ABSTRACT
Background: High dose CCL
4 may cause liver damage marked by the increased of Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT). Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb) contain curcumin that has been suggested to act as a hepatoprotector. The aim of this experimental study was to find out the effect of temulawak in CCl
4 -induced rats.
Design and method: The study used pre and post test randomized control group design. In this study, Galur wistar rats were divided into 4 groups: Group I (the control group given aquadest for 14 days); Group II (treated with aquadest for 12 days continued with CCL4 for two days, group III and IV (treated group given temulawak for 12 days followed with CCL
4concentration of 50%, 75% and 100% . In the day 14 SGOT concentrations were assessed. Data were analyzed by ANOVA test.
Result:. Bonferroni test result showed there was significant different between group I and II; I and III; I dan IV; No significant difference was found between group III and IV (p>0.05).
Conclusion: Temulawak can decrease SGOT concentration in rats, (Sains Medika, 1 (2) : 148 - 152).
Keywords: CCL4, SGOT, temulawak
ABSTRAK
Pendahuluan: Penggunaan CCL4 pada dosisi tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati, salah satunya ditandai dengan kenaikan kadar SGOT. Temulawak mengandung kurkumin yang dapat melindungi sel-sel hati (hepatoprotektor). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian air perasan temulawak terhadap kadar SGOT sebelum diinduksi dengan CCL4.
Metode Penelitian: Penelitian dilakukan dengan desain post test randomized control group design. Penelitian dilakukan selama 14 hari menggunakan hewan uji tikus putih galur wistar. Hewan uji dikelompokkan secara acak menjadi 4 kelompok uji, yaitu I (pemberian aquades), II (pemberian aquades selama l2 hari, dilanjutkan pemberian CCL4 10% dosis 0,5cc/hari selama 2 hari), kelompok III dan IV diberi air perasan temulawak konsentrasi 75% dan 100% selama 12 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian CCL410% dosis 0,5 cc/hari. Pada hari ke 14 dilakukan pemeriksaan kadar SGOT pada semua kelompok. Data dianalisa menggunakan uji ANOVA
Hasil Penelitian: SGOT rata-rata pada kelompok 1 sebesar 46,76 U/L; kelompok 2 sebesar 96,09 U/L; kelompok 3 sebesar 72,99 U/L dan kelompok 4 sebesar 68,52 U/L. Hasil uji ANOVA menunjukkan p= 0,000, dan uji Bonferroni menunjukkan hasil kelompok 1 dan 2; 1 dan 3; 1 dan 4; 2 dan 3; 2 dan 4 berbeda signifikan (p<0,05), sedangkan kelompok 3 dan 4 tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0,05).
Kesimpulan: Pemberian air perasan temulawak konsentrasi 75% dan 100% dapat mempengaruhi kadar SGOT yaitu mendekati kadar normal, (Sains Medika, 1 (2) : 148 - 152).
Kata kunci: CCl4, kadar SGOT, temulawak
Pengaruh Air Perasan Temulawak (
Curcuma xanthoriza
Roxb)
terhadap Kadar SGOT (
Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase
)
Studi Eksperimental pada Tikus Sebelum Diinduksi dengan CCl
4(Carbon
Tetrachlorida)
The Effect of Temulawak Aqueous (Curcuma xanthoriza
Roxb
) on SGOT
(Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)
Concentration
Experimental Study on Rats before Induced CCl4 (Carbon Tetrachlorida)
Eni Widayati 1, Chodidjah 2
Bagian Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Bagian Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang 1
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati lebih dari 30.000 spesies
tanaman dan 940 spesies di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat. Kekayaan
alam ini diperkirakan terkaya kedua di dunia setelah Brazil, sehingga saat ini telah
banyak perusahaan obat yang memproduksi obat-obat tradisionaldenganbahan
utamanya diambil dari alam (Anonim, 2004a). Perkembangan ini perlu didukung oleh
pembuktian secara ilmiah terutama mengenai khasiat dan keamanannya, sehingga
pemakaiannya sebagai obat pada pelayanan kesehatan formal tidak diragukan lagi.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian fitokimia, farmakologi, toksikologi, maupun
formulasi sediaan (Anonim, 2004b).
Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb) telah terbukti berkhasiat dalam
menyembuhkan berbagai jenis penyakit, seperti gangguan fungsi hati (liver), baik pada
hepatitis maupun perlemakan hati, melalui aktivasi enzim pemecah lemak di hati (Anonim,
2004b). Kerusakan sel hepar dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik yang bersifat
hepatik maupun non hepatik. Faktor-faktor hepatik berupa virus hepatitis, sedangkan
faktor-faktor non hepatik berupa obat-obatan (parasetamol) dan keracunan zat kimia
(CCL
4) (Hasan, 1997).
Ekstrak temulawak mengandung kurkumin yang berguna melindungi hati
(hepatoprotektor) dan memperbaiki fungsi hati (Anonim, 2004b). Hadi (2000) telah
meneliti secara in vitro khasiat anti hepatotoksik dari temulawak pada tikus yang diberi
CCL
4 menunjukkan adanya perbaikan yang nyata dari sel parenkim hati. Irianti (2005)
melaporkan bahwa air perasan temulawak kadar 75% dan kadar 100% menyebabkan
perubahan kadar SGOT pada tikus galur wistar yang telah diinduksi CCL 4.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian air perasan temulawak terhadap kadar SGOT tikus putih galur wistar sebelum
diinduksi dengan CCL 4.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu
Universitas Gajah Mada (LPPT UGM), Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah eksperimental
pada bulan Maret – April tahun 2005. Penelitian menggunakan hewan uji tikus putih
galur Wistar yang ada di LPPT UGM, umur 2-3 bulan, dan berat badan 100 – 150 gram.
Kandang tikus yang bersih dan sehat sebanyak 4 buah dipersiapkan dan masing-masing
kandang diisi 6 ekor. Sebelum perlakuan, tikus diadaptasikan selama satu sampai dua
hari kemudian diberikan perlakuan pada setiap kelompok uji. Kelompok uji I: 6 ekor
tikus diberi aquades selama 14 hari, kemudian diambil darahnya untuk diukur kadar
SGOT. Kelompok uji II: diinduksi dengan CCL410% dosis 0,5 cc, dilanjutkan dengan
pemberian aquades selama 14 hari. Kelompok uji III: tikus diberikan air perasan
temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) konsentrasi 75% selama 12 hari, selanjutnya
diinduksi dengan larutan CCL4 10% dosis 0,5 cc, kemudian diambil darahnya untuk
pengukuran kadar SGOT. Setelah 2 hari kemudian diambil darahnya dan dilakukan
pengukuran kadar SGOT. Kelompok uji IV: tikus diberikan air perasan temulawak
konsentrasi 100% selama 12 hari kemudian diinduksi dengan larutan CCL4 10% dosis 0,5
cc. Setelah 2 hari kemudian diambil darahnya dan dilakukan pengukuran kadar SGOT.
Data dianalisa dengan program komputer SPSS 10.0 for Windows, kemudian
dianalisis dengan uji ANOVA satu arah dan dilanjutkan dengan uji Benferroni.
HASIL
Kadar SGOT pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 1. Hasil uji
homogenitas normalitas menunjukkan bahwa data kadar SGOT darah tikus terdistribusi
normal (p > 0,05) dan varian data homogen (p > 0,05). Uji ANOVA satu arah (one way
anova) dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan
pada kadar SGOT darah tikus untuk kelompok uji 1, 2, 3 dan 4 (p< 0,05). Ringkasan nilai
signifikansi hasil uji lanjut Bonferroni dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Ringkasan nilai signifikansi hasil uji lanjut Bonferroni antar kelompok untuk rerata kadar SGOT
Ket: * tidak berbeda secara bermakna (p>0,05)
PEMBAHASAN
CCL
4 merupakan larutan yang bersifat hepatotoksik. Intoksikasi akibat CCL4 dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati yang cepat memburuk, salah satunya ditandai dengan
peningkatan kadar SGOT (Darmawan, 1973). Kelompok perlakuan II yang hanya diberi
CCl
4 menunjukkan peningkatan kadar SGOT. Bioulac et al. (1981) telah membuktikan
bahwa CCL
4 mempunyai efek toksik yang dapat menyebabkan nekrosis hati. Mekanisme
efek hepatotoksik CCL
4 yaitumelalui metabolik reaktifnya, radikal triklorometil (CCL3)
yang secara kovalen mengikat protein dan lipid tidak jenuh, sehingga lipid akan
menumpuk pada membran sub sel dan peroksidase lipid menjadi bersifat rentan.
Perubahan kimia dalam membran sel dapat menyebabkan pecahnya membran tersebut.
Pemberian air perasan temulawak konsentrasi 75% pada tikus yang diinduksi
dengan CCl
4 terbukti dapat melindungi sel hati dari kerusakan akibat pemberian CCl4
yang ditandai dengan kadar SGOT mendekati kadar normal (kelompok aquades). Demikian
juga, pada kelompok tikus yang diberi air perasan temulawak konsentrasi 100% kemudian
diinduksi dengan CCL
4 menunjukkan kadar SGOT yang mendekati kadar normal.
Temulawak mengandung kurkumin yang dapat melindungi sel hepar dari kerusakan.
Kurkumin merupakan suatu zat yang berguna untuk melindungi hati
(hepatoprotektor) dan memperbaiki fungsi hati yang rusak (Anonim, 2004b). Kandungan
kurkumin pada temulawak dapat mempengaruhi sel kupffer pada jaringan hepar. Wibawa
(2005) melaporkan bahwa kurkumin dimungkinkan berpengaruh pada aktivitas sel kupffer
dalam menghasilkan beberapa sitokin, TGF (Transforming Growth Factor) dan interleukin.
Selain itu, kurkumin juga dimungkinkan berpengaruh dalam menghambat aktifitas
isoenzim sitokrom P
450 dalam pembentukan radikal bebas. Tidak terbentuknya radikal
bebas, maka tidak ada reaksi dengan asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) dalam
menghasilkan perioksida lipid dan CCL
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan kadar SGOT pada kelompok
yang diberi air perasan temulawak konsentrasi 100% dan 75%, kemudian diinduksi CCL4
tidak mencapai kadar normal. Hal ini dimungkinkan karena kurang lamanya pemberian
air perasan temulawak. Sekalipun demikian, penelitian ini dapat membuktikan bahwa
air perasan temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb) dapat mempengaruhi kadar SGOT.
KESIMPULAN
Pemberian aquades yang dilanjutkan dengan pemberian larutan CCL4 10% (0,5
cc) dapat meningkatkan kadar SGOT tikus putih galur wistar. Pemberian air perasan
temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb)) konsentrasi 75% dan 100% yang kemudian
diinduksi dengan CC14 10% berpengaruh pada kadar SGOT tikus putih galur wistar, namun
tidak mencapai kadar normal.
SARAN
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan perlakuan pemberian temulawak lebih
lama. Temulawak yang digunakan sebaiknya dianalisa kandungan kimiawinya untuk
mengetahui senyawa aktif yang spesifik berfungsi sebagai hepatoprotektor. Sebaiknya
digunakan CCL
4 dalam bentuk larutan untuk mengetahui mekanisme kerusakan hati akibat
CCL
4 dan dilanjutkan dengan pembuatan preparat histologis untuk mengetahui gambaran
secara histopatologis kerusakan jaringan hati akibat pemberian CCL 4.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004a, Pemanfaatan Obat Alami; Potensi dan Prospek Pengembangannya, http:/ /www.bogor.wasantaraneid.com, dikutip tgl 12.03.2005.
Anonim, 2004b, Prospek Pengembangan Obat Tradisional Menjadi Obat Fitofarmaka, http:/ /www.jamu tradisional.com, dikutip tgl 12.03.2006.
Hadi, 2000, Aplikasi Tanaman Obat Pada Penyakit Hati, Dalam Warta Tumbuhan Obat Tradisional: 30-31.
Hasan R dan Alatas H.,1997, Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta: 523 – 525, 535 – 538.
Irianti, 2005, Pengaruh Pemberian Air Perasan Temulawak (Curcuma xanthoriza) terhadap Kadar SGOT setelah Diinduksi dengan CCL