BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pala
Tanaman pala telah dipustakakan secara paten dengan nama ilmiah
Myristica fragans Houtt merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh baik
didaerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam family Myristicaceae, yang
mempunyai sekitar 200 species.
Tanaman ini jika pertumbuhannya baik dan tumbuh dilingkungan terbuka,
tajuknya akan rindang dan ketinggiannya dapat mencapai 15-18 meter. Tajuk
pohon ini bentuknya meruncing ke atas dan puncak tajuknya tumpul. Daunnya
berwarna hijau mengkilap dengan ukuran panjang 10-15 cm dan panjang tangkai
daun sekitar 1-1,5 cm.
Tanaman ini sebagian besar adalah berkeping satu, namun sering
diketemukan pula berkeping dua dan hermaphrodite. Tanaman berkeping satu
artinya pada satu pohon terdapat bunga jantan yang menghasilkan tepung sari dan
terdapat pula bunga betina yang menghasilkan putik. Sedangkan tanaman yang
berkeping dua artinya pada satu pohon hanya terdapat bunga betina saja atau
hanya terdapat bunga jantan saja. Kemudian tanaman hermaphrodite artinya
dalam satu bunga terdapat benang sari penghasil tepung sari dan terdapat pula
Tanaman pala sebenarnya memiliki beberapa jenis, antara lain :
1. Myristica fragrans Houtt, merupakan pala yang banyak manfaatnya dan
memiliki nilai ekonomi yang tinggi daripada jenis pala lainnya.
2. Myristica argenta Ware, jenis pala ini banyak terdapat di Irian Jaya
dengan nama Henggi.
3. Myristica specioga Ware, Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi.
4. Myristica sucedona BL, produksinya rendah sehingga nilai ekonominya
pun rendah.
5. Myristica malabarica Lam , terdapat di pulau Halmahera. Jenis ini tidak
mempunyai nilai ekonomi (Sunanto, 1993). Klasifikasi tanaman
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Magnoliales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragans Houtt
(Hasanah, 2011).
Buah untuk keperluan rempah biasa dipetik pada umur 9 bulan sejak mulai
persarian bunga. Bentuk biji bulat telur hingga lonjong, mempunyai tempurung
menjadi coklat muda di bagian bawah dan coklat tua di bagian atasnya dengan
permukaan yang keriput dan beraluran. Biji dan fuli yang berasal dari buah yang
cukup tua dimanfaatkan sebagai rempah, sedangkan yang berasal dari buah yang
muda dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pala karena kandungan minyak
atsirinya yang jauh lebih tinggi daripada biji yang berasal dari buah yang tua.
Biji pala yang banyak diperlukan sebagai obat berkadar minyak atsiri yang tidak
kurang dari 5% volume berat, sedangkan kadar minyak atsiri serbuk tidak kurang
dari 4% (Rismunandar, 1990).
2.2 Minyak Pala
Minyak pala merupakan minyak atsiri yang dapat diperoleh dari biji buah
pala dengan cara penyulingan. Minyak pala tidak berwarna atau kuning dengan
odor dan rasa seperti pala, tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol. Di
daerah Aceh dan Sumatera Barat, penyulingan pala tersebut sudah dilakukan
dalam skala besar dan modern, sebab daerah-daerah tersebut sekarang ini
merupakan pusat-pusat produksi pala.
Untuk dapat menghasilkan minyak pala yang berkualitasnya baik
dibutuhkan kualitas biji pala yang baik pula, terutama umur buah pala harus
sungguh-sungguh sudah tua (umur petik buah). Data empirik kandungan minyak
Tabel 2.1 Kandungan minyak berdasarkan umur petik buah pala (Sunanto,1993)
Bijinya disebut biji halus atau
saring. Ukuran biji kering
sebesar biji kacang tanah. Biji
belum dibalut fuli dan
cangkang (tempering)
B. 4-5 12 8-11
Bijinya sering disebut biji
bolong atau biji kasar, sebab
jika disimpan lama akan
mudah busuk dan berlubang.
Ukuran bijinya sebesar biji
pinang, sudah dibalut fuli,
cangkang (tempurungnya)
lunak
C. 5-6 8 4-7
Fuli sudah berwarna merah,
cangkang (tempurung)
berwarna hijau kecoklatan
dan keras. Sebaliknya biji
pala pada umur ini digunakan
sebagai rempah-rempah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kadar minyak atsiri yang
terbesar adalah pada buah yang berumur 3-4 bulan dipohon. Jika mengalami
kesulitan dalam memilih buah pala yang umurnya seragam yakni 3-4 bulan, maka
buah-buah pala dari berbagai umur petik dapat dicampur dan diusahakan agar
Pala (Myristica fragans), yang merupakan tanaman asli pulau Banda
(Maluku), juga memiliki aktivitas yang serupa dengan dringo dan parsley, karena
minyak atsiri pala ini mengandung senyawa elemisin, miristisin, dan safrol yang
memiliki struktur molekul yang mirip dengan asaron dan apiol (Agusta, 2000).
Kandungan zat-zat pada bijinya adalah :
a. Minyak atsiri sampai 10%, berisi miristin (yang bersifat membius) sekitar
4%, pinen, 80% kamfer, 8% dipente, safrol 0,6 %,egenol, ko-egenol dan
alcohol 6%
b. Minyak lemak sekitar 40%, berupa gliserida dari asam miristinat, asam
oleat dan azam linoleat,
c. Abu 4%, zat putih telur 25% sampai 40%, pati dan gula.
Demikian banyak kandungan zatnya, sehingga banyak diperlukan sebagai
bahan obat karminativa, stimulansia setempat terhadap saluran
pencernaan. Miristin banyak diperlukan bagi obat pembius, menyebabkan
rasa kantuk dan memperlambat pernafasan (Kartasapoetra,1992).
2.2.1 Komposisi Kimia Pala
Pada prinsipnya komponen dalam biji pala dan fuli terdiri dari minyak
atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin dan mineral-mineral.
biji pala mengandung minyak atsiri sekitar 2-16% dengan rata-rata pada 10%dan
fixed oil (minyak lemak) sekitar 25-40%., karbohidrat sekitar 30% dan protein
sekitar 6%. Setiap 100 g daging buah pala mengandung air sekitar 10 g,protein 7
g, lemak 33 g, minyak yang menguap (minyak atsiri) dengan komponen utama
monoterpen hidrokarbon (61 - 88% seperti alphapinene, beta pinene, sabinene),
safrole). Biji pala kaya akan lemak sehingga dapat diekstrak untuk menghasilkan
minyak pala. Daging buah pala kaya akan kalsium, fosfor, vitamin C dan A, serta
sedikit zat besi. Daging buah pala mengandung 29 komponen volatil (senyawa
yang mudah menguap) dengan 23 komponen telah teridentifikasi dan 6 komponen
lain belum teridentifikasi. Komponen yang paling banyak terkandung dalam
minyak atsiri daging buah pala adalah á-pinen (8,7%), â-pinen (6,92%), 3-karen
(3,54%), D-limonen (8%), á-terpinen (3,69%), 1,3,8-mentatrien (5,43%),
ã-terpinen (4,9%), á-terpineol (11,23%), safrol (2,95%), dan miristisin (23,37%)
(Agoes, 2010).
2.2.2 Manfaat Pala
Adapun manfaat dari pala tersebut adalah :
1. Pada industri parfum, minyak pala digunakan sebagai bahan pencampur
minyak wangi dan penyegar ruangan
2. Biji pala bersifat karminatif (peluruh angin), stomakik, stimulan,
spasmolitik dan antiemetik (anti mual)
3. Minyak pala juga digunakan dalam industri obat-obatan sebagai obat sakit
perut, diare dan bronkhitis
4. Pala juga berguna untuk mengurangi flatulensi, meningkatkan daya cerna,
mengobati diare dan mual. Selain itu juga untuk desentri, maag,
menghentikan muntah, mulas, perut kembung serta obat rematik
5. Senyawa aromatik Pala myristicin, elimicin, dan safrole sebesar 2-18%
6. Memakan maksimum 5 g bubuk atau minyak pala mengakibatkan
keracunan yang ditandai dengan muntah, kepala pusing dan mulut kering ,
komponen myristisin danelimisin mempunyai efek intoksikasi
7. Biji pala juga digunakan dalam dosis kecil sebagai bumbu masakan daging
dan sup. Fulinya lebih disukai digunakan dalam penyedap masakan, acar,
dan kecap (Samiran, 2006).
8. Minyak atsiri dalam daging buah pala mengandung komponen myristicin
dan monoterpen. Komponen myristicin dalam daging buah pala dapat
menimbulkan rasa kantuk.
9. Minyak pala juga memiliki kemampuan lain, yaitu dapat mematikan
serangga (insektisidal), antijamur (fungisidal), dan antibakteri dan minyak
atsiri biji pala mempunyai sifat antioksidan yang kuat.
10.Aroma minyak pala melalui sistem sirkulasi udara berfungsi untuk
meningkatkan kualitas udara dan lingkungan. Untuk tujuan yang sama
akhir-akhir ini banyak dijumpai penggunaannya dalam bentuk lain yaitu
dalam bentuk potpourri, lilin beraroma, atomizer dan produk-produk
pewangi lainnya (Rismunandar, 1990).
11.Daging buah pala juga sangat baik dan sangat digemari oleh masyarakat
jika telah diproses menjadi makanan ringan, misalnya : Asinan pala,
Manisan pala, Jeli pala, Dodol pala, Permen gelatin, Marmelade, Selai
pala, Kristal daging buah pala, Obat sariawan.
12.Rendemen minyak pala sekitar 7-15%, mengandung unnsur-unsur:
eugenol, iso-Eugenol, terpineol, borneol, linalol, geraniol, safrdole,
Bersamaan dengan minyak permen (peppermint oil) digunakan untuk
penyegar pasta gigi; bersama dengan minyak cengkeh, vanili, cassia,
digunakan sebagai pencampur aroma tembakau (Harris, 1987).
13.Lemak biji pala sebagian besar diolah di Eropa dan diperdagangkan
sebagai volatile oil of nutmeg. Minyak ini digunakan untuk membuat
minyak wangi,parfum, dan sabun. Keistimewaan dari minyak pala adalah
tidak menjadi tengik dalam waktu yang relatife lama (Sunanto, 1993).
14.Minyak pala dan fuli digunakan sebagai penambah flavor pada
produk-produk berbasis daging, pikel, saus, dan sup, serta untuk menetralkan bau
yang tidak menyenangkan dari rebusan kubis (Librianto, 2004).
2.3 Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah
menguap pada suhu kamar. Minyak ini diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun,
kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan. Minyak atsiri juga sebagai
formula obat dan kosmetik tertua yang diketahui manusia dan diklaim lebih
berharga daripada emas (Agusta, 2000).
Minyak atsiri awalnya dikenal sebagai minyak esensial. Minyak ini sudah
dikenal sejak tahun 3.000 SM oleh penduduk Mesir Kuno dan digunakan untuk
tujuan keagamaan, pengobatan, atau sebagai balsam untuk mengawetkan jenasah.
Sejak zaman dahulu, penggunaan minyak esensial di Indonesia masih sangat
terbatas dan masih bersifat tradisional. Pemakaian minyak atsiri tumbuhan secara
tradisional dilakukan dengan cara merendam tanaman aromatik dengan air atau
Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu
kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang
menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony, 1994).
Bahkan kebanyakan minyak atsiri memiliki aroma sangat spesifik. Hal ini
tidak lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda.
Komponen atau kandungan masing-masing komponen kimia tersebut adalah hal
yang paling mendasar dalam menentukan aroma maupun kegunaannya. Jadi,
penentuan komponen penyusun dan komposisi masing-masing komponen tersebut
di dalam minyak atsiri merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan
kegunaan, kualitas ataupun mutu dari suatu minyak atsiri (Agusta, 2000).
Minyak atsiri memiliki kandungan komponen aktif yang disebut terpenoid
atau terpena. Jika tanaman memiliki kandungan senyawa ini, berarti tanaman
tersebut memiliki potensi untuk dijadikan minyak atsiri. Zat inilah yang
mengeluarkan aroma atau bau khas yang terdapat pada banyak tanaman, misalnya
pada rempah-rempah atau yang dapat memberikan cita rasa di dalam industri
makanan dan minuman (Yuliani, 2012).
Satu jenis minyak atsiri, pada umumnya memiliki beberapa khasiat yang
berbeda, misalnya sebagai antiseptik dan antibakteri. Penelitian klinik
memperlihatkan bahwa minyak atsiri sering membantu menciptakan lingkungan
sedemikian rupa sehingga penyakit, bakteri, virus, dan jamur tidak dapat hidup
(Agusta, 2000).
2.3.1 Komponen Minyak Atsiri
Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia
mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida,
ester, aldehida, dan eter.
Komponen kimia minyak atsiri sangat kompleks, tetapi biasanya tidak
melebihi 300 senyawa. Yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya
komponen yang persentasenya tinggi. Walaupun begitu, kehilangan satu
komponen yang persentasenya kecil pun dapat memungkinkan terjadinya
perubahan aroma minyak atsiri tersebut.
Jika minyak atsiri memiliki kandungan hidrokarbon tidak beroksigen
dalam jumlah besar dan stearoptena dalam porsi keci, maka kegunaannya lebih
diutamakan sebagai pemberi bau yang spesifik atau perancah (flavoring),
sedangkan jika minyak atsiri mengandung lebih banyak senyawa dari golongan
hidrokarbon, alcohol, keton, fenol, ester dari fenol, oksida, dan ester, lebih
memungkinkan untuk digunakan sebagai obat, karena secara teori diketahui
bahwa semua senyawa itu memiliki gugus aktif yang berfungsi melawan suatu
jenis penyakit (Agusta,2000).
2.3.2 Penggolongan minyak atsiri
Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia
yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O).
Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan
yaitu:
a. Golongan hidrokarbon
Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C)
besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren),
diterpen (4 unit isopren) dan politerpen.
b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi
Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon
(C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam
golongan ini adalah persenyawaan alcohol, aldehid, keton, ester, eter, dan fenol.
Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal,
ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal
dan ikatan rangkap dua.Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut
dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin.
Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam
minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu
dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga
didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen.
Komponen-komponen kimia dalam kedua golongan persenyawaan ini berbau
wangi khas yang berbeda-beda pada setiap jenis minyak yang berlainan.
Disamping itu, minyak atsiri mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil, yang
merupakan komponen yang tidak dapat menguap(Ketaren, 1985).
2.3.3 Manfaat Minyak Atsiri a. Aromaterapi dan kesehatan
Kandungan minyak atsiri memiliki efek menenangkan (relaxing). Senyawa
minyak atsiri yang masuk kedalam tubuh dapat mempengaruhi system limbik
atau pengatur emosi. Minyak atsiri yang tercium oleh hidung akan berikatan
sinyal-sinyal kimiawi ke otak dan akan mengatur emosi seseorang. Karena itu,
minyak atsiri biasanya digunakan sebagai campuran ramuan aromaterapi
untuk menangani masalah psikis.
Selain memiliki aroma yang menenangkan, minyak atsiri juga memiliki
manfaat untuk kesehatan, seperti antiradang dan antiserangga.
b. Memiliki Aroma Wangi
Wangi yang dihasilkan oleh minyak atsiri banyak dimanfaatkan sebagai
campuran wewengan atau parfum. Tidak hanya sebagai sumber wangi,
minyak atsiri juga berperan sebagai pengikat bau (fixative perfume). Efek
wewangian yang berasal dari minyak atsiri juga digunakan untuk beberapa
produk seperti sabun, pasta gigi, sampo, lotion, deodorant, pembersih,
penyegar, dan tonik rambut.
Selain itu, minyak atsiri dapat digunakan sebagai pengharum ruangan dan
udara. Misalnya, minyak atsiri mampu menghilangkan partikel logam racun
dari udara, memikat oksigen, dan menambahkan ion negative. Ppenggunaan
minyak atsiri sebagai bahan baku pengharum ruangan dapat membuat udara
diruangan menjadi lebih bersih, segar dan tidak pengap.
c. Bahan Tambahan Makanan
Dalam pembuatan makanan, minyak atsiri juga memiliki peranan yang
cukup penting. Minyak atsiri berguna sebagai penambah aroma dan rasa,
khususnya untuk makanan olahan. Selain itu, minyak atsiri dapat menambah
d. Pestisida Alami
Dalam budidaya pertanian, beberapa wangi yang dihasilkan oleh minyak
atsiri tidak disukai oleh serangga dan hama pengganggu tanaman. Karena itu,
banyak petani yang menggunakan minyak atsiri untuk membasmi serangga.
Misalnya, petani sering menggunakan minyak akar wangi sebagai pembasmi
rayap. Beberapa minyak atsiri mengandung meti eugenol, yaitu zat yang
dimanfaatkan oleh petani untuk membasmi lalat buah. Minyak atsiri yang
mengandung meti eugenol diantaranya minyak daun cengkih, minyak pala,
minyak salam dan minyak daun wangi (Rusli, 2000).
2.4 Cara Penyulingan Minyak Atsiri
Pekerjaan utama penyulingan adalah mengisolasi atau mengeluarkan
minyak atsiri dari bahan tanaman yang berbau. Dalam tanaman minyak atsiri
terdapat dalam kelenjar minyak atau pada bulu-bulu kelenjar. Minyak atsiri hanya
akan keluar setelah uap menerobos jaringan-jaringan tanaman yang terdapat
dipermukaan. Proses lepasnya minyak atsiri ini hanya dapat terjadi dengan
hidrodifusi atau penembusan air pada jaringan-jaringan tanaman. Biasanya proses
difusi berlangsung sangat lambat. Untuk mempercepat proses difusi maka
sebelum penyulingan dilakukan bahan tanaman harus diperkecil dengan cara
dipotong-potong, atau digerus. Pemotongan atau penggerusan merupakan upaya
mengurangi ketebalan bahan hingga difusi dapat terjadi. Peningkatan difusi akan
mempercepat penguapan dan penyulingan minyak atsiri. Ada kalanya meskipun
sudah dipotong-potong ternyata hanya sebagian minyak atsiri yang dapat
Namun demikian tidak semua bahan tanaman yang mengandung minyak
atsiri harus dipotong-potong. Bahan tanaman seperti bunga, daun atau
bagian-bagian tipis tidak berserat dapat disuling tanpa harus dipotong-potong. Sedangkan
bahan yang berupa biji (buah-buahan) harus diremuk agar dinding-dinding sel
pecah hingga minyak atsiri mudah lepas bila dikenai oleh uap. Akar, batang dan
semua bahan berupa kayu harus dipotong-potong terlebih dahulu hingga
kelenjar-kelenjar minyak mudah menguap.
Perlu diperhatikan bila bahan telah dipotong-potong atau diperkecil harus
segera disuling. Bila tidak segera diproses maka minyak atsiri yang mempunyai
sifat mudah menguap sebagian akan teruapkan. Ada dua hal yang dapat
merugikan proses ini: pertama, hasil total minyak atsiri yang diperoleh berkurang
karena ada yang menguap. kedua, komposisi minyak atsiri akan berubah, hingga
akan mempengaruhi baunya. pada suhu kamar pada saat akan diproses
(Sastrohamidjojo, 2004).
Dalam perkembangan pengolahan minyak atsiri dikenal tiga macam
penyulingan, yaitu :
1. Penyulingan dengan air (water distillation)
Metode penyulingan dengan air merupakan metode paling
sederhana jika dibandingkan dua metode penyulingan yang lain. Pada
metode ini, bahan yang akan disuling dimasukkan dalam ketel suling yang
telah diisi air. Dengan begitu, bahan bercampur langsung dengan air.
Selain metodenya sangat sederhana, bahan ketel pun relatife mudah
Pada metode ini, perbandingan jumlah air perebus dan bahan baku
dibuat berimbang, sesuai kapasitas ketel. Bahan yang telah mengalami
proses pendahuluan seperti perajangan dan pelayuan dimasukkan dan
dipadatkan. Selanjutnya ketel ditutup rapat agar tidak terdapat celah yang
mengakibatkan udara keluar.
Uap yang dihasilkan dari perebusan air dan bahan dialirkan melalui
pipa menuju ketel kondensator yang mengandung air dingin sehingga
terjadi pengembusan (kondensasi). Selanjutnya, air dan minyak ditampung
dalam tangki pemisah. Pemisahan air dan minyak dilakukan berdasarkan
perbedaan berat jenis. Metode penyulingan ini baik digunakan untuk
penyulingan bahan berbentuk tepung dan bunga-bungaan.
2. Penyulingan dengan uap dan air (water and steam distillation)
Metode ini disebut juga dengan system kukus. Pada metode
pengukusan ini, bahan diletakkan atas piringan atau plat besi berlubang
seperti ayakan (sarangan) yang terletak beberapa sentimeter diatas
permukaan air.
Pada prinsipnya, metode penyulingan ini menggunakan uap
bertekanan rendah. Dibandingkan dengan cara pertama (water distillation),
perbedaannya hanya terletak pada pemisahan bahan dan air. Namun,
penempatan keduanya masih dalam satu ketel suling. Air dimasukkan
kedalam dasar ketel hingga 1/3 bagian ketel. Selanjutnya, bahan
dimasukkan kedalam ketel suling hingga padat dan ketel ditutup rapat.
Saat air direbus dan mendidih, uap yang terbentuk akan melalui
Minyak atsiri dalam bahan pun akan ikut bersama uap panas tersebut
melalui pipa menuju ketel kondensator. Selanjutnya, uap air dan minyak
akan mengembun dan ditampung dalam tangki pemisahan. Pemisahaan air
dan minyak atsiri dilakukan berdasarkan berat jenis.
Keuntungan dari metode ini yaitu penetrasi uap terjadi secara
merata kedalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai
1000 C. Lama penyulingan relatife lebih singkat, rendemen minyak lebih
besar, dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil dari
sistem penyulingan dengan air.
Adapun penyulingan ini terbagi atas dua, yaitu :
1. Penyulingan Langsung
Pada cara penyulingan ini, bahan tumbuhan yang akan diambil minyaknya
dimasak dengan air. Dengan demikian, penguapan air dan minyak berlangsung
bersamaan. Kendati penyulingan ini seolah-olah memudahkan penanganan,
tetapi ternyata mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu.
Penyulingan langsung mengakibatkan pengasaman (oksidasi) serta
persenyawaan zat ester yang dikandung dengan air (hidrolisis ester). Selain itu,
penggodokan ini menyebabkan timbulnya aneka hasil sampingan yang tidak
dikehendaki
2. Penyulingan Tidak Langsung
Cara yang lebih melipatkan hasil serta meningkatkan mutu ialah
memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak bahan tumbuhan yag
3. Penyulingan dengan uap
Pada sistem ini, air sebagai sumber uap panas terdapat dalam
“boiler” yang letaknya terpisah dari ketel penyulingan. Uap yang
dihasilkan mempunyai tekanan lebih tinggi dari tekanan udara luar. Proses
penyulingan dengan uap ini jika digunakan untuk menyuling bahan baku
minyak atsiri berupa kayu, kulit batang, maupun biji-bijian yang relatife
keras.
Penyulingan dengan uap sebaiknya dimulai dengan tekanan uap
yang rendah (kurang lebih dari 1 atm), kemudian secara berangsur-angsur
tekanan uap dinaikkan menjadi kerang lebih 3 atm. Jika permulaan
penyulingan dilakukan pada tekanan tinggi, maka komponen kimia dalam
minyak akan mengalami dekomposisi. Jika minyak dalam bahan dianggap
sudah habis bersuling, maka tekanan uap perlu diperbesar lagi yang
bertujuan untuk menyuling komponen kimia yang yang bertitik didih