• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Batombe(Tradisi Masyarakat di Daerah Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Batombe(Tradisi Masyarakat di Daerah Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki kekayaan tradisi lisan yang tersebar pada tiap-tiap daerah. Tradisi lisan sebagai kekayaan budaya bangsa tersebut merupakan salah satu bentuk ekspresi kebudayaan daerah yang sangat berharga, bukan saja menyimpan nilai-nilai budaya dari suatu masyarakat tradisional, melainkan juga bisa menjadi akar budaya dari suatu masyarakat baru. Dalam arti, tradisi lisan bisa menjadi sumber bagi suatu penciptaan budaya baru (Esten, 1999:105).

Usaha pelestarian tradisi lisan sebagai kekayaan budaya bangsa perlu dilaksanakan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak tradisi lisan di Indonesia yang telah hilang karena tidak dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya dan tidak sempat pula didokumentasikan. Padahal, hilangnya suatu tradisi lisan tersebut sesungguhnya merupakan kerugian besar bagi bangsa Indonesia. Walaupun ada tradisi lisan yang telah hilang, namun masih banyak tradisi lisan yang bertahan dan mengalami perubahan sesuai dengan dinamika masyarakat pemiliknya. Dari banyak tradisi lisan yang masih hidup, sebagian kecil telah “diselamatkan” dalam bentuk rekaman tape recorder, transkripsi, dan rekaman video (audio-visual). Pada negara-negara yang sudah maju, tradisi lisan dicatat dan kemudian disebarkan lewat media cetak dalam bentuk buku (Rosidi, 1995:125-126).

(2)

pada dasarnya adalah budaya lisan. Bahasa yang diucapkan, seperti ajaran, nasihat, perbincangan, rundingan, bahkan hukum dan peraturan, terdapat dalam bahasa lisan. Budaya Minangkabau juga terlihat kekuatannya pada saat dilakukan secara lisan, namun hal itu sangat berpengaruh terhadap ragam dan gaya bahasa yang digunakan. Bahkan, ragam tradisi lisan ini juga terlihat dalam komunikasi sehari-hari. Hal tersebut juga dinyatakan oleh (Navis, 1984:231) bahwa dalam percakapan sehari-hari orang Minangkabau lazim menggunakan ungkapan. Kebiasaan menggunakan ungkapan dalam percakapan bertolak dari landasan sosial dan struktur kekerabatan yang berkaitan sehingga menyebabkan setiap orang saling menyegani.

Tradisi lisan ini merupakan suatu kebiasaan yang mengakar dengan kuat dalam suatu kelompok masyarakat di Minangkabau. Pola komunikasi yang dibangun adalah komunikasi lisan, yaitu suatu perilaku komunikasi yang mengandalkan kemampuan berbicara dan menyimak atau mendengarkan. Pada umumnya, tradisi lisan tersebut dianggap sebagai milik kolektif suatu kelompok masyarakat. Dikatakan milik kolektif karena tradisi tersebut tidak jelas siapa yang menciptakannya (anonim) sehingga timbul anggapan bahwa tradisi tersebut dihasilkan secara kolektif oleh masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, dinamika tradisi lisan tersebut lahir, hidup dan berkembang mengikuti dinamika kolektif masyarakat yang bersangkutan (Suryadi, 1993: 21)

(3)

musik tradisional seperti rebab, kecapi, puput, bansi, talempong, dan lain-lain. Selain dengan cara berdendang, sastra lisan ini juga dapat disampaikan dalam bentuk seni teater (randai). Penataan dan penggunaan bahasa dengan sedemikian rupa merupakan salah satu kunci utama keberhasilan bersastra lisan tersebut, misalnya dengan cara berpantun, berperibahasa, bermantera, berpepatah petitih, dan lain-lain.

Adapun bentuk dari sastra lisan, seperti (1) pepatah-petitih (suatu kalimat atau ungkapan yang mengandung pengertian yang dalam, luas, tepat, halus, dan kiasan), (2) pantun (puisi yang banyak jumlahnya dan sering diucapkan dalam berbagai kesempatan), (3) mantra (puisi tertua dalam sastra Minangkabau dan berbagai bahasa daerah lainnya), (4) pasambahan (merupakan pembicaraan dua pihak, dialog antara si pangka1dan si alek2untuk menyampaikan maksud dan tujuan dengan hormat), (5) prosa liris atau kaba3

Menurut Sibarani (2012:11) tradisi lisan tentu tidak hanya menyangkut kelisanan belaka seperti tuturan yang dibedakan dengan tulisan, tetapi sebuah kelisanan yang memiliki bentuk berpola, hidup sebagai pengetahuan bersama sebuah komunitas, diturunkan secara turun-temurundengan berbagai versi. Lebih lanjut Pundentia (dalam Sibarani, 2012:11) menyebutkan tradisi lisan tidak sekedar penuturan, melainkan konsep pewarisan sebuah budaya dan bagian dari diri manusia sendiri sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, membicarakan . Bentuk-bentuk sastra lisan semacam itu juga merupakan produk masyarakat tradisional Minangkabau (Esten, 1999:106)

1

Si pangka adalah tuan rumah

2

Si alek adalah tamu

3

(4)

tradisi lisan masyarakat Minangkabau juga langsung berhadapan dengan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sudah dilaksanakan secara turun-temurun oleh suatu masyarakat tersebut.

Mengingat fungsinya dalam masyarakat, tradisi lisan Minangkabau dari segi keberadaannya dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, ragam tradisi lisan yang terancam punah karena perkembangan dari masyarakat hingga kehilangan fungsi dan perannya. Kedua,ragam tradisi lisan yang bertahan dari kepunahan dengan jalan melakukan penyesuaian dan perkembangan sehingga mendapat sambutan dari masyarakatnya. Ketiga, ragam tradisi lisan yang tidak mengalami perubahan sama sekali karena berkaitan dengan upacara adat, seperti pantun adat4dan pasambahan5

4

Pantun adat adalah pantun yang penuh pesan bermakna atas adat istiadat yang dijunjung

5

Pasambahan adalahsalah satu acara adat di Minangkabau berbentuk pidato, dapat juga disebut dengan pidato adat. Di dalam pasambahan ini digunakan bahasa halus berkualitas tinggi yang sarat dengan perumpamaan dan nilai-nilai budaya

,yang biasa ditemukan dalam upacara perhelatan, kematian, dan penyambutan tamu (Amir, 1990:25).

(5)

Tradisi lisan Batombe yang dimainkan oleh masyarakat Kanagarian Abai memiliki kontribusi positif terhadap masyarakatnya. Bagi masyarakat pendukungnya, tradisi lisan Batombe megandung nilai, makna, dan fungsi tersendiri dalam kehidupan. Nilai Batombe mengandung nilai-nilai budaya, sosial dan nilai moral. Makna Batombe, misalnya bertema percintaan, ratapan, dan nasehat, serta berfungsi di masyarakat untuk mengekpresikan perasaan dan sikap penutur, misalnya mengekpresikan perasaan cinta/kasih sayang, rasa senang/bahagia, kesedihan, nasehat/mendidik, dan juga hiburan.

Sejalan dengan hal itu (Tim Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1980:66) menyebutkan, tradisi lisan adalah pantun yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain secara lisan. Orang yang berpantun pada dasarnya ingin menyampaikan pesan, amanat, dan pendidikan yang dapat bermanfaat bagi perkembangan watak dan kepribadian para pendengarnya. Dapat dipahami bahwa setiap masyarakat yang mendengarkan Batombe tidak hanya terhibur dengan isi pantunnya tetapi juga memperoleh pendidikan langsung, terutama melalui amanat dan pesan-pesan dari pantun yang disampaikannya. Selain itu, tradisi lisan Batombe juga sebagai ajang pencarian jodoh bagi pemain Batombe itu sendiri.

(6)

pada pesta perkawinan dan upacara-upacara adat lainnya. Dalam penyelenggaraannya minimal memotong seekor kabau (kerbau). Dan adapun sekarang ini,Batombe sudah menjadi suguhan khas kesenian lokal untuk para wisatawan yang berkunjung ke Nagari Abai. (Koran haluan, 2013:6)

Pada saat memainkan tradisi lisan Batombe, kalau pemain laki-laki melantunkan pantunnya, maka pemain perempuan mendengarkan dan memikirkan kira-kira jawaban apa yang nantinya mereka persiapkan. Untuk menemukan jawaban yang mereka pikirkan, persiapan dapat dibantu formula6

Batombetersebut tumbuh dan berkembang di daerah Abai, pantun Batombe tersebut menggunakan gaya bahasa atau dialeg daerah itu sendiri, dilihat dari segi isinya maupun cara penyampaian yang khas, juga merupakan visualisasi atau penjelmaan dari sejarah hidup dan kehidupan masyarakat di daerah Abai itu sendiri. Senada dengan pendapat Clifford Geertz (dalam Saifuddin, 2005:288) yang mengemukakan suatu defenisi tipe kebudayaan sebagai berikut: (1) suatu sisitem keteraturan dari makna dan simbol-simbol, yang dengan makna dan simbol tersebut individu-individu mendefinisikan dunia mereka, mengekspresikan

. Formula dapat membantu pemain Batombe dalam membawakan karyanya. Seorang pemain Batombe dalam membawakan karyanya tidaklah menghafal namun mengingat sebagian besar formula. Lord (dalam Sibarani, 2012:8) menyatakan bahwa pemain-pemain itu tidak menghafalkan pantunnya lewat naskah atau tulisan tetapi setiap penyair tradisional membawakan ceritanya dengan menciptakan kembali secara spontan dan memakai sejumlah unsur bahasa (kata, kata majemuk, frasa) yang siap tersedia baginya untuk dipakai.

6

(7)

persaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian; (2) suatu pola makna-makna yang ditransmisikan secara historis yang terkandung dalam bentuk-bentuk simbolik, yang melalui bentuk-bentuk simbolik tersebut manusia berkomunikasi, memantapkan, dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan bersikap terhadap kehidupan; (3) suatu peralatan simbolik bagi pengontrol perilaku, sumber-sumber ekstrasomatik dari informasi; dan (4) oleh karena kebudayaan adalah suatu sistem simbol, maka proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan, dan diinterpretasi.

Menurut Littlejohn (2009:53) Perkembangan pola pikir manusia merupakan sebuah bentuk perkembangan yang mendasari terbentuknya suatu pemahaman yang merujuk pada terbentuknya sebuah makna. Semiotik menjadi salah satu kajian yang bahkan menjadi tradisi dalam teori komunikasi dalam berbahasa. Sulitnya menafsirkan pantun Batombe terletak pada watak bahasa yang digunakan yang sangat samar dan susah dipahami. Orang harus memahami konteks sosial dan budaya pantun tersebut secara keseluruhan untuk menafsirkan pantun tertentu, dan orang perlu tahu apakah arti pantun itu secara umum. Pantun Batombe sangat pekat dengan berbagai perlambangan dan metafora. Baik perempuan maupun laki-laki dilambangkan dengan berbagai jenis burung/unggas, benda langit dan jenis-jenis logam mulia dan jenis-jenis kain.Metafora7 dan makna konotatif8

7

metafora adalah suatu peletakan kedua dari makna asalnya, yaitu makna yang bukan mengunakan kata dalam arti sesungguhnya, melainkan sebagai kiasan yang berdasarkan persamaan dan perbandingan.

8

(8)

Berdasarkan hal-hal diatas itulah tradisi lisan Batombe yang terdapat di Nagari Abai, Kec. Sangir Batang Hari, Kab Solok Selatan, Sumatera Barat tersebut perlu untuk di teliti. Halini dilakukan untuk dapat menjelaskan hal-hal penting dan untuk mengetahui segala sesuatu mengenai bentuk pertunjukan Batombe tersebut. Diantaranya untuk mengetahui makna dan arti dari isi pantun pada tradisi lisan Batombe yang terdapat di Kenagarian Abai, Kec. Sangir Batang Hari, Kab. Solok Selatan, Sumatera Barat.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya makapermasalahan yang dapat diajukan adalah Apa makna dan arti dari isi pantun dalam tradisi lisan Batombe tersebut?. Penelitian ini akan dipermudah dengan perumusanmasalah yang bertujuan untuk mendapatkan fokus objek kajian dan sekaligus juga sebagai pembatas bagi permasalahan yang diteliti agar tidak meluas. Rumusanmasalah ini diuraikan ke dalam 2 (dua) pertanyaan penelitian yaitu :

1. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi lisan Batombe saat ini 2. Apa makna dan arti dari isi pantun yang disampaikan pemain dalam

tradisi lisan Batombe

1.3Tujuan Penelitian

(9)

1.4Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kanagarian Abai, Kec. Sangir Batang Hari, Kab. Solok Selatan, Sumatra Barat. Hal ini didasari karena di daerah tersebut terdapat tradisi lisan batombe.

1.5Kajian Pustaka

Tradisi yaitu berasal dari kata traditium yang berarti segala sesuatu yangdiwarisi dari masa lalu (Murgiyanto, 2004:2). Selain itu, menurut Finnegan (dalam La Sudu 2012:8) tradisi merupakan istilah umum yang biasa digunakan dalam ujaran keseharian dan juga istilah yang digunakan oleh antropolog, peneliti folklor, dan sejarahwan lisan. Ada perbedaan-perbedaan makna mengenai tradisi itu sendiri, misalnya dimaknai sebagai kebudayaan, sebagai keseluruhan; berbagai cara melakukan sesuatu berdasar cara yang telah ditentukan; proses pewarisan praktik, ide atau nilai; produk yang diwariskan; dan sesuatu dengan konotasi lampau. Sesuatu yang disebut dengan tradisi pada umumnya menjadi kepemilikan keseluruhan komunitas dibanding individu atau kelompok tertentu. Tradisi tidak ditulis dan merupakan pemarkah identitas kelompok.

(10)

Lord (dalam sudu 2012:8) memberikan batasan tradisi lisan sebagai sesuatu yang dituturkan dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa unsur melisankan bagi penutur dan unsur mendengarkan bagi penerima menjadi kata kuncinya. Roger Tol dan Pudentia (dalam sudu 2012:8) mengemukakan bahwa tradisi lisan tidak hanya mencakup cerita rakyat, mitos, legenda dan dongeng, tetapi juga mengandung berbagai hal yang menyangkut hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya,misalnya kearifan lokal, sistem nilai, pengetahuan tradisional, sejarah, hukum adat, pengobatan, sistem kepercayaan dan religi, astrologi, dan berbagai hal seni.

Batombe termasuk salah satu cakupan tradisi lisan yang berbentuk puisi rakyat yang dapat dituturkan atau disampaikan secara lisan.Tradisi lisan dalam masyarakat pasti memiliki wujud. Selanjutnya Sibarani (2012:48-49) mengemukakan wujud tradisi lisan itu dapat berupa:

1) tradisi berkesusastraan lisan seperti tradisi menggunakan bahasa rakyat,tradisi penyebutan ungkapan tradisional, tradisi pertanyaan tradisional atauteka-teki, berpuisi rakyat, melantunkan nyanyian rakyat, dan menabalkangelar bangsawan;

2) tradisi pertunjukan dan permainan rakyat seperti kepercayaan rakyat,teater rakyat, permainan rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara atauritual, dan pesta rakyat;

(11)

4) tradisi pelambangan atau simbolisasi seperti tradisi gerak isyarattradisonal, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat; dan

5) tradisi musik rakyat seperti tradisi mempertunjukkan permainan gendang,seruling, dan alat-alat musik lainnya.

Apa itu tradisi Batombe? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, telah dijelaskan bahwa Batombe tersebut merupakan kesenian tradisi lisan berbalas pantun. Menurut buku profil Budaya dan Pariwisata Kabupaten Solok Selatan, hasil kerjasama Bapedda Solok Selatan dan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisi Padang (dalam Koran “Haluan” 2013:6) Batombe adalah salah satu bentuk kesastraan Minangkabau yang dimiliki oleh masyarakat Abai. Batombe ini adalah sejenis pantun yang berfungsi sebagai sebuah ungkapan rasa dan perasaan hati yang memiliki makna yang sangat mendalam bagi masyarakat Abai. Dengan kata lain, Batombe merupakan tradisi lisan berbalas pantun antara pria dan perempuan yang sudah menjadi budaya Minangkabau.

Batombe yaitu tradisi lisan berbalas pantun, memurut Djamaris (2001:18) pantun merupakan bentuk tradisi lisan yang paling sering digunakan dalam tradisi minangkabau, pantun dalam masyarkat Minangkabau biasanya disebut puisi Minangkabau, Pantun merupakan bentuk puisi tradisional Indonesia yang paling tua. Tiap bait (kuplet) pantun biasanya terdiri dari empat baris yang bersajak ab-ab. Umumnya tiap baris terdiri dari 4-8 kata. Baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi pantun.

(12)

merupakan bentuk sastra rakyat yang tidak tertulis. Isi pantun biasanya berkaitan dengan perasaan rindu dendam, kesedihan, gurauan, pengajaran, norma-norma, dan lain-lain. Pantun mempunyai bait yang terdiri dari empat baris atau lebih (sampai dua belas baris) dengan delapan sampai dua belas suku kata pada tiap-tiap barisnya. Baris pertama bersajak dengan baris ketiga dan baris kedua dengan baris keempat. Bagian pertama pantun (baris pertama dan kedua) disebut dengan sampiran dan bagian kedua (baris ketiga dan keempat) disebut dengan bagian isi.

(13)

mendarah daging bagi mereka. Akan terasa aneh atau cando (janggal) apabila mereka tidak mengenal dan memahami pesan yang terdapat dalam sebuah pantun.

Kedua, sebuah pantun dapat dikatakan sebagai pantun Minangkabau jika bahasa yang digunakan adalah bahasa Minangkabau. Dan yang ketiga, sebuah pantun dapat dikatakan sebagai pantun Minangkabau jika benda-benda, peristiwa-peristiwa, lokasi, dan lain-lain yang dikemukakan dalam bagian sampiran atau bagian isi pantun diambil atau berasal dari alam Minangkabau, atau sesuatu yang bernuansa Minangkabau. Metafor-metafor yang dipakai tersebut pada umumnya sudah dikenal dengan baik dan sangat familiar dengan orang Minangkabau. Mereka tidak akan mengambil sesuatu perlambang yang tidak mereka ketahui atau yang bukan berasal dari alam mereka. Pengambilan metafor yang demikian akan memudahkan mereka memahami kandungan isi pantun. Melalui pemahaman tersebut, akan dapat diketahui maksud dan tujuan sebuah pantun, sehingga komunikasi yang diinginkan dapat diwujudkan.

Keempat, Pantun Minangkabau diyakini oleh masyarakat Minangkabau sebagai miliknya, milik bersama sebagai bagian dari kebudayaan mereka. Rasa kepemilikan ini disebabkan oleh karena pantun dan berpantun merupakan sesuatu yang telah mentadisi bagi mereka (tradisi lisan). Tradisi lisan tersebut selalu mereka pertahankan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

(14)

berkesenian (rabab9, batombe10, randai11, selawat dulang12, saluang13

Formula menurut Sweeney (dalam sudu 2001:11) dimaksudkan dalam arti luas yaitubunyi, kata, atau peristiwa yang digunakan untuk mengungkapkan

, dan lain-lain), pasambahan(pidato adat), maupun dalam perilaku berbahasa sehari-hari.

Dari penjelasan Navis sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa pantun dalam tradisi lisan Batombeadalah pantun Minangkabau yang berasal dari tradisi lisan masyarakat abai, kec. Sangir Batang Hari kab. Solok Selatan dan dijadikan tradisi milik bersama, bahasa yang digunakan dalam tradisi Batombe yaitu bahasa asli Minangkabau dan bahasa asli masyarakat abai itu sendiri, dalam isi pantunnyaBatombe menggunakan metafora atau penyimbolan dari benda-benda, peristiwa, lokasi yang terdapat di alam Minangkabau.

Di dalam memainkan tradisi lisan Batombe, Seorang pemain Batombe dalam membawakan karyanya tersebut tidaklah menghafal namun mengingat sebagian besar formula. (Teeuw, 1994: 4) mengatakan bahwa tuturan lisan seorang pemain Batombe dengan menciptakankembali tuturan tersebut yang akan dibawakannya dengan secara spontan tanpa menghafal setiap bait pantun yang akan dibawakannya. Sehingga masing-masing pemain Batombe memiliki gaya dan ciri khas dalam pertunjukannya. Dengan demikian, setiap pemain tradisi lisan Batombe jarang ada penghafalan, tetapi faktor ingatan manusia amatbereperan dalam hal tersebut.

9

Rabab adalah alat musik gesek tradisional khas Minangkabau, bentuknya seperti biola

10

Batombe adalah tradisi kesenian berbalas pantun

11

Randai adalah salah satu permainan tradisional di Minangkabau yang dimainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil menyampaikan cerita dalam bentuk nyanyian secara berganti-gantian. Randai menggabungkan seni lagu, musik, tari, drama dan silat menjadi satu.

12

Selawat dulang adalah tradisi lisan Minangkabau, pertunjukkan dua orang membacakan hafalan teks diiringi tabuhan dulang atau gendang lebar terbuat dari kulit sapi

13

(15)

gagasan.Senada dengan hal itu, Achadiati (dalam sudu 2001:11) mengatakan bahwa formula merupakan alat yang membantu orang untuk menemukan kembalipikiran yang tersimpan dalam ingatan, diantaranya rima, paralelisme, aliterasi,ansonasi, strukutur-struktur tetap yang digunakan dalam tradisi lisan.

Formula memiliki fungsi yang penting bagi pemain Batombe dalammembawakan karyanya. Tuloli (1994: 21) memaparkan fungsi formula adalah (1)mempermudah daya ingat tukang cerita terhadap garis besar cerita yang akandirakit menjadi cerita yang utuh pada saat penampilan atau yang disebut skemacerita, (2) mempermudah pencerita untuk menyusun baris-barisyang sama polanya dalam waktu yang singkat pada saat bercerita, (3)memperindah cara penceritaan karena irama akan teratur oleh adanya perulanganformula-formula pada pola-pola baris yang sama, dan (4) pencerita melahirkanarti atau makna cerita secara tepat dalam baris.

(16)

simbolik tersebut manusia berkomunikasi, memantapkan, dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan bersikap terhadap kehidupan; (3) suatu peralatan simbolik bagi pengontrol perilaku, sumber-sumber ekstrasomatik dari informasi; dan (4) oleh karena kebudayaan adalah suatu sistem simbol, maka proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan, dan diinterpretasi.

Menurut Saifuddin (2005:289-290) Simbol adalah objek, kejadian, bunyi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna oleh manusia. Bentuk primer dari simbolisasi oleh manusia adalah melalui bahasa. Tetapi manusia juga berkomunikasi dengan menggunakan tanda dan simbol dalam lukisan, tarian, musik, arsitektur, mimik wajah, gerak-gerik, postur tubuh, perhiasan, pakaian, ritus, agama, kekerabatan, nasionalitas, tata ruang, pemilikan barang, dan banyak lagi lainnya. Manusia dapat memberikan makna kepada setiap kejadian tindakan, atau objek yang berkaitan dengan pikiran, gagasan dan emosi.

(17)

untuk mengetahui konstruksi pesan dalam tanda tersebut. Konstruksi makna yangterbentuk inilah yang kemudian menjadi dasar terbentuknya ideologi dalam sebuah simbol. Sebagai salah satu kajian pemikiran dalam cultural studies, semiotik tentunya melihat bagaimana budaya menjadi landasan pemikiran dari pembentukanmakna dalam suatu tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,konvensi-konvensi yang memungkinkan simbol-simbol tersebut mempunyai arti.

Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi : 1. maksud pembicara;

2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia;

3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya, dan

4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa (Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).

1.6.Metode Penelitian

1.6.1.Jenis Penelitian

(18)

Pertunjukan dan perekaman dilakukan secara alami, baik terhadap pemain, penonton maupun orang-orang yang paham dengan tradisi kesenian Batombe. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimana pertunjukan tersebut dilakukan dengan apa adanya.

Penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan metode etnografi, teknik wawancara dan observasi. Penelitian ini mengambil objek tradisi kesenian Batombeyang dilaksanakan di Kenagarian Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan, karena tradisi lisan Batombe lahir, tumbuh dan berkembang di daerah tersebut. Wawancara dilakukan setelah pertunjukan usai atau ketika narasumber dalam waktu luang. Selain itu peneliti juga mewancarai tokoh adat dan orang yang mengerti tentang Batombe. Penentuan informan didasarkan atas pengetahuan dan pengalamannya terhadap pertunjukan Batombe. Para informan tersebut terdiri atas pemain Batombe, penontonyang diwawancarai adalah yang sudah sering, jarang, atau belum sama sekali menonton pertunjukan Batombe.Penonton akan memberikan suasana tertentu dalam pertunjukan. Tanggapan juga diminta kepada niniak mamak14, cadiak pandai15

Setelah data terkumpul, dilakukan transkripsi dan analisis. Data ditranskipsikan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan disesuaikan dengan konteks masyarakat pendukungnya. Setelah itu baru data dianalisis dengan

, tokoh agama, dan pejabat pemerintah setempat tentang pengetahuannya terhadap pertunjukan Batombe.

14

Niniak mamak adalah seorang laki-laki dari suatu kaum yang dituakan. Bisa juga disebut penghulu adat

15

Cadiak pandai adalah pemimpin masyarakat yang memiliki pengetahuan dan wawasan ynag luas serta pemikiranyang dapat mencari jalan keluar dari setiap masalah yang sedang

(19)

Referensi

Dokumen terkait

bagian personalia sebagai bahan masukan dan rujukan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia dan peningkatan kinerja di perusahaan melalui praktik kepemimpinan,

Lutfi Ibrahim Nasoetion, 2002, Evaluasi Pelaksanaan UUPA Selama 38 Tahun dan Program Masa Kini dan masa Mendatang Dalam Menghadapi Globalisasi, termuat dalam Buku

Teknik optimalisasi seperti penghapusan indeks basis data target sebelum proses load, ekstraksi secara paralel, penulisan ulang aljabar relasional, dan pengambilan data yang

Informasi yang didapat berdasarkan hasil wawancara dengan branch manager, area service officer, back office, customer service, serta service manager Bank Syariah

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui secara pasti angka tahun Prasasti Sirah Kĕting dan kaitannya dengan tokoh Śrī Jayawarsa Digwijaya

Karena Allah hanya menciptakan langit dan bumi serta isinya dalam enam hari, sedangkan hadits-hadits dari Nabi saling menguatkan bahwa yang

1) Sebagai daya tarik bagi penabung dan individu, isntitusi, atau lembaga yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan. 2) Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat

Konsekuensi yang diharapkan klien dapat memeriksa kembali tujuan yang diharapkan dengan melihat cara-cara penyelesaian masalah yang baru dan memulai cara baru untuk bergerak maju