Yayasan

Yayasan telah diatur dalam hukum positif, yaitu dengan Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2001, yang diumumkan dalam Lembaran Negara Tahun 2001

Nomor 112, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 yang diumumkan dalam Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 115, tentang

Yayasan.

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan

dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan,

dan kemanusiaan, yang tidak mempunyi anggota.46 Yayasan terkandung beberapa

esensial yaitu:47

1. Adanya suatu harta kekayaan,

2. Harta kekayaan ini merupakan harta kekayaan tersendiri tanpa ada yang

memilikinya melainkan dianggap sebagai milik dari yayasan,

3. Atas kekayaan itu diberi suatu tujuan tertentu,

4. Dan adanya pengurus yang melaksanakan tujuan dari diadakannya harta

kekayaan itu.

(27)

Persyaratan yang ditentukan agar yayasan dapat diperlakukan dan

memperoleh status sebagai badan hukum adalah pendirian yayasan sebagai badan

hukum harus mendapatkan pengesahan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi

Manusia.48

Perubahan anggaran dasar untuk mengubah nama dan kegiatan yayasan,

harus mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan untuk perubahan anggaran dasar lainya dipersyaratkan adanya

pemberitahuan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Di Hindia Belanda, pernah dibuat undang-undang dengan staatsblad

1927-156 tentang Regeling van de Rechtspositie der Rechtsgenootschappen, yang

menentukan bahwa gereja (kerken) atau kerkgnootschappen adalah juga badan

hukum yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan, yakni

memiliki tujuan idiil, khusus di bidang keagamaan.49

Berkaitan dengan tujuan yayasan, di Indonesia terdapat yurisprudensi Mahkamah Agung dimana sebelum berlakunya UUY menjadi acuan bagi yayasan

untuk penentuan tujuan yayasan. Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung

Republik Indonesia tanggal 8 Juli 1975 No. 476/K/Sip/1975, pertimbangan Pengadilan Negeri yang dibenarkan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung,

bahwa perubahan wakaf Al Is Af menjadi Yayasan Al Is Af dapat saja karena

dalam hal ini tujuan dan maksudnya tetap, ialah untuk membantu keluarga

terutama keturunan almarhum Almuhsin bin Abubakar Alatas. Dari putusan

Mahkamah Agung tersebut jelas bahwa yayasan mempunyai tujuan untuk

48

Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. 49

(28)

“membantu”. Perkataan “membantu” ini diinterpretasikan sebagai suatu kegiatan

sosial. Adapun bantuan yang diberikan tersebut dapat hanya ditujukan kepada

pihak tertentu saja, yakni dalam hal ini terutama kepada keturunan almarhum

Almuhsin bin Abubakar Alatas.50

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian

bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan

konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi

terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.51

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum normatif, yaitu

penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan.52

Perundang-undangan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2001 tentang Yayasan, Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan, Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta beberapa peraturan terkait lainnya.

50

Ibid

51

Soerjono Soekanto, Penelitian Huk um Normatif: Suatu Tinjauan Singk at (Jakarta: Rajawali Press, 2006), hlm 1

52

(29)

Penelitian skripsi ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan

untuk memberikan gambaran tentang keadaan yang menjadi objek penelitian

yakni Tindak Pidana Korupsi dan Dana Hibah Bantuan Sosial. Penulisan skripsi ini juga menggunakan pendekatan yuridis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan peraturan perundang-undangan serta

literature hukum yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini.

2. Jenis Data dan Sumber Data

Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang menggunakan data

sekunder53 yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang

Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 46

tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi beserta Undang-Undang No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

b. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, karya dari ahli hukum di bidang pemberantasan korupsi.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya

kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya.54

3. Teknik pengumpulan data

53

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Huk um Normatif,(Jakarta: Rajawali Press, 2006) hlm. 13-14.

54

(30)

Data primer dan data sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian

kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. Penelitian

kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam

skripsi ini. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library

research), atau biasa dikenal dengan sebutan studi kepustakaan, walaupun penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber

kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun internet.

4. Analisis Data

Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka

biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya.55 Metode analisis

data yang dilakukan penulis adalah analisa kualitatif, yaitu dengan:

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan

dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di

atas agar sesuai dengan masing- masing permasalahan yang dibahas.

c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan

dari permasalahan.

d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif,

yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

55

(31)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibuat secara sistematis agar memudahkan dalam

memahami pemaparan masalah yang terkandung dalam skripsi ini. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang sangat berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi yang terdiri atas lima

bab ini di antaranya sebagai berikut :

Bab I : Bab ini berisikan pendahuluan yang memberikan gambaran umum

dan menyeluruh tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan

skripsi, diantaranya: latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang mana

menguraikan tentang pengertian tindak pidana dan unsur-unsur tindak pidana, pengertian putusan hakim dan bentuk-bentuk putusan dalam perkara pidana.

Dalam bab ini terdapat pula penjelasan metode penelitian yang dipergunakan

kemudian diakhiri dengan penjabaran dari sistematika penulisan.

Bab II : Bab ini membahas mengenai ketentuan pidana yang mengatur

tentang penyalahgunaan dana hibah bantuan sosial ditinjau dari Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Bab ini terdiri dari dua sub bab, yaitu sub bab pertama tentang perkembangan pengaturan tindak

pidana korupsi di Indonesia dan sub bab kedua berisi tentang perbuatan penyalahgunaan dana hibah bantuan sosial yang kemudian dijabarkan kembali

dalam dua sub bahasan, yaitu yang pertama tentang procedural penggunaan dana

(32)

tentang penyalahgunaan dana hibah bantuan sosial sebagai tindak pidana korupsi

menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Bab III: Bab ini memberikan pemaparan tentang dasar pertimbangan halim

dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa dalam kasus

penyalahgunaan dana hibah batuan sosial yang dipelajari dari Putusan Pengadilan Tipikor Banda Aceh No.55/Pid.Sus-TPK/2014/PN.BNA. Dalam bab ini terdapat

dua sub bab, yaitu posisi kasus dan analisa kasus. Dalam posisi kasus nantinya

akan dijabarkan kembali lima bahasan sub bab, yaitu kronologi kasus, dakwaan, fakta-fakta hukum, pertimbangan hakim dan putusan hakim.

Bab IV : Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan atas pembahasan dari bab dua dan bab tiga sebelumnya serta memuat

pula saran-saran yang mungkin berguna bagi perkembangan pengaturan hukum

Referensi

Dokumen terkait

Apabila pemenang lelang urutan pertama yang telah ditetapkan sebagai Penyedia mengundurkan diri dan atau tidak bersedia, maka yang akan ditetapkan sebagai Penyedia

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hasil tentang penerapan metode Balanced Scorecard dalam pengukuran kinerja Kusuma Sahid Prince Hotel Surakarta pada tahun

[r]

Pengembangan prototipe modul sempoa operasi hitung penjumlahan dan pengurangan untuk melatih karakter teliti dapat digunakan siswa kelas I sekolah dasar sebagai

Tugas akhir ini disusun bukan hanya semata- mata untuk memenuhi syarat untuk mendapatkan derajat strata-1 Fakultas Hukum di Universitas Islam Indonesia, namun

Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan

Peubah yang diamati meliputi karakteristik komponen hasil (panjang dan lebar daun; jumlah dan panjang cabang poduksi; jumlah malai dan bobot buah/ malai; tinggi