• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Sejarah Asia Tenggara Laos (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Sejarah Asia Tenggara Laos (1)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asia Tenggara atau disebut juga “Southeast Asia” atau “Shouth-East Asia” sebutan bangsa-bangsa barat terhadap Asia Tenggara. Dimana kawasan Asia Tenggara antara lain Myanmar, Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina, Timor-Leste, Brunei Darussalam, Laos, Kamboja, dan Vientnam. Kawasan Asia Tenggara terkenal dikalangan bangsa-bangsa Eropa sebagai kawasan yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan berpengaruh besar, dimana bangsa Eropa kini begitu menaruh perhatian akan perkembangan negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang mulai berkembang pesat dan menjadi momok menakutkan bila perkembangan yang pesat itu terjadi.

Wilayah Vietnam, Laos dan Kamboja zaman moderen lebih dikenal dengan nama Indo-China. Hal ini disebabkan kawasan ini merupakan wilayah kesatuan jajahan Perancis. Dalam Bahasan kali ini, pemakalah akan membahas mengenai Laos pada awal Imperialisme Perancis hingga Pengaruh Komunisme Vietnam. Keguncangan politik di negara tetangganya Vietnam membuat Laos menghadapi Perang Indochina Kedua yang lebih besar (disebut juga Perang Rahasia) yang menjadi faktor ketidakstabilan yang memicu lahirnya perang saudara. Oleh karena itu akan dibahas mengenai Sejarah Laos dengan rinci.

1.2 Rumusan Masalah

(2)

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

(3)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Posisi Laos dalam kawasan Indo-China

Indo-China pada dasarnya terdiri atas Vietnam Utara ( RDV ), Vietnam Selatan, Laos dan Kamboja. Dari segi penduduk , kawasan ini terdiri dari tiga kelompok besar suku bangsa diantaranya :

1. Keturunan bangsa Khmer dominan di daerah Kamboja dan Cochin-Cina; 2. Keturunan bangsa Thai mendominasi daerah Laos Utara;

3. Keturunan bangsa Annam mendominasi daerah Annam dan Tongking.

Bila ditinjau dari segi kebudayaan, Indo China merupakan kawasan yang terdiri atas dua pengaruh besar, yaitu :

1. Pengaruh budaya India ( Hindu-Budha ) berpengaruh dominan di daerah Laos dan Kamboja.

2. Pengaruh budaya Tiongkok mendominasi kawasan Vietnam ( Sumarjono, 2007: 14 )

Berdasarakan pemaparan yang disampaikan diatas dapat ditarik benang merah bahwa posisi Laos merupakan salah satu kawasan yang tergabung dalam Indo-China. Kebudayaan di Laos pun mendapatkan pengaruh budaya India ( Hindu-Budha), yang jelas berbeda dengan Vietnam yang nantinya melakukan perluasan kekuasaan ke daerah Laos.

(4)

2.2 Awal Imperialisme Perancis ke Laos

Pada tahun 1873 sampai tahun 1874 terjadi perang ke dua antara Vietnam dan Prancis. Prancis di pimpin oleh Francis Garnier mengadakan serangan kepada Tongkin dan berhasil menduduki Hanoi, hingga di akhiri dengan di sepakatinya perjanjian Saigon II, di tanda tangani oleh Admiroal Dupre dan Tu-Duc pada tanggal 15 Maret 1874 yang isinya yakni :

1. Tu-Duc mengakui kedaulatan Prancis atas Chocin-China; 2. Tu-Duc setuju mengakui seorang Residen Prancis di Heue; 3. Pelabuhan Qui-nonh, Tourane.

4. Pelayaran di sungai Merah-Yunnan di nyatakan bebas; 5. Kebebasan memeluk agama Room-Katolik di jamin;

6. Sebagai imbalan, Tu-Duc di bebaskan dari kewajiban membayar sisa ganti rugi yang belum terbayar. (Marjono,2003)

Namun setelah itu terjadi lagi perang antara Vietnam dan Prancis karena Tu-Duc mengadakan hubungan kerjasama dengan Tiongkok untuk meminta bantuan persenjataan. Prancis menuduh Vietnam melanggar perjanjian antara Vietnam dan Prancis yaitu perjanjian Saigon, maka Vietnam harus menyesuaikan politik luar negeri Perancis. Dalam peperangan Vietnam kalah dan di akhiri dengan kesepakatan perjanjian Hue pada tahun 1883 yang menetapkan Tu-Duc harus mengakui naungan Prancis dan Vietnam. Semenjak hal tersebut Prancis menjadi penguasa di seluruh wilayah Vietnam dan melanjutkan perluasan wilayah ke Laos dan Kamboja.

( Sumarjono: 2007: 16 )

Sementara wilayah Vietnam telah resmi dikuasai oleh Perancis maka selanjutnya tahap awal bagi Perancis yaitu melanjutkan perluasan wilayah ke daerah Laos. Sejak tahun1868, Perancis mengirimkan sebuah ekspedisi awal ke Laos untuk menyelidiki rute perdagangan sungai Mekong ke Cina. Pada tahun 1886, Perancis mendapat izin dari Laos untuk memperluas pemerintahannya di Laos dengan menempatkan wakil konsulat di Luang Prabang. Tepatnya 20 Januari 1893 wilayah Laos dapat dengan mudah dikuasai oleh Perancis.

(5)

digunakan pasukan Jepang. Dan juga terjadi pertukaran pemerintahan kolonial Perancis secara resmi ke Jepang.

Perang dunia II tidak banyak mengakibatkan kerusakan di Laos, bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya, seperti Myanmar dan Filipina. Di Asia Timur, Perang dunia ke II berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945, yang ditandai dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu. Kemudian, Perancis mencoba mendirikan kembali kekuatan kolonialnya di Kamboja, Vietnam dan Laos. Berarti pendudukan tentara Jepang atas Laos hanya berlangsung sebentar karena tentara Perancis kembali datang ke Laos dan berhasil memukul mundur tentara Jepang dari kawasan itu. Laos pun kembali dikuasai oleh Perancis untuk kedua kalinya.

Imperialisme Perancis di kawasan Indo-China pada umumnya serta kawasan Laos khususnya merupakan suatu sistem yang dikonsentrasikan pada bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Sama halnya dengan wilayah Vietnam dan Kamboja bahwa sistem Politik Negara Perancis di Laos yaitu dijadikan daerah protektorat kolonial Perancis. Sedangkan untuk bidang ekonomi, Perancis melakukan eksploitasi terhadap kawasan Indo-China. Namun untuk daerah Laos yang notabene wilayah yang kurang menjanjikan dari segi SDA, Perancis kurang begitu tertarik dengan daerah Laos. Di sisi lain, untuk bidang sosial budaya Laos, Perancis menerapkan politik asimilasi yaitu memasukkan budaya Perancis ke Indo-China. Sehingga bentuk upaya dari Perancis adalah mem-Pranciskan kawasan Vietnam, Laos, dan Kamboja ( Indo-China), yang dalam hemat ini Prancis berarti menjadikan wilayah koloninya seperti anak dari negeri Induknya.

2.2.1 Kemerdekaan Laos

(6)

Pada tanggal 1 September 1945, negara Laos menyatakan kemerdekaannya. Perancis menolak untuk menerima hal tersebut, dan membalas dengan mengirim pasukannya ke Laos. Perang gerilya berawal ketika tentara Laos melawan kekuatan kolonial Perancis. Tiga orang pangeran yang terkenal melawan penjajah adalah Pangeran Souvanna Phoma(Jalan Tengah), Pangeran Souphanavong (Komunis) dan Pangeran Oune Sananikone (Nasionalis). Pangeran Souphanavong yang banyak berkenalan dengan paham sosialisme dan menjalin hubungan dengan Ho Chi Minh dikenal sebagai pemimpin kelompok komunis. Sebaliknya Pangeran Oune Sananikone yang lebih dekat dengan Muangthai dikenal sebagai pemimpin yswang beraliran nasionalis. Sedangkan Souvanna Phoma kakak dari Souphanavong lebih mengambil jalan tengah. Terdesaknya Prancis dikawasan Indo-Cina sebagai akibat dari perlawanan yang sangat gigih dari kelompok komunis dikawasan Indo-China yang bersatu untuk mengusir imperialsme.

Negara-negara sekutu seperti Amerika, Prancis, Inggris mengadakan konverensi Jenewa pada tanggal 25 April 1954 utuk membahas masalah Korea dan Indo-China. Selain itu China, Uni Soviet, Republik Sosialis Vietnam (Vietmin), Vietnam Selatan, Kamboja, Laos, Korea Utara dan Korea Selatan hadir dalam konverensi Jenewa. Pada 20 Juli 1954 konverensi Jenewa menghasilkan 6 bab dan 57 pasal, yang terkait dengan Indo-China antara lain berisi keputusan mengakui kemerdekaan penuh pada Kamboja, Laos, dan Vietnam. Serta diputuskan pula pembagian Vietnam menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan.

(7)

Pada waktu menduduki jabatan Perdana Menteri, Phouma terus berusaha untuk membentuk koalisi dengan adiknya Souphanavong. Dan hal ini pernah tercapai dalam tahun 1973, setelah Souvanna Phoma bersama Vongvichit dari pihak Pathet Lao membubuhkan tanda tangan diatas kertas perjanjian damai pada hari ke 23 Februari 1973.

( Roeslan Abdulgani; Sardiman, 1983: 60 )

2.3 Pengaruh Komunis Vietnam di Laos

Wilayah Indocina, termasuk Laos sejak abad ke-18 dikuasai oleh Prancis. Namun ketika Perang Dunia II pecah, Prancis sempat kehilangan kontrol atas wilayah Indocina dan sejak tahun 1940 wilayah Indocina berada di bawah kekuasaan Jepang. Menyusul jatuhnya bom atom di tanah Jepang pada bulan Agustus 1945, Jepang mengaku kalah di akhir Perang Dunia II dan kemudian meninggalkan kekosongan kekuasaan di wilayah-wilayah bekas jajahannya, termasuk di Laos. Merespon hal tersebut, pada bulan Oktober 1945 sebuah gerakan nasionalis setempat yang bernama "Lao Issara" (Laos Merdeka) muncul di Laos dan mengklaim dirinya penguasa baru negara tersebut.

Berakhirnya Perang Dunia II di tahun 1945, Prancis yang dulu menguasai wilayah Indocina berniat menguasai kembali wilayah yang berlokasi di sebelah selatan daratan Cina tersebut. Namun, keinginan Prancis tersebut tidak berjalan mulus karena mendapat penolakan dari sebagian rakyat Laos yang pro-Lao Issara sehingga sebagai akibatnya, pecahlah perang antara pasukan Prancis melawan pasukan Lao Issara yang dipimpin oleh Pangeran Souphanouvong. Dalam perkembangannya, pasukan Prancis yang dari segi kekuatan dan pengalaman memang lebih unggul berhasil menduduki kembali seluruh wilayah Laos pada tahun 1946.

(8)

bekerja sama dengan kelompok Viet Minh pimpinan Ho Chi Minh yang bermarkas di Vietnam Utara.

Meskipun sudah berdiri sejak tahun 1950, Pathet Lao baru menunjukkan keberadaannya di medan perang pada tahun 1953. Di tahun itu, Pathet Lao yang dibantu oleh puluhan ribu prajurit Viet Minh melakukan penyerbuan ke wilayah Laos utara dan kemudian mendirikan semacam pusat pemerintahan rahasia berhaluan komunis di sana. Tidak lama kemudian, pasukan gabungan Viet Minh dan Pathet Lao melakukan serangan-serangan susulan untuk menguasai wilayah Laos tengah, namun upaya mereka berhasil digagalkan oleh pasukan Prancis yang dibantu oleh pasukan Kerajaan Laos yang anti-komunis.

Kegagalan memperluas wilayah taklukannya tidak membuat kubu Pathet Lao dan Viet Minh patah arang. Di awal tahun 1954, pasukan gabungan keduanya kembali melakukan serangan ke wilayah Laos dari balik perbatasan Vietnam. Perlahan tapi pasti, mereka berhasil mendesak mundur pasukan Prancis dan memutus suplai logistiknya. Puncaknya adalah ketika pada bulan Mei 1954, pasukan Viet Minh berhasil menduduki pangkalan militer Prancis di Dien Bien Phu yang berlokasi di perbatasan Laos-Vietnam.

Sehubungan dengan itulah maka dalam perkembangannya yang berhasil dan banyak menduduki jabatan Perdana Menteri (PM) adalah Souvanna Phoma. Pada waktu menduduki jabatan Perdana Menteri, Phoma terus berusaha untuk membentuk koalisi dengan adiknya Souphanavoug. Dan hal ini pernah tercapai dalam tahun 1973, setelah Souvanna Phoma bersama Vongvichit dari pihak Pathet Lao membubuhkan tanda tangan di atas kertas perjanjian damai pada hari ke 23 bulan Februari tahun itu juga.

(9)

melakukan kudeta. Tetapi kudeta ini tidak mendapat dukungan pihak Amerika yang sebetulnya sangat diharapkan oleh golongan kanan. Amerika serikat melalui John Dean Gunter wakil Duta besar Amerika untuk Laos mengatakan bahwa pihak Amerika lebih mendukung politik koalisi yang dijalankan Phoma. Karena tanpa bantuan Amerika maka kudeta ini dapat segera digagalkan dan jenderal Thouma sendiri terbunuh, sedang anak buahnya melarikan diri ke Muangthai.

Dengan perkembangan tersebut maka tentara Pathet Lao yang bermarkas di perbatasan sebelah utara semakin bebas bergerak memasuki kota Vientiene dan Luang Prabang tanpa dicurigai lagi. Perkembangan ini sangat menggembirakan pihak Hanoi yang selama perjuangannya selalu membantu gerakan komunis Pathet Lao. Apalagi setelah tahun 1975 dan memasuki tahun 1976 ternyata gerakan komunis di Laos sudah begitu kuat. Dan dalam pemilihan umun yang dilaksanakan kali ini komunis memperoleh kemenangan. Kemenangan pihak komunis ini berarti telah membuat warna merah dan berhasil mengendalikan pemerintahan Laos, walaupun ide koalisi itu tetap ada. Tetapi komunis tetap komunis. Prinsip kominsme untuk mengkomuniskan suatu Negara yang ditempatinya akan terus diusahakan. Sehingga lama kelamaan menggeser kaum netralis.

Setelah komunis Pathet Lao berhasil menguasai Laos maka timbul berbagai masalah yang harus dihadapi. Masalah itu antara lain karena Laos tidak memiliki daerah pantai sebagai pelabuhan. Sebab sebelum itu selamanya jalan lalu lintas perekonomiannya melewati Muangthai. Kedua Negara ini saling berbatasan dan saling bersahabat sebelum Pathet Lao berkuasa di Laos. Tetapi hubungan ini semakin memburuk sejak Laos jatuh ketangan komunis, padahal Muangthai mengambil policy anti komunis. Masalah lain yang dihadapi Laos adalah tidak dimiliknya tenaga-tenaga ahli yang berpengalaman di berbagai bidang. Sebab semenjak Pathet Lao berkuasa banyak para tenaga yang memiliki keahlian dan berpengalaman melarikan diri ke Muangthai. Sehingga Laos kehilangan tenaga-tenaga ahli yang potensial.

( Hall, 1988: 656 )

(10)

Huy Man, mengunjungi Vietiene ibu kota Laos. Dalam rangka kunjungan itu maka pada tanggal 18 Juli 1979 telah ditanda tangani Deklarasi Bersama yang memuat antara lain:

Pertama : Persetujuan militer, maksudnya Laos akan dibela oleh Vietnam menghadapi ancaman dari luar. Ancaman dari luar ini sekarang dialamatkan kepada Muangthai. Konflik perbatasan antara kedua Negara itu menjadi semakin meningkat. Di Laos sendiri telah didatangkan pasukan Vietnam dalam jumlah besar yakni sekitar 50.000 orang

Kedua : Persetujuan ekonomi. Hal ini dimaksudkan bahwa Laos mengekspor produksinya tidak lagi melalui Muangthai tetapi melalui pelabuhan Danang di Vietnam bagian selatan, dan diangkut ke Danang ini melalui darat dengan segala peralatan yang cukup modern.

Ketiga : Mengenai ASEAN. Kedua belah pihak baik Vietnam maupun Laos mengutuk keras usaha-usaha Amerika Serikat yang mempergunakan ASEAN untuk menentang arus kearah kemerdekaan yang sejati, perdamaian serta kenetralan di kawasan Asia Tenggara. Vietnam dan Laos sepakat bahwa usaha-usaha yang dilakukan oleh para penguasa negara-negara anggota ASEAN guna memperkuat persekutuan militer bilateral diantara mereka dengan papan nama anti komunis, berarti akan mengubah ASEAN menjadi persekutuan militer secara de facto.

(11)

Isu yang dilontarkan Vietnam itu kurang tepat tetapi tidak semuanya salah. Dalam kenyataannya ASEAN Nampak lebih dekan denga pihak Amerika Serikat yang sebenarnya merupakan Super-Power yang secara mati-matian baru saja disingkirkan dari Vietnam. Rasa permusuhan itu masih cukup membekas, sehingga setiap yang dekat dengan Amerika Serikat akan dimusuhinya, termasukl ASEAN. Namun semuanya itu juga tidak terlepas dari ambisi dan sifat komunis yang subversif dan ekspansionis, di samping perbedaan persepsi dan konsepsi politiknya.

Sehubungan dengan itu, ASEAN menilai perjanjian persahabatan dan kerjasama Vietnam-Laos pada tanggal 18 Juli 1977 itu tidak lain kecuali perjanjian militer dalam rangka melaksanakan prinsip komunisme yang ingin mengkomuniskan Negara-negara tetangga yang belum komunis. Sehingga kedudukan Muangthai dalam hal ini sangan terancam. Apalagi dengan berbagai pernyataan dengan negar-negara lain bahwa Vietnam akan selalu mendukung setiap gerakan komunis di Asia Tenggara yang ingin memperoleh kemerdekaan sejati, perdamaian dan kehidupan yang demokratis. Pernyataan ini memberikan kesan bahwa menurut pandangan Indocina, negar-negara non-komunis di Asia Tenggara ini belum mencapai kemerdekaan yang sejati. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan aspirasi rakyat di masing-masing negara.

Vietnam menamakan Laos sebagai zona terdepan serta memandang bahwa Negara Vietnam sebagai benteng sosialisme dan perdamaian di Asia Tenggara. Hal ini sebagai suatu indikator bahwa ada semacam persiapan agresi terhadap Negara-negara tetangga. Dan inilah sebenarnya yang akan diwujudkan melalui ambisi teritorialnya.

Kunjungan delegasi Vietnam ke Laos melahirkan persetujuan damai itu, menunjukkan semakin kuatnya pengaruh rezim Hanoi di kawasan Indocina. Tetapi bagi rezim Hanoi yang dibimbing oleh cita-cita Ho Chi Minh, tidak puas sampai di Laos. Kamboja masih merupakan masalah yang harus diselesaikan. Sebab Kamboja di bawak kekuasaan Khmer Merah menolak pengaruh Vietnam, bahkan keduanya memiliki orientasi yang berbeda.

( Sardiman, 1983: 6-7 )

(12)

jajahannya di Indocina. Perundingan itu juga diikuti oleh negara-negara besar lainnya seperti Uni Soviet, Cina, dan AS.

Bulan Juli 1954 atau sebulan sesudah kekalahan pasukan Prancis di tanah Indocina, sebuah kesepakatan yang dikenal sebagai "Kesepakatan Jenewa" (Geneva Accords) akhirnya berhasil dicapai. Beberapa poin penting dari perjanjian tersebut adalah wilayah-wilayah jajahan di Prancis akan segera dimerdekakan dan sebuah zona bebas militer dibentuk di wilayah tengah Vietnam (zona ini kelak menjadi batas antara Vietnam Utara dan Selatan). Laos sendiri kemudian dimerdekakan sebagai negara dengan bentuk pemerintahan kerajaan konstitusional, sementara para anggota Pathet Lao yang disokong oleh Viet Minh masih mengontrol sebagian wilayah utara Laos. Sebagai akibatnya, wilayah Laos pun saat itu ibarat terbelah 2 antara wilayah kerajaan di selatan dan wilayah komunis di utara.

Tahun 1956 alias 2 tahun usai dicapainya Kesepakatan Jenewa, Pathet Lao mendirikan partai politik baru bernama Neo Lao Hak Sat (NLHS; Front Patriotik Lao) sebagai sayap politiknya. Setahun berikutnya, sebuah pemerintahan koalisi akhirnya dibentuk di mana kubu Pathet Lao menguasai 1/3 dari total jatah kursi di pemerintahan. Namun, pembentukan pemerintahan koalisi itu tidak lantas menandakan akhir dari perpecahan di Laos. Perbedaan pendapat dengan kubu netralis dan sayap kanan yang pro-Kerajaan membuat aktivitas pemerintahan di Laos masih belum dapat berjalan.

Situasi semakin panas ketika di tahun 1958, kubu Vietnam Utara yang berhaluan komunis mengklaim sejumlah desa di Laos utara sebagai bagian dari wilayahnya. AS yang berusaha menekan pengaruh komunis di Indocina lantas mulai menyokong Kerajaan Laos secara diam-diam.

(13)

Kong yang beroperasi di Vietnam Selatan. Jalur tersebut kelak dikenal dengan nama "jalan kecil Ho Chi Minh" (Ho Chi Minh trail). Setahun kemudian, perang sipil di Laos mengerucut menjadi perang antara 2 kubu setelah pihak netralis memutuskan untuk bersekutu dengan Pathet Lao.

Intensitas perang sipil di Laos semakin panas setelah di akhir tahun 1959, Uni Soviet memutuskan untuk mulai mengucurkan bantuan persenjataan ke Vietnam Utara dan Pathet Lao. AS lantas meresponnya dengan membagi-bagikan senjata kepada milisi-milisi dari etnis Hmong yang pro-Kerajaan & mengirimkan bantuan pesawat tempur untuk pihak Kerajaan Laos via Thailand sejak tahun 1961. Para agen rahasia AS (CIA) juga mulai disusupkan ke wilayah Laos untuk melatih para penduduk di kawasan-kawasan perbukitan Laos untuk menjadi pasukan milisi anti-komunis. Sebagai akibatnya, aksi jual beli serangan antara pihak Kerajaan dan pihak komunis pun semakin sengit. Selama perang, wilayah-wilayah yang dikuasai oleh pihak komunis terkonsentrasi di sebelah utara dan timur Laos.

Hingga beberapa tahun berikutnya, situasi perang di Laos tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir. Menanggapi situasi tersebut, AS pun lantas memutuskan untuk terjun langsung ke medan perang. Sejak tahun 1964, pesawat-pesawat tempur mereka melakukan pemboman ke pangkalan-pangkalan militer dan jalur rahasia yang digunakan oleh pasukan komunis. Tidak hanya itu, AS juga merekrut sekitar 21.000 orang Thailand untuk dijadikan tentara bayaran sebagai bantuan bagi pihak Kerajaan Laos. Sebagai akibatnya, aktivitas perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh kubu Pathet Lao sempat menurun pada periode ini, namun aliran bantuan dari Vietnam Utara dan sekutunya membuat Pathet Lao bisa tetap bertahan.

2.4 Perlawanan Anti Komunis di Laos

Sejak itu Laos berangsur-angsur dikuasai oleh Pathet Lao, banyak orang, bekas pejabat pemerintahan lama dan orang orang yang setia pada raja, berusaha mengadakan perlawanan terhadap penguasa baru. Penguasa baru Laos di samping menghadapi golongan nasionalis juga masih menghadapi serangan-serangan dari suku Meo yang tidak mau tunduk pada penguasa Pathet Lao.

(14)

Lao di daerah pegunungan dekat Vientiane. Sementara itu seorang pemimpin suku Meo mengatakan kepada AFP di Bangkok tanggal 20 Januari 1976 bahwa :

1) suku Meo sekarang menguasai kembali daerah Long Chen

2) suku Meo mempunyai 7.000-8.000 orang tentara yang beroperasi di Laos dan diorganisir dalam kelompok-kelompok gerilya kecil-kecil

3) suku Meo mempunyai cukup persediaan suplai senjata.

Tanggal 8 dan 9 maret gerilyawan Front Rakyat Laos yang anti komunis menyerang penjara Tam Khe dekat Viantiane dan menewaskan 20 orang penjaganya. Surat kabar Bangkok, Thairath tanggal 27 Maret 1976 memberikan bahwa:

1) gerilyawan anti komunis Laos telah membangun pengkalan-pangkalan di pulau-pulau penting di Sungai Mekong antara Savanrakhat dan Pakse

2) sekitar 200 gerilyawan telah melakukan beberapa serangan terhadap pasukan penguasa Pathet Lao.

3) gerilyawan-gerilyawan tersebut mempunyai senjata- senjata yang baik dan amunisi yang cukup.

Suatu pertempuran lain terjadi di selatan Vientiane tanggal 23 Maret 1976 antara pasukan Pathet Lao dan gerilyawan anti Komunis mengakibatkan empat tentara Pathet Lao tewas dan dua buah instalasi artelari di Simmano dan Khoyaideng hancur. Sedang di desa-desa sebelah timur Viantiene tanggal 21 Maret 1976 gerilyawan anti komunis menghadang iringan militer Pathet Lao dan menewaskan lima tentara Pathet Lao. Dua granat yang hendak meledak di Keduataan besar Uni Soviet tanggal 13 Maret 1976 mengakibatkan empat diplomat Uni Soviet luka-luka. Kemudian segerombolan penyerang melemparkan dua granat ke Keduataan Besar Kuba tanggal 3 April 1976. dari Bangkok tanggal 16 April 1976 diberitakan bahwa gerilyawan anti komunis Laos yang menemakan dirinya Front Patriotik Revolusioner Laos (LRPF) telah menyatakan bertanggungjawab atas serangan-serangan terhadap kedua kedutaan tersebut. Lewat selebaran-selebaran, kelompok ini menyatakan bahwa:

1) pihak Uni Soviet dengan terang-terangan telah memberdayakan rakyat Laos untuk menjadikan kerajaan Laos sebagai satelit Uni Soviet

(15)

Untuk menanggulangi serangan-serangan dari gerilyawan nasionalis pemerintah Laos secara terus-menerus berusaha membasmi gerakan-gerakan itu. Dari Bangkok tanggal 4 April diberitakan bahwa pemerintah Laos telah mengoperasikan pesawat-pesawat tempur pembom buatan AS, T-28, untuk menghancurkan perlawanan gerilyawan nasionalis di Laos Utara. Radio Laos tanggal 20 Maret mengecam perbuatan sabotase, subversi dan pengrusakan yang dilakukan golongan anti revolusioner, dan mendesak rakyat serta Angkatan Bersenjata untuk memperkuat keamanan dan memepertinggi kewaspadaan. CIA telah mengorganisir golongan tersebut dan berusaha menjadikan Muangthai sebagai pangkalan anti Laos. Seorang bekas perwira Laos yang lari ke Muangthai menyatakan di Nong Khai tanggal tanggal 6 Mei 1976 bahwa Pathet Lao sedang memperbaiki semua pesawat-pesawat tempur dan transportasi yang ditinggalkan oleh bekas Angkatan Udara Laos untuk mempersiapkan operasi militer besar-besaran guna menghadapi beberapa gerakan gerilyawan yang telah muncul di beberapa daerah di Laos. Unutk itu, ahli-ahli mesin Pathet Lao yang belajar selama tiga tahun di Uni Soviet telah kembali ke Laos.

Seorang pemimpin suku Meo menyatakan di Bangkok tanggal 22 Juli 1976 bahwa ratusan gerilyawan suku Meo telah tewas akibat pemboman Pathet Lao di daerah Long Cheng (200 km sebelah timur Vientiane), sasaran pemboman tersebut sebenarnya Muong Cha, Pha Oio, Phi Khaio dan Pha Khas, serta sebuah pesawat intai dan holikopter Pathet Lao yang dikemudikan oleh pilot-pilot Uni Soviet berhasil di tembak jatuh.

Suku Meo dan rakyat Laos yang anti komunis terus melancarkan perlawanan dengan nama “Tentara Anak Surga”. Perpecahan terjadi antara golongan ekstrim yang di pimpin oleh PM Kaysone Phomvihan dankelompok moderat yang dipimpin oleh Presiden Souphanouvong. Jumlah suku Meo yang mengungsi ke Muangthai saat itu diperkirakan 40.000 orang. Sekitar 500 tahanan politik melarikan diri dari penjara Vientiane pada tanggal 25 April 1976 setelah berhasil merebut senjata-senjata dari gudang penjara dan menewaskan 12 orang penjaganya. Bong Souvannavong, bekas politikus terkemuka Laos dan Pangeran Sonk Banavong termasuk diantara para tahanan berhasil melarikan diri.

(16)

terbunuh. Untuk mencegah masuknya para tahanan, Muangthai telah menutup dua pos perbatasan dan menghentikan lalu lintas ferry di Sungai Mekong.

Pada tanggal 27 April 1976 di sungai Mekong terjadi pertempuran antara Pathet Lao dan para tahanan yang melarikandiri. Sampai pada tahun 1978 penguasa Muangthai telah menahan 50 tahanan yang berhasil menyeberangi sungai Mekong. Dikabarkan bahwa sekitar 150 tahanan masih bebas di Laos dan 180 orang lainnya ditangkap.

Sidang Majelis Rakyat Tertinggi pertama berlangsung Di Vientiane tanggal 23 Desember 1975- 3 Januari 1976 dan memutuskan membuat rancangan konstitusi baru, rencana kerja Majelis serta program pemerintah hari Nasional Laos tanggal 2 Desember 1976. dari Vientiane tanggal 11 April 1976 diberitakan bahwa pemerintahan Laos telah memulai suatu revolusi kebudayaan pertama. Untuk melaksanakan revolusi tersebut, diadakan indoktrinasi-indoktrinasi khusus untuk para pemuda yang menganggur, para perusuh, para pejudi, dan pecandu obat bius. Ratusan orang telah ditahan termasuk orang-orang asing yang kebanyakan berasal dari Vietnam dan China (Suara Karya, 12 April 1976). Radio Laos tanggal 11 Mei 1976 memberitakan bahwa pemerintahan Laos telah membebaskan kelompok pertama bekas perwira-perwira golongan kanan yang menjalani pendidikan kembali selama satu tahun. Mereka yang dibebaskan itu ditugaskan kembali dan di satukan ke dalam resimen baru.

2.4.1 Konflik Internal Laos

(17)

Desas-desus itu ternyata menjadi kenyataan setelah 4 bulan dari penandatanganan perjanjian damai tersebut, kelompok militer dibawah Jendral Thouma melakukan kudeta. Tetapi kudeta ini tidak mendapat dukungan pihak Amerika Serikat yang sebetulnya sangat diharapkan oleh golongan kanan. Amerika Serikat melalui John Dean Gunter wakil duta besar Amerika untuk Laos mengatakan bahwa pihak Amerika lebih mendukung politik koalisi yang dijalankan Phouma. Tanpa bantuan Amerika maka kudeta ini dapat segara digagalkan dan Jendral Thouma sendiri terbunuh, sedang anak buahnya melarikan diri ke Muangthai. Setelah mundurnya kekuatan Amerika Serikat dari Indochina di tahun 1973, pemerintahan sayap kanan di Vientiane menggantikan pemerintahan koalisi yang netral dan komunis-komunis Pathet Lao.

Pada tahun 1975, setelah pasukan komunis menaklukan ibukota Vietnam dan Kamboja, komunis Pathet Lao memperoleh kekuatan tunggal di Laos. Sementara di Laos, sebagian penduduk tertahan di tempat penampungan, dimana tidak terjadi balas dendam seperti di Kamboja. Perdana menteri netralis terdahulu yang bernama Souvana tidak ditahan tetapi hanya diturunkan pangkatnya menjadi penasehat pemerintah. Dengan perkembangan tersebut maka tentara Pathet Lao yang bermarkas di perbataasan sebelah utara semakin bebas bergerak memasuki kota Vientiene dan Luang Prabang tanpa dicurigai lagi. Perkembangan ini sangat menggembirakan pihak Hanoi yang selama perjuangannya selalu membantu gerakan komunis Pathet Lao. Apalagi setelah tahun 1975 dan memasuki tahun 1976 ternyata gerakan komunis di Laos sudah begitu kuat. Dan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan kali ini membuat warna merah berhasil mengendalikan pemerintahan Laos, walaupun ide koalisi itu tetap ada. Tetapi komunis tetap komunis, prinsip komunisme untuk mengkomuniskan suatu Negara yang ditempatinya akan terus diusahakan. Sehingga lama kelamaan menggeser peranan kaum netralis.

2.4.2 Perlawanan Gerilyawan Nasionalis

(18)

menyerang dan menewaskan enam tentara Pathet Lao di daerah pegunungan dekat Vientiane.

Sementara itu seorang pemimpin suku Meo mengatakan kepada AFP di Bangkok tanggal 20 Januari 1976 bahwa :1) suku Meo sekarang menguasai kembali daerah Long Chen; 2) suku Meo mempunyai 7.000-8.000 orang tentara yang beroperasi di Laos dan diorganisir dalam kelompok-kelompok gerilya kecil-kecil; 3) seku Meo mempunyai cukup persediaan suplai senjata. Tanggal 8 dan 9 maret gerilyawan Front Rakyat Laos yang anti komunis menyerang penjara Tam Khe dekat Viantiane dan menewaskan 20 orang penjaganya. Surat kabar Bangkok, Thairath tanggal 27 Maret 1976 memberikan bahwa:

1) gerilyawan anti komunis Laos telah membangun pengkalan-pangkalan di pulau-pulau penting di Sungai Mekong antara Savanrakhat dan Pakse; 2) sekitar 200 gerilyawan telah melakukan beberapa serangan terhadap pasukan penguasa Pathet Lao; 3) gerilyawan-gerilyawan tersebut mempunyai senjata- senjata yang baik dan amunisi yang cukup. Suatu pertempuran lain terjadi di selatan Vientiane tanggal 23 Maret 1976 antara pasukan Pathet Lao dan gerilyawan anti Komunis mengakibatkan empat tentara Pathet Lao tewas dan dua buah instalasi artelari di Simmano dan Khoyaideng hancur. Sedang di desa-desa sebelah timur Viantiene tanggal 21 Maret 1976 gerilyawan anti komunis menghadang iringan militer Pathet Lao dan menewaskan lima tentara Pathet Lao. Dua granat yang hendak meledak di Keduataan besar Uni Soviet tanggal 13 Maret 1976 mengakibatkan empat diplomat Uni Soviet luka-luka. Kemudian segerombolan penyerang melemparkan dua granat ke Keduataan Besar Kuba tanggal 3 April 1976. dari Bangkok tanggal 16 April 1976 diberitakan bahwa gerilyawan anti komunis Laos yang menemakan dirinya Front Patriotik Revolusioner Laos (LRPF) telah menyatakan bertanggungjawab atas serangan-serangan terhadap kedua kedutaan tersebut.

(19)

mengoperasikan pesawat-pesawat tempur pembom buatan AS, T-28, untuk menghancurkan perlawanan gerilyawan nasionalis di Laos Utara.

Radio Laos tanggal 20 Maret mengecam perbuatan sabotase, subversi dan pengrusakan yang dilakukan golongan anti revolusioner, dan mendesak rakyat serta Angkatan Bersenjata untuk memperkuat keamanan dan memepertinggi kewaspadaan. CIA telah mengorganisir golongan tersebut dan berusaha menjadikan Muangthai sebagai pangkalan anti Laos. Seorang bekas perwira Laos yang lari ke Muangthai menyatakan di Nong Khai tanggal tanggal 6 Mei 1976 bahwa Pathet Lao sedang memperbaiki semua pesawat-pesawat tempur dan transportasi yang ditinggalkan oleh bekas Angkatan Udara Laos untuk mempersiapkan operasi militer besar-besaran guna menghadapi beberapa gerakan gerilyawan yang telah muncul di beberapa daerah di Laos. Unutk itu, ahli-ahli mesin Pathet Lao yang belajar selama tiga tahun di Uni Soviet telah kembali ke Laos.

Seorang pemimpin suku Meo menyatakan di Bangkok tanggal 22 Juli 1976 bahwa ratusan gerilyawan suku Meo telah tewas akibat pemboman Pathet Lao di daerah Long Cheng (200 km sebelah timur Vientiane), sasaran pemboman tersebut sebenarnya Muong Cha, Pha Oio, Phi Khaio dan Pha Khas, serta sebuah pesawat intai dan holikopter Pathet Lao yang dikemudikan oleh pilot-pilot Uni Soviet berhasil di tembak jatuh. Suku Meo dan rakyat Laos yang anti komunis terus melancarkan perlawanan dengan nama “Tentara Anak Surga”.

Perpecahan terjadi antara golongan ekstrim yang di pimpin oleh PM Kaysone Phomvihan dan kelompok moderat yang dipimpin oleh Presiden Souphanouvong. Jumlah suku Meo yang mengungsi ke Muangthai saat itu diperkirakan 40.000 orang. Sekitar 500 tahanan politik melarikan diri dari penjara Vientiane pada tanggal 25 April 1976 setelah berhasil merebut senjata-senjata dari gudang penjara dan menewaskan 12 orang penjaganya. Bong Souvannavong, bekas politikus terkemuka Laos dan Pangeran Sonk Banavong termasuk diantara para tahanan yang melarikan diri. Tanggal 26 April 1976 penguasa Laos menyatakan berlakunya jam malam di Vientiane utnuk mencari para tahanan yang melarikan diri.

(20)

penguasa Muangthai telah menahan 50 tahanan yang berhasil menyeberangi sungai Mekong. Dikabarkan bahwa sekitar 150 tahanan masih bebas di Laos dan 180 orang lainnya ditangkap.

2.4.3 Kebijakan Dalam Negeri Pemerintahan Pathet Laos

Sidang Majelis Rakyat Tertinggi pertama berlangsung Di Vientiane tanggal 23 Desember 1975- 3 Januari 1976 dan memutuskan: 10 membuat rancangan konstitusi baru, rencana kerja Majelis serta program pemerintah; 20 hari Nasional Laos tanggal 2 Desember 1976. dari Vientiane tanggal 11 April 1976 diberitakan bahwa pemerintahan Laos telah memulai suatu revolusi kebudayaan pertama. Untuk melaksanakan revolusi tersebut, diadakan indoktrinasi-indoktrinasi khusus untuk para pemuda yang menganggur, para perusuh, para pejudi, dan pecandu obat bius. Ratusan orang telah ditahan termasuk orang-orang asing yang kebanyakan berasal dari Vietnam dan China (Suara Karya, 12 April 1976). Radio Laos tanggal 11 Mei 1976 memberitakan bahwa pemerintahan Laos telah membebaskan kelompok pertama bekas perwira-perwira golongan kanan yang menjalani pendidikan kembali selama satu tahun. Mereka yang dibebaskan itu ditugaskan kembali dan di satukan ke dalam resimen baru. Masalah kehidupan beragama pada awal tahun 1976 agak ramai dibicarakan.

Partai komunis yang berkuasa telah mengecam agama Katolik sebagai agama yang mendatangkan gaya hidup Barat yang tidak sesuai dengan situasi Laos dan sering dijadikan alat CIA. Pernyataan pemerintah baru tanggal 6 April 1976 menyatakan bahwa agama budha adalah agama baik dan telah memainkan peranan penting dalam perjuangan untuk menanamkan dan membangun Negara. Perayaan dan keramaian tahun baru Laos akan diselenggarakan pada tanggal 13-15 April setiap tahun. Wakil menteri Urusan Dalam Negeri Kolonel Deuan Soun Rhen mengatakan di Vientiane tanggal 23 April 1976 bahwa pemerintah Laos menyambut baik segala bantuan dari setiap Negara, organisasi atau individu manapun untuk membantu Negara menyembuhkan luka-luka perangnya. Pemerintahanya juga akan meneruskan kampanye utnuk memberantas korupsi. Tanggal 15 Juni 1976 pemerintah Laos memperkenalkan mata uang baru yang bernama KIP Front Pembebasan Laos dengan nilai 1.200 KIP untuk sati US$.

(21)

Untuk mencari dukungan dan bantuan keuangan guna membiayai perekonomian dalam negeri, penguasa baru Laos mengusahakan bantuan-bantuan dari luar negeri, baik melalui diplomasi tak langsung maupun langsung. Suatu kunjungan resmi PM Kaysone Phomvihan ke RRC berlangsung tanggal 15-24 Maret 1976. tanggal 16 Maret pejabat PM Hua Kuo-feng mengatakan bahwa pemimpin-pemimpin Laos hendaknya berhati-hati terhadap Negara-negara besar yang disatu pihak mengatakan peredaan ketegangan tetapi di lain pihak meluaskan pengaruhnya dimana-mana. Kaysone Phomvihan megatakan bila RRC berpendapat bahwa Uni Soviet merupakan Negara paling berbahaya, maka pendapat itu keliru karena musuh Laos bukan Uni Soviet tetapi imperialis Amerika Serikat.

Tanggal 18 Maret PM Kaysone dan pejabat PM Hua Kuo-feng menandatangani suatu perjanjian kerjasama ekonomi dan tknik, yang menetapkan RRC untuk terus memberikan pinjaman-pinjaman bebas bunga kepada Laos. Sebuah sumber dari Laos mengatakan bahwa RRC telah memberikan pinjaman baru untuk melanjutkan proyek-proyek pembangunan yang sedang berjalan termasuk jaringan jalan raya. PM Kaysone tiba di Moskwa pada tanggal 20 April 1976 utnuk suatu kunjungan resmi. PM Alexei Kosygin menyatakan bahwa salah satu tujuan politik luar negeri Uni Soviet adalah menjamin keamanan di Asia atas usaha-usaha bersama dengan Negara-negara dibenua tersebut. Kunjungan delegasi Laos tersebut akan mempererat hubungan dua Negara. Tanggal 21 April 1976 PM Kaysone mengadakan pembicaraan dengan PM Alexei Kosygin, Menteri Luar Negeri Andrei Greckho, Menteri Pertahanan Marsekal Andrei Gromyko, dan seorang anggota Polit Biro Partai Komunis Uni Soviet, Michail Suslov mengenai pengukuhan ikatan persahabatan kedua Negara. Di Moskwa tanggal 22 April 1976 ditandatangani tiga perjanjian yaitu:

1. Persetujuan Kerjasama Kebudayaan dan Ilmiah yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Andrei Gromyko dan Menteri Luar Negeri Phun Sipaset. 2. Perjanjian Perdagangan, Peredaran Perdagangan dan Pembayaran-pembayaran yang ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Luar Negeri Uni Soviet, Nikolai Patulichev dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Laos, Maisuk Sarempheng.

(22)

Honggaria, Rumania, Polandia, Cekoslowakia dan Bulgaria untuk suatu kunjungan persahabatan dan mempererat hubungan bilateral.

Dalam komunikasi bersama di Havana pada tanggal 17 September 1976, Laos dan Kuba menyatakan bahwa: pasukan Amerika Serikat yang masih ada di Asia Tenggara agar segera ditarik dan seluruh pangkalan Amerika Serikat di wilayah itu agar segera dibongkar, pasukan asing agar ditarik dari Korea Selatan, usul bagi terciptanya wilayah damai di Samudra Hindia perlu didukung, kedua Negara menyampaikan rasa solidaritas kepada rakyat Namibia, Zimbabwe, dan Afrika Selatan, serta mendukung perjuangan Mozambik untuk mengakhiri rencana-rencana dan tindakan-tindakan agresif kaum imperialis dan rasialis, satu-satunya pemecahan adil dalam penyelesaian masalah Timur Tengah adalah penarikan seluruh tentara Israel dari wilayah-wilayah yang secara tidak sah merebut wilayah Palestina pada tahun 1967 dan melindungi hak-hak fundamental rakyat Palestina. kedua Negara mendukung perjuangan Negara-negara Non-blok. Kepala Kementerian Luar Negeri Laos, Soubanh Srithirat, menyatakan di Vientiane pada tanggal 21 April 1976 bahwa Laos membutuhkan bantuan dari semua Negara sahabat, terutama Prancis. Hubungan Laos dan Prancis akan segera diperbaiki, terutama yang menyangkut kerjasama ekonomi, kebudayaan, dan teknik. Sementara itu bantuan dari pemerintah Belanda yang berupa 32 ton obat-obatan, gula, dan mesin-mesin tiba di Vientiane pada tanggal 9 Januari 1976.

(23)

Pada tanggal 18 Juli 1979 telah ditandatangani Deklarasi Bersama yang berisi antara lain:

1. Persetujuan militer, maksudnya Laos akan dibelah oleh Vietnam dalam menghadapi ancaman dari luar. Ancaman dari luar ini ditujukan pada Muangthai. Konflik perbatasan antara kedua Negara ini menjadi semakin meningkat. Di Laos sendiri telah didatangkan pasukan Vietnam dalam jumlah besar yakni sekitar 50.000 orang.

2. Persetujuan ekonomi. Hal ini dimaksudkan bahwa Laos mengekspor produksinya tidak lagi melalui Muangthai tetapi melalui pelabuhan Danang di Vietnam bagian Selatan, dan diangkut ke Danang melalui darat dengan segala peralatan yang cukup modern. Selain itu, delapan battalion tenaga pembangunan Vietnam Utara bersama sekitar 3.000 pemuda Laos sedang membangun sebuah jalan raya dari Laos Utara ke delta sungai Mekong dibawah petunjuk tenaga-tenaga teknisi Uni Soviet. Jalan raya sepanjang 330 km tersebut akan memanjang melewati lembah Tempayan sebuah daerah strategis.semua bahan bangunan didatangkkan dari Uni Soviet.

3. Mengenai ASEAN. Kedua belah pihak baik Vietnam maupun Laos mengutuk keras usaha-usaha Amerika Serikat yang mempergunakan ASEAN untuk menentang arus kea rah kemerdekaan yang sejati, perdamaian serta kenetralan di kawasan Asia Tenggara. Vietnam dan Laos sepakat bahwa usaha-usaha yang dilakukan para penguasa Negara-negara anggota ASEAN guna memperkuat persekutuan militer bilateral dantara mereka dengan papan nama anti komunis, berarti akan mengubah ASEAN menjadi persekutuan militer secara de facto. Dengan demikian berarti akan melawan aspirasi rakyat yang menginginkan kemerdekaan sejati.

(24)

Asia Tenggara yang tidak stabil ini dinilai akibat langkah Negara-negara ASEAN yang didukung oleh Negara-negara besar.

Sehubungan dengan itu, maka ASEAN menilai perjanjian persahabatan dan kerjasama Vietnam-Laos pada tanggal 18 Juli 1979 itu tidak lain merupakan perjanjian militer dalam rangka melaksanakan prinsip komunisme yang ingin mengkomunismekan Negara-negara tetangga yang belum komunis. Sehingga kedudukan Muangthai dalam hal ini sangat terancam. Apalagi dengan berbagai pernyataan dengan Negara-negara lain bahwa Vietnam akan selalu mendukung setiap gerakan komunis di Asia Tenggara yang ingin memperoleh kemerdekaan sejati, perdamaian, dan kehidupan yang demokratis. Pernyataan ini memberikan kesan bahwa menurut pandangan Indo-China, Negara non- komunis di Asia Tenggara ini belum mencapai kemerdekaan yang sejati. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan aspirasi rakyat di masing-masing Negara.

Vietnam menamakan Laos sebagai zone terdepan serta memendang dirinya sendiri sebagai benteng sosialisme dan perdamaian di Asia Tenggara. Hal ini sebagai suatu indicator bahwa ada semacam persiapan agresi terhadap Negara-negara tetangga. Kunjungan delegasi Vietnam ke Laos yang melahirkan persetujuan damai itu, menunjukkan semakin kuatnya pengaruh rezim Hanoi di kawasan Indo-China. Tetapi bagi rezim Hanoi yang dibimbing oleh cita-cita Ho Chi Minh, tidak puas sampai di Laos. Kamboja masih merupakan masalah yang harus di selesaikan. Sebab Kamboja dibawah kekuasaan Khmer Merah menolak pengaruh Vietnam, bahkan keduanya memiliki orientasi berbeda.

(25)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

(26)

( Hindu-Budha), yang jelas berbeda dengan Vietnam yang nantinya melakukan perluasan kekuasaan ke daerah Laos. Laos menjadi wilayah imperium Bangsa Barat yaitu Perancis akibat wilayah Vietnam yang jatuh ke tangan Perancis. Karena Laos merupakan bagian dari Indo-China, maka Laos beserta Kamboja nantinya akan terkena imbas dari pengeksploitasian bangsa Perancis.

Pada tanggal 1 September 1945, negara Laos menyatakan kemerdekaannya. Perancis menolak untuk menerima hal tersebut, dan membalas dengan mengirim pasukannya ke Laos. Perang gerilya berawal ketika tentara Laos melawan kekuatan kolonial Perancis. Tiga orang pangeran yang terkenal melawan penjajah adalah

1. Pangeran Souvanna Phoma( Jalan Tengah ), 2. Pangeran Souphanavong ( Komunis )

3. Pangeran Oune Sananikone ( Nasionalis ).

Pathet Lao memiliki cita-cita mendirikan rezim republik komunis di tanah Laos menggantikan rezim kerajaan buatan Prancis. Karena faktor kedekatan ideologi, Pathet Lao dalam perkembangannya juga kerap bekerja sama dengan kelompok Viet Minh pimpinan Ho Chi Minh yang bermarkas di Vietnam Utara.

Referensi

Dokumen terkait

Providing the best creative multi-channel learning experiences through innovative learning and teaching approaches, as well as widening students’ knowledge of

Seluruh penerimaan dari zakat, ‘usyr, dan sedekah ditransfer ke Baitul Mal (Kas Negara) untuk membiayai pengeluaran bagi kesejahteraan fakir miskin,

Average score of Impact Dimensions is 3.20 (quite effectively), it shows that dimensions Impact is effective enough to show that the company stands out among other

DOSEN : HASAN SULTONI, M.Pd.i MATA KULIAH : ILMU PENDIDIKAN. FAKULTAS : TARBIYAH DISUSUN OLEH : -

kitab Rut ini bagi kehidupan orang percaya, yaitu pemeliharaan Allah bagi kehidupan orang percaya, makna pernikahan levirat bagi kehidupan orang percaya, penebusan dalam

Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku, dan perbuatannya. Nilai mencermin kan kualitas pilihan tindakan dan pandangan

Kerajaan islam didirikan pada tahun 1687 oleh Raden Sulaiman, yang kemudian bergeral Sultan Muhammad Syafeiuddin I. terdapat perbedaan pendapat tentang asal usul

[r]