BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tablet
2.1.1 Defenisi Tablet
Tablet dapat didefenisikan sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung satu atau lebih zat aktif dengan atau tanpa berbagai eksipien (meningkatkan mutu sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohetivitas, kecepatan disintegrasi, dan sifat antilekat) dan dibuat dengan mengempa campuran serbuk dalam mesin tablet (Charles, 2010).
2.1.2 Penggolongan Sediaan Tablet
Penggolongan sediaan tablet didasarkan pada pada metode pembuatan dan pada tujuan penggunaannya adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Penggolongan sediaan tablet
No. Golongan Jenis
1. Tablet oral yang dihantarkan ke dalam saluran cerna
• Tablet kempa (tablet kempa standar) (TKS)/tablet kempa konvensional (TKK)
• Tablet multikempa (TMK) • Tablet berlapis (TB) • Tablet salut kempa (TSK) • Tablet kerja cepat (TKC)
• Tablet kerja diperpanjang (tablet lepas-lambat) (TLL)
No. Golongan Jenis • Tablet salut film (TSF) • Tablet kunyah (TK) 2. Tablet yang dihantarkan ke
rongga mulut
• Tablet bukal (TB) • Tablet sublingual (TS) • Tablet isap (TI) 3. Tablet yang dilarutkan
terlebih dulu dalam air lalu diminum
• Tablet bukal (TB) • Tablet sublingual (TS) • Tablet isap (TI) 4. Tablet untuk komponen
sediaan racikan obat resep
• Tablet dispensing (TD) • Tablet triturat (TT) 5. Tablet untuk diinjeksikan
setelah dilarutkan dalam pembawa
• Tablet hipodemik (TH)
6. Tablet untuk dihantarkan ke rongga tubuh lainnya
• Tablet vaginal (TV) • Tablet rektal (TR) 7. Tablet yang ditanam • Tablet implantasi (TI) 8. Tablet untuk menegakkan
diagnosis
• Tablet diagnostik (TD)
(Charles, 2010)
2.1.3 Pembuatan GranulTablet
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, dan zat-zat lain kecuali pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet dengan baik maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak (Anief, 1994).
Cara membuat granul ada dua macam, yaitu : 1. Cara basah
pengering pada suhu 400-500C.setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet (Anief, 1994).
2. Cara kering
Zat berkhasiat, zat pengisi, zat penghancur, bila perlu zat pengikat dan zat pelicin dicampur dan dibuat dengan cara kempa cetak menjadi tablet yang besar, setelah itu tablet yang terjadi dipecah menjadi granul lalu diayak, akhirnya dikempa cetak tablet yang dikehendaki dengan mesin tablet (Anief, 1994).
2.1.4 Metode Pembuatan Tablet 1. Metode granulasi basah
2. Metode granulasi kering
Masing-masing zat aktif dan eksipien dihaluskan (dalam alat penghalus secara terpisah).Semua serbuk (fase dalam dan fase luar) dicampur atau hanya fase dalam saja. Dibuat bongkahan serbuk dalam mesin kompaktor, lalu bongkahan dikecilkan dengan mesin granulator. Granul dengan serbuk fase luar dicampur dalam mesin pencampur khusus menjadi massa kempa, kemudian massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin tablet (Charles, 2010).
3. Metode kempa langsung
Masing-masing zat aktif dan eksipien dihaluskan dalam alat penghalus secara terpisah lalu semua serbuk dicampur dalam alat campur menjadi massa kempa, kemudian massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin tablet (Charles, 2010).
2.1.5Eksipien Formulasi Tablet
2.2 Benzodiazepin
Benzodizepin merupakan obat kelompok hipnotik sedatif.Rumus umum benzodiazepin terdiri atas cincin benzene yang melekat pada cincin diazepin. Meski demikian, karena obat kelompok benzodiazepin yang penting secara farmakologis selalu mengandung gugus substitusi 5-aril dan cincin 1,4benzodiazepin, maka rumus struktur golongan ini selalu diidentikkan dengan 5-aril-1,4-benzodiazepin (Rohman, 2012).
Senyawa obat yang digolongkan sebagai transkuilansia adalah yang bersifat menghilangkan kecemasan (anksiolitik) dan sedatif, umumnya juga bersifat merelaksasi otot. Wakil yang palingefektif dalam golongan obat benzodiazepin adalah senyawa1,4-benzodiazepin. Senyawa barbiturat dan hipnotika lain,memperlihatkan kerja yang setara pada dosis yang rendah (Schunack,1990).
2.2.1 Diazepam Rumus Bangun :
Gambar 1. Rumus bangun diazepam
Rumus molekul : 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin- 2-on (C16H13ClN2O)
Pemerian : Serbuk hablur, hampir putih sampai kuning, praktis tidak berbau (Ditjen POM, 1995).
2.2.2 Farmakologi Benzodiazepin
Gambar 2. Reseptor GABA
2.3 Disolusi
2.3.1 Definisi Disolusi
Disolusi adalah proses suatu sediaan zat solid memasuki pelarut untuk menghasilkan suatu larutan. Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai proses suatu solid melarut (Charles,2010).
2.3.2 Laju Disolusi
Laju disolusi adalah jumlah zat aktif yang larut per satuan waktu di bawah kondisi yang dibakukan dari antar permukaan cairan/solid, suhu dan komposisi pelarut. Laju disolusi zat aktif murni ditentukan oleh tingkat gaya tarik antara pelarut dan zat terlarut untuk mengatasi gaya kohesif yang ada dalam zat terlarut tersebut (Charles,2010).
2.3.3 Alat Disolusi
Alat tipe 2, sama seperti alat tipe 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi pada jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dalam dasar wadah sebelum dayung mulai berputar sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan (Ditjen POM, 1995).
2.3.4 Metode Disolusi
Metode disolusi ada dua, yaitu metode keranjang dan metode dayung. Metode keranjang pada mulanya diusulkan oleh Pernarowski pada tahun 1968. Metode keranjang menunjukkan suatu upaya membatasi posisi bentuk sediaan untuk memberikan kemungkinan maksimum suatu antar permukaan solid-cairan yang tetap. Metode ini mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu kecenderungan zat bergerak menyumbat kasa keranjang, sangat peka terhadap gas terlarut dalam media disolusi, kecepatan aliran yang kurang memadai ketika partikel meninggalkan keranjang dan mengapung dalam media, dan kesulitan konstruksi jika diupayakan metode yang diotomatisasi. Metode keranjang disebut juga metode alat 1 (Charles, 2010).
mensyaratkan presisi yang ekstrem dalam geometri dayung , labu, dan perlakuan variasi yang tidak dapat diterima dalam data disolusi berikutnya, bahkan perubahan yang sangat kecil dalam penempatan dayung. Metode ini sangat baik untuk sistem otomatis (Charles, 2010).
2.3.5 Interpretasi Disolusi
Interpretasi kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Pengujian dilanjutkan sampai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S1 atau S2. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q (Ditjen POM, 1995).
Tabel 2. Tabel penerimaan kriteria disolusi
Tahap Jumlah yang diuji Kriteria penerimaan
S1 6 Tiap unit sediaan tidak
kurang dari Q+5%
S2 6
Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15%
S3 12 Rata-rata dari 24 unit
Tahap Jumlah yang diuji Kriteria penerimaan dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15% dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q-25% (Ditjen POM, 1995)
2.4 SpektrofotometriUV-Visible
Spektrofotometri UV-Visible memiliki penyerapan panjang gelombang pada radiasi elektromagnetik antara 200-800 nm oleh molekul yang mempunyai π elektron atau yang mempunyai joli elektron nir-patungan menjadi dasar spektroskopi serapan elektronik molekuler pada daerah sinar UV-Vis dari spektrum elektromagnet. Spektroskopi serapan elektron (spektrofotometri) mungkin merupakan metode analisis yang paling luas dalam laboratorium. Hubungan antara kadar analit dan jumlah cahaya terserap merupakan kebanyakan penerapan analisis spektrofotometri (Munson, 1991).
2.4.1 Serapan Cahaya Molekul
daur vektor listrik tuntas disebut panjang gelombang selama satu daur vektor listrik tuntas disebut panjang gelombang cahaya (λ). Kecepatan, frekuensi dan
panjang gelombang dari gelombang cahaya mempunyai hubungan persamaan [c = λ ν] (Munson, 1991).
Besarnya absorbsi sinar pada panjang gelombang tertentu dapat dihitung dengan menggunakan Hukum Beer. Persamaan ini menyatakan hubungan antara jumlah sinar yang diabsorbsi (A) dengan konsentrasi zat yang mengabsorbsi (c dalam gram/liter) dan panjangnya jalan dari sinar yang melewati suatu zat (b dalam cm) persamaannya adalah sebagai berikut:
A = abc