BAB II
PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA PERSEROAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Penggunaan Laba Perseroan
Di dalam UU No.40 Tahun 2007 tidak ditemukan penjelasan mengenai
makna dari “penggunaan laba” yang terdapat pada bab ke-4 (keempat) bagian ke-3
(ketiga) UU tersebut. Ditinjau dari segi kebahasaan, menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, makna dari “penggunaan” yaitu : proses, cara, perbuatan menggunakan
sesuatu, pemakaian.55
55Kamus Besar Bahasa Indonesia
, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal.375.
Dilihat dari makna ”penggunaan” di atas maka pengertian dari
penggunaan laba adalah perbuatan menggunakan laba. Dengan kata lain, penggunaan
laba Perseroan ialah suatu perbuatan menggunakan selisih lebih antara pendapatan
dengan beban yang diperoleh oleh Perseroan dari kegiatan usaha yang dijalankan sesuai
dengan anggaran dasar Perseroan.
Pengaturan tentang penggunaan laba dapat dijumpai pada Bab ke-4 (keempat)
bagian ke-3 (ketiga) dari Pasal 70 hingga Pasal 73 UU No.40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
Bunyi dari Pasal 70 UU No.40 Tahun 2007 yaitu:
“(1) Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku
untuk cadangan.
(2) Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai
cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang
ditempatkan dan disetor.
(4) Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk menutup
kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.”
Undang-undang mewajibkan suatu Perseroan untuk menyisihkan jumlah
tertentu dari laba bersih yang diperoleh setiap tahun untuk dijadikan cadangan. Laba
bersih adalah keuntungan tahun berjalan setelah dikurangi pajak.56 Keuntungan yang
diperoleh Perseroan setelah dikurang pajak per tahunnya akan dijadikan cadangan.
Penyisihan hanya wajib dilakukan jika Perseroan memiliki saldo laba yang positif.
Saldo laba yang positif adalah laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan yang
telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya.57
56
Penjelasan Pasal 70 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 57
Penjelasan Pasal 70 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Di dalam pasal 71 UU No.40 Tahun 2007 ditentukan bahwa jumlah
penyisihan yang akan dilakukan Perseroan untuk cadangan diputuskan oleh RUPS.
Selain itu juga diatur bahwa seluruh laba bersih yang diperoleh Perseroan setelah
dikurangi dengan cadangan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen,
kecuali RUPS memutuskan lain. Dividen hanyan boleh dibagikan apabila Perseroan
mempunyai saldo laba yang positif. Bunyi dari pasal 71 UU No.40 Tahun 2007 yaitu:
“(1) Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan
(2) Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai
dividen, kecuali ditentukan lain dalam RUPS.
(3) Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh dibagikan apabila
Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.”58
58
Pasal 71 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Pasal 72 UU No.40 Tahun 2007 mengenal adanya pembagian dividen yang
dilakukan sebelum tahun buku Perseroan berakhir. Dividen yang dimaksud dinamakan
dividen interim. Dividen interim tersebut hanya dapat dilakukan bila jumlah kekayaan
Perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada jumlah modal ditempatkan dan disetor
ditambah cadangan wajib. Pembagian dividen interim tersebut tidak boleh mengganggu
atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditor atau
mengganggu kegiatan Perseroan. Pembagian tersebut dilakukan berdasarkan keputusan
Direksi setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris. Namun bila setelah
tahun buku berakhir dan Perseroan mengalami kerugian, maka dividen yang telah
dibagikan tersebut wajib dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan. Dan
bila pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim yang telah
diterimanya tersebut maka konsekuensi yang timbul adalah Direksi dan Dewan
Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap kerugian Perseroan.
Dasar hukum dari dividen interim tersebut dapat dilihat di dalam pasal 72 UU No.40
Tahun 2007 yang berbunyi:
“(1) Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku Perseroan
(2) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
apabila jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada
jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib.
(3) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh
mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya
pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan.
(4) Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah
memperoleh persetujuan Dewan Komisaris, dengan memperhatikan ketentuan pada
ayat (2) dan ayat (3).
(5) Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian,
dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham
kepada Perseroan.
(6) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas
kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan
dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (5).”59
Dividen yang tidak diambil setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal yang
ditetapkan untuk pembayara dividen lampau, dimasukan ke dalam cadangan khusus.
Pengambilan dividen yang telah dimasukan ke dalam cadangan khusus diatur oleh
RUPS. Dan bila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dividen yang telah dimasukan
ke dalam cadangan khusus tersebut belum diambil maka dividen tersebut akan menjadi
hak Perseroan. . Cadangan khusus adalah cadangan yang dibentuk dengan menyisihkan
sebagian pendapatan bersih untuk tujuan tertentu secara berkala (appropriate reserve).60
59
Pasal 72 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 60
http://www.bi.go.id/web/id/Kamus.htm?id=C&, diakses tanggal 9 Juli 2013.
usaha, untuk embagian dividen, untuk tujuan sosial, dan lain sebagainya.61
(3) Dividen yang telah dimasukkan dalam cadangan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan tidak diambil dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun akan
menjadi hak Perseroan.”
Hal tersebut
diatur dalam Pasal 73 UU No.40 Tahun 2007 yang isinya sebagai berikut:
“(1) Dividen yang tidak diambil setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal yang
ditetapkan untuk pembayaran dividen lampau, dimasukkan ke dalam cadangan
khusus.
(2) RUPS mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah dimasukkan ke dalam
cadangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
62
a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
Di dalam Pasal 15 UU No.40 Tahun 2007 mengenai anggaran dasar juga
dijumpai ketentuan mengenai penggunaan laba. Di dalam Pasal tersebut disebutkan
bahwa anggaran dasar Perseroan memuat sekurang-kurangnya:
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap
klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap
saham;
f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
61
Penjelasan Pasal 70 ayat (3) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 62
h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan
Komisaris;
i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.63
Pengaturan mengenai penggunaan laba tidak hanya dijumpai di dalam UU
No.40 tahun 2007 tersebut. Di dalam UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) juga ditemukan adanya pengaturan mengenai penggunaan laba.
Pengaturan tersebut dapa dijumpai di dalam :
Pasal 42 :
(1) Setiap tahun buku Perum wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk
cadangan.
(2) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sampai
cadangan mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal
Perum.
(3) Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang belum mencapai jumlah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), hanya dapat dipergunakan untuk menutup
kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.64
Pasal 43 : Penggunaan laba bersih Perum termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk
cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh Menteri.65
Penggunaan laba menurut UU No.19 Tahun 2003 ini hampir sama dengan
UU No.40 Tahun 2007, yaitu adanya kewajiban penyisihan laba bersih untuk cadangan
dan penyisihan dilakukan hingga mencapai sekurang-kurangnya 20% dari modal. Dari
UU No.19 Tahun 2003 tersebut dapat kita lihat adanya perbedaan antara penggunaan
laba menurut UU tersebut dengan UU No.40 Tahun 2007 juga. Di dalam UU No.19
63
Pasal 15 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 64
Pasal 42 UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 65
Tahun 2003 tidak disebut bahwa penyisihan hanya wajib dilakukan jika saldo laba yang
positif. Hal tersebut menimbulkan penafsiran bahwa meskipun BUMN belum dapat
menutupi akumulasi kerugian ditahun buku sebelumnya, BUMN tetap diwajibkan
menyisihkan laba bersih untuk cadangan.
Letak perbedaan yang lain adalah dalam hal organ BUMN yang memegang
peranan dalam penentuan penggunaan laba. BUMN di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu Persero dan Perum. Perusahaan Perseroan (Persero), adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau
paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.66 Perusahaan Umum (Perum),
adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham,
yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan
perusahaan.67
Dikarenakan Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan yang modal
dasarnya terbagi dalam saham maka organ dalam Persero sama dengan organ dalam
Perseroan. Organ Persero adalah RUPS, Direksi dan Komisaris.
68
66
Pasal 1 butir (2) UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 67
Pasal 1 butir (4) UU No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 68
Pasal 13 UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Menteri bertindak
selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh Negara dan bertindak
selaku pemegang saham pada Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh
sahamnya dimiliki oleh negara. Berdasarkan Pasal 14 UU No.19 Tahun 2003 dalam
Persero, RUPS yang menentukan rencana penggunaan laba. Maka untuk Persero yang
seluruh saham dimiliki oleh Negara, penggunaan laba ditentukan oleh Menteri.
laba ditentukan oleh RUPS dimana Menteri hanya sebagai salah satu pemegang saham.
Begitu juga untuk Persero yang telah diprivatisasi maka penggunaan laba Persero
ditentukan oleh RUPS.
Untuk Perum penggunaan laba bersih Perum termasuk jumlah penyisihan
untuk cadangan ditetapkan oleh Menteri.69 Berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 43
UU No.19 Tahun 2003 tersebut maka Menteri dapat menetapkan bahwa sebagian atau
seluruh laba bersih akan digunakan untuk pembagian dividen kepada pemilik modal,
atau pembagian lain seperti tansiem (tantiem) untuk Direksi dan Dewan Pengawas,
bonus untuk karyawan, cadangan dana sosial dan lain-lain, atau penempatan laba bersih
tersebut dalam cadangan Perum yang antara lain diperuntukkan bagi perluasan usaha
Perum.70
B. Organ Perseroan Yang Berperan Dalam Penggunaan Laba Perseroan 1. Peran Direksi Dalam Penggunaan Laba Perseroan
Keberadaaan Direksi dalam Perseroan ibarat nyawa bagi Perseroan. Tidak
mungkin suatu Perseroan tanpa adanya Direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada Direksi
tanpa adanya Perseroan. Oleh karena itu, keberadaaan Direksi bagi Perseroan sangat
penting. Sekalipun Perseroan sebagai badan hukum, yang mempunyai kekayaan
69
Pasal 43 UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 70
terpisah dengan Direksi, tetapi hal itu hanya berdasarkan fiksi hukum, bahwa Perseroan
dianggap seakan-akan sebagai subjek hukum, sama seperti manusia.71
Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Direksi berwenang menjalankan
pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan
dalam UU Perseroan Terbatas dan/ atau anggaran dasar. Direksi Perseroan terdiri atas
satu orang anggota Direksi atau lebih. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan
dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan
surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan terbuka wajib memiliki
paling sedikit dua orang anggota Direksi. Jika Direksi terdiri dari dua anggota Direksi
atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi
ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Namun jika RUPS tidak menetapkan,
pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan
Direksi.72
Dari uraian di atas tampak bahwa istilah tugas, wewenang, dan tanggung
jawab Direksi hampir memiliki arah dan maksud yang sama, yakni melakukan
pengurusan Perseroan (sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar
Perseroan) dan mewakili Perseroan (baik di dalam maupun di luar pengadilan).73
Menurut teori, dalam pengertian pengurusan yang dipercayakan kepada Direksi
itu, dapat dibedakan atas perbuatan beheren dan perbuatan beschikking atau kadangkala
disebut pula sebagai perbuatan van eigendom. Perbuatan beheren dalam praktik
diterjemahkan sebagai perbuatan “pengurusan” (dalam arti sempit). Sedang perbuatan
71
Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab), (Bogor: Khalia Indonesia, 2008), hal.40.
72
Frans Satrio Wicaksono, Op.cit., hal 78. 73
beschikking atau eigendom lazim diterjemahkan sebagai perbuatan “kepemilikan”
(dalam arti luas). Diterjemahkan “kepemilikan” sebagai terjemahan harafiah dari
eigendom.74
Sebenarnya perbuatan pengurusan (beheren) itulah yang merupakan wewenang
murni dari Direksi, yaitu ditandai sebagai perbuatan yang biasa dilakukan sehari-hari
(kontinyu). Sepanjang perbuatan merupakan perbuatan pengurusan, maka wewenang
diselenggarakan sendiri oleh Direksi.75
Sebaliknya perbuatan kepemilikan (daden van beschikking / eigendom) sudah
bukan lagi perbuatan sehari-hari melainkan sudah perbuatan khusus / istimewa, dan
bukan lagi murni wewenang Direksi. Untuk Direksi melakukan perbuatan ini harus
terlebih dahulu Direksi memperoleh persetujuan dari organ lainnya, yang mungkin lebih
dahulu harus mendapatkan persetujuan dari dewan Komisaris atau mungkin pula dari
RUPS tergantung menurut ketentuan undang-undang dan/ atau anggaran dasar
Perseroan.76
Bagi Perseroan yang bergerak di sektor perbankan, meminjamkan uang
merupaka perbuatan sehari-hari, demikian merupakan perbuatan pengurusan. Menjual
gedung kantor Perseroan merupaka perbuatan yang tidak sehari-hari yang harus
mendapatkan persetujuan RUPS.
Dalam praktik, sulit untuk dibedakan mana yang merupakan perbuatan
pengurusan dan mana yang merupakan perbuatan kepemilikan. Penggolongan perbuatan
yang dilakukan Direksi tidaklah mempunyai pembatasan yang baku.
77
74
Rudhi Prasetya, Op.cit., hal 19-20. 75Ibid.
, hal.20. 76 Ibid
Sebaliknya bagi Perseroan yang bergerak di bidang real estate, perbuatan
menjual bangunan-bangunan, merupakan perbuatan beheren. Sedang perbuatan
meminjamkan uang, bagi Perseroan yang bergerak di bidang real estate, bukan
merupakan perbuatan sehari-hari, karena itu untuk dapat melakukan perbuatan ini
diharuskan terlebih dahulu meminta persetujuan RUPS.78
Dikarenankan dalam praktik sukar untuk menarik garis benang merah pembeda
itu, maka di dalam anggaran dasarlah dirumuskan perbuatan apa saja yang merupakan
perbuatan kepemilikan (beschikking / eigendom). Sedang perbuatan-perbuatan yang
tidak termasuk sebagai perbuatan yang dirumuskan harus dianggap sebagai perbuatan
pengurusan yang sepenuhnya berwenang diputuskan dan dilakukan oleh Direksi. 79
a. Dinyatakan pailit;
Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perorangan yang
cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu lima tahun sebelum
pengangkatannya pernah:
b. Menjadi anggota Direksi atau anggota dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit, atau;
c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara dan/
atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.80
Anggota Direksi diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali pengangkatan
anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian. Anggota Direksi diangkat
untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Anggaran dasar mengatur tata
78Ibid. 79Ibid
. 80
cara pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi, serta dapat juga
mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi.81
1. Pasal 1 butir (2) : Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi,
dan Dewan Komisaris.
Keberadaan dan fungsi Direksi Perseroan berdasarkan UU No.40 Tahun
2007, paling tidak dapat dilihat dari beberapa ketentuan sebagai berikuti:
2. Pasal 1 butir (5) : Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan,
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
3. Pasal 92 ayat:
(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada
ayat(1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang
ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar.
(6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan,
pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan
keputusan Direksi.
4. Pasal 97 ayat :
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 92 ayat (1).
81Ibid.
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap
anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng
bagi setiap anggota Direksi.
Asas itikad baik yang terdapat pada pasal 97 ayat (1) diatas sesungguhnnya
berasal dari hukum Romawi. Di dalam hukum Romawi asas ini disebut asas
Bonafides. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menggunakan istilah itikad baik
dalam 2 pengertian. Pengertian itikad baik yang pertama adalah pengertian itikad
baik dalam arti subjektif, di dalam bahasa Indonesia, itikad baik dalam arti subjektif
itu disebut kejujuran.82 Pengertian itikad baik yang kedua dalam artian objektif. Di
dalam bahasa Indonesia pengertian itikad baik dalam artian objektif disebut juga
dengan istilah kepatutan.83
82
Siti Ismijati Jenie, Itikad Baik, Perkembangan dari Asas Hukum Khusus Menjadi Asas Hukum Umum di Indonesia, (Yogyakarta: Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Hukum UGM, 2007), hal. 3.
83Ibid. , hal.4.
Tanggung jawab menurut kamus bahasa Indonesia adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya. Maksudnya adalah Direksi dalam menjalankan
tugasnya kepengurusannya wajib dilaksanakan dengan kejujuran dan kepatutan
serta menerima semua akibat hukum yang timbul dari perbuatan hukum yang
Menurut pasal 97 ayat (3) Direksi wajib bertanggung jawab penuh atas
kerugian dialami Perseroan jika Direksi bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
Perbedaan antara bersalah dengan lalai pada pasal 97 tersebut adalah: disebut
bersalah jika Direksi dengan sengaja melakukan sesuatu hal yang menyebabkan
Perseroan merugi. Adanya unsur kesengajaan (opzet) pada perbuatan yang
dilakukan Direksi. Sedangkan lalai dapat diartikan sebagai kesalahan pada
umumnya. Kesalahan Direksi dalam konteks ini tidak seberat kesengajaan, yaitu
timbul karena kurang berhati-hati sehingga akibatnya tidak disengaja terjadi.84
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
Namun menurut pasal 97 ayat (5) UU No.40 Tahun 2007, Anggota Direksi
tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) apabila dapat membuktikan:
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian;
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.
Pada dasarnya, business judgment rule dimaksudkan untuk melindungi
direksi dan karyawan, yang beritikad baik, dari pertanggungjawaban secara
pribadi akibat keputusan bisnis yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan.85
84
http://hukumonline.com/klinik/detail/lt51679bf2636df/hubungan-asas-culpabilitas-dengan-asas-praduga-tak-bersalah , diakses tanggal 13 Juni 2013.
85
Frans Satrio Wicaksono, Op.cit., hal. 125.
Dalam pengelolaan Perseroan atau perusahaan, para anggota Direksi dan
pemegang amanah (fiduciary) yang harus berprilaku sebagaimana layaknya
pemegang kepercayaan. Direksi memiliki posisi fiducia dalam pengurusan
Perseroan dan mekanisme hubungannya harus secara fair. 86
Menurut pengalaman common law hubungan itu dapat didasarkan pada teori
fiduciary duty. Hubungan fiduciary duty tersebut didasarkan atas kepercayaan dan
kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi ketelitian
(scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Dalam
memahami hubungan pemegang kepercayaan (fiduciary relationship) tersebut,
common law mengakui bahwa orang yang memegang kepercayaan (fiduciary)
secara natural memiliki potensi untuk menyalahgunakan wewenangnya. Oleh
sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada
standar yang tinggi.87
Kewajiban utama dari direksi adalah kepada perusahaan secara keseluruhan
bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok. Sesuai
dengan posisi seorang Direksi sebagai sebuah trustee dalam perusahaan. Posisi ini
mengharuskan seorang Direksi untuk tidak ceroboh dalam melakukan tugasnya
(duty of care). Selain itu dalam melakukan tugasnya tersebut seorang Direksi
tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan (duty of
loyality). Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebutdalam hubungannya dengan
Fiduciary Duty dapat menyebabkan Direksi untuk dimintai pertanggungjawaban
hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya.88
5. Pasal 98 ayat :
(1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
86
http://bismar.wordpress.com/, diakses tanggal 13 Juni 2013. 87Ibid.
(2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang
mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain
dalam anggaran dasar.
(2) Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.
(3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar Perseroan.89
a. Direksi wajib : membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan
risalah rapat Direksi ; membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan;
Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan Perseroan.
Ada beberapa kewajiban Direksi yang ditetapkan oleh UU No.40 Tahun
2007, antara lain sebagai berikut:
90
b. Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang
dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan atau keluarganya dalam Perseroan
dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. Anggota Direksi
yang tidak melaksanakan kewajiban dimaksud dan menimbulkan kerugian bagi
Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan tersebut.91
c. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan
atau menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan, yang merupakan lebih dari
50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi
atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.92
89
Try Widiyono, Op.cit.,hal.42-43. 90
Pasal 100 ayat (1) UU N0.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 91
Pasal 101 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 92
d. Direksi wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan, seperti berikut:
i. Akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri Hukum dan HAM.
ii. Akta Perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri Hukum dan
HAM (untuk perubahan yang bersifat mendasar).
iii. Akta Perubahan Anggaran Dasar beserta pemberitahuan kepada Menteri Hukum
dan HAM (untuk perubahan lainnya).93
Peran Direksi dalam penggunaan laba Perseroan cukup signifikan. Mulai dari
pembuatan laporan tahunan dan dokumen keuangan yang akan dipertanggungjawabkan
kepada RUPS.Laporan tahunan tersebut harus memuat: laporan keuangan; laporan
mengenai kegiatan perseroan; laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan; rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi
kegiatan usaha Perseroan; laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan
oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; nama anggota direksi dan
anggota Dewan Komisaris; dan gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau
honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang
baru lampau.94
Direksi diwajibkan untuk menyelenggarakan RUPS tahunan paling lambat
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. Penyelenggaraan
RUPS harus didahului dengan pemanggilan RUPS oleh Direksi kepada para pemegang Laporan tahunan dan dokumen keuangan tersebut akan dijadikan suatu
bahan pertimbangan oleh para pemegang saham untuk menentukan segala kebijakan
untuk tahun buku selanjutnya termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan
dan mengenai pembagian dividen kepada para pemegang saham. Hasil dari keputusan
RUPS akan dicatat di dalam risalah RUPS yang dibuat oleh Direksi.
93
Mulhadi, Op.cit., hal.105. 94
saham. Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari
sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan
dan tanggal RUPS.95 Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan, atau
dengan iklan dalam Surat Kabar.96 Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal,
waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan
dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan
pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.97
2. Peran Komisaris Dalam Penggunaan Laba Perseroan
Direksi juga berwenang memutuskan untuk membagikan dividen interim
setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris asalkan pembagian tersebut
tidak mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya
pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan. Dalam hal setelah tahun buku
berakhir ternyata Perseroan mengalami kerugian maka dividen interim yang telah
dibagikan wajib dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan. Direksi dan
Dewan Komisari bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan,
dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim yang telah
diambil.
Ketentuan yang berkaitan dengan Dewan Komisaris diatur dalam Pasal 1 ayat
(6), Pasal 108 s/d Pasal 121 UU No.40 Tahun 2007. Secara umum Komisaris
mempunyai dua tugas pokok. Yang pertama Komisaris itu mempunyai tugas untuk
mengawasi kebijakan Direksi. Yang kedua untuk memberikan nasihat kepada Direksi.98
95
Pasal 82 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 96
Pasal 82 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 97
Pasal 82 ayat (3) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 98
Pengawasan dan pemberian nasihat dari Dewan Komisaris dilakukan untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Pengaturan mengenai tugas pokok dari Dewan Komisaris dapat ditemukan di
dalam Pasal 108 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 yang berbunyi : “Dewan Komisaris
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat
kepada Direksi.”99
Perseroan dapat mempunyai Dewan Komisaris yang terdiri hanya dari satu
orang, tetapi dapat pula lebih dari satu orang. Disebut Dewan Komisaris manakalah
terdiri lebih dari satu orang.100
Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan
dalam anggaran dasar. Perseron yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat,
Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang, atau Perseroan terbuka wajib
memiliki paling sedikit dua orang Komisaris. Jika terdapat lebih dari satu orang
Komisaris, mereka merupakan suatu majelis. Komisaris diangkat oleh RUPS. Untuk
pertama kali, pengangkatan Komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan dan
nama Komisaris dalam akta pendirian.101
Dipertegas dalam Pasal 108 ayat (4) UU No.40 Tahun 2007, bahwa dalam hal
Dewan Komisaris terdiri atas lebih dari satu orang, maka mereka itu merupakan majelis
dan ssetiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan
harus berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. Dengan kata lain dalam hal diperlukan
99
Pasal 108 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 100
Rudhi Prasetya, Op.cit., hal 31. 101
putusan Dewan Komisaris, maka harus semua anggota Dewan Komisaris dilibatkan.
Tetapi dalam hal ini, bukan berarti semua anggota Komisaris harus setuju.102
Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan
diangkat kembali. Tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian Komisaris
diatur dalam anggaran dasar Perseroan. Yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah
orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah
dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum
karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara dalam waktu lima
tahun sebelum pengangkatan.103
Fungsi pengawasan oleh Komisaris kepada Direksi dilakukan dengan
beberapa cara. Cara yang pertama dengan jalan Undang-Undang atau anggaran dasar
mensyaratkan sebelum Direksi menjalankan suatu perbuatan tertentu, harus terlebih
dahulu mendapatkan persetujuan Komisaris.atau dengan cara, dokumen yang
bersangkutan selain ditandatangani oleh Direksi, ikut pula ditandatangani oleh
Komisaris. Atau dengan cara ketiga, yaitu Komisaris menerbitkan Surat Persetujuan
tersendiri.104
a. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinan rapat Dewan
Komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat
tersebut. Sedangkan yang dimaksud salinannya adalah salinan risalah rapat Dewan
Komisaris karena risalah asli tersebut dipelihara Direksi.
Ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh Dewan Komisaris, yaitu
sebagai berikut:
102Ibid.
, hal.33. 103Ibid.
hal.29. 104
b. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan saham atau keluarganya pada
Perseroan tersebut dan Perseroan lain. Demikian juga dengan setiap perubahan
dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga dilaporkan.
c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun
buku yang baru lampau kepada RUPS.105
Dalam pasal 106 UU No.40 Tahun 2007, diberikan wewenang kepada
Komisaris untuk melakukan schorsing kepada Direksi, yaitu memberhentikan secara
sementara. Pemberhentian tersebut diberitahukan secara tertulis kepada anggota direksi
yang bersanngkutan disertai dengan alasan. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diselenggarakannya RUPS.
Dalam hal pejabat Direksi lowong, maka untuk sementara dapatlah Komisaris
menjalankan pengurusan.
Anggaran dasar Perseroan juga dapat mengatur adanya satu orang atau lebih
Komisaris Independen dan satu orang Komisaris Utusan. Komisaris Independen
diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan
pemegang saham utama, anggota direksi, dan/ atau anggota Dewan Komisaris lainnya.
Komisaris utusan merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan
keputuran rapat Dewan Komisaris. Tugas dan wewenang Komisaris utusan ditetapkan
dalam anggaran dasar Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan
wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan
Direksi. Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
108, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih
105
anggota Dewan Komisaris, yang komite tersebut bertanggung jawab kepada Dewan
Komisaris.106
Seperti dalam laporan tahunan yang dibuat oleh Direksi, campur tangan dari
Dewan Komisaris hanya sekedar memberi masukan kepada Direksi dan bila Dewan
Komisaris telah menyetujui isi dari laporan tahunan tersebut maka akan ditandatangani
oleh semua anggota Direksi dan semua Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun
buku yang bersangkutan. Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan tersebut, yang bersangkutan
harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh
Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan. Dan bila anggota Di dalam Pasal 109 UU No.40 Tahun 2007 disebutkan bahwa suatu Perseroan
yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan
Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah
terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi
Majelis Ulama Indonesia. Dewan Pengawas Syariah tersebut bertugas memberikan
nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai
dengan prinsip syariah.
Peran Dewan Komisaris dalam penggunaan laba Perseroan tidaklah terlalu
dominan jika dibandingkan dengan peran organ Perseroan yang lain. Sesuai dengan
tugas Dewan Komisaris yang diamanatkan oleh Undang-Undang yaitu mengawasi dan
memberi nasihat kepada Direksi, Dewan Komisaris hanya memberikan persetujuan
mengenai rencana kerja yang dibuat oleh Direksi. Fungsi Dewan Komisaris sekedar
mengesahkan saja.
106
Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan dan
tidak memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi
laporan tahunan.
Setiap anggota Dewan Komisaris wajib itikad baik, kehati-hatian, dan
tanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada
Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
107
a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya. Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2(dua) anggota Dewan Komisaris
atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan
Komisaris. Anggota Dewan Komisaris tidak dapat mempertanggungjawabkan atas
kerugian apabila dapat membuktikan:
b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatka kerugian; dan
c. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.108
Dalam pembagian dividen interim sebagaimana ditetapkan oleh direksi yang
harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris.
Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen
interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada
107
Sujud Margono, Hukum Perusahaan Indonesia: Catatan atas UU Perseroan Terbatas,
Perseroan. Dewan Komisaris juga ikut bertanggung jawab dengan Direksi dalam hal
pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim yang telah diambil.
3. Peran Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Dalam Penggunaan Laba Perseroan
Pada hakikatnya pengurusan sehari-hari Perseroan diselenggarakan oleh suatu
organ yang dinamakan “Direksi”. Untuk menduduki jabatan Direksi ini dalam
prinsipnya bukanlah karena ia tau mereka pemegang saham. Bahkan secara
konsepsional menurut hukum Perseroan, cenderung diarahkan kepada kemampuan
manager professional. Dalam pada itu dirasakan sebagai kebutuhan adanya organ yang
mengawasi tindak-tanduk Direksi itu, organ inilah yang dinamakan Dewan Komisaris.
Sebagaimana pada organ Direksi, untuk menduduki jabatan Komisaris dalam konsepnya
bukan karena ia atau mereka pemegang saham, melainkan cenderung disediakan kepada
mereka yang professional. Lalu jika keadaannya demikian, bagaimana dengan
Pemegang Saham. Bukankah pemegang saham, yang paling berkepentingan dengan
berhasil atau ketidakberhasilan Perseroan. Mereka akan merugi jika Perseroan tidak
berhasil mendatangkan keuntungan, hingga akibatnya Pemegang Saham tidak akan
memperoleh pembagian keuntungan yang dinamakan “dividen”. Bahkan kemungkinan
Perseroan rugi. Dalam hubungan inilah, maka dalam filosofinya dirasakan perlu
diciptakan adanya wadah di mana para pemegang saham dapat menyalurkan
kepentingannya. Wadah inilah yang kita namakan “Rapat Umum Pemegang Saham”
yang disingkat “RUPS”.109
109
RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi
atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan dan
anggaran dasar. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan
kepentingan Perseroan dari Direksi dan/ atau Komisaris. RUPS diadakan di tempat
kedudukan Perseroan atau tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali
ditentukan lain dalam anggaran dasar, tempat tersebut harus terletak di wilayah Negara
Republik Indonesia.110
RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan diadakan
dalam waktu paling lambat enam bulan setelah tahun buku. Dalam RUPS tahunan harus
diajukan semua dokumen Perseroan. RUPS lainnya dapat dapat diadakan
sewaktu-waktu, berdasarkan kebutuhan. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk
kepentingan Perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Penyelenggaraan
RUPS dapat dilakukan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih yang
bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau
suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar Perseroan
yang bersangkutan. Permintaan penyelenggaraan RUPS tersebut harus diajukan kepada
Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya.111
Surat tercatat sebagaimana dimaksud di atas tembusannya disampaikan
kepada Dewan Komisaris. Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka
waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan
penyelenggaraan RUPS diterima.112
Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS, permintaam
penyelenggaraan RUPS diajukan kembali kepada Dewan Komisaris. Dewan Komisaris
110
Fran Satrio Wicaksono, Op.cit., hal.21. 111Ibid.
112
wajib melakukan pemanggilan RUPS tersebut dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari
terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
RUPS yang diselenggarakan oleh Direksi berdasarkan panggilan RUPS
membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan dilakukan RUPS berdasarkan
permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih
kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar Perseroan yang bersangkutan atau
atas permintaan Dewan Komisaris dan membicarakan mata acara rapat lainnya yang
dipandang perlu oleh Direksi. Sedangkan RUPS yang diselenggarakan Dewan
Komisaris berdasarkan panggilan RUPS yang dilakukan oleh Dewan Komisaris itu
sendiri hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan dimintakannya
RUPS.
Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan
RUPS dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pemegang saham yang meminta
penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan
pemberian izin kepada pemohon melakukan pemanggilan RUPS tersebut.
Jika pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan dipenuhi
dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk mengadakan RUPS, maka
Ketua Pengadilan Negeri akan menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan
RUPS yang juga memuat ketentuan mengenai:
a. Bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham,
jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/ atau ketentuan tentang
dengan atau tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang atau anggaran dasar; dan/
atau
b. Perintah yang mewajibkan Direksi dan/ atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam
RUPS.113
Di dalam Perseroan dikenal yang dinamakan dengan “anggaran dasar”.
Anggaran dasar itu pada hakikatnya adalah aturan yang mengatur bagaimana aturan
permainan dalam suatu persekutuan.114
i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Dengan kata lain, selain ketentuan dalam
Undang-Undang Perseroan yang ada, anggaran dasar juga menjadi payung hukum
dalam Perseroan.
Menurut Pasal 15 UU No.40 Tahun 2007, Anggaran dasar memuat
sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap
klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan
Komisaris;
115
113
Pasal 82 ayat (3) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 114
Rudhi Prasetya, Op.cit., hal.48. 115
Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS.116
Tugas lain dari RUPS adalah meliputi tugas pengendalian terhadap kerja
Direksi, sebagaimana diatur dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 69 UU No.40 Tahun
2007. Menurut Pasal 63 merupakan kewajiban dari Direksi menyusun rencana kerja
tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan dating. Menurut Pasal 64 rencana
kerja ini harus disampaikan kepada RUPS untuk disetujui oleh RUPS, kecuali menurut
anggaran dasar tugas ini dilimpahakan kepada Dewan Komisaris. Demikian RUPS sejak
awal tahun buku sudah dapat mengendalikan kebijaksanaan-kebijaksanaan Direksi. Oleh karena itu RUPS memiliki
peranan yang besar dalam hal penentuan tata cara penggunaan laba dan pembagian
dividen.
117
Kemudian manakala RUPS menerima baik Laporan keuangan Direksi, RUPS
berapat untuk menentukan apakah yang akan dilakukan pembagian keuntungan kepada
para pemegang saham berikut besarnya dividen yang akan dibagikan.118
Selain penyisihan untuk cadangan dan pembagian dividen, laba bersih dapat
juga digunakan untuk pembagian tantieme untuk anggota Direksi dan Dewan Komisaris
serta bonus untuk karyawan. Berdasarkan keputusan RUPS tersebut dapat ditetapkan
sebagian atau seluruh laba bersih digunakan untuk pembagian dividen kepada
pemegang saham, cadangan, dan/atau pembagian lain seperti tansiem (tantieme) untuk
anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta bonus untuk karyawan. Pemberian tansiem Sebelum dibagikannya dividen, RUPS akan menentukan jumlah penyisihan
untuk cadangan sebagaimana yang diwajibkan oleh Undang-Undang. Kewajiban
menyisihkan dana cadangan tersebut menjadi wajib sampai tercapai kumulatif
sekurang-kurangnya 20% dari modal yang ditempatkan dan disetor.
116
Pasal 19 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 117
Rudhi Prasetya, Op.cit., hal 49. 118Ibid.
dan bonus yang dikaitkan dengan kinerja Perseroan telah dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya.119 Maksud dari telah dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya adalah Perseroan harus mengakui biaya tantiem dan bonus sebagai beban
pada tahun berjalan dimana kewajiban konstruktif tersebut telah timbul dan dapat
diestimasi secara andal.120 Pemberian tantiem dan bonus dianggap sebagai beban pada
tahun berjalan dan bukan sebagai distribusi laba bersih. Pembebanan tersebut disajikan
pada laporan laba rugi dan diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan.121
Tantieme ini adalah sebenarnya bagian dari keuntungan dan sifatnya adalah gratifikasi.
Pada galibnya tantieme diberikan setahun sekali dan berbentuk suatu presentase tetap
dari keuntungan bersih yang didapat dalam tahun baru silam. Jika tidak diperoleh
keuntungan maka tantieme pun tidak diberikan.122
119
Penjelasan Pasal 71 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 120
http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/info_pm/BAS/bas.htm, diakses tanggal 10 Juli 2013.
121Ibid . 122