• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Fisik Mangrove Sebagai Penahan Abrasi di Pesisir Kota Medan Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Fungsi Fisik Mangrove Sebagai Penahan Abrasi di Pesisir Kota Medan Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kota Medan

Medan didirikan oleh

John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun 1833

menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Pada tahun

secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya residen Pesisir

Timur serta Sultan Deli pindah ke Medan. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang

penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan

perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12

anggota orang Eropa, dua orang bumiputra, dan seorang Tionghoa

(Pemko Medan, 2007).

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari

keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan

kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan

jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3°

30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi

kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5

meter di atas permukaan laut (Badan Strategis Nasional, 2008).

Ekosistem Mangrove

Mangrove merupakan formasi-formasi tumbuhan pantai yang khas di

sepanjang pantai tropis dan sub tropis yang terlindung. Formasi mangrove

merupakan perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove tergantung pada air

(2)

dari erosi daerah hulu sebagai bahan pendukung substratnya. Air pasang memberi

makanan bagi mangrove sedangkan air sungai yang kaya mineral akan

memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove tumbuh. Dengan demikian

bentuk mangrove dan keberadaannya dirawat oleh pengaruh darat dan laut.

Indonesia memiliki hutan mangrove yang sangat luas, mulai dari pantai-pantai

berlumpur di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya sampai pada pantai-pantai dari

pulau-pulau kecil serta daerah intertidal dari gugusan karang lepas pantai. Oleh

karena itu, mangrove memainkan peran yang sangat vital terhadap pembangunan

ekonomi dan sosial pada masyarakat pantai disepanjang kepulauan Indonesia

(Prianto dkk., 2006).

Hutan mangrove dunia sebagian besar tersebar di daerah tropis, termasuk di

Indonesia. Dari keseluruhan mangrove yang ada dunia ini, Indonesia memiliki

area mangrove terluas (4,26 juta ha), disusul Brazil (1,34 juta ha), Australia (1,15

juta ha), dan Nigeria (1,05 juta ha). Luas mangrove di Indonesia sekitar 23% dari

total mangrove dunia. Saat ini mangrove telah mengalami degradasi karena

berbagai sebab dan permasalahan yang dihadapinya. Hutan mangrove yang

terdegradasi akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove sehingga

fungsi alaminya terganggu. Keadaan tersebut cukup mengkhawatirkan mengingat

ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang memiliki berbagai fungsi dan

manfaat, meliputi fungsi fisik, biologi, dan ekonomi atau produksi

(Fitriana, 2006).

Luas hutan mangrove di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 4,25 juta

hektar atau 3,98 % dari seluruh luas hutan Indonesia. Areal hutan mangrove yang

(3)

Selatan Irian Jaya. Hutan mangrove di Jawa banyak yang telah mengalami

kerusakan atau telah hilang sama sekali karena ulah manusia. Tapi di Irian Jaya

terdapat hutan mangrove yang sangat luas 2,94 juta ha, atau 69% dari seluruh

hutan mangrove Indonesia dan masih banyak merupakan hutan asli yang belum

terganggu (Nontji, 1987).

Hutan mangrove merupakan formasi dari tumbuhan yang spesifik, dan

umumnya dijumpai tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir yang

terlindung di daerah tropika dan subtropika. Kata mangrove sendiri berasal dari

perpaduan antara bahasa Portugis yaitu mangu dan bahasa Inggris yaitu grove.

Dalam bahasa Portugis, kata mangrove dipergunakan untuk individu jenis

tumbuhan, dan kata mangal dipergunakan untuk komunitas hutan yang terdiri atas

individu-individu jenis mangrove. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata

mangrove dipergunakan baik untuk komunitas pohon-pohonan atau

rumput-rumputan yang tumbuh di kawasan pesisir maupun untuk individu jenis tumbuhan

lainnya yang tumbuh yang berasosiasi dengannya (Pramudji, 2001).

Hutan mangrove sebagai sumberdaya alam khas daerah pantai tropik,

mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai yaitu: sebagai penyambung dan

penyeimbang ekosistem darat dan laut. Tumbuh-tumbuhan, hewan dan berbagai

nutrisi ditransfer ke arah darat atau laut melalui mangrove. Secara ekologis

mangrove berperan sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah

pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan, kerang dan spesies lainnya.

Selain itu serasah mangrove berupa daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuh

menjadi sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan

(4)

Hutan mangrove, merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai

nilai dan arti yang sangat penting baik dari segi fisik, biologi maupun sosial

ekonomi. Akibat meningkatnya kebutuhan hidup, manusia telah mengintervensi

ekosistem tersebut. Hal ini dapat terlihat dari adanya alih fungsi lahan mangrove

menjadi tambak, permukiman, areal industri dan sebagainya. Selain itu manusia

juga telah melakukan penebangan hutan mangrove yang mengakibatkan

kerusakan dari ekosistem mangrove tersebut. Apabila keberadaan kawasan

mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka abrasi pantai tidak dapat

dielakkan lagi, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak

adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan

sendirinya (Dahuri, 2003).

Hutan mangrove yang merupakan komunitas vegetasi pantai memiliki

karakteristik yang umumnya tumbuh di daerah intertidal yang jenis tanahnya

berlumpur, berlempung atau berpasir, daerahnya tergenang air laut secara berkala,

baik setiap hari maupun hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi

genangan menetukan komposisi vegetasi hutan mangrove, menerima pasokan air

tawar yang cukup dari darat, terlindung dari gelombang arus besar dan arus

pasang surut yang kuat (Begen, 2000).

Hutan mangrove yang biasanya juga disebut hutan bakau mempunyai

kerakteristik yang khas, mengingat hidupnya berada di daerah ekotone yaitu

perairan dan daratan . Kerakteristik mangrove ini terutama mampu berada pada

kondisi salin dan tawar. Hutan mangrove terdapat didaerah pasang surut pantai

(5)

tawar dan partikel-partikel sedimen yang halus melalui air permukaan

(Kusmana, 1997).

Diperlukan pemahaman masyarakat secara menyeluruh dari berbagai

fungsi ekosistem mangrove ini sehingga ada upaya konservasi dan

pemeliharannya. Selain peran dan fungsinya, umumnya ekosistem mangrove

cukup tahan terhadap gangguan dan tekanan lingkungan, namun demikian sangat

peka terhadap pengendapan dan sedimentasi, rata-rata tinggi permukaan air serta

pencucian dan tumpahan minyak (Utina, 2008).

Mangrove sejati (true mangrove) memiliki sifat-sifat: sepenuhnya hidup

pada ekosistem mangrove di kawasan pasang surut di antara rata - rata ketinggian

pasang perbani (pasang rata-rata) dan pasang purnama (pasang tertinggi) serta

tidak tumbuh di ekosistem lain, memiliki peranan penting dalam membentuk

struktur komunitas mangrove dan dapat membentuk tegakan murni, secara

morfologis beradaptasi dengan lingkungan mangrove misalnya memiliki akar

aerial dan embrio vivipar, secara fisiologis beradaptasi dengan kondisi salin

sehingga dapat tumbuh di laut karena memiliki mekanisme untuk menyaring dan

mengeluarkan garam, secara taksonomi berbeda dengan kerabatnya yang tumbuh

di darat setidak-tidaknya terpisah 8 hingga tingkat genus. Tumbuhan mangrove

sejati antara lain: Avicennia, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Nypa fruticans,

Rhizophora, dan Sonneratia (Setyawan, 2002).

Pada umumnya, lebar zona mangrove jarang melebihi 4 kilometer kecuali

pada beberapa estuari serta teluk yang dangkal dan tertutup. Pada daerah seperti

ini lebar zona mangrove dapat mencapai 18 kilometer. Adapun pada daerah pantai

(6)

daerah di sepanjang sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut, panjang

hamparan mangrove kadang-kadang mencapai puluhan kilometer (Noor, 2006).

Keberadaan spesies dalam hutan mangrove tergantung berbagai faktor

lingkungan seperti salinitas, ketersediaan nutrien, kadar oksigen dalam tanah dan

aliran energi. Karena tumbuhan mangrove memiliki tanggapan tertentu terhadap

kondisi-kondisi ini maka mereka tersebar dalam zonasi tertentu. Zonasi sering

menjadi karakteristik hutan mangrove. Beberapa spesies dapat menempati bagian

tertentu (niche) dalam ekosistem. Spesies mangrove tumbuh di garis pantai, tepian

pulau atau teluk yang terlindung, lainnya tumbuh jauh ke pedalaman hulu sungai

pada muara yang masih dipengaruhi pasang surut (Katili 2009).

Hutan mangove di Indonesia memiliki kisaran variasi sifat fisik dan kimia

yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain; di samping itu setiap jenis

mangrove menduduki zona yang cocok untuk pertumbuhannya. Adanya

faktor-faktor lingkungan, menyebabkan organisme dalam suatu komunitas dapat saling

berinteraksi. Faktor-faktor yang ada di lingkungan pada hutan mangrove cukup

kompleks, di antaranya, salinitas, tekstur tanah, kelembaban, curah hujan, pH,

pasang surut (tidal), dan oksigen tanah. Syarat, kondisi dan parameter lingkungan

utama yang dapat berpengaruh terhadap kelestarian ekosistem mangrove, antara

lain; pasokan air tawar dan salinitas, pasokan nutrient, stabilitas substrat

(Utina, 2008).

Ekosistem Pesisir

Pantai merupakan kawasan peralihan antara ekosistem darat dan laut serta

tempat bertemunya dua aktivitas yang saling berlawanan yaitu gelombang laut

(7)

telah sampai ke darat. Perubahan garis pantai ini banyak dipengaruhi oleh

aktivitas manusia seperti pembukaan lahan, eksploitasi bahan galian di daratan

pesisir yang dapat merubah keseimbangan garis pantai melalui suplai muatan

sedimen yang berlebihan (Tarigan, 2007).

Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove Indonesia memiliki

keanekaragaman jenis pohon, antara lain: bakau (Rhizopora spp.), api-api

(Avicennia spp.), pedada (Sonneratia spp.) dan masih banyak lagi. Selain itu,

akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai

spesies ikan dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam

jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya

dan ekosistem pesisir umumnya (Begen, 2001).

Menurut (Sandy, 1975 diacu oleh Eko, 2000) pantai dengan kemiringan

kurang dari 5% dikategorikan sebagai pantai datar. Pada pantai landai ini material

pantai didominasi oleh lumpur dan substrat ini sangat baik untuk pertumbuhan

vegetasi mangrove.

Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah

darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan

ekosistem laut yang sangat dinamis dan saling mempengaruhi, wilayah ini sangat

intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia seperti : pusat pemerintahan,

permukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian dan pariwisata.

Sebetulnya pantai mempunyai keseimbangan dinamis yaitu cenderung

menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga mampu menghancurkan

energi gelombang yang datang. Gelombang normal yang datang akan mudah

(8)

mempunyai energi besar walaupun terjadi dalam waktu singkat akan

menimbulkan erosi. Kondisi berikutnya akan terjadi dua kemungkinan yaitu

pantai kembali seperti semula oleh gelombang normal atau material terangkut

ketempat lain dan tidak kembali lagi sehingga disatu tempat timbul erosi dan di

tempat lain akan menyebabkan sedimentasi (Pranoto, 2007).

Menurut Triatmodjo (1999), Definisi coast (pesisir) adalah daerah darat di

tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan

perembesan air laut. Sedangkan shore (pantai) adalah daerah di tepi perairan yang

dipengaruh oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Ditinjau dari profil

pantai, daerah ke arah pantai dari garis gelombang pecah dibagi menjadi tiga

daerah yaitu inshore, foreshore dan backshore.

Sebagai batas antara daratan dan laut, pantai mempunyai bentuk yang

bervariasi dan dapat berubah dari musim ke musim . Pengertian pantai menurut

“A Modern Dictionary of Geography” (Small and Witherick, 1986) adalah

akumulasi pasir atau bahan lain yang terletak antara titik tertinggi yang dicapai

oleh ombak besar dan garis surut terendah suatu laut.

Pantai merupakan daerah datar atau bisa bergelombang dengan perbedaan

ketinggian tidak lebih dari 200 meter, yang dibentuk oleh endapan pantai dan

sungai yang bersifat lepas, dicirikan dengan adanya bagian yang kering (daratan)

dan basah (rawa). Pantai adalah suatu daerah yang meluas dari titik terendah air

laut pada saat surut hingga ke arah daratan sampai mencapai batas efektif dari

gelombang. Garis pantai adalah garis pertemuan antara air laut dengan daratan

yang kedudukannya berubah - ubah sesuai dengan kedudukan pada saat

(9)

Menurut Sutikno (2000) batas wilayah pantai ke arah darat adalah batas

pasang surut, vegetasi suka air, intrusi air laut ke dalam air tanah dan konsentrasi

ekonomi bahari; sedangkan ke arah laut dibatasi oleh garis pecahan gelombang

dan pengaruh aktifitas manusia di darat. Kegiatan yang dilaksanakan di daerah

aliran sungai yang mengakibatkan proses erosi dan deposisi mempunyai pengaruh

yang kuat terhadap lingkungan ekosistem pantai. Sekitar dua per tiga pantai

Pasuruan merupakan pantai landai dengan kemiringan lereng kurang dari 3 % dan

banyak sungai bermuara di daerah ini. Sungai sungai tersebut membawa sedimen

dari daratan dan mengendapkannya di sekitar muara sungai menyebabkan garis

pantai semakin lama semakin maju ke arah laut.

Angin

Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke

daerah yang bertekanan udara lebih rendah. Pergerakan udara ini disebabkan oleh

rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya. Jika

udara dipanaskan akan memuai yang akhirnya naik karena menjadi lebih ringan.

Jika udara yang dipanaskan naik, tekanan udara menjadi turun karena udara

berkurang kerapatannya sehingga udara dingin di sekitarnya akan mengalir ke

tempat yang bertekanan rendah tersebut. Udara lalu menyusut menjadi lebih berat

dan turun ke tanah. Di atas tanah udara menjadi panas lagi dan kembali naik

(Resmi dkk., 2011)

Sirkulasi yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi disebut angin.

Kecepatan angin diukur dengan anemometer, dan biasanya dinyatakan dengan

(10)

ditempuh dalam satu jam, atau 1 knot = 1,852 km/jm = 0,5 m/detik lagi

(Triatmodjo, 1999).

Abrasi

Abrasi hampir tejadi di sepanjang pantai yang diperparah dengan

kerusakan hutan mangrove yang diubah menjadi areal tambak. Sedimentasi terjadi

di beberapa muara sungai dengan adanya delta-delta sungai akibat munculnya

tanah timbul di sepanjang pantai. Intrusi air laut terjadi terutama di daerah pantai

yang relatif datar (Saskiartono, 2008).

Abrasi merupakan salah satu masalah yang mengancam kondisi pesisir,

yang dapat mengancam garis pantai sehingga mundur kebelakang, merusak

tambak maupun lokasi persawahan yang berada di pinggir pantai, dan juga

mengancam bangunan bangunan yang berbatasan langsung dengan air laut, baik

bangunan yang difungsikan sebagai penunjang wisata maupun rumah rumah

penduduk. Abrasi pantai didefinisikan sebagai mundurnya garis pantai dari posisi

asalnya. Abrasi atau Erosi pantai disebabkan oleh adanya angkutan sedimen

menyusur pantai sehingga mengakibatkan berpindahnya sedimen dari satu tempat

ke tempat lainnya. Angkutan sedimen menyusur pantai terjadi bila arah

gelombang datang membentuk sudut dengan garis normal pantai. Untuk itu perlu

adanya kajian analisis penyebab terjadinya abrasi secara sehingga dapat diketahui

luasan abrasi, dan selanjutnya dapat diketahui dan ditetapkan penanggulangannya

dengan pembangunan bangunan pantai yang paling efektif dalam mengurangi

Referensi

Dokumen terkait

Langkah kerja menutup outdoor unit seperti posisi semula memiliki hasil yang lebih baik dengan peserta didik 3, 4, 5 dan 6 memiliki rata-rata waktu yang

Adapun yang menjadi acuan dengan pendekatan antropologi dalam studi agama secara umum, adalah mengkaji agama sebagai ungkapan kebutuhan makhluk budaya yang meliputi

Hasil penelitian yang dilakukan di Water Blaster tentang Manajemen lifeguard pada Water Blaster Kota Semarang, Manajer bidang lifeguard Aris Hartanto mengatakan

Hemangioma kapiler (superfisial hemangioma) terjadi pada kulit bagian atas, sedangkan hemangioma kaernosum terjadi pada kulit yang lebih dalam, biasanya pada bagian dermis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses Quality Control pada produk oleh-oleh haji dan umroh di PT Usaha Utama Bersaudara atau Lawang Agung kawasan religi

Web engineering, in particular in an OSS project, is a process with a long life cycle. To ensure the project’s survival, a decision maker needs to evaluate health status and

Dengan senantiasa mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kita semua, sehingga pada kesempatan ini peneliti

• Dalam Agama Kristen, terdapat beberapa aliran sesat, di antaranya Saksi Saksi Yehuwa (mereka menggunakan Alkitab Terjemahan Dunia Baru di mana ada beberapa bagian ditambahkan