BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam birokrasi Indonesia, istilah pelayanan publik tidak menjadi suatu hal baru.
Sering sekali masyarakat menghubungkan bahwa pemerintah selalu identik dengan
pelayanan publik. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti pelayanan adalah
suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain.
Sementara publik sendiri berasal dari Bahasa Inggris yang memiliki arti umum, tetapi di
Indonesia juga mengandung arti umum, masyarakat dan negara. Berdasarkan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pada dasarnya terdapat dua jenis pelayanan yaitu pelayanan umum dan pelayanan
swasta. Walaupun berbeda tetapi prinsipnya hampir sama yaitu sama-sama memberikan
pelayanan kepada pelanggan dan pelanggan mendapat posisi teratas. Efisiensi dan
efektivitas dari pelayanan yang diberikan kepada pelanggan akan mempengaruhi
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan tersebut. Pelayanan terhadap pelanggan juga
terbagi berupa produk barang dan jasa. Produk barang berbeda dengan dengan produk jasa.
Produk jasa sendiri tidak memiliki wujud fisik seperti produk barang. Sifat produk jasa
yang dikonsumsi tidak dapat dimiliki konsumen dan konsumen memiliki peran yang lebih
besar untuk turut serta dalam pengelolaannya (Umar, 2003:4).
Di dalam penyediaan produk jasa, sering terdapat perbedaan-perbedaan dalam
dijumpai pada pengutamaan dalam pelayanan. Perbedaan ini juga didasarkan
kelompok-kelompok masyarakat tertentu, bisa dari kelompok-kelompok etnis, kelompok-kelompok agama, dan jenis-jenis
kelompok lainnya. Perbedaan pelayanan atas dasar kelompok dikarenakan adanya
keterikatan emosional dalam satu kelompok sehingga kelompok yang diluarnya menjadi
prioritas kedua.
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak etnis dan hidup secara
bersamaan.Mulai dari Sabang hingga Merauke terdiri dari berbagai macam etnis yang
jumlahnya juga tergolong banyak.Indonesia juga tidak hanya didiami oleh etnis asli
Indonesia tetapi juga dari berbagai etnis lainnya yang ada di dunia. Etnis tersebut meliputi
etnis Arab, Tionghoa, India, dan lain-lain.Keberadaan beberapa etnis ini juga memiliki
banyak bingkai cerita di dalam keberadaannya.Sebenarnya keberadaan etnis ini juga sudah
lama mendiami Indonesia.Mereka datang bukan karena mengikuti jejak penjajah melainkan
melalui jalur perdagangan.
Etnis Tionghoa yang masuk ke Indonesia diperkirakan sekitar abad ke-5 yang
ditunjukkan oleh kunjungan Fa-Hsien, seorang pendeta Budha yang datang ke Indonesia
pada awal abad Tarikh Masehi (Siburian, 2010: 1).Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan
Etnis Tionghoa di Indonesia sudah lama dan jauh dari zaman penjajahan Belanda datang ke
Indonesia. Bukti lain yang menyatakan kalau Etnis Tionghoa sudah ada di Indonesia yaitu
keikutsertaan muslim Tionghoa untuk membangun Kesultanan Demak. Muslim Tionghoa
ini merupakan para musafir muslim yang bermazhab Hanafi yang terdampar dan kemudian
membangun masjid di Semarang.
Melihat keberadaan Etnis Tionghoa yang sudah hidup dengan beberapa
generasinya, seharusnya mereka tidak lagi mengalami permasalahan untuk mengakui
Tionghoa lupa dengan budaya Luhur mereka seperti letak tanah dan bahasa Luhurnya.
Semua itu dikarenakan sudah masuknya budaya Indonesia kedalam diri mereka melalui
proses interaksi di dalam masyarakat. Pemikiran mengenai ke-Indonesiaan dari seseorang
sudah lama dicetuskan oleh orang-orang yang ikut mendirikan bangsa ini yaitu dr. Tjipto
Mangunkusumo. Beliau mengatakan kalau untuk menjadi orang Indonesia tidak harus
melihat dari latar belakang etnik, budaya, agama, bahasa, dan ras.Beliau mengatakan kalau
warga Negara Indonesia kedepannya harus berasal dari semua golongan yang menganggap
kalau Negara Indonesia adalah tanah airnya.Pengakuan ini tidak hanya sekedar pengakuan,
melainkan adanya keikutsertaannya dalam mengembangkan Negara Indonesia (Siburian,
2010: 2).
Etnis Tionghoa di dalam keberadaannya juga tidak lepas dari konflik dengan
masyarakat pribumi khususnya yang ada di Kota Medan.Demonstrasi mahasiswa USU
Medan pada tahun 1980 yang berbau “rasial” yaitu adanya sentimen terhadap Etnis
Tionghoa. Kejadian ini menunjukkan bahwa telah terjadi tindak kekerasan terhadap Etnis
Cina (Erika, 2006 : 23).Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya banyak ketidakharmonisan
yang terjadi antara masyarakat pribumi dengan etnis Tionghoa.Ketidakharmonisan bisa
terjadi karena masih adanya asumsi terhadap Etnis Tionghoa yang tidak mau membaurkan
diri dengan masyarakat pribumi.Mereka lebih mengelompokkan diri mereka dalam satu
kelompok dan terkesan memisahkan diri dengan masyarakat pribumi.
Etnis Tionghoa yang ada di Kota Medan lebih dikenal dengan sebutan “cina
totok”.Hal ini dapat dilihat dari karakteristik etnis Tionghoa yang ada yaitu masih
mempertahankan keaslian budaya mereka seperti yang ada di negara asal mereka. Berbeda
halnya dengan etnis Tionghoa yang ada di Jakarta, mereka lebih dikenal dengan sebutan
sehari-hari.Etnis Tionghoa yang ada di Kota Medan tidak menggunakan bahasa Melayu
untuk berkomunikasi melainkan dengan bahasa Hokkian dengan dialek mereka sendiri.
Kota Medan sudah menjadi tempat perkumpulan bagi etnis Tionghoa semenjak
tahun 1920-an. Tujuan dari perkumpulan ini adalah untuk membantu para pedagang etnis
Tionghoa yang sedang mengalami kesulitan seperti sebagai perantara penyelesaian
perselisihan antar anggota, pemberi sokongan pada para penemu, pemberi bantuan bagi
etnis Tionghoa yang mengalami ekonomi lemah, dan lain-lain.Saat ini, etnis Tionghoa
menjadi pemain utama dalam dunia bisnis khususnya yang ada di Kota Medan.Kebanyakan
etnis Tionghoa yang bermukim di Medan lebih banyak memilih untuk menggeluti bidang
bisnis daripada di bidang lainnya.Etnis Tionghoa juga sangat memilihdalam mentukan
siapa kelompok yang akan dia percayakan, khususnya dalam meyimpan aset kekayaan
mereka di perbankan. Di Kota Medan, kebanyakan para pebisnis etnis Tionghoa memilih
perbankan yang dikelola oleh etnis Tionghoa juga seperti Bank BCA (Bank Central Asia)
yang merupakan bank swasta yang dikelola oleh mayoritas etnis Tionghoa. Keterikatan
emosional antar etnis Tionghoa menjadi salah satu alasan dalam pemilihan lembaga
keuangan untuk menjaga aset kekayaan mereka.Walaupun bank ini didominasi oleh etnis
Tionghoa baik itu para karyawan maupun nasabah, ada juga orang-orang pribumi yang
bekerja maupun menjadi nasabah di Bank BCA.
Di Bank BCA Katamso jam layanan untuk melayani nasabah mulai pukul 08.00
WIB hingga pukul 15.00 WIB, sedangkan jam kerja sampai pukul 17.00 WIB. Dalam
proses transaksi setoran tunai melalui counter teller setiap nasabah yang ingin menyetor
wajib mengisi data penyetor sebagaimana instruksi dari Bank Indonesia untuk
mengantisipasi money laundry (pencucian uang). Bagi nasabah yang memiliki nomor
bagi non nasabah BCA wajib menunjukkan kartu identitas diri berupa Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM) ataupun PASPOR yang nantinya teller yang
melayani nasabah tersebut akan mengisi nama, alamat, dan nomor identitas sesuai kartu
identitas si nasabah di data penyetor yang ada pada slip setoran. Pada proses transaksi
tarikan tunai maupun pemindah-bukuan dalam jumlah berapa pun melalui conter teller,
setiap nasabah diwajibkan membawa buku tabungan dan kartu ATM sebagai bukti
kepemilikan rekening dan tidak bisa diwakilkan oleh siapapun dalam hal penarikan melalui
counter, terkecuali bagi nasabah yang mengurus Surat Kuasa (SK) maka dalam hal tarikan
tunai dapat diwakilkan oleh penerima kuasa yang dipercayakan oleh pemilik rekening.
Adapula istilah SDK TBK yaitu Sudah Di Kenal Tidak Bawa Kartu bagi nasabah tertentu
diperbolehkan melakukan transaksi tarikan tunai maupun pemindah-bukuan melalui
counter teller tanpa harus menggunakan kartu ATM, biasanya ini dilakukan oleh
nasabah-nasabah prioritas ataupun nasabah-nasabah yang hubungannya dekat dengan pejabat Bank BCA
Katamso.
Asumsi yang sering terjadi adalah bahwa etnis Tionghoa sering mengalami
diskriminasi dalam menjalankan aspek kehidupannya. Akan tetapi yang terjadi di Bank
BCA khususnya Cabang Katamso berbeda dengan asumsi peneliti yang didasarkan hasil
observasi sementara.Khusus bagi para nasabah yang beretnis Tionghoa tampaknya lebih
mendapatkan pelayanan yang lebih mudah dibandingkan nasabah pribumi walaupun
terkadang pelayanan tersebut harus melanggar peraturan bank.
1.2 Perumusan Masalah
Bank-bank yang didasari oleh keterkaitan dengan etnis Tionghoa memang menjadi
ketertarikan tersendiri bagi peneliti.Adanya diskriminasi pelayanan yang tumbuh di dalam
selama ini ternyata berbeda dengan kondisi yang ada di Bank BCA cabang Katamso.
Karena adanya perbedaan tersebut maka yang menjadi perumusan masalah dari penelitian
ini adalah
1. Bagaimana strategi pelayanan perbankan terhadap nasabah pribumi dan
non pribumi (etnis Tionghoa) di Bank BCA Cabang Katamso ?
2. Apakah ada perbedaan pelayanan terhadap nasabah pribumi dan non
pribumi (etnis Tionghoa) di Bank BCA Cabang Katamso ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana strategi pelayanan perbankan terhadap nasabah
etnis non pribumi (Tionghoa) dan pribumi di Bank BCA cabang Katamso.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pelayanan terhadap nasabah pribumi
dan non pribumi (etnis Tionghoa) di Bank BCA Cabang Katamso
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman bagi Ilmu Sosiologi khususnya Hubungan Antar Kelompok dan
Institusi Sosial.Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah rujukan bagi
mahasiswa mengenai penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian
1.4.2 Manfaat Praktis
Menjadi sumbangan pemikiran terhadap pemerintah daerah ataupun pusat
dalam menyusun regulasi-regulasi yang berkaitan dengan penelitian ini dan
menambah referensi bagi masyarakat baik yang beretnis Tionghoa maupun pribumi
untuk menyatukan diri, menjadi bahan referensi tambahan bagi Bank BCA, serta
mampu menambah pengetahuan bagi peneliti dalam menyusun karya ilmiah
1.5 Defenisi Konsep
Konsep adalah defenisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realitas atau suatu
pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala. Pada penelitian ini, beberapa
konsep akan menjadi kunci dalam pembahasan masalah, yaitu :
1. Strategi pelayanan
adalah suatu cara yang disusun sedemikian rupa untuk mencapai tujuan dari
perusahaan tersebut melalui peningkatan pelayanan terhadap konsumen. Dalam hal
ini, Bank BCA menyusun strategi-strategi untuk mencapai tujuannya yaitu dengan
cara peningkatan kualitas terhadap nasabah.
2. Perbedaan pelayanan
adalah sikap yang ditunjukkan dalam bentuk pelayanan terlihat berbeda antara yang
satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini perbedaan akan dilihat dalam aspek
pelayanan terhadap nasabah. Perbedaan pelayanan yang intensitasnya cukup tinggi
3. Etnis
adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan
dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap
sama.
3. Etnis pribumi
adalah setiap orang yang lahir di suatu tempat, wilayah, atau negara dan menetap di
sana dengan status orisinal atau asli atau tulen sebagai kelompok etnis yang diakui
sebagai suku bangsa bukan pendatang dari negeri lainnya.
4. Etnis Tionghoa
adalah orang-orang yang berasal dari cina selatan dan menyebut dirinya sebagai
orang Tang. Mereka masuk ke Indonesia melalui jalur perniagaan.
5. Bank
adalah lembaga keuangan yang yang berfungsi sebagai penyimpan uang dan juga
pengatur lalu lintas keuangan.
6. Nasabah
adalah orang yang menitipkan aset kekayaannya baik berupa uang maupun logam
mulia (emas) kepada lembaga keuangan. Dalam hal ini yang menjadi fokus adalah