• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Udara - Hubungan C-Reaktif Protein (CRP) Lansia di Kelurahan Kampung Lalang Lingkungan I, II, III Kota Medan dalam Kondisi Udara Tercemar PM10 dengan Lama Menetap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Udara - Hubungan C-Reaktif Protein (CRP) Lansia di Kelurahan Kampung Lalang Lingkungan I, II, III Kota Medan dalam Kondisi Udara Tercemar PM10 dengan Lama Menetap"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposisi Udara

Fakta empirik menunjukkan bahwa udara merupakan komponen kehidupan yang sangat penting bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya (seperti tumbuhan dan hewan). Tanpa makan dan minum manusia bisa hidup untuk beberapa hari, tetapi tanpa udara manusia hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja. Tidak seperti air yang bisa dipilih untuk diminum, sekali udara tercemar susah untuk membersihkannya. Karena manusia tidak dapat memilih udara yang dihirup.Kualitas udara (ambien) sangat berhubungan dengan tingkat kesehatan masyarakat dan kegiatan pembangunan.

Komposisi udara normal terdiri atas gas nitrogen 78,09 %, oksigen 20,95 %, dan karbondioksida 0,93%, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, kripton, xenon dan helium sekitar 0,03% (BLH Prop.Sumut,2010). Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora dan sisa tumbuh-tumbuhan.

Kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tentunya akan meningkatkan penggunaan energi. Semakin banyak energi yang dibakar pada akhirnya akan meningkatkan pencemaran udara. Udara yang tercemar (tidak memenuhi baku mutu udara ambien) dapat meningkatkan berbagai jenis penyakit atau bahkan dapat menyebabkan kematian apabila kadarnya di udara

tidak sehat atau berbahaya untuk jangka waktu yang panjang.

Didalam peraturan Mentri Lingkungan Hidup nomor 28 tahun 2008, di lampiran petunjuk teknis standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup daerah propinsi, penduduk Indonesia diproyeksikan akan meningkat antara tahun 2000 dan 2025 dari sekitar 206 juta menjadi sekitar 274 juta. Pada tahun 2000 kebanyakan penduduk Indonesia masih tinggal di pedesaan, namun lambat laun jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan semakin menurun, yang disebabkan oleh perkembangan pedesaan menjadi kota-kota baru serta urbanisasi.

(2)

7 2025. Oleh karena itu, tingkat pencemaran udara pada masa yang akan datang akan semakin meningkat khususnya di wilayah perkotaan dan industri serta wilayah pemukiman. Pencemaran udara di perkotaan merupakan permasalahan yang serius.

Peningkatan penggunaan kendaraan bermotor dan konsumsi energi di perkotaan, jika tidak dikendalikan, akan memperparah pencemaran udara, kemacetan, dan dampak perubahan iklim yang menimbulkan kerugian kesehatan, produktivitas dan ekonomi bagi negara. Berdasarkan penelitian Japan International Cooperation Agency(JICA)dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) tahun 1995 dan studi Asian Development bank (ADB) bekerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) pada tahun 2001, kenderaan bermotor memberikan kontribusi > 70 % terhadap pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia khusunya Jakarta dan sekitarnya (BLH.Prop.Sumut, 2010).

2.2Komponen Pencemaran Udara

Menurut data Badan Lingkungan Hidup, bahwa secara umum ada 2 macam penyebab pencemaran udara, yaitu alamiah dan buatan. Penyebab alamiah seperti debu yang berterbangan dan abu yang di keluarkan gunung berapi, sedangkan penyebab buatan adalah oleh karena ulah manusia seperti hasil pembakaran bahan bakar fosil, debu dari kegiatan industri, pemakaian zat kimia yang disemprotkan ke udara dan lain-lain.

Ditinjau dari pergerakannya, maka sumber pencemar terdiri dari sumber yang

(3)

8 2.2.1 Partikulate Matter (PM10)

Partikulat Matter yang melayang di udara berisikan campuran yang heterogen yaitu padat dan cair yang bercampur di dalam udara, dan terus berpariasi di dalam ukuran dan komposisi kimia. Partikel utama di emisikan langsung ke dalam atmospir, seperti asap mesin diesel. Partikel sekunder dihasilkan melalui transformasi psikokimia gas, seperti nitrat dan sulfat dari formasi dari asam nitrat dan Sulfur dioxide(SO2) (Brook R.D et al,2004 ).

Sumber PM meliputi emisi dari mesin kenderaan, berbagai sumber PM meliputi emisi kenderaan bermotor,fragmentasi ban dan resuspensi debu jalan, pembangkit listrik dan pembakaran industri lainnya, kegiatan peleburan dan pengolahan logam lainnya, pertanian, konstruksi dan pembongkaran, pembakaran kayu perumahan, tanah tertiup angin, serbuk sari dan cetakan, kebakaran hutan dan pembakaran sampah pertanian, emisi gunung berapi. Meskipun ada ribuan bahan kimia yang telah terdeteksi sebagai PM di lokasi yang berbeda, beberapa unsur yang lebih umum termasuk nitrat, sulfat, dan unsur karbon organik, senyawa organik (misalnya, hidrokarbon aromatik polisiklik), senyawa biologis (misalnya, endotoksin, fragmen sel), dan berbagai logam (misalnya besi, tembaga, nikel, seng, dan vanadium), terutama karena sifat kompleks PM, telah diukur dan diatur berdasarkan terutama pada massa dalam rentang ukuran PM10 dan PM2,5 (Brook R.D et al,2004.;Kaplan

G.G et al,2010.;Byoung J.K et al,2012.)

Pada tahun 1987, fokus regulasi bergeser dari jumlah partikel yang bisa mudah menembus dan menempel di trakeobronkial, atau PM10 (PM dengan diameter

aerodinamis median 10 mm). Pada tahun 1997, oleh badan Environmental Protection Agency (EPA), diumumkan standar rata-rata 24 jam dan tahunan untuk PM2.5 (PM dengan median aerodinamis diameter 2,5 m), yang terdiri dari fraksi

ukuran yang dapat mencapai saluran udara kecil dan alveoli.

PM2.5 berasal sebagian besar dari sumber pembakaran dan termasuk partikel

(4)

9 endotoksin (komponen penting dari dinding sel bakteri Gram-negatif) dan kadar protein antigenik serbuk sari juga dapat menyerap ke permukaan halus PM. Umumnya, partikel yang lebih besar menunjukkan deposisi pecahan yang lebih besar di daerah trakeobronkial extrathorak, sedangkan partikel yang lebih kecil (misalnya, PM2.5) menunjukkan deposisi yang lebih besar dalam paru-paru (Brook R.D et al,

2004)

Gambar 2.1: Distribusi ukuran Partikulat Matter(PM)

2.2.2 Nitrogen Oksida (NOx)

Nitrogen oksida adalah zat reaktif umumnya dipahami untuk mencakup oksida Nitrat (NO), Nitrogen Dioksida (NO2), Nitrogen Trioksida, Nitrogen Tetroksida

(N2O4), dan diNitrogen Pentoksida (N2O5). Senyawa ini disebut secara kolektif

sebagai "NOx." Gas Asam nitrat (HNO3), sumber utama partikulat Nitrat, terbentuk

ketika NO2 bereaksi dengan radikal hidroksil siang hari dan ketika N2O5 bereaksi

dengan uap air.

Gas ini berwarna kecoklat-coklatan, di udara terbuka dapat terjadi reaksi menjadi HNO2 yang berwarna kekuning-kuningan. Senyawa ini dapat mengakibatkan

pengurangan daya penglihatan (visibilitas) yang membahayakan bagi pengendara di jalan, walaupun udara tidak mengandung partikel dalam konsentrasi tinggi. Senyawa – senyawa turunan Nitrogen yang penting bagi pencemaran udara adalah NO dan NO2 karena diudara terbuka Nitrogen monoksida menjadi NO2.Bersama dengan

(5)

10 Penelitian secara epidemiologi telah difokuskan pada NO2, karena fakta bahwa

(1) NO2 merupakan salah satu polutan udara yang diatur standar yang tersedia di

seluruh dunia, (2) dari knalpot kendaraan NO dan pembangkit listrik sebagian besar dikonversi menjadi NO2, dan (3) NO2 memainkan peran utama dalam pembentukan

ozon troposfer (O3).

Sumber utama NOx di udara ambien adalah pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor dan proses industri, terutama di pembangkit listrik. Hasil pembakaran pada temperature tinggi dalam oksidasi N2 atmosfer, pertama NO dan

kemudian NO2.Emisi kendaraan bermotor di dekat jalan yang sibuk dapat

mengakibatkan konsentrasi NOx lokal yang tinggi (BLH.Prop.Sumut, 2010; Brook R.D et al,2004).

NO2 dan NO keduanya terbentuk secara alami sebagai hasil metabolisme bakteri

senyawa nitrogen dan, pada tingkat lebih rendah, dari kebakaran, gunung berapi, dan fiksasi petir. Paparan pada manusia yang signifikan dapat terjadi di dalam ruangan. Peralatan Gas untuk pembakaran, seperti tungku dan kompor, adalah sumber utama NOx dalam ruangan, meskipun ruang pemanas minyak tanah dan asap tembakau juga dapat memainkan peran. Di daerah perkotaan, infiltrasi NO2 ambien dari emisi

kendaraan juga dapat mempengaruhi paparan dalam ruangan( Brook RD et al,2004 ).

2.2.3 Karbon Monoksida

Karbon monoksida (CO) adalah produk pembakaran tidak sempurna dari karbon

yang mengandung bahan bakar. Sumber luar ruang meliputi kendaraan bermotor, mesin pada motor, mesin pemotong rumput, gergaji rantai, dan perangkat lain yang memerlukan pembakaran bahan bakar fosil, pembakaran kayu perumahan, , pembakaran batu bara, dan merokok tembakau.

(6)

11 daripada sebagai racun langsung. Namun, dalam beberapa situasi (misalnya, struktur berventilasi kurang), CO bisa mencapai konsentrasi yang cukup untuk menyebabkan kenaikan patofisiologis berarti dalam carboxyhemoglobin pada orang dengan penyakit aterosklerosis secara signifikan atau kondisi jantung lainnya (Brook R.D et al,2010).

2.2.4 Sulfur Dioksida

Sulfur dioksida (SO2) sangat menggangu, tidak berwarna, berbentuk gas yang

larut dengan bau yang menyengat, tidak dapat terbakar dan berasa. Bereaksi dengan air, membentuk asam sulfur, yang menyumbang efek yang kuat pada iritasi mata, selaput lendir, dan kulit.

Di udara ambien, sumber-sumber utama dari SO2 termasuk pembakaran bahan

bakar yang mengandung sulfur, terutama di pembangkit listrik dan mesin diesel (sebelum reformulasi bahan bakar solar). Sulfur dioksida, dioksidasi menjadi sulfur trioksida, yang karena afinitas yang kuat terhadap air, bisa cepat terhidrasi untuk membentuk asam sulfat. Peningkatan kadar SO2 telah dikaitkan dengan penyakit di

abad ke-20, dengan bencana polusi udara. SO2 umumnya ditemukan pada

konsentrasi jauh lebih rendah di dalam ruangan daripada di luar ruangan, namun, penggunaan ruang pemanas dengan minyak tanah dapat menghasilkan konsentrasi SO2 yang lebih tinggi secara signifikan dalam ruangan (Brook RD et al,

2004;BLH.Prop.Sumut, 2010).

2.2.5 Ozon (O3)

Ozon (O3) sangat reaktif, gas berwarna kebiruan dengan bau yang khas terkait

dengan muatan listrik. Tingkat rendah paparan di mana-mana, karena O3 dibentuk

oleh proses alam dan aktivitas manusia. Ozon terbentuk di stratosfer oleh aksi radiasi matahari pada molekul oksigen (O2). Karena O3 stratosfir mencegah radiasi UV

energi tinggi dari penetrasi atmosfer, banyak bentuk kehidupan terestrial tidak akan mampu bertahan hidup tanpa perisai O3 ini.

Di troposfer, O3 dibentuk oleh aksi radiasi UV matahari pada nitrogen oksida dan

(7)

12

2.3 Dampak Partikel Pencemar Udara Bagi Kesehatan

Hubungan antara tingginya tingkat polusi udara dan penyakit manusia telah dikenal selama lebih dari setengah abad (Brook R.D et al,2004; Coccini T et al; Khafaie M.A et al,2013; Chew F.T et al, 1998; Xu X et al,2011). Beberapa episode meningkatnya angka kematian secara tajam pada polusi perkotaan, seperti di Meuse Valley, Belgia, pada bulan Desember 1930 dan selama insiden kabut di London 1952, memicu penelitian epidemiologi awal ( Brook R.D et al). Akibatnya, upaya panjang untuk mengurangi polusi udara pun terjadi. Peningkatan kualitas udara selama beberapa dekade terakhir, hubungan antara tingkat polusi dan morbiditas dan mortalitas telah dideteksi. Ada beberapa studi epidemiologi diterbitkan menghubungkan polusi udara dengan penyakit manusia. Meskipun banyak polutan dapat menyebabkan penyakit secara individual atau dalam kombinasi (misalnya, O3, SO2, NO2 dan), selama dekade terakhir, Partikulat Matter (PM) telah

menjadi fokus utama penelitian (Brook R.D et al, 2004; Tsai D , 2012; Diez Roux A V et al, 2006).

Studi di Enam Kota Harvard oleh Dockery et al, Studi ini menunjukkan bahwa paparan kronis polutan udara merupakan faktor independen (terkait bebas) untuk mortalitas kardiovaskular. Dalam studi kohort pada 8111 dewasa, di ikuti selama 14 sampai 16 tahun, rasio angka kematian untuk kota paling tercemar versus kota tidak tercemar adalah 1,26 (95% CI 1,08 - 1,47). Penyesuaian lebih lanjut untuk berbagai faktor resiko individu yang termasuk merokok tembakau, jenis kelamin, indeks

massa tubuh, tingkat pendidikan, paparan pekerjaan, hipertensi, dan diabetes tidak secara signifikan mempengaruhi hubungan.

(8)

13 ini, penyebab spesifik dari peningkatan mortalitas kardiovaskular akibat paparan polusi udara jangka panjang tetap tidak jelas ( Brook R.D et al,2004).

Dua studi terbesar sampai saat ini adalah National Morbidity, Mortality, and Air Pollution Study (NMMAPS) di Amerika serikat, dan APHEA-2 (Air Pollution and Health: A European Approach (respiration study) di Eropa. Studi ini menghasilkan hasil yang sangat konsisten. Para NMMAPS mengamati hasil pada 50 juta orang di 20 kota terbesar di Amerika Serikat. Rata-rata tingkat kematian secara independen, terkait dengan konsentrasi partikel beberapa hari sebelum kematiannya. Setiap peningkatan 10 µg/m3 PM10 dikaitkan dengan peningkatan sebesar 0,21% (0,06 SE)

dan 0,31% (0,09 SE) untuk semua penyebab dan kematian kardiopulmonar.

Empat puluh tiga juta orang di 29 kota di Eropa, perkiraan peningkatan kematian harian adalah 0,6% (95% CI 0,4% menjadi 0,8%) untuk setiap 10 µg/m3 peningkatan PM10 (Brook R.D et al, 2004). Di Eropa, kota-kota dengan iklim hangat

menunjukkan hubungan kuat kematian dengan polusi udara. Temuan ini menyiratkan bahwa peningkatan jangka pendek tingkat partikel Polusi udara mampu membangkitkan aritmia jantung, gagal jantung yang memburuk, dan memicu aterosklerosis akut / komplikasi kardiovaskular.

Pencemaran udara memiliki berbagai efek buruk pada kehidupan awal, dan beberapa efek berbahaya yang paling penting dari polutan ini yaitu gangguan sebelum kelahiran, kematian bayi, gangguan pernapasan, alergi, peningkatan stres

oksidatif, dan disfungsi endotel(Brook R.D et al, 2004.; Chew FT et al, 1999; Xu X et al, 2012.; Stein C, 2012. ). Penelitian epidemiologi, manusia, dan studi model hewan menunjukkan bahwa knalpot diesel dari lalu lintas, sumber utama polusi udara, meningkatkan peradangan saluran napas dan dapat memperburuk dan memulai asma dan alergi. Oleh karena itu, kebanyakan studi awal telah menunjukkan bahwa, yang berada di dekat jalan raya dengan kepadatan tinggi, dikaitkan dengan peningkatan rawat inap asma, penurunan fungsi paru-paru, dan peningkatan prevalensi dan keparahan mengi dan alergi rhinitis (Byoung J.K et al, 2012.).

2.4 Index Kualitas Udara

(9)

14 berkaitan mungkin menjadi perhatian. Index Kualitas Udara memfokuskan pada efek kesehatan yang mungkin dialami dalam beberapa jam atau hari setelah menghirup udara yang tidak sehat.

Index kualitas udara dihitung untuk empat polutan udara utama yang diatur oleh Pemerintah Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep-45/Men-LH/10/1997, Tentang indeks standar Pencemaran Udara, ISPU dibagi dalam beberapa kategori terlihat pada table di bawah ini:

Tabel 2.1 Kategori ISPU dan Penjelasan

Kategori Rentang Penjelasan Warna

Baik 0 – 50 Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuh-tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika

Hijau

Sedang 51 – 100 Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuh-tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika

Biru

Tidak Sehat 101 - 199 Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau biasa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika

Kuning

Sangat tidak Sehat

200 - 299 Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi terpapar.

Merah

Berbahaya 300- lebih

Tingkat kualitas udara yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi

Hitam

Sumber:Kep Ka.Bapedal No.107/ka.Bapedal/11/1997

(10)

15 Tabel 2.2 Parameter Uji

No Parameter Waktu Pengukuran

1 Partikulat(PM10) 24 jam(periode pengukuran rata-rata)

2 Sulfur dioksida(SO2) 24 jam (periode pengukuran rata-rata)

3 Carbon Monoksida 8 jam (periode pengukuran rata-rata) 4 Ozon(O3) 1 jam (periode pengukuran rata-rata)

5 Nitrogen Dioksida(NO2) 1 jam(periode pengukuran rata-rata)

Pengaruh nilai ISPU untuk setiap parameter Pencemaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Table 2.3 Pengaruh ISPU untuk setiap Parameter Pencemar

Kategori Rentang CO NO2 O3 SO2 PM10

Baik 0 - 50 Tidak ada

efek

Sedikit berbau Luka pada beberapa

Tidak Sehat 101 - 199 Peningkatan pada

Berbahaya ≥300 Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar Sumber: Kep.Ka.Bapedal No.107/Ka.Bapedal/11/1997.

(11)

16 Tabel 2.4. Batas Indeks Standar Pencemaran Udara Dalam

Satuan Standar Internasional

Sumber: Bapedal Kota Medan

2.5 Gambaran Alat Pemantau Udara Ambien Kota Medan

Kegiatan pemantauan kualitas udara ambien Propinsi Sumatera Utara dilaksanakan secara kontiniu dari satu titik ke titik lainnya bedasarkan jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya. Khusus untuk kota medan ada 4 lokasi pemantau udara ambien yang di tempatkan pada daerah strategis yakni; di daerah yang memewakili daerah industri di Kawasan industri medan (KIM), daerah yang mewakili kepadatan Kenderaan roda dua dan empat yakni di daerah Terminal Pinang baris, untuk mewakili daerah padat penduduk yakni didaerah Tembung, untuk mewakili udara kota di daerah stadion teladan medan.

Setiap Stasiun Pemantau (Fix stasiun) dilengkapi dengan alat pengambil sample, win direction(arah angina), pengukur kelembaban serta alat untuk pengukur 5(lima) parameter yaitu:

1. Alat Pengukur CO(Carbon Monoksida) : APMA – 360

2. Alat Pengukur SO2 (Sulfur Dioksida) : APSA- 360

3. Alat Pengukur O3 (Ozon) :APOA – 360

4. Alat Pengukur NO2 (Nitrogen Oksida) :APNA – 360

5. Alat Pengukur PM10 (Partikulat Matter) :Partikulat Monitoring

(12)

17 Hour Mean Value” data ini selanjutnya dikirim ke Regional Center. Kemudian diubah menadi nilai ISPU. Setiap stasiun pemantau akan mempunyai nilai ISPU untuk setiap Parameter udara. Nilai ISPU yang tertinggi dari keempat staiun Pemantauan akan di tampilkan di Publik Data Display setiap pukul 15.00 Wib. Nilai ISPU ini merupakan kondisi kualitas udara kota Medan.

2.6 Reaksi Fase Akut(RFA)

Reaksi pertama tubuh terhadap gangguan luar, yaitu respon non- spesifik sebelum reaksi imun spesifik. Reaksi fase akut (RFA) adalah reaksi sistemik dari organisme terhadap gangguan lokal atau sistemik dalam homeostasis yang disebabkan oleh infeksi, cedera jaringan, trauma atau operasi, pertumbuhan neoplastik atau gangguan imunologi (Gruys et al, 1999). Di lokasi invasi oleh mikroorganisme dan tempat cedera jaringan, Sitokin pro-inflamasi dilepaskan, ke sistem pembuluh darah dan sel-sel inflamasi diaktifkan. Respon ini pada gilirannya berhubungan dengan lebih banyak menghasilkan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang menyebar ke kompartemen cairan ekstraseluler dan beredar dalam darah.

Dalam beberapa jam setelah infeksi pola protein disintesis oleh hati yang secara drastis berubah mengakibatkan peningkatan beberapa protein darah, Protein Fase Akut (PFA)positif. Protein fase Akut (PFA) positif adalah, C-reaktif protein (CRP), serum amiloid A (SAA) dan haptoglobin (Hp) yang dikeluarkan oleh hepatosit setelah stimulasi sitokin. Tiga sitokin utama (Tumor necrosis factor alpha(TNF-α), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6 (IL-6) memiliki perilaku, neuroendokrin, dan efek metabolik .

(13)

18 kerusakan sel parah, Reaksi Fase akut dapat diamati. Sitokin dan respon fase akut Setidaknya terdiri dari 15 mediator peptida berat molekul rendah yang berbeda diketahui disekresikan oleh leukosit aktif (interleukin) dan sel-sel lainnya. Molekul ini secara kolektif disebut sitokin dan terlibat dalam memicu respon fase akut.

Tiga kelompok utama sitokin sesuai dengan jalur terhadap efeknya dapat dibedakan (van Miert, 1995): (1) sitokin yang berperan sebagai faktor pertumbuhan untuk berbagai sel (IL-2, IL-3, IL-4, IL-7, IL-10, IL-11, IL-12 dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor(GMCSF), (2) sitokin dengan sifat pro-inflamasi (TNF-α / β, IL-1α / β, IL-6, IFN-α / γ, IL-8) dan (3) faktor dengan aktivitas anti-inflamasi (IL-1 reseptor antagonis, IL-1 reseptor, TNF-α binding protein ). Sitokin pro-inflamasi (dari kelompok kedua) bertanggung jawab untuk induksi demam dan katabolisme otot, dan mengaktifkan prekursor sel darah putih dalam sumsum tulang, pertumbuhan fibroblas jaringan inflamasi.Sitokin pro-inflamasi bertanggung jawab untuk spektrum yang luas dari efek sinergis atau antagonis yang mempengaruhi respon imun spesifik dari organisme yang di serang terhadap antigen asing dan menyerang mikroorganisme. Dalam hati, TNF-α, IL-1 dan IL-6 memainkan peran kunci (Heinrich et al, 1990;. 1998; Ingenbleek dan Young, 1994; Le dan Vilcek, 1989;. Sehgal et al, 1989). Ketiga Molekul tersebut mengaktifkan reseptor hepatocit, dan sintesis dari berbagai Protein Fase Akut dimulai.

IL-6 adalah mediator utama untuk sekresi sebagian besar Protein Fase akut di sel hepatosit dan Reseptor untuk sitokin proinflamasi menginduksi efek

janus-kinase.(Heinrich et al., 1998). Selama reaksi fase akut, viskositas plasma meningkat sebagai akibat dari perubahan konsentrasi total protein darah, di antaranya adalah peningkatan fibrinogen yang mempengaruhi tingkat laju endap darah (LED) (Majno dan Joris, 1996) yang digunakan di banyak Rumah Sakit Barat sebagai penanda non-spesifik untuk aktivitas penyakit (Magnus et al., 1994).

(14)

19

2.7.C-Reaktif Protein(CRP)

CRP merupakan cincin yang terdiri dari lima 23.000 Dalton(Da) unit (Pentraxin), adalah yang pertama dijelaskan di protein fase akut. Hal ini ditemukan karena mengikat terhadap C-Polisakarida Pneumokokus. CRP Ini mengikat langsung ke beberapa mikroorganisme sel yang degenerasi dan sisa-sisa sel, dan mengaktifkan komplemen melalui C1q jalur klasik, dan bertindak sebagai opsonin.

Demikian pula, aktivasi komplemen yang dimediasi CRP memiliki peran penting dalam beberapa bentuk perubahan jaringan seperti infark jantung. CRP, dan beberapa protein fase akut lainnya, telah digambarkan berguna untuk menilai kesehatan pada manusia. Mereka lebih sensitif dibandingkan dengan Laju endap darah(LED), yang digunakan di rumah sakit. Sitokin pro-inflamasi dan protein darah yang berasal dari hati adalah variabel potensial untuk memantau perubahan yang disebabkan inflamasi dan infeksi.

CRP lebih berguna untuk memantau kesehatan daripada sitokin, karena Sitokin akan hilang dari peredaran dalam beberapa jam, sedangkan tingkat CRP tetap tidak berubah selama 48 jam atau lebih. Penentuan CRP dapat membantu dalam memantau kesehatan subyek individu. Nilai normal CRP < 0- 0,5 mg/dl (Mary lee, et al, 2004).

2.7.1 Mekanismne Kerja C-Reaktif Protein

CRP adalah suatu kelompok protein yang memiliki konsentrasi plasma meningkat atau menurun sebagai respon terhadap peradangan dalam jaringan.CRP adalah

protein yang disintesis oleh hepatosit dalam hati dan ditemukan secara alami sebagai bagian dari komposisi serum manusia.

Produksi CRP dirangsang oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1, dan TNF. Sitokin adalah keluarga molekul yang termasuk interleukin (IL) dan berfungsi sebagai molekul sinyal, disekresikan oleh sel-sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh.

(15)

20 mempengaruhi tingkat CRP dan pengikat CRP-PC. Hal ini disebabkan fakta bahwa CRP sangat bergantung kalsium dan PC berisi ligan juga bergantung kalsium Ca2 + merupakan bagian penting dalam sel sebab ia bertanggung jawab untuk sinyal intraseluler dan karenanya, mengontrol sebagian besar reaksi seluler. kadar Ca2 + biasanya pada jumlah yang rendah dan hanya meningkat bila ada kematian sel atau kerusakan yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti luka.

Ketika CRP mengikat ke PC dalam jaringan, ia mampu memanfaatkan permukaan hidrofilik untuk mengikat polisakarida yang ada pada dinding sel bakteri, parasit dan jamur. CRP dapat mengikat hanya untuk merusak membran plasma dari sel apoptosis dan nekrotik. Kemampuan CRP untuk mengikat ke permukaan sel mati dengan cara bergantung kalsium mendorong lebih awal jalur komplemen klasik.

Untuk jalur klasik, CRP mengikat semakin ke C-1 kompleks, C1q dan C3b/bi, sehingga mengurangi jumlah serangan membran. Aktivasi dari kaskade Komplemen kemudian diduga menjadi alasan untuk mendorong fungsi menangkap protein dan yang pada akhirnya bertanggung jawab untuk meningkatkan cedera jaringan.

2.7.2 Polusi Udara dan C-Reaktif Protein

Bukti eksperimental dari hewan dan manusia telah menunjukkan bahwa paparan partikel terhirup dikaitkan dengan perubahan inflamasi lokal di paru-paru dan dapat

menyebabkan respon inflamasi sistemik.Namun, masih belum banyak bukti tentang sejauh mana paparan partikulat dikaitkan dengan perubahan tingkat inflamasi sistemik pada populasi umum.

(16)

21 Studi epidemiologi telah melaporkan hubungan positif antara pajanan baru untuk partikel dan penanda dari respon fase akut seperti CRP dan fibrinogen. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat penanda inflamasi seperti CRP yang tinggi, sebagai akibat dari paparan polusi udara dan pajanan yang berulang memiliki efek yang terakumulasi dari waktu ke waktu.

Seaton et al., menemukan hubungan positif antara tingkat paparan polusi kota, PM10 dan CRP(147 persen peningkatan CRP per 100-µg/m3 peningkatan PM10)

dalam sampel dari 112 orang dengan beberapa pengukuran berulang selama 18 bulan. Peningkatan viskositas plasma dan CRP yang diamati pada orang dewasa sehat dipilih secara acak setelah episode partikel polusi udara yang tinggi.

Kehadiran efek kumulatif sesuai dengan penelitian terbaru menunjukkan bahwa pajanan lebih lama (dalam beberapa kasus selama 1-2 bulan ) berhubungan dengan semua penyebab dan mortalitas kardiovaskular di dalam kurun waktu tertentu, meskipun hasilnya mengenai efek paparan baru dan jangka panjang terhadap mortalitas kardiovaskular tidak selalu konsisten. Dalam penelitian, paparan 30-hari dan 60-hari (beberapa model) menunjukkan hubungan positif dengan CRP, tetapi perbedaannya kecil (Diez Roux A.V et al., 2006).

2.8 Karakteristik Daerah Penelitian

Dari data dan Informasi diatas, peneliti akan melakukanpenelitian terhadap populasi di Lingkungan yang Padat Transportasi darat dan dekat dengan Stasiun

Pemantau Udara. Untuk mengetahui kadar CRP akibat Polusi udara yang disebabkan oleh asap dan debu dari kepadatan, kemacetan transportasi yaitu daerah sekitar Terminal Pinang Baris. Lingkungan yang paling dekat dengan jalur transportasi, kelurahan Kampung lalang,kecamatan Medan sunggal.

(17)

22 Tabel 2.5.Jumlah Penduduk Kelurahan Lalang Berdasarkan Lingkungan

No Lingkung an

Luas Wilayah(Ha)

Jumlah KK

1 I 2,7 202

2 II 4 302

3 III 5 207

4 IV 2,3 27

5 V 6,5 410

6 VI 28 530

7 VII 8 352

8 VIII 7,5 324

9 IX 5 323

10 X 24 538

11 XI 25 323

12 XII 4 258

13 XII 3 273

Jumlah 125 4069

Sumber : Data Puskesmas Lalang tahun 2012

Letaknya yang strategis menghubungkan transpotasi darat dari Kota medan ke Kota Binjai dan langkat serta ke Propinsi Aceh, menyebakan arus lalu lintas di titik Stasiun Pinang baris sangat tinggi setiap hari. Kemacetan Kenderaan yang terjadi di titik lampu merah simpang kampung lalang, dari pagi sampai malam merupakan pemandangan yang setiap hari akan kita jumpai. Kemacetan juga di perparah dengan situasi pajak yang juga berada di sepanjang jalan dekat persimpangan lampu merah.

(18)

23 Untuk melayani Kesehatan Masyarakat, Kelurahan lalang memiliki Puskesmas yang berada di jalan Puskesmas kelurahan lalang lingkungan X. Program unggulan yang terus di laksanakan yaitu Posyandu Lansia. Posyandu ini bekerjasama dengan Kelurahan dan merupakan program lintas sektor, antara Kelurahan dan Puskesmas. Di kelurahan Lalang telah berjalan 2 kelompok Posyandu Lansia, yang bernama; Posyandu Lansia “Lestari” dan Posyandu Lansia “Anugerah”. Anggota Posyandu Lestari terdiri dari lansia yang bermukim di lingkungan I, II dan III, sedangkan Posyandu Anugerah adalah Lansia yang bermukim di lingkungan X, XI,XII dan XIII. Kegiatan Posyandu Lestari setiap bulan berlangsung pada hari kamis minggu ke 3.

Lingkungan I, II dan III berada dan berbatasan dengan jalan utama dan sumber Kemacetan Lalu lintas, dan langsung mendapat dampak polusi kenderaan bermotor, yaitu asap dari kenderaan dan debu jalan.

Tabel 2.6. Jumlah Lansia di Kelurahan Lalang

Lingkungan 45-59 60-69 >70 Pr Lk

I 80 23 14 56 81

II 135 38 15 97 91

III 131 35 19 93 92

IV 98 44 46 102 86

V 245 67 34 195 151

VI 216 33 9 115 143

VII 248 94 46 206 182

VIII 166 48 18 130 102

IX 127 49 22 101 97

X 191 57 26 139 135

XI 148 62 13 104 119

XII 137 61 18 110 106

XIII 150 41 34 140 85

Sumber: Puskesmas Lalang Tahun 2013

(19)

24 yang ada sehingga masyarakat dapat mengetahui dan melihat langsung laporan kualitas udara. Laporan juga akan dicatat pada komputer di Badan lingkungan Hidup Kota medan dan Propinsi untuk di hitung Index Standar Pencemaran Udara(ISPU) yang di rata-ratakan dari 4 (empat) titik pemantau Udara yang ada di kota medan .

Pada Penelitian ini data yang akan di gunakan adalah data catatan harian yang di catat oleh alatpemantau Ambien Udara,di titik pemantau Stasiun Pinang Baris. Berikut ini adalah data dasar yang di himpun oleh Badan Lingungan hidup Kota Medan selama Tahun 2011 untuk Polusi udara yang disebabkan oleh Kenderaan bemotor daerah Terminal Pinang Baris.

Tabel 2.7.Konsentrasi PM10(ug/m3) di alat Pemantau Ambien Udara stasiun

Pinang Baris Tahun 2011

Sumber: Data BLH Kota medan Tahun 2011

Gambar 2.3 Grafik Konsentrasi PM10 di alat Pemantau ambien Udara stasiun

Pinang Baris Tahun 2011 Tgl/Bln/Thn Konsentrasi PM 10

5/13/2011 391.38

5/14/2011 423.72

5/18/2011 230.93

5/22/2011 315.92

12-Jul 202.78

7/30/2011 118.2

10/21/2011 82.59

10/22/2011 106.01

(20)

25 Tabel 2.8 Konsentrasi SO2(µm/m3) di alat Pemantau ambien udara stasiun

Pinang Baris Tahun 2011.

Sumber: Laporan BLH Kota Medan 2011

Gambar. 2.4 Grafik Konsentrasi SO2 di Pemantau ambien udara Stasiun Pinang

baris tahun 2011

Bl n/Tgl /Thn Konse ntrasi SO2

5/7/2011 159.39

5/8/2011 99.8

5/13/2011 64.46

5/16/2011 12982

5/18/2011 138.93

5/19/2011 89.48

5/21/2011 131.1

5/22/2011 83.21

5/24/2011 124.13

5/27/2011 67.28

5/28/2011 132.4

5/29/2011 93.09

7/1/2011 23.84

7/2/2011 40.26

7/3/2011 29.13

7/6/2011 15.78

7/19/2011 14.23

7/21/2011 31.4

7/22/2011 29.98

7/24/2011 22.66

7/25/2011 15.06

7/27/2011 38.8

7/28/2011 13.03

(21)

26 Table 2.9.Konsentrasi CO (mg/m3)di alat Pemantau ambien Udara Stasiun

Pinang Baris tahun 2011

Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kota Medan Tahun2011

Gambar. 2.5 Grafik Konsentrasi CO di alat Pemantau ambien udara stasiun Pinang baris Tahun 2011

Kons. Min kons.Max

4/19/2011 3.77

7/2/2011 0.23

7/3/20011 0.17

7/4/2011 0.23

7/5/2011 0.16

7/6/2011 0.15

7/7/2011 0.22

7/8/2011 0.22

7/9/2011 0.23

7/10/2011 0.23

7/11/2011 0.32

7/12/2011 0.27

7/13/2011 0.22

7/14/2011 0.23

7/17/2011 0.2

7/18/2011 0.13

7/19/2011 0.21

7/20/2011 0.22

7/21/2011 0.19

7/22/2011 0.24

7/24/2011 0.24

7/25/2011 0.25

7/26/2011 0.34

7/27/2011 0.32

7/28/2011 0.22

7/29/2011 0.19

9/19/2011 3.77

Baku Mutu = 10.000 µg/m3 =

(22)

27 Tabel.2.10.Konsentraasi O3 di alat Pemantau ambien udara stasiun Pinang Baris

Tahun 2011

Sumber: Laporan BLH kota Medan 2011

Gambar.2.6.Grafik Konsentrasi O3 di alat Pemantu udara ambien stasiun

Pinang baris Tahun 2011

Kons.Min Kons.Max 3/3/2011 0

6/3/2011 0 7/3/2011 0 8/3/2011 0 17/5/2011 0 18/5/2011 0 19/5/2011 0 20/5/2011 0 21/5/2011 0 22/5/2011 0

17/9/2011 163.19

19/9/2011 136.87

20/9/2011 94.13

23/9/2011 79.54

2/10/2011 0.07 47.35 3/10/2011 2.48 79.4

10/10/2011 85.32

12/10/2011 100.24

14/10/2011 179.62

15/10/2011 86.08

20/10/2011 122.49

21/10/2011 83.46

23/10/2011 131.01

27/10/2011 92.17

Baku mutu:

(23)

28 Tabel.2.11. Konsentrasi NO(μg/m3

)di alat Pemantau ambien udara stasiun Pinang Baris Tahun 2011

Sumber: Laporan BLH kota Medan 2011

Gambar. 2.7.Grafik Konsentrasi NO2 di alat Pemantau ambien Udara stasiun

Pinang Baris Tahun 2011

(24)

Gambar

Gambar 2.1: Distribusi ukuran Partikulat Matter(PM)
Tabel 2.1 Kategori ISPU dan Penjelasan
Tabel 2.2 Parameter Uji
Tabel 2.4. Batas Indeks Standar Pencemaran Udara Dalam  Satuan Standar Internasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Misalnya, anak-anak sudah tidak terbiasa berbicara Bahasa Indonesia lagi karena di Clausthal mereka sekolah menggunakan Bahasa Jerman.. Selama di Jerman kami sama-sama

Jenis data meliputi data primer yang berkaitan langsung dengan tujuan penelitian yang meliputi informasi tentang tanggapan siswa Panti karya wanita “Wanodyatama” Kendal

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis ikan dan kelimpahan jenisnya serta karakteristik kualitas air Danau Teratai Desa Pontolo

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara efikasi diri dengan hasil belajar biologi siswa kelas XI,

Dalam eksistensi hukum Islam menjadi bagian yang penting dan integral dalam perkembangan hukum nasional di Indonesia, ini dapat terlihat dari proses legislasi hukum positiv

Suatu perancangan juga membutuhkan keselarasan akan tema, material atau bahan yang akan digunakan serta warna yang dirasa akan membuat produk yang dibuat semakin

Setelah mengikuti penyuluhan ini masyarakat dapat memahami dan mengerti tentang Setelah mengikuti penyuluhan ini masyarakat dapat memahami dan mengerti tentang pentingnya

Gambar 3 menunjukkan bahwa kecepatan benda kerja berpengaruh terhadap nilai laju keausan pahat dimana grafik warna biru selalu diatas warna merah dan grafik warna biru