• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggambaran Wanita Indonesia dalam Medi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penggambaran Wanita Indonesia dalam Medi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

dylanaprialdorachman@yahoo.co.id / 125120201111006@mail.ub.ac.id

Cultural Studies

Dosen Pengampu: Desi Dwi Prianti, S. Sos, M. Comn

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ilmu Komunikasi

Universitas Brawijaya Malang

(2)

Artikel ini akan membahas bagaimana ideology kapitalisme mempengaruhi media massa patriarki di Indonesia terutama dalam hal penggunaan wanita sebagai komoditi untuk meraup keuntungan bagi para kaum elit pemegang modal selaku penguasa rezim media massa patriarki. Mayoritas negara Indonesia memiliki sistem budaya patriarki dimana peran ayah atau kaum pria lebih superior dibandingkan wanita. Budaya ini menjadi bagian dari struktur sosial tersendiri di masyarakat di Indonesia dan mempengaruhi pola kehidupan masyarakat Indonesia sendirinya.

Seiring berkembangnya budaya patriarki di Indonesia, masuknya pengaruh ideology kapitalisme ke dalam media massa di Indonesia yang mayoritas dikuasai oleh kaum pria, membuat wanita-wanita di Indonesia dijadikan sekedar objek tontonan dan sebagai subjek konsumsi sebagai bentuk ekonomi politik media massa kapitalistik. Hal ini menyebabkan para kaum wanita menjadi terpinggirkan perannya sebagai peran domestic di rumahnya serta peran konsumsi diri mereka sendiri (belanja, mal, menonton iklan), terdapat kesenjangan dan ketidakadilan, begitupun dengan penggambaran wanita dalam media massa patriarki di Indonesia mengekspos bagian-bagian tubuh tertentu untuk dijadikan komoditi atau sebagai alat untuk menjual produk tertentu.

Tubuh wanita dalam media massa patriarki terbagi menjadi fragmen-fragmen tersendiri untuk ditonjolkan dengan menjual hasrat, sensualitas, kenikmatan, dan seksualitas demi mendapatkan keuntungan. Muncul stereotype bahwa wanita merupakan pihak yang lemah, tertindas, tidak berdaya, stereotype yang digerakkan oleh media massa patriarki ini berakibat perubahan perilaku wanita-wanita Indonesia dalam memandang dirinya. Seperti para artis-artis wanita-wanita Indonesia yang rela menjual fragmen-fragmen tubuhnya demi mencapai jalan pintas untuk memperoleh ketenaran, popularitas, kekayaan. Media massa patriarki secara halus mampu melepas karakter wanita yang identik akan nilai moral, tabu, kesopanan, beretika menjadi hanya sekedar tanda makna sensualitas, hasrat, kepuasan, kenikmatan dan seksualitas.

Melalui pemahaman konsep akan sistem budaya patriarki, ekonomi politik media massa, stereotype dan konsep masyarakat tontonan dalam kapitalisme, penulis akan memaparkan bagaimana wanita-wanita Indonesia sebenarnya telah dijadikan komoditi ekonomi politik media massa patriarki dalam pengaruh kapitalisme sebagai objek untuk diekspos, dieksploitasi dan diintimidasi. Penulis berargumen bahwa wanita secara tidak sadar sudah dijadikan objek patriarki dibawah pengaruh kapitalisme oleh karena itu wanita-wanita di Indonesia harus mampu tersadar dan berupaya melakukan perjuangan pelepasan diri dari intimidasi dan eksploitasi media massa patriarki bukan hanya pada tataran ekonomi saja tetapi pada tataran suprastruktur, budaya, wacana sosial dan juga ideology.

1. Pendahuluan

(3)

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin gencar di era globalisasi ini membuat dunia mengalami perubahan pola kehidupan dalam berbagai macam aspek. Batas-batas waktu dan ruang antar negara seolah-olah menjadi hilang, proses interaksi dan komunikasi antar masyarakat menjadi mudah, hilangnya batas-batas ruang dan waktu mengakibatkan berbagai macam pesan-pesan mengalir dengan deras dan menerpa individu sebagai penerima pesan, baik itu pesan positif maupun negative.

Era globalisasi yang terjadi di dunia diikuti oleh perkembangan ideology kapitalisme yang berasal dari wilayah barat seperti Amerika dan Eropa, berbagai macam pesan-pesan berbau kapitalisme disebarkan melalui media massa secara serentak dan massif ke berbagai belahan dunia termasuk Indonesia, masyarakat di Indonesia turut terkena imbasnya dalam pola kehidupan, sehingga budaya-budaya kolektivisme, nilai-nilai etika, moral, kesopanan, adat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia menjadi tergerus. Budaya kolektivisme berubah menjadi budaya individualism, masyarakat mulai melupakan nilai-nilai luhur etika, moral, kesopanan dan adat, selain masyarakat Indonesia sendiri yang terkena pengaruh, cara media massa di Indonesia dalam penyebaran pesan-pesanpun dirasuki oleh ideology kapitalis.

Pesan-pesan yang dikonstruksi dan disebarkan oleh media massa di Indonesia bersifat menjual, pesan merupakan komoditi kapitalisme yang dijual untuk mencari keuntungan bagi para kaum elit sebagai penguasa rezim media massa. Hal ini sesuai dengan Syahputra (2013, h. 20) bahwa sebuah rezim pemegang rezim kekuasaan media. Sehingga mereka bebas dalam menentukan konstruksi realitas tertentu demi kepentingan mereka.

(4)

menganggap laki-laki (yang merupakan leluhur) sebagai superior dari perempuan. Dan patriarki sebagai sebuah sistem dan praktik dari struktur sosial dimana laki-laki mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi perempuan. Banyak sekali berbagai macam daerah di Indonesia yang menganut budaya patriarki seperti Jawa, Bali, Sumatera Utara, sementara daerah-daerah yang menganut budaya matriarki hanya sedikit seperti Sumatera Barat.

Seiring berkembangnya ideology kapitalisme di Indonesia, perkembangan budaya patriarki semakin berkembang dan digunakan secara berlebihan.

2.Stereotype dan Ekonomi Politik Tubuh

Media massa sebagai entitas bisnis masih menganggap perempuan sebagai objek yang akan mendatangkan keuntungan bagi kaum elit. Alih-alih mengedukasi masyarakat, media massa justru tampil sebagai agen yang menyebarkan nilai-nilai budaya patriarki demi meraup keuntungan di ceruk pasar yang didominasi pemikiran patriarki.

Media lebih banyak melirik pada orientasi bisnis semata. Sehingga memanipulasi pesan-pesan hanya untuk kepentingan pengiklan. Demi kepentingan iklan tersebut media massa kerap mengabaikan pembentukan persepsi dan stereotype terhadap perempuan sebagai komoditi ekonomi politik media saja. Berbagai macam bentuk penerapan stereotype media massa patriarki kepada wanita di Indonesia adalah seperti berikut:

1. Jumlah perempuan yang bekerja di sektor komunikasi semakin besar, namun hanya sedikit di antara mereka yang dapat mencapai posisi pada tingkat pengambil keputusan atau menduduki jabatan-jabatan penentu dan dapat mempengaruhi kebijakan di bidang media massa.

2. Penggambaran citra perempuan yang negatif dalam media massa, baik elektronik maupun cetak. Media cenderung merendahkan dan tidak memberikan gambaran yang seimbang tentang kehidupan dan sumbangsih perempuan pada masyarakat.

3. Produk-produk media massa yang penuh kekerasan dan menurunkan martabat perempuan atau bersifat pornografi membawa dampak negatif terhadap perempuan dan partisipasi mereka dalam masyarakat.

4. Pengokohan peran-peran tradisional perempuan dalam program siarannya juga membatasi peran serta perempuan dalam masyarakat.

(5)

5. Iklan-iklan dan pesan-pesan komersial yang sering menggambarkan perempuan sebagai konsumen dan menjadikan anak perempuan dan perempuan dari segala usia sebagai sasaran secara kurang layak.

Dalam media elektronik khususnya televisi, kita kerap menyaksikan tayangan sinetron yang begitu menstereotipkan perempuan sebagai makhluk yang emosional, irasional, dan sangat tergantung. Penggambaran perempuan dalam media cetak juga tidak berbeda dengan media elektronik. Di media cetak, baik majalah atau pun iklan di dalamnya, kerap dijumpai penggambaran citra standar perempuan sebagai “pelayan domestik”.

Sebagai contoh iklan minuman bernergi, perempuan masih dicitrakan sebagai makhluk sensual dan digambarkan sebagai sosok ibu rumah tangga yang patuh dan hanya berkutat pada kegiatan domestiknya. Penggambaran perempuan dalam iklan obat-obatan adalah perwujudan dari stigma perempuan yang senantiasa berada dalam sektor domestik, konvensional, yang salah satu tugas domestiknya berhubungan dengan pelayanan seksual suaminya. Contoh lain seperti produk parfum Axe Apollo yang menggunakan figure wanita sebagai bintang iklan yaitu Aura Kasih, Vicky Shu dan Tyas Mirasih menggunakan pakaian ketat, dan iklan pocari sweat dengan menggunakan group idol JKT 48 dengan berpakaian menggunakan tanktop dan hotpants, contoh seperti ini semakin mempertegas bahwa wanita merupakan komoditi kapitalistik dalam budaya patriarki, wanita dijadikan alat sebagai pemuas hasrat kaum laki-laki.

Kapitalisme yang mempengaruhi budaya patriarki melepas karakter wanita yang identik dengan kehalusan, beretika, adat, moral, tabu, kesopanan, dan spiritual kearah fungsi ekonomi politik media patriarki. Tubuh menjadi komoditi kapitalisme yang diperjual belikannya adalah tanda, makna, dan hasratnya (Piliang, h. 332). Tubuh wanita terbagi menjadi bagian-bagian yang dapat dipecah untuk dijadikan sebagai objek fetis, yaitu objek yang dipuja namun dilecehkan dalam hal ini oleh kaum pria sebagai penguasa budaya patriarki.

(6)

pakaian tanktop dengan hotpants untuk mengekspos bagian-bagian tubuh sebagai sarana pendukung menjual komoditi minuman tersebut.

Gambar 1 dan 2: Iklan Axe Apollo dan Iklan Pocari Sweat

Akibat pengaruh kapitalisme tubuh yang indah disamakan dengan mobil yang indah, pinggul yang sempurna disamakan dengan celana jeans yang sempurna, sensualitas bibir disamakan dengan sensualitas permen, biscuit krim coklat, setiap potensi dari tubuh wanita dieksplorasi dan dieksploitasi sedemikian rupa sehingga bagian-bagian tubuh wanita bisa menjadi suatu komoditi yang menjual. Peran tubuh wanita dalam komoditi kapitalisme sebagai tanda dan citra yang diperjualbelikan terutama dalam iklan dan televisi mengandung dua hal yang berseberangan. Di sisi pertama, tubuh wanita dijadikan sebagai alat untuk menjual komoditi, sementara di sisi lain wanita itu sendiri juga memiliki peran dominan dalam hal konsumsi seperti menonton TV, belanja, melihat iklan, artinya wanita mengkonsumsi citra dirinya sendiri. Terpaan pesan-pesan media patriarki dengan objek wanita membuat audiens wanita memandang citra dirinya sendiri di media massa. Kondisi memandang tubuh sendiri di media (narsisisme) bisa berakibat pada abnormalitas seksual di kalangan perempuan (Piliang, h. 333).

Dalam dunia perfilman Indonesiapun pengaruh kapitalisme dan patriarki begitu kental terlihat dalam berbagai film-film Indonesia dengan genre horror namun memasukkan unsur seksual kedalam film tersebut. Lagi-lagi perempuan diposisikan sebagai objek tontonan dari kaum pria. Tubuhnya diekspos dengan berbagai macam pengambilan gambar secara close-up dan menjadi bahan utama bagi mata penonton terutama pria.

Hal ini merupakan salah satu dosa mematikan yang dikemukakan oleh Jhonson dalam Syahputra (2013, h. 38) yaitu eksploitasi seks, memanfaatkan wanita yang dikonstruksi secara seksual, mulai dari penggunaan kostum yang minim hingga menonjolkan bagian-bagian tertentu dari tubuh perempuan.

(7)

3. Wanita dalam Budaya Patriarki dan Masyarakat Tontonan

Carter dalam Piliang (2011, h. 331) mengatakan bahwa perempuan itu marginal dan subordinat di dalam bidang budaya kerja maskulin (patriarki), akan tetapi mereka dibentuk oleh ideology masyarakat patriarki untuk menjadi dominan di bidang subordinat, sebagai objek konsumsi (consumer). Pria identik dengan produksi (pabrik, teknologi, manajemen) sedangkan perempuan identik dengan konsumsi (belanja, mal, dapur).

Sehingga yang terjadi dalam budaya di Indonesia sekarang ini adalah terjadinya apa yang disebut oleh Piliang (2011, h.332) sebagai seksisme kebudayaan. Istilah-istilah seperti bapak Rektor, bapak Dekan, bapak Menteri, bapak Presiden merupakan istilah-istilah dominan dalam konteks budaya patriarki. Sedangkan istilah-istilah seperti ibu Rektor, ibu Dekan, ibu Menteri, pengusaha perempuan merupakan istilah-istilah yang termarginalkan dalam budaya patriarki, kondisi ini menyebabkan terjadinya ketimpangan peran dalam kehidupan. Atau misalkan istilah-istilah seperti pelacur sebagai sampah masyarakat lebih popular dibandingkan lelaki berhidung belang, mengapa aparat lebih suka menggerebek para pekerja seks komersial dibandingkan para pria hidung belang yang datang ke lokalisasi.

Bentuk dominasi maskulin seperti ini merupakan bagian dari wacana media massa patriarki. Kapitalisme melancarkan berbagai strategi dengan pemanfaatan budaya patriarki sebagai alat untuk memperbesar akumulasi keuntungan di seluruh dunia.

Perempuan dalam masyarakat tontonan merupakan ungkapan yang dikemukakan oleh Guy Debord dalam Piliang (2011, h. 331) sebagai pembentuk citra dan tanda berbagai macam komoditi (sales girl, cover girl, model girl, umbrella girl), masyarakat tontonan menurut Debord adalah masyarakat yang didalamnya setiap sisi kehidupan menjadi komoditi dan setiap komoditi tersebut menjadi tontonan.

(8)

massa patriarki. Berbagai macam upaya menjual keseksian, sensasionalitas tubuh dilakukan oleh kebanyakkan artis-artis Indonesia demi memperoleh ketenaran secara instan.

4. Kesimpulan

Melanggengnya ideology kapitalisme dalam budaya patriarki membuat kaum wanita di Indonesia harus memperjuangkan diri mereka bukan hanya dari sisi ekonomi namun juga harus memperjuangkan diri dalam tataran lapisan suprastruktur, ideology dan juga budaya mengingat masih belum ada gerakkan yang berarti dari para kaum wanita Indonesia untuk melakukan perjuangan membebaskan diri dari dominasi patriarki dalam media massa. Mies (1998, h. 178-179) menyatakan beberapa langkah yang harus dilakukan oleh kaum wanita dalam membebaskan dirinya dari belenggu ideology kapitalisme dalam budaya patriarki diantaranya:.

Pertama, menjadikan women`s question sebagai bagian dari social question, dalam artian segala macam bentuk pertanyaan atau wacana mengenai perempuan harus diangkat dalam wacana sosial budaya.

Kedua, perempuan harus berani masuk ke dalam bagian produksi sosial (yakni, buruh upahan di luar rumah tangga) untuk mencapai basis material bagi kemandirian ekonomi dan emansipasi mereka.

Ketiga, Sebagaimana kapitalisme menghilangan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, karena mereka semua dibuat menjadi pekerja upahan tanpa kepemilikan, maka tidak akan ada basis material bagi penindasan perempuan di antara proletariat, dan kemudian tidak dibutuhkan gerakan khusus perempuan dalam kelas pekerja;

Keempat, perempuan kelas pekerja kemudian harus berpartisipasi dalam perjuangan umum melawan kelas musuh, bersama-sama dengan laki-laki di dalam kelas mereka, dan kemudian menciptakan prakondisi titik awal untuk mencapai emansipasi.

Kelima, perempuan sebagai perempuan mungkin ditindas atau disubordinasi, tapi mereka tidak dieksploitasi. Jika mereka adalah pekerja upahan, maka mereka dieksplotasi dengan cara yang sama sebagaimana pekerja laki-laki dieksploitasi. Eksploitasi ini dapat mereka lawan, bersama-sama dengan laki-laki, dalam sebuah perjuangan untuk mengubah relasi produksi (perjuangan kelas)

(9)
(10)

Daftar Pustaka

Baran, Stanley J. 2012. Pengantar Komunikasi Massa: Melek Media dan Budaya, Jakarta: Erlangga

Bungin, Burhan. 2011. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Mies, Maria. 1998. Patriarchy & Accumulation on a World Scale: Women in the Internasional Division of Labour, London: Zed Book, Ltd.

Izzati, Fathimah F. 2013. Women’s Question dalam Perjuangan Mengakhiri Kapitalisme dan Patriarki, diakses pada 13 April 2014, dari

http://indoprogress.com/2013/01/womens-question-dalam-perjuangan-mengakhiri-kapitalisme-dan-patriarki/#_ftn5

Piliang, Yasraf A. 2011. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan, Bandung: Matahari.

Syahputra, Iswahyudi. 2013. Rezim Media: Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme, dan Infotainment dalam Industri Televisi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gambar

Gambar 1 dan 2: Iklan Axe Apollo dan Iklan Pocari Sweat

Referensi

Dokumen terkait

Hasil wawancara yang dilakukan pada ibu pengguna alat kontrasepsi hormonal di Kelurahan Lapulu wilayah kerja Puskesmas Perawatan Abeli bahwa mereka tidak

Hubungan Penerimaan Diri Dengan Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan Pada Waria Di Kota Tasikmalaya.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sedangkan model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang pembelajaran tatap muka di dalam kelas atau dalam

Dalam hal ini penulis melakukan penelitian terhadap strategi peningkatan mutu layanan dalam usaha mempertahankan loyalitas nasabah di PT. BPRS Bumi Artha Sampang,

/LK 6\DID¶DWXQ $OPLU]DQDK When Mystic Masters Meet: Paradigma Baru dalam Relasi Umat Kristiani-Muslim.. Kalau mengingat bahwa Yesus sendiri pernah berdoa di taman

Dari pemikiran-pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa ide-ide pokok Durkheim terhadap agama, yakni : (1) bahwa agama primitif adalah ”kultus klan, (2) kultus

Gambar 17 Form Pasien Lama Apabila pasien lama kembali berkunjung ke rumah sakit, petugas dapat mencari data pasien, kemudian mengklik nama pasien sehingga muncul

Dari latar belakang tersebut peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Passing Atas Dengan Menggunakan Media Simpai Melalui