• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN SDR.A DENGAN CLOSE FRAKTUR MANUS (D)

INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT KRISTEN MOJOWARNO JOMBANG

OLEH:

JONATHAN CHRISTOFER RIWU RATU 2012.01.013

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WILLIAM BOOTH

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan penyertaan-Nya kami selaku kelompok dapat menyelesaikan tugas

Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Klien Sdr. A dengan Close Fraktur Manus (D) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kristen MojowarnoJombang”.

Tugas ini disusun sebagai salah satu persyaratan tugas Lab. Klinik

Keperawatn Gawat Darurat. Dalam penyusunan tugas ini, penulis mendapatkan

banyak pengarahan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Pandeirot M. Nancye, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.J selaku Ketua STIKES

William Booth Surabaya,

2. Hendro Djoko Tjahjono, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Kepala Prodi S1

Keperawatan STIKES William Booth Surabaya dan juga sebagai

pembimbing dalam proses pembuatan tugas Asuhan Keperawatan Gawat

Darurat.

3. Pramasti Ratri, Amd.,Kep. selaku Kepala Ruangan Instalasi Gawat Darurat di

Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang.

4. Para Perawat dan Petugas kesehatan lain di Rumah Sakit Kristen Mojowarno

Jombang yang telah banyak membantu dalam membimbing penulis dalam

melaksanakan praktik klinik.

Dalam menyelesaikan tugas ini, penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak. Terima kasih banyak, Tuhan Memberkati.

Surabaya, 12 Februari 2016

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB 1–PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan... 3

BAB 2–TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi Fraktur... 4

2.2 Klasifikasi... 4

2.3 Etiologi... 6

2.4 Patofisiologi... 6

2.5 Manifestasi Klinis... 7

2.6 Pemeriksaan Penunjang... 7

2.7 Komplikasi... 7

2.8 Penatalaksanaan Medis... 8

2.9 Asuhan Keperawatan secara Teori... 9

BAB 3–TINJAUAN KASUS 3.1 Tinjauan Kasus... 16

3.2 Diagnosa Keperawatan... 22

3.3 Intervensi Keperawatan... 23

3.4 Implementasi Keperawatan... 25

(4)

BAB 4–PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan... 28

(5)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan kehidupan di masyarakat telah banyak mengalami perubahan,

salah satunya pada bidang transportasi. Banyak perusahaan transportasi

yang menawarkan produk-produk kendaraan bermotor kepada masyarakat.

Di Indonesia, dimana penduduk golongan menengah kebawah berjumlah

lebih banyak dibanding penduduk golongan ekonomi menengah

keatas, lebih memilih atau menyukai kendaraan pribadi jenis sepeda motor.

Hal ini membuat jumlah kendaraan bermotor yang melintas di jalan kian

banyak. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor ini menurut data kepolisian

juga berdampak pada banyaknya kasus kecelakaan yang terjadi. Kecelakaan

merupakan pembunuh nomor 3 di Indonesia (Dephub, 2010). Selain

kematian, kecelakaan dapat menimbulkan dampak lain yaitu fraktur yang

dapat menjadi kecacatan apabila tidak ditangani secara tepat dan cepat.

Ropyanto (2011) menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas

menewaskan hampir 1,3 juta jiwa di seluruh dunia, atau 3000 kematian

setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya

(Depkes, 2007 dan WHO, 2011). Kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3

juta setiap tahunnya dengna jumlah penduduk 238 juta jiwa, merupakan

terbesar di Asia Tenggara. Fraktur ekstremitas bawah memiliki frekuensi

sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan. Hasil tim survei Depkes RI (2007)

didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian, 45% mengalami

cacat fisik, dan 15% mengalami stres psikologis bahkan depresi, serta 10%

mengalami kesemmbuhan dengan baik. Data yang penulis dapatkan watu

praktik lab klinik di unit gawat darurat Rumah Sakit Kristen Mojowarno

Jombang pada tanggal 9 Maret sampai 22 Maret 2015 menunjukkan bahwa

dari 512 klien yang datang ke UGD, sebanyak 8 klien datang dengan kasus

fraktur, dimana kasus CF (close fracture) menempati urutan pertama, yaitu

sebanyak 5 kasus (CF Klavikula 3 orang, CF Radius 1/3 Distal Sinistra 1

(6)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang

biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur

tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh yang

ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai

stres yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi (Smeltzer, 2001). Tulang

bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang

dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang

mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi

fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,

dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Peran perawat dalam melakukan tindakan keperawatan pada

kasus fraktur adalah melalui tindakan keperawatan yang telah direncanakan

secara cepat dan tepat mengingat kasus fraktur dapat menjadi berat dan

berujung pada perdarahan apabila tidak segera ditangani. Kolaborasi dengan

tenaga kesehatan lain baik dalam tindakan pemberian obat-obatan untuk

mengatasi masalah sekunder yang muncul akibat fraktur, dan juga

perencanaan untuk proses rehabilitasi dapat dilakukan, agar perawatan yang

diberikan dapat berjalan dengan komprehensif dan maksimal demi

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah adalah

sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimana karakteristik klien dengna diagnosaClose Fracture

Manus (D) di Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang?

1.2.2 Apa saja diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan

Close FractureManus (D) ?

1.2.3 Apa saja intervensi yang dapat dilakukan pada klien denganClose

FractureManus (D) ?

1.2.4 Bagaimana pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan

Close FractureManus (D) ?

1.2.5 Bagaimana evaluasi yang dapat dilakukan setelah melakukan

tindakan keperawatan ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan adalah sebagai

berikut.

1.3.1 Mampu mengetahui karakteristik klien dengan diagnosa Close

FractureManus (D).

1.3.2 Mampu mendiagnosa klien denganClose FractureManus (D).

1.3.3 Mampu mengintervensi klien dengan diagnosa Close Fracture

Manus (D).

1.3.4 Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan

diagnosaClose FractureManus (D).

1.3.5 Selaku mahasiswa mampu mengetahui cara mendiagnosa dan

intervensi apa saja yang dapat dilakukan untuk menangani klien

(8)

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya

disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon,

kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang

lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan

pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan

kontraksi otot ekstrim (Brunner & Sudarth, 2002). Fraktur atau patah tulang

adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

2.2 Klasifikasi

2.2.1 Berdasarkan tempat

Fraktur Humerus, Tibia, Klavikula, Ulna, Radius, dst.

2.2.2 Berdasarkan komplit dah ketidak komplitan fraktur

a. Fraktur komplit, yaitu garis patah melalui seluruh penampang tulang

atau melalui kedua korteks tulang.

b. Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh garis

penampang tulang.

2.2.3 Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah

a. Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

b. Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

c. Fraktur multipel, garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang

yang sama.

2.2.4 Berdasarkan posisi fragmen

a. FrakturUndisplaced(tidak bergeser), garis patah lengkap tetapi kedua

(9)

b. Frakturdisplaced(bergeser), terjadi pergeseran fragmen tulang.

2.2.5 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan duni aluar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit

masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi

tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,

yaitu:

1) Tingkat 0, fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan

lunak,

2) Tingkat 1, fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan,

3) Tingkat 2, fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan

lunak bagian dalam dan pembengkakan, dan

4) Tingkat 3, cedera berat dengna kerusakan jaringan lunak yang

nyata dan ancaman sindroma kompartemen.

b. Fraktur terbuka (open/compound fracture), bila terdapat hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan

kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu:

1) Grade I, luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm,

2) Grade II, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan luak yang

ekstensi, dan

3) Grade III, sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan

jaringan lunak ekstensif.

2.2.6 Berdasarkan posisi Fraktur

a. fraktur 1/3 proksimal

b. fraktur 1/3 medial

c. fraktur 1/3 distal

2.2.7 Fraktur Kelelahan

Fraktur yang terjadi akibat tekanan yang berulang-ulang.

2.2.8 Fraktur Patologis

(10)

2.3 Etiologi

2.3.1 Trauma langsung/direct trauma

Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat diman bagian tersebut mendapat

ruda paksa (misalnya benturan dan pukulan yang mengkaibatkan patah

tulang).

2.3.2 Trauma tidak langsung/indirect trauma

Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat

terjadi fraktur pada pergelangan tangan.

2.3.3 Trauma ringan

Terjadi bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang

mendasari yang biasanya disebut dengan fraktur patologis.

2.3.4 Kekerasan akibat tarikan otot

Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan, dan penarikan.

2.4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekatan dan gaya begas

untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari

yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang

mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi

fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,

dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematom di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke

bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini

menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,

eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah

yang merupakan dasar dari penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor

yang mempengaruhi fraktur dibagi menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik;

tekanan dari luar yanga bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap

besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur, dan faktor

intrinsik; kapasitas absorbsi, tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan

(11)

2.5 Manifestasi Klinis

2.5.1 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.

2.5.2 Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan

tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas yang bisa diketahui dengan

membandingkannya dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada

integritasnya tulang tempat melekatnya otot.

2.5.3 Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontrasksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Framgmen

sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5–5 cm.

2.5.4 Saat ekstremitas diperiksa secara palpasi, teraba adanya krepitasi yang

terjadi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

2.5.5 Pembengkakkan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan perdarahan yang mengikut fraktur. Tanda ini dapat

terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 X-ray, untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.

2.6.2 Bone scans, Tomogram atau MRI scans.

2.6.3 Arteriogram, dlakukan bila ada kerusakan vaskuler.

2.6.4 CCT, apabila diduga terjadi kerusakan otot.

2.6.5 Pemeriksaan darah lengkap.

2.7 Komplikasi

2.7.1 Komplikasi awal, seperti kerusakan arteri, sindrom kompartemen, emboli

lemak, infeksi, avaskuler nekrosis,shock, dan osteomyelitis.

2.7.2 Komplikasi dalam waktu lama, sepertidelayed union, non-union, dan

(12)

2.8 Penatalaksanaan Medis

Terdapat empat tujuan utama dalam penatalaksanaan medis pada kasus

fraktur, yaitu:

2.8.1 Menghilangkan rasa nyeri

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun

karena adanya luka di sekitar jaringan tulang yang patah. Untuk

mengaurangi nyeri tersebut, dapat diberika obat penghilang rasa nyeri dan

dengan teknik imobilisasi, yang dapat dicapai dengan cara pemsangan gips

atau bidai.

2.8.2 Menghasilkan dan Mempertahankan Posisi yang Ideal dari Fraktur

Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang

lama. Untuk itu diperlukan lagi teknik yang lebih baik seperti pemasangan

traksi kontinyu, fiksasi internal, atau fiksasi eksternal tergantung dari dari

jenis frakturnya sendiri.

2.8.3 Penyatuan Tulang Kembali

Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu

dan akan menyatu dengan sempurna daam waktu 6 bulan. Namun

terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga

dibutuhkangrafttulang.

2.8.4 Mengembalikan Fungsi Seperti Semula

Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan

kakunya sendiri. Maka dari itu, diperlukan upaya mobilisasi secepat

mungkin dengan menggunakan alat bantu mobilisasi seperti walker, cruck,

(13)

2.9 Asuhan Keperawatan secara Teori 2.9.1 Pengkajian

Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri

tersebut bisa akut atau kronik tergantung lamanya serangan.

Riwayat penyakit

a. Riwayat penyakit sekarang

Dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya

membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Bisa

berupa kronologi terjadinya penyakit sehingga bisa ditentukan

kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.

b. Riwayat penyakit dahulu

Dilakukan untuk menentukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit tertentu seperti Paget’s atau Ca tulang yang menyebabkan

fraktur patologis yang sering sulit untuk disambung. Selain itu

penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya

osteomyelitis akut maupun kroni dan menghambat proses

penyembuhan tulang.

c. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti

diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,

dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

Pemeriksaan Fisik (Review of Systems)

a. B1–Breath (Pernafasan)

MEmperhatikan pola nafas klien. Pola nafas yang cepat dan ireguler

mengindikasikan klien merasakan nyeri pada angota bagian tubuhnya.

(14)

Memperhatikan irama dan frekuensi denyut jantung, reguler/ireguler.

Perabaan denyut nadi perifer untuk mengindikasikan kemungkinan

adanya perdarahan didalam dekat jaringan yang mengalami fraktur,

sehingga nadi teraba cepat namun lemah.

c. B3–Brain (Perkemihan)

Tingkat kesadaran klien dapat dikaji lewat pertanyaan-pertanyaan

seperti nama dan alamat klien, dan menentukan nilai GCS klien.

d. B4–Bladder (Perkemihan)

Memeriksan jumlah, warna, dan karaktersitik urine. Ada atau tidaknya

distensi kandung kemih.

e. B5–Bowel (Pencernaan)

Penilaian apda rongga mulut, ada tidaknya lesi pada mulut atau

perubahan pada lidah menunjukkan adanya dehidrasi. Ada atau

tidaknya bising usus. Ada atau tidaknya distensi abdomen.

f. B6–Bone (Muskuloskeletal)

Perhatikan warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit. Kebiruan

menunjukkan sianosis, kemerahan menunjukkan adanya infeksi atau

perdarahan. Warna kulit pucat menandakan klien memiliki kadar

Hemoglobin (Hb) yang rendah. Mengkaji rentang gerak dan kekuatan

ekstremitas klien, dan juga melihat integritas atau keutuhan kulit

klien.

2.9.2 Diagnosa Keperawatan

a. Resiko trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur).

b. Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, trauma

pada jaringan lunak, stres, dan cemas.

c. Resiko terjadi disfungsi neuromuskular periferal b/d trauma jaringan,

edema, adanya trombus, hipovolemia dan terhambatnya aliran darah.

d. Resiko terjadi gangguan pertukaran gas b/d gangguan peredaran

darah/ emboli lemak dan perubahan membran alveolar.

e. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskular, nyeri,

(15)

f. Resiko terjadi gangguan integritas kulit/ jaringan yang berhubungan

dengan adanya fraktur, pemasangan gips/ traksi dan gangguan

sirkulasi.

g. Resiko terjadi infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer (rusak

kulit/ jaringan, prosedur invasif, traksi tulang).

2.9.3 Perencanaan Keperawatan

a. Resiko terjadi trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur)

Hasil yang diharapkan:

1) Mempertahankan stabilisasi danalignmentfraktur,

2) Mendemonstrasikan mekanika tubuh untuk mempertahankan

stabilitas posisi tubuh, dan

3) Menunjukkan pertumbuhan valus yang baru pada bagan fraktur.

Rencana Tindakan:

1) Anjurkan bed-rest dengan memberikan penyangga saat mencoba

menggerakkan bagian yang fraktur. R/ Meningkatkan kemampuan, mereduksi kemungkinan pengobatan.

2) Letakkan klien pada tempat tidur ortopedis. R/ Kelembutan dan kelenturan alas dapat mempengaruhi bentuk gips yang basah.

3) Beri penyangga pada fraktur dengan bantal, pertahankan posisi

netral dengan menahan bagian yang fraktur dengan bantalan pasir,

bidai, trochanter-roll, dan papan kaki. R/ Mencegah penakanan sehingga menghindari deformitas pada gips.

4) Evaluasi pergerakan bidai untuk menghindari edema. R/ Bidai digunakan untuk memberikan imobilisasi ada fraktur dan untuk

mencegah terjadinya bengkak pada jaringan. Edema akan hilang

dengan pemberian bidai.

5) Pertahankan posisi dan integritas dari traksi. R/ Tarikan pada traksi dilakukan pada tulang panjang yang fraktur dan kemudian

(16)

6) Follow-up pemeriksaan X-ray. R/ Mengetahui proses tumbuhnya calus untuk menentukan tingkat aktivitas dan memerlukan

perubahan atau tambahan terapi.

7) Pertahankan fisioterapi jika perlu. R/ Membantu menguatkan pertumbuhan tulang dalam penyembuhan.

b. Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema,

traksi/imobilisasi karena penggunaan alat, stres dan kecemasan.

Hasil yang diharapkan:

1) Klien mengerti penyebab nyeri,

2) Klien mampu mengontrol nyeri, dan

3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

Rencana tindakan:

1) Lakukan imobilisasi (bed-rest, gips, bidai dan traksi). R/ Mengurangi nyeri dan mencegah perubahan posisi tulang serta

luka pada jaringan.

2) Tinggikan dan sangga daerah luka. R/ Meningkatkan aliran vena, mengurangi edema dan mengurangi nyeri.

3) Tinggikan bagian depan tempat tidur. R/ Memberikan rasa nyaman.

4) Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam.

R/Meningkatkan kemampuan mengurangi rasa nyeri.

5) Lakukan latihan range of motion. R/ Mempertahankan kemampuan otot dan menghindari pembengkakan pada jaringan

yanag luka.

6) Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai terapi. R/ Meningkatkan relaksasi otot dan menekan rangsangan nyeri.

7) Evaluasi rasa nyeri, lokasi, dan karakteristik, termasuk intensitas.

Perhatikan juga rasa nyeri non-verbal (tanda vital, emosi,

(17)

c. Resiko terjadi gangguan integritas kulit/jaringan b/d compound

fracture, pemasangan traksi, gangguan sensasi, sirkulasi dan

imobilisasi fisik.

Hasil yang diharapkan:

Rencana tindakan:

1) Periksa kulit sekitar luka, kemerahan, perdarahan, perubahan

warna kulit. R/ Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang mungkin disebabkan oleh

penggunaakn traksi dan terbentuknya edema.

2) Masase kulit dan tempat yang menonjol, menjaga alat tenun tetap

kering, memberikan alas yang lembut pada siku dan tumit. R/ Mengurangi penekanan pada daerah yang beresiko lecet dan rusak.

3) Ubah posisi selang-seling sesuai indikasi. R/ Mengurangi penekanan yang terus menerus pada posisi tertentu.

4) Kaji posisi splint ring traksi. R/ salah posisi akan menyebabkan kerusakan kulit.

5) Pakai bed-matras/ air-matras. R/ Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh, dan untuk anggota tubuh yang kurang gerak efektif

untuk mencegah penurunan sirkulasi.

2.9.4 Implementasi Keperawatan

Merupakan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang telah

ditentukan agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. Pelaksanaan

tindakan keperawatan dapat dilaksanakan sebagian oleh klien, perawat

secara mandiri, atau bekerjasama dengan tim kesehatan lain. Dalam hal ini

perawat adalah sebagai perencana dan pelaksana asuhan keperawatan yaitu

memberikan pelayanan perawatan dengan menggunakan proses

(18)

2.9.5 Evaluasi Keperawatan

Merupakan tahap akhir proses keperawatan yang merupakan aktivitas

berkesinambungan dari tahap awal (pengkajian) sampai tahap akhir

(evaluasi) dan melibatkan klien/ keluarga. Evaluasi bertujuan untuk

menilai efektivitas rencana dan strategi asuhan keperawatan. Ada tiga

alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu:

a. Masalah teratasi, apabila klien menunjukkan perubahan perilaku dan

perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan

yang ditetapkan.

b. Masalah sebagian teratasi, apabila klien menunjukkan perubahan dan

perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan.

c. Masalah belum teratasi, jika klien sama sekali tidak menunjukkan

perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul

(19)
(20)

BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Klien

Nama Klien : Sdr. A Jenis Kelamin : Laki-laki

No. RM : 020868 Pekerjaan : Swasta

Alamat : Mojokerto Agama : Islam

Umur : 24 tahun Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia

Dx. Medis :Close FractureManus (D)

3.1.2 Alasan MRS

Klien mengatakan mengalami KLL (Kecelakaan Lalu Lintas) Sepeda

Motor dengan Truk 1 jam sebelumnya (jam 09.00 WIB). Klien

dibawa ke UGD RSK Mojowarno oleh warga setempat. Klien

mengatakan sebelumnya ia hendak ke kota M, lalu tiba-tiba tertabrak

Truk. Didapatkan hasil TTV: Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 84

x/menit, Suhu 36,5OC, RR 24x/menit, dan GCS e3 v5 m6 (total 14).

Pada hasil pemeriksaan fisik ditemukan luka robekan di pelipis kiri ±

3 cm dan pada jari kelingking tangan kanan ± 4 cm dengan

kedalaman ± 0,5 cm. Terdapat perdarahan pada luka robekan.

terdapat bengkak berwarna merah kebiruan pada kulit sekitar luka.

Klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala dan lengan

dengan VAS 4 (skala 1–10).

3.1.3 TTV

Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 84 x/menit

Suhu : 36,5oC RR : 24 x/menit

BB : 60 Kg TB : 174 cm

(21)

3.1.4 Pengkajian Gawat Darurat

Klien dipasang O2 nasal volume 2 Nyeri dada Auskultasi suara

nafas, catat

Pola nafas normal dan

(22)

Sesak nafas

-S1 dan S2 tunggal

(23)

Circulation (Sirkulasi)

Gangguan sirkulasi

nadi Karotis palpasi nadi karotis,

(24)

keseluruh

Spasme otot Kaji adanya

(25)

Integumen Gangguan

Waktu Nama Obat Dosis dan Cara Pemberian

3.1.6 Hasil Foto Rontgen

Jenis Pemeriksaan Hasil

Skull COR

(26)

3.1.7 Analisa Data

Data Etiologi Masalah

Ds:

- Klien mengatakan sebelumnya ia hendak ke kota M, lalu tiba-tiba tertabrak Truk. - Klien mengatakan

merasa nyeri pada bagian kepala depan dan lengan kanan.

Do:

- Terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking tangan kanan ± 4 cm dengan dalam ± 0,5 cm. - VAS nyeri 4 ke sistem saraf pusat

Respon Nyeri

Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang

ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan

dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari

kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1

(27)

3.3 Intervensi Keperawatan

Tanggal : 14 Maret 2015

Diagnosa Keperawatan :

Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang

ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan

dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari

kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1

–10). merupakan respon subjektif yg dapat dikaji dengan menggunakan skala.

2. Berikan klien posisi semifowler. R/ Posisi dengan kepala lebih tinggi dapat memperlambat aliran darah dan cairan ke kepala sehingga dapat mempertahankan tekanan intrakranial dalam abtas normal sehingga mencegah nyeri bertambah kuat.

3. Ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam. R/ Memfokuskan perhatian klein pada kontrol nafas sehingga dapat mengurangi fokus perhatian pada nyeri sehingga dapat dirasa berkurang.

4. Observasi ROM (Range of Movement) klien, minta klien menggerakkan anggota gerak/ekstremitasnya yang tidak terdapat kecurigaan fraktur semaksimal mungkin mulai dari daerah distal ke proksimal (jari-jari kemudian ke lengan), tanyakan apabila klien merasa sudah maksimal/ merasa nyeri. R/ ROM menentukan lokasi dan batasan gerak klien serta nyeri yang dirasakan

(28)

6. Lakukan pembidaian sementara pada bagian ekstremitas yang tampak mengalami deformitas, memar curiga CF dan nyeri apabila dilakukan perabaan/palpasi. R/ Pembidaian meminimalkan pergerakan pada daerah ekstremitas tersebut sehingga meminimalkan rasa nyeri yang muncul.

7. Lakukan tindakan hacthing pada jaringan kulit yang robek. R/ Meminimalkan resiko bertambah lebarnya robeka kulit akibat pergerakan sehingga meminimalkan respon nyeri.

(29)

3.4 Implementasi Keperawatan

Tanggal : 14 Maret 2015

Diagnosa Keperawatan :

Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang

ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan

dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari

kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1

–10).

Waktu Tindakan dan Respon Klien Ttd.

10.00

Klien dipindahkan dari mobil pick-up ke brankart pasien. R/ Pemindahan klien ke brankar dibantu pengantar.

Memberikan Inform Consent kepada keluarga klien/ pengantar untuk ditanda tangani mengenai persetujuan tindakan yang dilakukan terhadap klien. R/ Sebagai pernyataan tertulis persetujuan keluarga/ pengantar klien terhadap tindakan yang akan dilakukan terhadap klien.

Melepas pakaian klien secara keseluruhan untuk memudahkan dalam melakukan pemeriksaan fisik terhadap luka, memar, jejas, dan deformitas. R/ Klien diam saja dan tampak meringis kesakitan, namun pakaian berhasil dibuka seluruhnya dan diganti dengan pakaian dan selimut pasien untuk menutupi tubuh klien.

Menanyakan nama dan alamat klien dengan nada agak keras, serta meminta klien untuk melihat bagaimana kesadaran dan GCS klien. R/ Klien berespon dengan menyebut nama dan alamat dengan pelan, dan mencoba mengangkat tangan kiri. GCS 14 (E3-V5-M6) kesadaran compos mentis.

Membersihkan tubuh klien dengan kompres/ membasuh luka sekitar dari darah dan kotoran/ debu. R/ Klien kooperatif dan tampak meringis kesakitan saat dibersihkan.

Melakukan teknik hacthing pada bagian pelipis kiri dan jari kelingking kanan klien diawali dengan pemberian injeksi lidocain 2 mg untuk anestesi lokal

(30)

10.05

daerah yang akan dilakukan hacthing. R/ Klien kooperatif saat dilakukanhatching. perdarahan 5 cc.

Melakukan pemasangan infus dengan cairan D5 ½ NS dan pemasangan O2 nasal 3lpm untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis klien serta penggantian cairan tubuh yang keluar lewat perdarahan.

Melakukan pemasangan DK (Douwer Kateter/ Foley Kateter) ukuran 16 fr untuk memfasilitasi klien dalam eliminasi urine karena klien tirah baring dan tidak dianjurkan bergerak untuk meminimalkan nyeri. R/ Klien kooperatif.

Menganjurkan klien untuk jangan terlalu banyak bergerak dengan tujuan meminimalkan nyeri. R/Klien menyetujui dengan menjawab “ya” dengan pelan.

Mengobservasi TTV klien. R/ Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 84 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu: 36oC.

Memasukkan obat ranitidin dan ketorolac 10 mg per i.v. catheter (bolus). R/ Klien muntah bercampur isi lambung, air, dan darah, cairan berwarna merah ±400 cc ditampung di wadah.

Memasukkan obat Tetagam 250 iu (1 ml) per i.m. R/ Klien kooperatif dan tidak tampak gelisah.

Memasukkan obat injeksi antibiotik Ceftriaxone 2 gr (10 ml) per i.v. bolus sebagai antibiotik profilaksis karena tubuh klien terdapat luka robek, untuk meminimalkan terjadinya infeksi.R/Klien kooperatif. Klien dibawa ke ruang rontgen untuk foto skull dan manus (D). R/ Hasil foto skull: COR, foto manus (D) AP-Lateral: Susp. CF Manus (D).

Klien dilakukan pembidaian pada bagian telapak tangan kanan hingga jari keseluruhan untuk meminimalkan pergerakan dan nyeri. R/ Klien maun dan kooperatif saat dilakukan tindakan.

(31)

3.5 Evaluasi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Waktu Evaluasi Gangguan rasa nyaman:

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1–10).

13.00 S :

- Klien mengatakan nyeri yang dirasakan telah berkurang. O :

- Klien tampak tenang namun sesekali meringis kesakitan dengan VAS 2 (skala 1-10).

- Hasil pengukuran TTV: Suhu 36OC, Nadi: 84x/menit, Tekanan darah: 130/80 mmHg, dan RR 20x/menit.

- Klien tidak gelisah dan tampak tenang.

(32)

BAB 4 PEMBAHASAN

Pada penjabaran karakteristik yang biasa ditemukan pada kasus klien

dengan fraktur adalah rasa nyeri. Pada teori, data-data yang ditemukan berupa

peningkatan frekuensi dan pola napas dengan irama yang ireguler, yang

menandakan adanya rasa nyeri yang dirasakan klien. Ada atau tidaknya

perdarahan dalam jaringan tulang yang mengalami fraktur dapat diketahui lewat

perabaan nadi yang teraba cepat namun lemah. Memperhatikan kondisi kulit serta

rentang gerak klien dilakukan untuk mengkaji kodisi sirkuler klien; dan kekuatan

ekstremitas klien pasca fraktur. Pada kasus nyata, data-data yang ditemukan pada

klien Sdr. A adalah seagai berikut. Nilai hasil pemeriksaan TTV awal: Tekanan

Darah 130/80 mmHg, Nadi 84 x/m, Suhu 36,5oC, dan RR 24 x/m, GCS: e 3 v 5 m

6 dengan total 14. Terdapat kemerahan pada daerah kulit sekitar mata dan pipi

kanan. Terdapat luka robekan pada pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking

kanan ± 4 cm dengan dalam ±0,5 cm. Terdapat perdarahan minimal pada daerah

robekan luka, dan kondisi klien tampak lemah. Klien mengungkapkan merasa

nyeri pada bagian kepala dan lengan kanan dengan nilai VAS 4 (Skala 1 – 10).

Dari karakteristik data yang didapat pada pengkajian kasus nyata terhadap teori,

terdapat kesenjangan berupa hasil pemeriksaan TTV, dimana pada kasus nyata

TTV yang didapat pada keempat aspek tampak dalam batas normal. Hal ini

menurut penulis diakibatkan oleh kondisi klien yang kondisi perdarahannya

minimal, hanya terlokalisir pada daerah robekan luka di daerah pelipis saja, dan

tampak darah yang keluar cepat berhenti (< 7 menit) sehingga kurang begitu

mempengaruhi volume darah dalam tubuh sehingga hasil pemeriksaan Tekanan

Darah didapatkan hasil yang normal. Nilai nadi yang normal pada klien

mendukung kondisi klien yang tampak tenang dan minim pergerakan, sebagai

toleransi terhadap intensitas nyeri yang dirasakan. Hal ini disebabkan karena

begitu klien datang, klien segera ditangani dengan cepat, salah satunya dengan

pemberian obat analgesik sehingga respon klien terhadap nyeri dapat diblokir dan

(33)

Diagnosa fokus yang diprioritaskan penulis dalam melakukan

perawatan kepada klien Sdr. A adalah diagnosa keperawatan Gangguan Rasa

Nyaman Nyeri, karena kasus fraktur; yang merupakan kejadian dimana

terputusnya kontinuitas jaringan, dimanifestasikan secara nyata lewat keluhan

nyeri, sehingga dalam perawatan atau tindakan yang dilakukan di ruang unit

gawat darurat Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang, manajemen terhadap

nyeri dan evaluasi skala nyeri menjadi penting untuk mengetahui bahwa fraktur

yang dialami klien tidak bergeser atau bertambah buruk, sehingga dapat dilakukan

tindakan lebih lanjut untuk mengkoreksi struktur anatomis tulang yang mengalami

fraktur.

Intervensi keperawatan yang terdapat pada teori yang berfokus pada

manajemen penanganan nyeri adalah tindakan edukatif seperti pengenalan tentang

penyebab nyeri, melakukan bedrest, mengatur posisi bed untuk meningkatkan

kenyamanan, teknik relaksasi, latihan ROM (Range of Movement), tindakan

kolaboratif berupa pemberian obat-obatan anti nyeri, serta evaluasi mengenai rasa

nyeri klien baik secara verbal maupun non verbal. Pada kasus nyata, intervensi

yang dibuat adalah mengkaji intensitas dan skala nyeri, memberikan posisi

semifowler, menganjurkan klien teknik relaksasi nafas dalam, observasi Range of

Movement, menganjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan X-ray/ Rontgen,

melakukan pembidaian sementara pada bagian ekstremitas yang tampak

mengalami deformitas dan nyeri apabila dilakukan perabaan, melakukan tindakan

Hacthing, dan kolaborasi untuk pemberian obat-obatan. Intervensi fokus

keperawatan yaitu mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam masih menjadi

pilihan karena masih dianggap cukup efektif dalam mengalihkan rasa nyeri akut

yang diderita klien. Intervensi pemberian posisi semifowler pada teori dan kasus

nyata tampak memiliki perbedaan yaitu alasan secara rasional, dimana pada teori

posisi semifowler lebih ditekankan pada pemberian rasa nyaman saja, namun pada

kasus nyata, intervensi yang diberikan bertujuan agar dapat memperlambat laju

aliran darah dan cairan ke otak, sehingga mencegah nyeri bertambah kuat,

mengingat perbedaan latar belakang penyebab dimana kasus nyata klien dengan

(34)

Terdapat beberapa intervensi yang tidak diimplementasikan pada

implementasi keperawatan yang dilakukan terhadap klien Sdr. A, yaitu pemberian

posisi semifowler, karena keterbatasan waktu dan alat, dimana pada saat itu, klien

menggunakan brankar yang tidak memiliki fungsi mengelevasi bagian kepala dan

bantal segitiga yang biasa dipergunakan untuk memberikan klien posisi

semifowler apabila menggunakan brankar, sedang dipergunakan oleh klien lain di

ruangan itu. Implementasi pada klien dilakukan dengan cepat namun tetap

memperhatikan ketepatan dalam melakukan tindakan, dan tindakan yang

difokuskan adalah tindakan yangbertujuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar

dahulu, yaitu pemasangan infus, selang O2nasal dengan volume 3 liter/menit, dan

pemasangan DK (Douer Kateter) untuk memfasilitasi klien dalam Buang air kecil.

Untuk implementasi yang berfokus pada manajemen nyeri adalah imobolisasi

sementara sampai diketahui bagian mana yang mengalami fraktur lewat

pemeriksaan rontgen, dan setelah itu melakukan pembidaian dengan tujuan untuk

lebih meminimalkan pergerakan terhadap bagian yang mengalami deformitas.

Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada klien Sdr. A adalah bahwa

masalah gangguan rasa nyaman nyeri klien telah teratasi, dimana seluruh kriteria

hasil yang ditetapkan lewat intervensi sebelumnya telah terpenuhi seperti

ungkapan klien mengenai rasa nyeri yang dirasakan telah berkurang, data objektif

berupa pengamatan bahwa klien tampak tenang dengan VAS 2 (skala 1 – 10),

hasil pengukuran keempat aspek TTTV dalam batas normal, klien tidak gelisah

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Jakarta: EGC.

Doengoes, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta: EGC.

IAI. 2012. ISO: Informasi Spesialite Obat Indonesia. Vol.47 – 2012 s/d 2013 ISSN 0854-4492. Jakarta: Isfi Penerbitan.

Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.4. Jakarta: Media Aesculapicus.

Smeltzer, C. Suzanne. 2001.Keperawatan Medikal Bedah.Ed.8. Jakarta: EGC.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut I Nyoman Sumaryadi, (2010: 46), mengemukakan bahwa Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam

KODE URAIAN ANGGARAN ( Rp ) SUMBERDANA 1 2 3 4 REKENING 5 PENDAPATAN

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik

Faktor sosioekonomi ini juga merupakan penyebab dari peningkatan prevalensi Kebutaan akibat Trauma mata oleh karena rendahnya penghasilan masyarakat setempat yang pada

Disamping itu, mengingat uji coba produk media yang dilakukan secara terbatas maka perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih luas sehingga produk media

Kripik Kulit Singkong dengan aneka rasa yang kaya akan insoluble fiber (serat yang tidak larut dalam air) yang bermanfaat untuk memperlancar proses buang air besar, sehingga

Rumput Laut dalam pengembangannya mempunyai prospek yang cukup baik, di samping potensi sumberdaya yang cukup besar, dengan beberapa faktor pendukung

terhadap Profitabilitas pada bank pemerintah ?.. g) Apakah rasio PDN berpengaruh positif atau negatif yang signifikan. terhadap Profitabilitas pada bank