• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Kromatografi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Petai (Parkia Speciosa Hassk.) Sebagai Antidiare

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pola Kromatografi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Petai (Parkia Speciosa Hassk.) Sebagai Antidiare"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Klasifikasi tumbuhan

Menurut Samsuhidayat dan Hutapea (1991), klasifikasi tumbuhan petai adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Rosales

Suku : Mimosaceae Marga : Parkia

Jenis : Parkia speciosa Hassk. 2.1.2 Nama daerah

Tanaman petai di Indonesia memiliki berbagai macam nama daerah, seperti: parira (Batak Karo); palia (Batak Toba); patai (Minangkabau); petar (Lampung); pete, sindutan (Jawa); peteh (Madura); peteuy (Sunda); petai (Katingan, Sampit); puti (Sumba); pode (Bima); pote (Sawu); paloh (Ceram); pateka (Ambon) dan foopatu (Buru) (Heyne, 1987).

2.1.3 Morfologi tumbuhan

(2)

6

daunnya menyirip ganda. Bunganya ketika masih muda berwarna hijau, keras dan berbentuk bongkol. Bentuk buahnya berpolong-polong, berisi biji-biji dan biji tersebut agak lunak ketika masih muda dan agak keras setelah menjadi tua. Buah petai mulanya berwarna hijau muda, kemudian semakin lama menjadi hijau tua dan akhirnya setelah masak akan berwarna hitam (Susilo, 2012). Jumlah biji dalam satu buah bisa mencapai 20 biji, yang berwarna hijau ketika masih muda dan terbalut oleh selaput agak tebal berwarna coklat terang. Buah petai akan mengering jika masak dan biji-bijinya akan terlepas dengan sendirinya (Agoes, 2010).

Tanaman petai tumbuh baik di daerah dataran rendah sampai daerah pegunungan dengan ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut dengan lingkungan yang terbuka atau tidak terlindung oleh pohon lain, sebab tanaman petai sangat membutuhkan sinar matahari sepanjang hari (Susilo, 2012).

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap buah petai kandungan kimia yang terdapat pada kulit buah petai yaitu tanin, flavonoid, saponin dan bijinya mengandung alkaloid, triterpenoid/steroid dan flavonoid (Kamisah, dkk., 2013). Selain itu biji juga mengandung zat gizi, mineral dan vitamin sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan gizi biji petai

Nama Dalam 100 g biji Nama Dalam 100 g biji

(3)

7 2.1.5. Manfaat tumbuhan

Manfaat yang dapat diperoleh dari mengkonsumsi biji petai untuk kesehatan diantaranya adalah membantu menghilangkan depresi, mengobati anemia, membantu mengatasi Premenstrual Syndrome (PMS), menurunkan resiko tekanan darah tinggi, obat hati dan ginjal, mengobati luka lambung, mengatasi sembelit dan menurunkan resiko terkena stroke (Agoes, 2010; Susilo, 2012). Berbagai penelitian juga telah dilakukan untuk menguji manfaat biji petai diantaranya sebagai hipoglikemik, antitumor, antimutagenik, antimikroba (Kamisah, dkk., 2013), antioksidan dan antihipertensi (Siow dan Gan, 2013).

Kulit buah petai berkhasiat sebagai obat diantaranya berkhasiat sebagai hipoglikemik (Jamaludin dan Mohamed, 1993), antioksidan (Gan dan Latiff, 2010; Wonghirundecha, dkk., 2013) dan antimikroba (Wonghirundecha, dkk., 2013).

2.2 Uraian Kromatografi

(4)

8

berwarna. Senyawa-senyawa tak berwarna dapat juga dilihat lokasinya, karena flouresensi senyawa dalam sinar ultraviolet (Sastrohamidjojo, 1985).

Semua cara kromatografi pada dasarnya menggunakan dua fase yaitu fase tetap (stationary) dan yang lainnya fase gerak (mobile), pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini (Sastrohamidjojo, 1985). Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan (Rohman, 2009).

Menurut Sastrohamidjojo (1985), cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase tetap yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fase tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan (absorption chromatography), jika fase tetap cair dikenal sebagai kromatografi partisi (partition chromatography). Karena fase gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu:

1. Fase gerak zat cair – fase tetap padat :

Dikenal sebagai kromatografi serapan yang meliputi - Kromatografi lapisan tipis

- Kromatografi penukar ion 2. Fase gerak gas – fase tetap padat :

- Kromatografi gas padat

3. Fase gerak zat cair - fase tetap zat cair Dikenal sebagai kromatografi partisi

- Kromatografi kertas

(5)

9 - Kromatografi gas – cair

- Kromatografi kolom kapiler

Menurut Rohman (2009), berdasarkan pada mekanisme pemisahannya kromatografi dibedakan menjadi:

a. Kromatografi adsorbsi b. Kromatografi partisi c. Kromatografi pasangan ion d. Kromatografi penukar ion e. Kromatografi eksklusi ukuran f. Kromatografi afinitas

Menurut Rohman (2009), berdasarkan pada alat yang digunakan kromatografi dapat dibagi atas:

a. Kromatografi kertas b. Kromatografi lapis tipis

c. Kromatografi cair kinerja tinggi d. Kromatografi gas

2.2.1 Kromatografi kertas

Kromatografi kertas atau KKt pada hakekatnya ialah KLT pada lapisan tipis selulosa atau kertas. Cara ini ditemukan jauh sebelum KLT dan telah dipakai secara efektif selama bertahun-tahun untuk pemisahan molekul biologi yang polar seperti asam amino, gula dan nukleotida. KKt tidak memerlukan plat pendukung dan kertas dapat dengan mudah diperoleh dalam bentuk murni sebagai kertas saring (Gritter, dkk., 1991).

(6)

10

dengan susunan serabut dan tebal yang sesuai. Kandungan air pada kertas dapat dianggap sebagai fase diam, maka mekanisme partisi berperan penting dalam pemisahan. Pemisahan dapat berlangsung menggunakan fase cair tunggal dengan proses yang sama dengan kromatografi adsorpsi dalam kolom (Depkes RI, 1995).

Keberhasilan dari pemisahan kromatografi kertas tergantung juga pada proses deteksi. Senyawa-senyawa yang berwarna tentu saja terlihat sebagai noda-noda berwarna yang terpisah pada akhir pengembangan. Untuk senyawa-senyawa tak berwarna memerlukan deteksi secara kimia dan fisika. Metoda fisika dilakukan pengamatan di bawah sinar ultra ungu sebelum dan sesudah setiap metoda dikerjakan. Metoda kimia adalah merupakan deteksi yang paling penting, pereaksi-pereaksi yang digunakan biasanya dinyatakan sebagai “pereaksi-pereaksi lokasi”. Cara yang digunakan untuk mendeteksi noda yaitu dengan jalan penyemprotan (Sastrohamidjojo, 1985).

2.2.2 Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik (Rohman, 2009). Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap (kromatografi padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fase diam yang umum dipakai adalah silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kieselgur (tanah diatom) dan selulosa (Gritter, dkk., 1991).

(7)

11

merupakan teknik yang sensitif (Rohman, 2009). Deteksi noda senyawa tidak berwarna pada KLT dilakukan secara fisika atau kimia. Secara fisika dilakukan dengan fluoresensi sinar ultraviolet dan pencacahan radioaktif, sedangkan secara kimia dilakukan dengan cara penyemprotan (Sastrohamidjojo, 1985).

2.2.3 Kromatografi cair kinerja tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik pemisahan dengan fase diam padat dan fase gerak cair yang umumnya dilakukan dalam suhu ruang. Pemisahan diperoleh dari proses partisi, adsorpsi atau penukar ion tergantung dari tipe fase diam yang digunakan. Zat yang dianalisis dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Metode ini umumnya digunakan untuk analisis zat yang tidak stabil terhadap panas. Sebagian besar analisis zat menggunakan kromatografi partisi yang dapat selesai dalam waktu 30 menit (Kemenkes RI, 2010).

2.2.4 Kromatografi gas

Pada kromatografi gas fase geraknya berupa gas dan fase diam umumnya suatu cairan, tetapi dapat berupa zat padat atau kombinasi zat padat dan zat cair. Pada kromatografi gas-cair, fase diam cair sebagai lapisan tipis yang tetap pada penyangga padat inert yang terbagi halus seperti tanah silika untuk kromatografi, bata tahan api yang dilumatkan, butir kaca atau bagian dalam tabung berdiameter kecil. Fase gerak atau gas pembawa umumnya dalam silinder bertekanan yang dilengkapi dengan katup untuk mengatur tekanan, dialirkan melalui alat pengukur aliran yang digunakan untuk pengaturan seksama laju aliran yang sesuai untuk pemisahan suatu campuran tertentu (Ditjen POM,1995).

2.2.5 Kromatografi penukar ion

(8)

12

dan ion berdasarkan muatan. Metode ini dapat digunakan untuk hampir semua molekul bermuatan termasuk protein, nukleotida dan asam amino. Kromatografi penukar ion sering digunakan untuk pemurnian protein, analisis air dan quality control. Prinsip dasar kromatografi penukar ion adalah fase diam mampu menukar ion dan pada permukaannya mempunyai muatan listrik, muatan dinetralkan oleh ion balik (counter ion) dari fase gerak. Fase gerak yang mengandung ion dan molekul cuplikan ionik bersaing dengan ion-ion itu mendapat tempat pada permukaan fase diam (Rohman, 2009).

2.2.6 Kromatografi eksklusi

Kromatografi eksklusi adalah metode pemisahan yang tergantung pada pertukaran molekul terlarut di antara pelarut fase gerak dan pelarut yang sama dalam pori-pori bahan pengisi kolom. Rentang ukuran pori bahan pengisi kolom menentukan rentang ukuran molekul pada pemisahan yang terjadi. Alat terdiri dari kolom kromatografi berisi bahan yang mampu melakukan fraksinasi pada rentang ukuran molekul yang sesuai dan dapat dikendalikan suhunya. Fase gerak melewati kolom pada laju aliran yang tetap, baik oleh gravitasi atau menggunakan pompa yang sesuai (Ditjen POM, 1995).

2.3 Ekstraksi

(9)

13

atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Menurut Ditjen POM (2000), ada beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:

A. Cara Dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan.

B. Cara Panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 2. Sokletasi

(10)

14

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan adanya pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50ºC.

4. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur pada suhu 96-98ºC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.4 Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses penghilangan atau penghancuran semua bentuk kehidupan mikroba termasuk bakteri, virus, jamur dan spora. Sterilisasi dapat dicapai dengan penggunaan uap air, panas kering, gas etilen oksida dan kemosterilizer cair. Sterilitas merupakan suatu dugaan probabilistik, tidak ada kepastian yang mutlak bahwa suatu item mengandung nol mikroorganisme. SAL (Sterility Assurance Level) digunakan sebagai ukuran sterilitas. SAL adalah probabilitas kelangsungan hidup mikroorganisme setelah proses sterilisasi (Pratiwi, 2008).

(11)

15

panas kering maupun panas basah, radiasi dan filtrasi. Metode sterilisasi panas merupakan metode yang relatif efisien, dapat dipercaya dan banyak digunakan. Sterilisasi panas dibedakan menjadi sterilisasi panas kering dan sterilisasi panas basah. Umumnya untuk bahan yang sensitif terhadap kelembapan digunakan metode sterilisasi panas kering sedangkan untuk bahan yang resisten kelembapan digunakan metode sterilisasi panas basah (Pratiwi, 2008) .

2.4.1 Sterilisasi panas kering

Prinsip kerja sterilisasi panas kering adalah menyebabkan denaturasi protein dan efek toksik akibat kenaikan kadar elektrolit. Ada dua metode sterilisasi panas kering yaitu (Waluyo, 2010):

1. Pembakaran langsung

Teknik pembakaran langsung merupakan teknik sterilisasi yang tercepat dan 100% efektif. Caranya adalah dengan membakar peralatan sampai pijar. 2. Pemanasan dengan oven/ Sterilisasi dengan udara panas

Sterilisasi dengan cara ini memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan cara pembakaran secara langsung, caranya adalah dengan memanaskan udara dalam oven dimana suhunya dapat mencapai 160-180ºC selama 1-2 jam. 2.4.2 Sterilisasi panas basah

Sterilisasi panas basah dapat dilakukan dengan perebusan menggunakan air atau dengan menggunakan autoklaf (Pratiwi, 2008):

1. Perebusan menggunakan air

Teknik sterilisasi perebusan menggunakan air mendidih 100ºC selama 10 menit, efektif untuk sel-sel vegetatif dan spora eukariot.

(12)

16

Teknik sterilisasi ini menggunakan temperatur di atas 100ºC dilakukan dengan uap, alat serupa pressure cooker dengan pengatur tekanan dan klep pengaman. Prinsip autoklaf adalah terjadinya koagulasi yang lebih cepat dalam keadaan basah dibandingkan keadaan kering.

2.5 Uraian Bakteri

Bakteri adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop (Irianto, 2006). Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada umumnya penampang bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 µm dan panjangnya sekitar 1-6 µm . Walaupun bentuknya bermacam-macam, tetapi pada dasarnya strukturnya terdiri dari atas dinding sel, membran sitoplasma, sitoplasma, serta inti sel (Dzen, dkk., 2003).

Gambar 2.1 Struktur bakteri

2.5.1 Morfologi dan struktur bakteri

(13)

17 1. Bakteri berbentuk bulat (bola)

Bakteri berbentuk bulat atau bola dinamakan kokus (coccus), dapat dibedakan atas monokokus (Neisseria gonorrhoeae), diplokokus (Diplococcus pneumoniae), sarkina, streptokokus dan stafilokokus.

2. Bakteri berbentuk batang

Bakteri yang berbentuk batang dinamakan basilus (bacillus), bentuk basillus dapat dibedakan atas basil tunggal (Salmonella typhi), diplobasil dan streptobasil (Bacillus anthracis).

3. Bakteri berbentuk melilit

Bakteri berbentuk melilit dinamakan spirillum atau spiral, ada tiga macam bentuk spiral yaitu spiral (Spirillum), vibrio (Vibrio cholerae) dan spirochaeta.

Gambar 2.2 Bentuk umum sel dan rangkaian sel bakteri

Keterangan gambar: 1) monokokus; 2) diplokokus; 3) stafilokokus; 4) streptokokus; 5) sarsina; 6) bakteri batang; 7) spiral (ulir); dan 8) vibrio. (Sumber:Schlegel,1994)

(14)

18

gram negatif kandungan peptidoglikan pada dinding selnya lebih sedikit, oleh karenanya bakteri gram negatif lebih peka terhadap pengaruh mekanik. Selain peptidoglikan, dinding sel bakteri gram negatif juga mengandung lipopolisakarida, fosfolipid dan lipoprotein yang berperan dalam proses masuknya bahan-bahan dari luar sel ke dalam sel (Dzen, dkk., 2003).

Gambar. 2.3 Dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif

2.5.2 Fase pertumbuhan bakteri

Menurut Pratiwi (2008), fase pertumbuhan bakteri meliputi empat fase, yaitu:

1. Fase lag

(15)

19 2. Fase log (fase eksponensial)

Fase ini merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika bakteri, sifat media dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial.

3. Fase stasioner

Pertumbuhan bakteri berhenti pada fase ini dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati, karena pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik.

4. Fase kematian

Pada fase ini jumlah sel yang mati meningkat, faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik.

Gambar 2.4 Grafik pertumbuhan bakteri 2.5.3 Pengaruh faktor lingkungan pada pertumbuhan

(16)

20 bakteri meliputi:

1. Suhu (Temperatur)

Menurut Dzen, dkk. (2003), seperti halnya makhluk hidup tingkat tinggi, untuk pertumbuhannya bakteri perlu suhu tertentu. Atas dasar suhu yang diperlukan untuk tumbuh, bakteri dapat dibagi beberapa golongan sebagai berikut: - Bakteri Psikofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 0-30ºC.

Temperatur optimal adalah 25ºC.

- Bakteri Mesofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 25-40ºC. Temperatur optimal adalah 37ºC.

- Bakteri Termofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 50-60ºC.. 2. pH

Bakteri untuk pertumbuhannya memerlukan pH tertentu, namun pada umumnya bakteri memiliki jarak pH antara 6,5-7,5 namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asama tau sangat alkali (Dzen, dkk., 2003).

3. Tekanan osmosis

Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri ialah medium isotonis terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri ditempatkan dalam suatu larutan hipertonis terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami plasmolisis yaitu terlepasnya sitoplasma dalam membran sel. Sebaliknya bila bakteri ditempatkan dalam sutau larutan hipotonis maka dapat menyebabkan pecahnya sel bakteri karena masuknya cairan ke dalam sel (Irianto, 2006).

4. Radiasi

(17)

21

sinar inframerah dan gelombang radio (Pratiwi, 2008). 5. Oksigen

Bakteri dibagi menjadi empat golongan berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen yaitu: Aerobik (membutuhkan oksigen), Anaerobik (tidak membutuhkan oksigen), Anaerobik falkutatif (tumbuh pada keadaan aerobik dan anaerobik) dan mikroaerofilik (baik tumbuh bila sedikit oksigen) (Dzen, dkk., 2003).

6. Nutrisi

Sumber zat makanan (nutrisi) bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, seng, tembaga dan kobalt), vitamin, air untuk fungsi metabolik dan pertumbuhannya (Pratiwi, 2008).

2.5.4 Bakteri Bacillus cereus

Menurut Dwidjoseputro (1978), klasifikasi bakteri Bacillus cereus adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Bacillaceae Marga : Bacillus

Jenis : Bacillus cereus

(18)

22

di tanah, air, abu dan olahan makanan. Bacillus cereus juga dapat membentuk spora (endospora), spora Bacillus cereus lebih tahan pada panas kering daripada pada panas lembab dan dapat bertahan lama pada produk yang kering. Selnya berbentuk batang besar (bacillus) dan sporanya tidak membengkakkan sporangiumnya. Spora Bacillus cereus lebih tahan pada panas kering daripada pada panas lembab dan dapat bertahan lama pada produk yang kering. Selnya berbentuk batang besar (bacillus) dan sporanya tidak membengkakkan sporangiumnya (Rohman, 2009).

Gambar 2.5 Koloni Bacillus cereus Gambar 2.6 Spora Bacillus cereus

Bakteri inimenghasilkan enterotoksin yang dapat menimbulkan keracunan lewat makanan. Masa inkubasi berbeda-beda, berkisar 2-6 jam setelah menyantap makanan yang mengandung toksin. Gejala keracunan ini timbul mendadak, mencakup diare berat, nyeri perut, mual dan terkadang muntah (Arisman, 2009). Selain itu juga dapat menyebabkan infeksi lokal pada mata, endokarditis, meningitis dan pneumonia (Jawetz, dkk., 2005).

(19)

23

yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare (disebabkan oleh protein dengan berat molekul besar) dan toksin yang menyebabkan muntah atau emesis (disebabkan oleh peptida tahan panas) (Arisman, 2009).

Tabel 2.2 Karakteristik penyakit akibat Bacillus cereus

Tipe Diare Tipe Muntah

Dosis infektif

Pada usus halus penderita Protein

8 – 16 jam

12 – 24 jam (bias > 24 jam)

Mual, nyeri perut seperti kram, dan diare berair Produk asal daging, sup, sayuran, susu, pudding, Nasi, pasta, mie, dll.

Sumber: Granum dan Lund, 1997.

2.5.5 Bakteri Escherichia coli

Menurut Dwidjoseputro (1978), klasifikasi bakteri Escherichia coli sebagai berikut:

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Enterobacteriaceae Marga : Escherichia

(20)

24

Escherichia coli yaitu bakteri berbentuk batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, merupakan bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, anaerob fakultatif, mesofilik, pH 4,4-8,5 dan merupakan penghuni normal usus (Arisman, 2009).

Gambar 2.7Koloni Escherichia coli

Escherichia coli merupakan salah satu penyebab infeksi, masa inkubasi berlangsung selama 12 jam hingga 3 hari. Gejala timbul 18-24 jam setelah menyantap makanan yang tercemar, berupa nyeri dan diare, terkadang disertai demam dan muntah (Arisman, 2009). Escherichia coli dapat menyebabkan diare melalui dua mekanisme yaitu (Volk dan Wheeler, 1989):

1. Dengan memproduksi enterotoksin yang secara tidak langsung menyebabkan kehilangan cairan.

2. Dengan invasi yang sebenarnya lapisan epitelium dinding usus, sehinnga menyebabkan peradangan dan kehilangan cairan

(21)

25

infeksi oleh Escherichia coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain (Jawetz, dkk., 2005).

Menurut Jawetz, dkk. (2005), beberapa penyakit yang disebabkan oleh Escherichia coli yaitu :

1. Infeksi saluran kemih

Escherichia coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 % wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas.

2. Diare

Escherichia coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia, diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Ada lima kelompok galur Escherichia coli yang patogen, yaitu :

a. Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC)

EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil.

b. Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC)

ETEC penyebab yang sering dari “diare wisatawan” dan penyebab diare pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil.

(22)

26

EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Penyakit yang paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan para wisatawan yang menuju negara tersebut. Galur EIEC bersifat non-laktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.

d. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEK)

EHEK menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksisnya pada sel vero, suatu ginjal dari monyet hijau Afrika.

e. Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC)

EAEC menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di negara berkembang.

3. Sepsis

Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, Escherichia coli dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis.

4. Meningitis

Escherichia coli dan Streptokokus adalah penyebab utama meningitis pada bayi. Escherichia coli merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal.

2.5.6 Bakteri Salmonella typhi

Menurut Dwidjoseputro (1978), klasifikasi bakteri Salmonella typhi yaitu: Divisi : Protophyta

(23)

27 Marga : Salmonella

Jenis : Salmonella typhi

Salmonella typhi merupakan bakteri berbentuk batang, tidak membentuk spora, gram negatif, anaerob fakultatif, tumbuh pada suhu 15-41ºC (suhu optimum 37,5 ºC) dan pH pertumbuhan 6-8 (Karsinah, dkk., 1994).

Gambar 2.8 Koloni Salmonella typhi

Salmonella typhi merupakan penyebab infeksi utama pada manusia dan organisme ini hampir selalu masuk melalui jalan oral, biasanya dengan mengkontaminasi makanan atau minuman. Infeksi terjadi setelah 8-48 jam setelah menelan makanan yang telah tercemar, gejala yang timbul berupa sakit kepala, muntah dan diare (Jawetz, dkk., 2005).

Salmonella typhi merupakan penyebab demam typoid dengan gejala demam, rasa tidak enak badan, sakit kepala, bradycardia dan konstipasi. Demam typoid adalah penyakit infeksi sistemik yang bisa disebabkan oleh Salmonella enteric

serotype typhi. Bakteri ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang

terkontaminasi atau dari feces dan urin orang yang terinfeksi. Gejala awalnya dimulai

dengan demam ringan tetapi akan progresif dan sering berkelanjutan sehingga 39ºC

(24)

28 2.6 Pengujian Aktivitas Antimikroba

Pengukuran aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan metode dilusi atau metode difusi.

1. Metode Dilusi

Metode ini bertujuan untuk mengukur MIC (Minimum Inhibitory Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration) atau KBM (Kadar Bunuh Minimum). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).

2. Metode Difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Prinsip metode ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di sekitar cakram. Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya (Jawetz, dkk., 2005).

(25)

29 a. Metode disc diffusion (tes Kirby& bauer)

Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Pada metode ini digunakan piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media Agar.

b. Metode E-test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi KHM. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari konsentrasi terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami bakteri. Pengamatan dilakukan pada daerah jernih yang menunjukkan konsentrasi antimikroba yang menghambat pertumbuhan bakteri.

c. Metode Ditch-plate

Pada metode ini agen antimikroba diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam petri pada bagian tengah secara membujur dan bakteri digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba. d. Metode Cup-plate

Metode ini dilakukan dengan membuat sumur sedemikian rupa pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji dengan berbagai konsentrasi dan diinkubasi pada suhu 370C selama 18-24 jam, kemudian diamati diameter zona hambat disekitar sumur.

e. Metode Gradient-plate

(26)

30

teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang diatasnya, kemudian diinkubasi selama 24 jam, selanjutnya mikroba uji digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah.

2.7 Diare

Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Suharyono, 1986). Diare merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme meliputi bakteri, virus, parasit, protozoa dan penularan terjadi secara oral. Diare dapat mengenai semua kelompok umur dan berbagai golongan sosial serta erat hubungannya dengan lingkungan yang tidak higienis (Agtini, 2011).

Menurut Suharyono (2008), mikroorganisme penyebab diare yaitu: 1. Virus

Virus penyebab diare antara lain Enterovirus (virus polio, virus coxsackie, virus ECHO), Adenovirus dan Reovirus.

2. Bakteri patogen

Bakteri patogen penyebab diare antara lain Escherichia coli, Salmonella typhi, Shigella dysenteriae, vibrio cholerae, Clostridium perfrigens, staphylococcus dan Bacteroides.

3. Bakteri tidak patogen

Bakteri tidak patogen yang dapat menyebabkan diare antara lain Staphylococcus albus, Streptococcus anhaemolyticus, Streptococcus faecalis,

(27)

31 4. Parasit

Parasit penyebab diare antara lain Candida, Giardia lamblia, Entamoeba, Trichiuris, Trichomonas dan Hymenolepis.

Kuman penyebab diare masuk lewat makanan yang biasanya disebabkan oleh kebersihan dan kehigienisan yang tidak terjaga. Dampak yang ditimbulkan oleh diare adalah dehidrasi, hipokalemi, hipokalsemi, hiponatremi, asidosis bahkan kematian. Dehidrasi merupakan masalah yang sangat berat dalam diare, karena dehidrasi dalam jumlah besar dapat mengganggu proses metabolisme dan keterlambatan dalam pemberian pertolongan dapat menyebabkan kematian (Yamin, dkk., 2008).

Menurut Suharyono (2008), diare dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. Diare Akut

Diare akut adalah diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.

2. Diare Kronik

Diare kronik adalah diare karena infeksi usus yang bersifat menahun dan berlangsung lebih dari 2 minggu.

Diare akut diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan menimbulkan sindroma disentri yaitu diare yang disertai lendir dan darah. Sedangkan diare non inflamasi disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume besar tanpa lendir dan darah (Zein, dkk., 2004).

(28)

32 yaitu:

a. Diare tanpa dehidrasi

Tanda diare tanpa dehidrasi yaitu keadaan secara umum baik, mata normal, minum biasa dan turgor pada kulit kembali dengan cepat.

b. Diare dehidrasi ringan/sedang

Tanda diare dengan dehidrasi ringan/sedang yaitu keadaan gelisah, rewel, mata cekung, rasa haus meningkat atau ingin minum banyak dan turgor pada kulit kembali lambat.

c. Diare dehidrasi berat

Tanda diare dehidrasi berat yaitu keadaan lesu, lunglai, atau tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas minum dan turgor pada kulit kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik).

Menurut Kemenkes RI (2011), kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun 2. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur

3. Memberikan air minum yang sudah direbus dan menggunakan air yang bersih 4. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum dan sesudah buang air besar 5. Buang air besar di jamban

Gambar

Tabel 2.1 Kandungan gizi biji petai
Gambar 2.1 Struktur bakteri
Gambar 2.2  Bentuk umum sel dan rangkaian sel bakteri
Gambar. 2.3 Dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif
+6

Referensi

Dokumen terkait

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,

Pertanyaan utama yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah apakah penerapan metode bernyanyi dapat meningkatkan prestasi belajar anak didik dalam meningkatkan

Pria, 61 tahun datang ke poli penyakit kulit dan kelamin dengan keluhan utama berupa timbul rasa gatal disertai dengan panas sejak 5 hari yang lalu. Keluhan yang dirasa muncul

Dengan memodelkan pembangkit microhydro ke dalam bentuk transformasi laplace pada Gambar 3, maka dapat dilakukan simulasi sederhana aplikasi kontrol Fuzzy PIPD untuk mengatur

[r]

Self efficacy akan akademik berpengaruh terhadap pencapaian prestasi akademik. Individu yang memiliki Self efficacy akademik yang tinggi mau menerima tugas-tugas akademik

Terdapat perbedaan hasil belajar antara peserta didik yang diajar dengan menggunakan media pembelajaran Lectora yang dipadukan Ulead yang memiliki gaya belajar

Hal yang paling penting juga yaitu orang tua harus selalu membicarakan atau selalu berkomunikasi tentang pendidikan dengan anak ketika sedang berada di rumah agar anak bisa