• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas IV Semester II SD N Kebowan 02 Kec.Suruh Kab. Semarang Tahun Pelaj

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas IV Semester II SD N Kebowan 02 Kec.Suruh Kab. Semarang Tahun Pelaj"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Matematika

Menurut Ruseffendi (Heruman, 2007:1) definisi Matematika adalah ilmu logika tentang bentuk susunan besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya, matematika dapat dibagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika untuk membantu masalah sosial, ekonomi dan alam. Sedangkan menurut Johnson dan Mylebust (Mulyono, 2003:252), “matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir”. Kline (Mulyono, 2003:252) mengemukakan, bahwa “matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif”.

Sejalan dengan tiga pendapat tersebut, Sujono (Abdul Halim, 2009:19) mengartikan, “matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik, penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika, maka peneliti menyimpulkan bahwa matematika disamping sebagai ilmu yang terstruktur yang berisikan simbol-simbol atau hal-hal yang abstrak dan deduktif, besaran dan konsep-konsep tetapi juga matematika adalah bahasa simbolis sekaligus bahasa universal yang dapat membantu manusia berpikir, memahami, dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga merupakan sarana berpikir yang membantu manusia untuk berpikir logis, dan berpikir kritis dalam menghadapi suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.1 Pembelajaran Matematika

a. Pengertian Matematika Sekolah

(2)

Menurut Soedjadi (1995:1) Matematika sekolah adalah bagian unsur dari matematika yang dipilih antara lain dengan mempertimbangkan atau berorientasi pada pendidikan. Dengan demikian dapat dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa, serta digunakan sebagi salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir pada siswa.

Menurut Susilo Matematika bukanlah sekedar kumpulan angka, simbol, dan rumus yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata. Justru sebaliknya, matematika tumbuh dan berakar dari dunia nyata.

Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika bukanlah sekedar kumpulan angka, simbol, dan rumus yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata. Justru sebaliknya, matematika tumbuh dan berakar dari dunia nyata yangh dapat disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa serta sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir pada siswa.

b. Karakteristik Matematika

Agar dalam penyampaian matematika dapat mudah diterima dan dipahami oleh siswa, guru harus memahami tentang karakteristik matematika sekolah, Menurut Soedjadi (2000:13) matematika memiliki karakteristik :

1) Memiliki kajian abstrak 2) Bertumpu pada kesepakatan 3) Berpola pikir deduktif

4) Memiliki symbol yang kosong dari arti 5) Memperhatikan semesta pembicaraan 6) Konsisten dalam sistemnya

Menurut Depdikbud (1993:1) matematika memiliki ciri-ciri yaitu 1) Memiliki obyek yang abstrak

2) Memiliki pola pikir deduktif dan konsisten

3) Tidak dapat dipisahkan dari perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) 2.1.2 Tujuan Matematika

(3)

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.1.3. Ruang Lingkup Matematika

Sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI (2006:148), ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan; (2) geometri dan pengukuran; (3) pengolahan data. Ketiga aspek tersebut kemudian dijabarkan lagi menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar yang diterjemahkan dan diaplikasikan menjadi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Standar Kompetensi (SK) mengenai “Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun ruang datar”. Bangun ruang merupakan bangunmatematika yang memiliki isi atau volume dimana bangun ruang itu sendiri memiliki batas-batas yaitu bangun datar. Bangun ruang terdiri dari berbagai macam bentuk dan memiliki ciri-ciri tersendiri..

2.1.4. Pembelajaran Matematika di SD

(4)

Kegiatan pembelajaran matematika berorientasi pada upaya menerapkan cara berpikir matematik. Sejalan dengan itu, Dienes (Hudojo, 2003:83) menyimpulkan bahwa “belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya”.

Jadi pembelajaran matematika merupakan alat dan proses untuk membentuk pola pikir siswa dalam pemahaman suatu pengertian/konsep maupun penalaran suatu hubungan dari pengertian-pengertian itu. Selain itu, siswa dilatih untuk membuat terkaan, perkiraan, kecenderungan berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus. Melalui pembelajaran matematika diharapkan agar siswa memiliki kemampuan berpikir secara logis, rasional, kritis, cermat, efektif dan efisien.

Siswa SD umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.

Menurut usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, dan selanjutnya abstrak

2.2. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

Pembelajaran matematika realistik adalah padanan Realistic Mathematics Education

(RME), sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan Freudenthal di Belanda. Gravemeijer (1994: 82) mengungkapkan “Realistic mathematics education is rooted in Freudenthal’s interpretation of mathematics as an activity”. Ungkapan Gravemeijer di atas menunjukkan bahwa pembelajaran matematika realistik dikembangkan berdasar pandangan Freudenthal yang menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas.Lebih lanjut Gravemeijer (1994: 82) menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan.Menurut Freudenthal aktivitas-aktivitas itu disebut matematisasi.

(5)

essential part.Gravemeijer menjelaskan bahwa dengan memandang matematika sebagai suatu aktivitas maka belajar matematika berarti bekerja dengan matematika dan pemecahan masalah hidup sehari-hari merupakan bagian penting dalam pembelajaran.

Konsep lain dari pembelajaran matematika realistik dikemukakan Treffers (dalam Fauzan, 2002: 33 – 34) dalam pernyataan berikut ini

“The key idea of RME is that children should be given the opportunity to reinvent mathematics under the guidance of an adult (teacher). In addition, the formal mathematical knowledge can be developed from children’s informal knowledge”.

Dalam ungkapan di atas Treffers menjelaskan ide kunci dari pembelajaran matematika realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali matematika dengan bantuan orang dewasa (guru). Selain itu disebutkan pula bahwa pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan (ditemukan kembali) berdasar pengetahuan informal yang dimiliki siswa.

Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas menjelaskan suatu cara pandang terhadap pembelajaran matamatika yang ditempatkan sebagai suatu proses bagi siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan matematika berdasar pengetahuan informal yang dimilikinya. Dalam pandangan ini matematika disajikan bukan sebagai barang “jadi” yang dapat dipindahkan oleh guru ke dalam pikiran siswa.Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (dalam Panhuizen, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi yaitu matematisasi horisontal dan vertikal dengan penjelasan seperti berikut ini :

“Horizontal mathematization involves going from the world of life into the world of symbol, while vertical mathematization means moving within the world of symbol”. Pernyataan di atas menjelaskan bahwa matematisasi horisontal menyangkut proses transformasi masalah nyata/ sehari-hari ke dalam bentuk simbol. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri. Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Sedangkan contoh matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika.

(6)

pendekatan mekanistik, empiristik, strukturalistik dan realistik.Pengkategorian keempat pendekatan tersebut didasarkan pada penekanan atau keberadaan dua aspek matematisasi (horisontal atau vertikal) dalam masing-masing pendekatan.

2.2.1. Karakteristik Realistic Mathematics Education

Salah satu karakteristik mendasar dalam RME yang diperkenalkan oleh Frudenthal adalah guided reinvention sebagai suatu proses yang dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep matematika dengan bimbingan guru (Wijaya, 2012: 20).

Sejalan dengan pendapat Frudenthal, Gravemeijer (Tarigan, 2006: 4) mengemukakan empat tahap dalam proses guided reinvention, yaitu; (a) tahap situasional, (b) tahap referensial, (c) tahap umum, (d) tahap formal.

Namun, konsep guided reinvention dianggap masih terlalu global untuk menjadi karakteristik dari RME. Oleh sebab itu, perlu adanya karakteristik yang lebih khusus untuk membedakan antara RME dengan pendekatan lain. Dengan dasar itulah dirumuskan lima karakteristik RME sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika, yaitu:

a. Pembelajaran harus dimulai dari masalah yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka. Sebab pembelajaran yang langsung diawali dengan matematika formal cenderung menimbulkan kecemasan matematika (mathematics anxiety).

b. Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan abstraksi yang harus dipelajari siswa. Model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.

c. Siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan guru. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi penyelesaian masalah sehingga diharapkan akan diperoleh berbagai varian dari pemecahan masalah tersebut.

(7)

e. Hubungan diantara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah lain dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling terkait dalam menyelesaiakan masalah (Aisyah, 2007: 7.18 – 7.19). Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa RME memiliki karakteristik khusus yang membedakan RME dengan pendekatan lain. Ciri khusus ini yaitu adanya konteks permasalahan realistik yang menjadi titik awal pembelajaran matematika, serta penggunaan model untuk menjembatani dunia matematika yang abstrak menuju dunia nyata. 2.2.2 Langkah-Langkah Realistic Mathematic Education (RME)

Pembelajaran matematika realistik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang sejalan dengan pandangan Piaget. Pembelajaran matematika realistik yang dikembangkan dengan berlandaskan pada filsafat konstruktivis, untuk mewujudkan situasi dan kondisi belajar yang demikian maka dalam melaksanakan pembelajaran,guru perlu memperhatikan beberapa pandangan Piaget. Diantaranya adalah guru perlu mendorong siswa untuk berani mencoba berbagai kemungkinan cara untuk memahami dan menyelesaikan masalah. Dalam hal ini aktivitas membangun pengetahuan oleh siswa diwujudkan dengan memberikan masalah kontekstual.Masalah kontekstual tersebut dirancang sedemikian hingga memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya secara mandiri.

Meninjau karakteristik interaktif dalam pembelajaran matematika realistik di atas tampak perlu sebuah rancangan pembelajaran yang mampu membangun interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan lingkungannya.Dalam hal ini, Asikin (2001: 3) berpandangan perlunya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya melalui presentasi individu, kerja kelompok, diskusi kelompok, maupun diskusi kelas.Negosiasi dan evaluasi sesama siswa dan juga dengan guru adalah faktor belajar yang penting dalam pembelajaran konstruktif ini. Implikasi dari adanya aspek sosial yang cukup tinggi dalam aktivitas belajar siswa tersebut maka guru perlu menentukan metode mengajar yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan tersebut.Salah satu metode mengajar yang dapat memenuhi tujuan tersebut adalah memasukkan kegiatan diskusi dalam pembelajaran siswa.Aktivitas diskusi dipandang mampu mendorong dan melancarkan interaksi antara anggota kelas.

(8)

mempertimbangkan kondisi kelas yang ada. Karena pembelajaran dalam rangka penelitian ini dilaksanakan dalam sebuah kelas yang pada umumnya beranggotakan 15 sampai 20 siswa dengan penempatan siswa yang sulit untuk membentuk kelompok diskusi besar,maka interaksi antar siswa dimunculkan melalui diskusi kelompok kecil.

Setiap model, pendekatan, atau teknik pembelajaran memiliki prosedur pelaksanaan yang terstruktur sesuai dengan karakteristiknya.Begitupun dengan RME, berikut ini langkah-langkah penerapan RME dalam pembelajaranyang dikemukakan oleh Zulkardi (Aisyah, 2007:7.20), yaitu:

a. Hal yang dilakukan diawal adalah menyiapkan masalah realistik. Guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

b. Siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah realistik.

c. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.

d. Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.

e. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas, siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hal kerja penyaji. f. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi taggapan sambil

mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

g. Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.

Lain halnya dengan Wijaya (2012: 45) memaparkan proses matematisasi untuk menyelesaikan masalah realistik dalam penerapan RME sebagai berikut.

a. Diawali dengan masalah dunia nyata (Real World Problem).

b. Mengidentifikasi konsep matematika yang relevan dengan masalah, lalu mengorganisir masalah sesuai dengan konsep matematika.

c. Secara bertahap meninggalkan situasi dunianyata melalui proses perumusan asumsi, generalisasi, dan formalisasi. Proses ini bertujuan untuk menerjemahkan masalah dunia nyata ke dalam masalah matematika yang representatif.

(9)

e. Menerjemahkan kembali solusi matematis ke dalam solusi nyata, termasuk mengidentifikasi keterbatasan dari solusi.

Berdasarkan uraian pendapat di atas, diketahui bahwa penerapan RME diawali dengan pemunculan masalah realistik. Dilanjutkandengan proses penyelesaian masalah yang terjadi dalam duniamatematika dan diterjemahkan kembali ke dalam solusi nyata.Hasildari proses ini, kemudian dipublikasikan melalui diskusi kelas dan diakhiri dengan penyimpulan atas penyelesaian masalah tersebut.

2.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Realistic Mathematics Education

Kelebihan dan kelemahan selalu terdapat dalam setiap model, strategi, atau metode pembelajaran. Namun, kelebihan dan kelemahan tersebut hendaknya menjadi referensi untuk penekanan-penekanan terhadap hal yang positif dan meminimalisir kelemahan-kelemahannya dalam pelaksanaan pembelajaran. Berikut ini Asmin (Tandililing, 2012) menjelaskan secara rinci kelebihan dan kelemahan RME dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1 Kelebihan dan Kelemahan RME.

e. Melatih keberanian siswa dalam menjelaskan jawabannya.

(10)

Bila Tandililing memaparkan kelebihan dan kelemahan RME, Warli (2010) memberikan solusi dalam upaya meminimalisir kelemahan dalam penerapan RME antara lain:

a. Peranan guru dalam membimbing siswa dan memberikan motivasi harus lebih ditingkatkan.

b. Pemilihan alat peraga harus lebih cermat dan disesuaikan dengan materi yang sedang dipelajari.

c. Siswa yang lebih cepat dalam menyelesaikan soal atau masalah kontekstual dapat diminta untuk menyelesaikan soal-soal lain dengan tingkat kesulitan yang sama bahkan lebih sulit.

d. Guru harus lebih cermat dan kreatif dalam membuat soal atau masalah realistik. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, dapat diketahui bahwa RME memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan tersebut hendaknya menjadi hal yang harus dipertahankan dan dikembangkan, sedangkan kelemahannya harus diminimalisir. Terdapat beberapa cara untuk dapat meminimalisir kelemahan RME, yang terpenting adalah guru hendaknya mempersiapkan rencana pembelajaran secara matang.

2.3.Hasil Belajar

2.3.1. Pengertian Hasil Belajar

(11)

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli mengenai pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami siswa.

2.3.2.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2003:54-72) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu: 1. Faktor intern, yang terdiri dari tiga faktor berikut:

1) Faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.

2) Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.

3) Faktor kelelahan yang meliputi kelelahan jasmani dan rohani. 2. Faktor ekstern

1) Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.

2) Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

3) Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

2.4.Kajian hasil-hasil yang relevan

Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan hasil penelitian lain yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan, salah satu nya adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Siman tahun 2010 dengan judul “Peningkatan hasil belajar matematika melalui model matematika realistik tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan bagi siswa kelas IV SDN Kepundung Semester 2 Tahun Pelajaran 2012”. Dalam penelitian tersebut menggunakan metode PTK (Penelitian tidakan kelas) dengan rincian siklus sebagai berikut :

(12)

Pembelajaran (RPP), melakukan pengamatan selama kegiatan pembelajaran, melakukan penilaian dengan tes tertulis, dan melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.

Siklus 2: Menyiapkan daftaar urutan nama siswa yang akan dibimbing secera individual, melakukan pembelajaran tentang operasi hitung Penjumlahan dan Pengurangan pecahan sesuai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), melakukan pengamatan selama kegiatan pembelajaran, melakukan penilaian dengan tes tertulis, dan melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.

Kesimpulan dari penelitian tindakan kelas tersebut melalui penggunaan model matematika realistik telah meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Kepundung semester 2 tahun 2011/2012. Terbukti pada Siklus 1 hasilnya 23 orang siswa atau 82,1 % tuntas dan 5 orang siswa atau 17,9 % tidak tuntas, dengan nilai rata-rata 65,33 dan KKM yang ditetapkan 65 (enam puluh lima) dan pada Siklus 2 hasilnya dari 28 orang siswa semuanya atau 100 % tuntas, dengan nilai rata-rata 70,60 dan KKM yang ditetapkan 65 (enam puluh lima) .

(13)

demikian dikatakan bahwa model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) mempengaruhi hasil belajar matematika siswa sekolah dasar.

Dari kedua penelitian tersebut baik PTK dan Eksperimen peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa sekolah dasar secara signifikan,namun berbeda tingkat keberhasilan apabila di lakukan penelitian pada sekolah yang berbeda dan latar belakang dari siswa yang berbeda pula.

2.5. Kerangka Berpikir

Pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit. Penyebab sulitnya pelajaran matematika dapat dikarenakan oleh berbagai macam faktor, diantaranya matematika merupakan suatu objek abstrak, cara mengajar guru, sajian buku yang kurang menarik maupun motivasi belajar yang rendah serta model pembelajaran yang diterapkan guru pada proses pembelajaran.

Pembelajaran dengan pendekatan RME menuntut siswa untuk dapat mengaitkan materi pembelajaran dengan masalah kehidupan sehari-hari siswa.Peran guru dalam proses pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator danmotivator, pembelajaran lebih menekankan pada aktivitas siswa. Sehingga konsep materi yang ditanamkan sendiri oleh siswa menjadi lebih bermakna.

Pembelajaran dengan pendekatan konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru di sekolah. Proses pembelajaran matematika yang berlangsung saat ini di sekolah biasanya dimulai dari teori kemudian diberikan contoh soal dan dilanjutkan dengan latihan soal. Didalam pembelajaran matematika di sekolah saat ini, masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari hanya digunakan sebagai aplikasi dari teori-teori yang sudah diberikan. Mengajar yang bersifat pembelajaran konvensional lebih menekankan pada penyampaian pengetahuan kepada siswa sehingga pembelajaran lebih berpusat pada guru. Selama kegiatan pembelajaran, dan hampir tidak ada interaksi antar siswa. Kebanyakan aktifitas siswa hanya mendengar dan menulis, hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru.

(14)

sendiri, sedangkan guru berperan lebih sebagai fasilitator. Implikasi dari pandangan ini adalah keharusan bagi guru untuk memfasilitasi dan mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa harus didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya.Untuk keperluan tersebut maka siswa perlu mendapat keleluasaan dalam mengekspresikan jalan pikirannya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.

Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Realistic Mathematic Education (RME) pada pelajaran matematika kelas IV. Model pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) adalah suatu model mengajar yang memiliki beberapa prinsip diantaranya prinsip diantaranya prinsip realitas. Prinsip tersebut menyatakan bahwa pembelajaran matematika dimulai dari masalah-masalah dunia nyata yang dekat dengan pengalaman siswa. Oleh karena itu penggunaan model pembelajaran RME pada mata pelajaran matematika akan lebih memudahkan siswa dalam pemahaman konsep-konsep matematika sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas IV sekolah dasar.

Realistic Mathematic Education (RME) adalah suatu model dalam proses pembelajaran yang dapat menciptakan suasana untuk membangkitkan kemampuan berpikir dan berargumentasi dalam menyelesaikan masalah dengan berbagai ide atau gagasan. Dengan menggunakan model pemebelajaran RME, siswa dituntut untuk lebih berpikir kreatif dan mempunyai kemampuan berpikir yang peka terhadap suatu permasalahan sehari-hari.

Dari kerangka berpikir tersebut, maka diduga penggunaan model pembelajaran

(15)

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Hipotesis

Ho : tidak terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV semester II SD Negeri Kebowan 02 kec.Suruh kab.Semarang tahun pelajaran 2015-2016. Ha : terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran Realistic

Mathematic Education (RME) terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV semester II SD Negeri Kebowan 02 kec.Suruh kab.Semarang tahun pelajaran 2015-2016.

Kelas Kontrol

Uji Homogenitas dan Normalitas Pembelajaran dengan

konvensional

Pre Test

Uji hasil post tes apakah ada pengaruh yang signifikan dengan menggunakan model pembelajaran

Realistic Matematic Education (RME)

Kelas Eksperimen

Pembelajaran dengan Realistic Matematic

Education (RME)

Post Test

Gambar

Tabel 1 Kelebihan dan Kelemahan RME.
Gambar 1. Kerangka berfikir

Referensi

Dokumen terkait

kelebihan air dari sawah , mulai dari saluran kuarter, tersier, sekunder ke saluran pembuang primer.  Pembuang ekstern,

PROFIL MISKONSEPSI SISWA SMA DI KOTA CIMAHI PADA MATERI ASAM BASA MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER MULTIPLE CHOICE BERBASIS PIKTORIAL.. Universitas Pendidikan Indonesia

Persamaan untuk NPV adalah sebagai berikut : Net Present Value (NPV) atau nilai sekarang bersih adalah analisis manfaat finansial yang digunakan untuk mengukur layak tidaknya

Hal ini mutlak sangat penting karena isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila (Undang-Un- dang RI No.. lain

Pedoman ini sebagai acuan bagi Dinas Pendidikan Provinsi dan penyelenggara tingkat nasional dalam melaksanakan kegiatan pemberian penghargaan terhadap guru

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran scramble berbasis eksperimen dapat meningkatkan nilai pemahaman konsep gaya dan

• Kadar gloukosa didaloam darah menjadi sangat tinggi -> terjadi gangguan ginjalo karena gloukosa yang disaring daloam ginjalo tidak dapat diserap kembaloi ,terjadi.

Ekstrak etil asetat filtrat kapang endofit Smi.Cl.6F dari rimpang kunyit asal Sukabumi memiliki aktivitas antimalaria dan antioksidan terbaik diantara 19 isolat