• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA TERH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA TERH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA TERHADAP

STATUS KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI KABUPATEN

KULONPROGO TAHUN 2012

(Analisis Data Susenas Tahun 2012)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Analisis Data Kategorik

Disusun oleh:

Khairul Azmi 12.7211

Mesagus Awan Dewangga 12. 7248

Yolanda Wilda Artati 12.7440

Kelas 3SE1

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

JAKARTA

(2)

Latar Belakang

Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Kemiskinan pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan, gizi serta kesejahteraan penduduk. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki dan yang dimanfaatkan terutama dari tingkat pendidikan formal maupun non formal (Supriatna, 2000).

Fakta menunjukkan bahwa pembangunan telah dilakukan, namun belum mampu menekan meningkatnya jumlah penduduk miskin di dunia, khususnya negara-negara berkembang. Selama ini kemiskinan lebih cenderung dikaitkan dengan dimensi ekonomi karena dimensi ini lebih mudah diamati, diukur, dan diperbandingkan. Menurut World Development Report (2008), selain dilihat dari dimensi pendapatan, kemiskinan juga perlu dilihat dari dimensi lain seperti dimensi sosial, dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dimensi akses terhadap air bersih, dan perumahan. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, pendidikan, akses tehadap barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan.

Indonesia yang merupakan negara berkembang juga menghadapi masalah kemiskinan. Tingginya angka kemiskinan di suatu negara dapat menghambat pertumbuhan perekonomian negara tersebut. Sehingga, kemiskinan merupakan suatu hal yang perlu perhatian khusus untuk dapat diatasi. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai usaha dalam upaya pengentasan kemiskinan. Keseriusan pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. Salah satu sasaran pokok pembangunan yang tercantum di dalamnya yaitu menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 8-10 persen pada tahun 2014.1

Tabel. 1

Perkembangan Kemiskinan di Indonesia tahun 2004 – 2012

Tahun

Jumlah Penduduk miskin

Presentase penduduk miskin (dalam juta

orang) (dalam persen) Desa Kota Desa Kota 2004 11,4 24,8 12,13 20,11 2005 12,4 22,7 11,68 19,81

2006 14,49 24,81 13,47 21,81 2007 13,56 23,61 12,52 20,37 2008 12,77 22,19 11,65 18,93 2009 11,91 20,62 10,72 17,35

2010 11,1 19,93 9,87 16,56 2011 11,05 18,97 9,23 15,72 2012 10,65 18,48 8,78 15,12

Sumber: BPS, Statistik Indonesia; diolah

1 Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2010. Penanggulangan Kemiskinan: Situasi Terkini,

(3)

Berdasarkan Tabel. 1.1 terlihat bahwa penduduk miskin di desa maupun kota mengalami penurunan dari tahun 2006 sampai dengan 2012. Akan tetapi tingkat kemiskinan tersebut masih besar, yaitu lebih dari 10 persen.

Provinsi DIY merupakan salah satu provinsi dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. Tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2012 merupakan yang tertinggi di Pulau Jawa. Tingkat kemiskinan di wilayah ini bahkan jauh lebih tinggi dari DKI Jakarta, Banten dan Jawa Tengah (Republika, 2013). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, tingkat kemiskinan di wilayah DIY pada akhir 2012 mencapai 15,88 persen.

Sejak tahun 2009 hingga tahun 2012, persentase penduduk miskin di setiap Kabupaten/Kota Provinsi DIY selalu mengalami penurunan kecuali pada Kabupaten Kulonprogo. Persentase penduduk miskin di kabupaten tersebut justru mengalami peningkatan dari 17,2 persen pada tahun 2011 menjadi 23,32 persen pada tahun 2012. Selain itu, tingkat kemiskinan Kabupaten Kulonprogo tahun 2012 yang sebesar 23,32 merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan seluruh kabupaten/kota di Provinsi DIY.

Tabel 2

Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta 2006 – 2012 (dalam ribu orang)

Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012

Jumlah Presentase Jumlah Presentase Jumlah Presentase Jumlah Presentase Kab.

Kulonprogo 159,23 18,54 152,2 17,22 146,5 17,2 92,4 23,32 Kab. Bantul 170,02 25,96 168 24,62 163,2 24,01 158,8 16,97 Kab. Gunung

Kidul 96,92 26,85 87,92 25,33 86,92 25 156,5 22,72

Kab. Sleman 124,05 12,34 122,1 12,01 119,2 11,94 116,8 10,44 Kota

Yogyakarta 47,11 10,81 47,11 10,71 45,11 10,02 37,6 9,38 Sumber: BPS, Statistik Indonesia; diolah

Belum meratanya hasil usaha pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan di seluruh kabupaten/kota bisa menyebabkan tingkat kemiskinan di provinsi tersebut tetap tinggi. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai

“Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga terhadap Status Kemiskinan Rumah Tangga di

Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang melatar belakangi penelitian ini, maka dirumuskan berbagai permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran karakteristik rumah tangga miskin di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012?

2. Bagaimanakah pengaruh karakteristik rumah tangga terhadap status kemiskinan rumah tangga di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012?

Tujuan

(4)

2. Mengetahui pengaruh karakteristik rumah tangga terhadap status kemiskinan rumah tangga di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2012.

Manfaat

Tercapainya tujuan dan sasaran penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang akademis maupun dalam bidang pemerintahan dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan.

Tinjauan Pustaka

Konsep dan Definisi Kemiskinan

Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang yang pengeluaran per kapitanya selama sebulan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan standar hidup minimum. Kebutuhan standar hidup minimum digambarkan dengan garis kemiskinan (GK), yaitu batas minimum pengeluaran per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan nonmakanan. Batas kecukupan minimum makanan mengacu pada Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi pada tahun 1978, yaitu besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk makanan yang memenuhi kebutuhan minimum energi 2100 kalori per kapita per hari, sedangkan kebutuhan minimum nonmakanan mencakup pengeluaran untuk perumahan, penerangan, bahan bakar, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang tahan lama serta barang dan jasa esensial lainnya. Jumlah orang miskin/head count index (HCI) dapat dilihat melalui jumlah orang yang berada di bawah atau sama dengan garis kemiskinan (Badan Pusat Statistik, 2002). Karakteristik Rumah Tangga Miskin

Dalam buku Dasar-Dasar Analisis Kemiskinan (Badan Pusat Statistik, 2002) diuraikan karakteristik rumah tangga dan individu yang berkaitan dengan kemiskinan yang digolongkan menjadi tiga kelompok:

1. Karakteristik demografi

Karakteristik demografi terdiri dari struktur dan ukuran rumah tangga serta jender kepala rumah tangga.

2. Karakteristik ekonomi

Karakteristik ekonomi mencakup pekerjaan, pendapatan, pengeluaran konsumsi, dan kepemilikan harta benda rumah tangga.

3. Karakteristik sosial

Karakteristik sosial mencakup kesehatan, pendidikan dan tempat tinggal. Faktor Penyebab Kemiskinan

Keban (1994) mengungkapkan bahwa ada tiga kelompok faktor penyebab kemiskinan rumah tangga yaitu: (i) karakteristik individu kepala rumah tangga, (ii) karakteristik pekerjaan kepala rumah tangga, dan (iii) karakteristik lingkungan. Dinyatakan juga bahwa kemiskinan dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik pekerjaan kepala rumah tangga, sedangkan kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan tertentu ditentukan oleh karakteristik individu kepala rumah tangga dan karakteristik lingkungannya. Beberapa di antara karakteristik individu adalah ketidakmampuan dalam mengatur keuangan, rendahnya pendidikan/ketrampilan dan kecilnya modal, sedangkan karakteristik lingkungan bisa berupa wilayah tempat tinggal (desa/kota) atau kondisi sosial ekonomi.

(5)

1. Kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh faktor eksternal atau faktor yang berada di luar jangkauan individu. Faktor ini secara nyata lebih bersifat hambatan kelembagaan atau struktur yang memang dapat menghambat seseorang untuk meraih kesempatan-kesempatannya. Timbulnya kemiskinan ini bukan karena seseorang malas atau tidak mampu bekerja, tetapi lebih disebabkan oleh sumber-sumber pendapatan yang tersedia tidak dapat diakses, karena ada batas struktur yang sengaja diciptakan dalam masyarakat. Kemiskinan ini meliputi: kekurangan fasilitas permukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya, kekurangan perlindungan hukum dari pemerintah. Sehingga kemiskinan jenis ini disebut dengan kemiskinan struktural. Di samping faktor kelembagaan sebagai penyebab kemiskinan ini, faktor lainnya adalah karena terbatasnya SDA yang dimiliki tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.

2. Kemiskinan yang disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri seseorang atau lingkungannya. Kemiskinan jenis ini terjadi sebagai akibat dari nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut oleh sekelompok masyarakat. Jadi tidak bermula dari struktur sosial tetapi berasal dari karakteristik khas orang-orang miskin itu sendiri. Orang menjadi miskin karena tidak mau bekerja keras, bodoh, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa wiraswasta, tidak ada hasrat berprestasi, dan sebagainya. Atau dengan kata lain masyarakatnya memiliki mental miskin. Penelitian yang relevan

Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai kemiskinan dengan unit analisis rumah tangga. Beberapa penelitian membahas mengenai profil rumah tangga miskin dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga tersebut.

Seperti yang dilakukan oleh Muhammad Nasir, Muh. Saichudin dan Maulizar (2008) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di Kabupaten Purworejo. Penelitian tersebut menggunakan analisis regresi logistic (Model Logit) karena data peubah responnya bernilai 1 dan 0 (berskala biner). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di Kabupaten Purworejo dengan pengaruh berturut-turut yang paling besar adalah jumlah anggota rumah tangga, konsumsi air bersih, angka ketergantungan, umur, pendidikan, sektor pekerjaan, keluhan kesehatan dan daerah tempat tinggal. Variabel-variabel tersebut berpengaruh secara positif kecuali umur kepala rumah tangga yang berpengaruh negatif. Faktor dominan yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga adalah jumlah anggota rumah tangga, konsumsi air bersih, angka ketergantungan dan umur.

(6)

Ennin et.al.(2011) menggunakan model logistik binomial untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi status kemiskinan rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga dengan ukuran besar, kepala rumah tangga buta huruf dan kepala rumah tangga dengan pekerjaan utama di sektor pertanian adalah miskin. Selain itu, rumah tangga di pedesaan dan zona savana juga miskin.

Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Definisi operasional variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut: Variabel Tak Bebas

Variabel tak bebas dalam penelitian ini adalah status kemiskinan rumah tangga (Y) yang dikategorikan menjadi Rumah tangga miskin = 1 dan Rumah tangga tidak miskin = 0. Variabel Bebas

1. Tingkat pendidikan KRT (DIK) yang dikategorikan menjadi SLTP ke bawah = 1 dan SLTA ke atas = 0

2. Jumlah anggota rumah tangga (JMLART)

3. Lapangan usaha pekerjaan KRT (LU) yang dikategorikan menjadi sektor primer atau tidak bekerja =1 dan sektor lainnya=0

4. Status daerah tempat tinggal (DT) yang dikategorikan menjadi pedesaan=1 dan perkotaan=0

Perumusan Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah bahwa status daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumah tangga, lapangan usaha pekerjaan KRT dan tingkat pendidikan KRT berpengaruh positif terhadap kemiskinan di Kabupaten Kulonprogo.

Metodologi Sumber Data

Penelitian ini memfokuskan pada kajian mengenai karakteristik rumah tangga miskin di Kabupaten Kulonprogo. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

Variabel demografi

 Jumlah ART

Variabel sosial

 Tingkat pendidikan KRT

 Status tempat tinggal Variabel ekonomi

 Lapangan usaha KRT

(7)

sekunder dari Badan Pusat Statistik yang berupa data mentah (raw data) Susenas 2012 Kabupaten Kulonprogo yang terdiri dari modul konsumsi, dan kor rumah tangga.

Metode Analisis Analisis Deskriptif

Untuk mengetahui bagaimana gambaran umum karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi penduduk miskin dan penduduk tidak miskin di DIY dibuat tabel-tabel silang antara masing-masing karakteristik dengan status kemiskinan penduduk. Karakteristik demografi yang akan dilihat adalah jumlah anggota rumah tangga. Karakteristik sosial dibagi dua yaitu pendidikan (pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala rumah tangga) dan status tempat tinggal. Sedangkan karakteristik ekonominya berupa jenis status pekerjaan dan lapangan usaha kepala rumah tangga

Analisis Regresi Logistik

Regresi Logistik digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel respons dengan variabel penjelas yang berskala kategori, kontinyu atau keduanya. Apabila variabel responnya berskala biner (dikotomi) maka digunakan regresi logistik binomial (binomial or binary logistic regression).Variabel respon berskala biner adalah variabel yang hanya

mempunyai dua kategori saja. Misalkan Y = 1 menyatakan kejadian yang “sukses” dan untuk

Y = 0 menyatakan kejadian yang “gagal”.

Variabel tak bebas Y mengikuti sebaran Bernoulli dengan fungsi:

i

Model peluang regresi logistik dengan p faktor (variabel penjelas) adalah:

 

adalah peluang terjadinya kejadian yang “sukses” yaitu y = 1 dengan nilai probabilita

0 

 

x  1, dan jadalah nilai parameter dengan j = 1,2,...p.

Fungsi

 

x merupakan fungsi non linier sehingga perlu dilakukan transformasi logit untuk memperoleh fungsi linier agar dapat dilihat hubungan antara variabel respons dan variabel penjelas. Dengan melakukan transformasi logit dari

 

x , didapat persamaan yang lebih sederhana yaitu:

Data Susenas Kabupaten Kulonprogo tahun 2012 diolah dengan menggunakan paket program SPSS 22 for Windows dengan metode enter. Sehingga model yang menunjukkan peluang seorang penduduk miskin berdasarkan karakteristiknya adalah

)

yang kemudian ditransformasikan ke model logit:

12

(8)

metode Newton Raphson, tetapi sangat sulit menghitung nilai  secara manual. Oleh karena

itu, digunakan metode iterasi dengan komputer untuk mencari solusi , yaitu dengan

prosedur “iterative reweighted least square”. Iterasi merupakan metode yang umum dipakai dalam paket program SPSS untuk membantu perhitungan estimasi dari .

Uji kelayakan/signifikansi model

Uji Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit Test dilakukan untuk menguji hipotesis nol untuk mendapatkan bukti bahwa data empiris yang digunakan cocok atau sesuai dengan model. Mengacu pada Ghozali (2009) dalam Sastra (2011:37), apabila nilai Hosmer and Lemeshow signifikan atau lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak dan model dianggap tidak fit. Sedangkan apabila nilai Hosmer and Lemeshow tidak signifikan atau lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol diterima dan model dianggap fit.

Pengujian Parameter

Pengujian parameter model dilakukan untuk memeriksa apakah peubah penjelas mempunyai peranan (pengaruh) yang nyata di dalam model. Uji parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Signifikansi Model (Likelihood Ratio Test) dan Uji Parameter secara Parsial (Wald Test).

1. Uji Signifikansi Model (Likelihood Ratio Test)

Untuk mengetahui peran seluruh variabel penjelas di dalam model secara bersama-sama dapat digunakan uji Likelihood Ratio dengan hipotesis:

H0 : 1 = 2 = 3 = ... = p= 0 (tidak ada pengaruh variabel penjelas terhadap variabel

respons)

H1 : Minimal ada satu j 0 (minimal ada satu variabel penjelas yang berpengaruh terhadap

variabel respons) ; j =1,2,...p

Hal tersebut dengan membandingkan nilai statistik G2 dengan tabel 2. Formula untuk statistik uji adalah:

2. Uji Parameter secara Parsial (Wald Test)

Pada umumnya tujuan analisis adalah untuk mencari model yang cocok dengan keterpautan yang kuat antara model dengan data yang ada. Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), pengujian keberartian parameter (koefisien ) secara parsial dapat digunakan uji Wald dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 : j = 0 (tidak ada pengaruh antara variabel penjelas ke-j dengan variabel respons)

(9)

Statistik uji yang digunakan adalah statistik Uji Wald:

Statistik W diasumsikan mengikuti distribusi Chi-Square dengan derajat bebas 1 sehingga H0

ditolak jika W > 20,05;1 atau p-value < 0,05, yang berarti variabel penjelas X secara parsial

mempengaruhi variabel respons Y.

Tabel 3 Variabel-Variabel yang Digunakan dalam Analisis

Variabel Label Kategori

(1) (2) (4)

Respons

Y Status kemiskinan penduduk 1= rumah tangga miskin 0= rumah tangga tidak miskin

Penjelas

JMLART Jumlah ART

DIK Tingkat pendidikan KRT 1 = SLTP ke bawah 0 = SLTA ke atas

LU Lapangan Usaha 1 = sektor primer atau tidak bekerja

0 = sektor lainnya DT Status Daerah Tempat Tinggal 1 = Pedesaan

0 = Perkotaan

Hasil dan Pembahasan Analisis Deskriptif

Tabel 4. Persentase Rumah Tangga menurut Daerah Tempat Tinggal dan Status Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten Kulonprogo

Tahun 2012

Sumber: Raw data Susenas 2012 Kab.Kulonprogo, diolah kembali

(10)

Tabel 5. Persentase Rumah Tangga menurut Tingkat Pendidikan KRT dan Status Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten

Kulonprogo Tahun 2012

Tingkat pendidikan KRT

Status Kemiskinan Rumah Tangga

Tidak Miskin Miskin

(1) (2) (3)

<=SD 48,20 66,40

SLTP Sederajat 16,30 21,90

SLTA Sederajat 27,10 11,70

>SLTA 8,40 0,00

Total 100,00 100,00

Sumber: Raw data Susenas 2012 Kab.Kulonprogo, diolah kembali

Sebanyak 66,4 persen dari rumah tangga miskin memiliki kepala rumah tangga dengan tingkat pendidikan kurang dari atau sama dengan SD. Sedangkan sisanya yaitu 33,6 persen dari rumah tangga miskin memiliki kepala rumah tangga dengan tingkat pendidikan lebih dari atau sama dengan SLTP. Hal tersebut berkebalikan dengan rumah tangga tidak miskin. Pada rumah tangga tidak miskin, persentase rumah tangga dengan kepala rumah tangga berpendidikan lebih dari atau sama dengan SLTP (51,8 persen) lebih besar daripada rumah tangga dengan kepala rumah tangga berpendidikan kurang dari atau sama dengan SD (48,2 persen).

Tabel 6. Persentase Rumah Tangga menurut Lapangan Usaha/Sektor Pekerjaan KRT dan Status Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten

Kulonprogo Tahun 2012

Lapangan Usaha/Sektor

Status Kemiskinan Rumah Tangga

Tidak Miskin Miskin

(1) (2) (3)

Sektor primer atau tidak bekerja 49,6 62,0

Sektor lainnya 50,4 38,0

Total 100,00 100,00

Sumber: Raw data Susenas 2012 Kab.Kulonprogo, diolah kembali

(11)

Tabel 7. Persentase Rumah Tangga menurut Jumlah Anggota Rumah Tangga dan Status Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten Kulonprogo

Tahun 2012

Jumlah Anggota Rumah Tangga Status Kemiskinan Rumah Tangga Tidak Miskin Miskin

(1) (2) (3)

> 4 orang 19,48 40,88

<= 4 orang 80,52 59,12

Total 100,00 100,00

Sumber: Raw data Susenas 2012 Kab.Kulonprogo, diolah kembali

Pada umumnya, rumah tangga miskin mempunyai jumlah anggota rumah tangga yang besar. Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa proporsi rumah tangga dengan jumlah ART lebih dari 4 orang untuk kategori rumah tangga miskin lebih besar daripada kategori rumah tangga tidak miskin.

Pada rumah tangga miskin 40,88 persen diantaranya mempunyai jumlah anggota rumah tangga yang lebih dari 4 orang. Sedangkan diantara rumah tangga tidak miskin, hanya 19,48 persen yang mempunyai jumlah anggota rumah tangga lebih dari 4 orang.

Analisis Regresi Logistik

Uji kelayakan dan signifikansi model

Menurut Santoso (dalam Nasir et.al, 2008) untuk menilai kelayakan model regresi logistik adalah dengan menggunakan uji Hosmer and Lemeshow Test yaitu dengan hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi

yang diamati.

H1 : Ada perbedaaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang

diamati.

Uji ini diukur dengan nilai Chi-Square, dimana jika probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak. Pada penelitian ini diputuskan untuk tidak tolak H0 karena diperoleh angka probabilitas sebesar 0,584. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.

Pengujjian model secara keseluruhan menggunakan statistik uji G2 dengan hipotesis:

H0 : 1 = 2 = 3 = ... = p= 0 (tidak ada pengaruh variabel penjelas terhadap variabel

respons)

H1 : Minimal ada satu j 0 (minimal ada satu variabel penjelas yang berpengaruh terhadap

(12)

Berdasarkan hasil pengolahan didapat G2 sebesar 86,145 (p-value=0,000). Nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan , sehingga ini H0 ditolak. Kesimpulan dari pengujian tersebut yaitu model regresi logistik dapat digunakan untuk menjelaskan variabel respon.

Pengujian Parameter

Pengujian masing-masing parameter dilakukan dengan menggunakan uji wald. H0 : j = 0 (tidak ada pengaruh antara variabel penjelas ke-j dengan variabel respons)

H1 : j ≠ 0 (ada pengaruh antara variabel penjelas ke-j dengan variabel respons); j=1,2,..p

Berdasarkan nilai wald dan signifikansi yang ditampilkan pada tabel. Terlihat bahwa pada tingkat signifikansi 0,05 variabel daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan KRT, dan jumlah ART signifikan mempengaruhi status kemiskinan rumah tangga. Sedangkan lapangan usaha/sektor pekerjaan utama tidak signifikan mempengaruhi status kemiskinan rumah tangga pada tingkat signifikansi 0,05. Tetapi lapangan usaha/sektor pekerjaan utama signifikan mempengaruhi status kemiskinan rumah tangga pada tingkat signifikansi 0,10.

Hasil persamaan logit :

( )

Jika karakteristik rumah tangga adalah tinggal di pedesaan, tingkat pendidikan KRT kurang dari sama dengan SLTP, lapangan usaha/sektor pekerjaan utama KRT adalah sektor primer/tidak bekerja dan jumlah ART 10 orang, maka probabilitas rumah tangga tersebut miskin adalah sebesar 0,9021.

[ ][ ]

Sedangkan jika karakteristik rumah tangga adalah tinggal di perkotaan, tingkat pendidikan KRT kurang lebih dari sama dengan SLTA, lapangan usaha/sektor pekerjaan utama KRT adalah sektor lainnya dan jumlah 2 orang, maka probabilitas rumah tangga tersebut miskin adalah sebesar 0,0218.

[ ][ ]

Interpretasi odds ratio :

(13)

perkotaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa wilayah geografis turut berpengaruh terhadap kemiskinan. Ketidakmerataan pembangunan pedesaan mempunyai peran terhadap kemiskinan di wilayah tersebut.

 Hubungan antara tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan kemiskinan rumah tangga adalah positif. Kecenderungan rumah tangga yang kepala rumah tangganya berpendidikan kurang dari atau sama dengan SLTP menjadi miskin adalah 4,578 kali lebih besar jika dibandingkan dengan rumah tangga yang kepala rumah tangganya berpendidikan lebih dari atau sama dengan SLTA.

 Hubungan antara lapangan usaha pekerjaan kepala rumah tangga dengan status kemiskinan rumah tangga adalah positif. Kecenderungan rumah tangga yang kepala rumah tangganya tidak bekerja atau bekerja di sektor primer menjadi miskin adalah 1,444 kali lebih besar jika dibandingkan dengan rumah tangga yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor non primer. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa masyarakat miskin umumnya bekerja di sektor primer.

 Jumlah anggota rumah tangga merupakan variabel yang berpengaruh besar terhadap status kemiskinan rumah tangga. Jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar akan menambah beban rumah tangga tersebut. Odds ratio sebesar 1,577 menunjukkan bahwa setiap penambahan satu anggota rumah tangga akan mengakibatkan resiko rumah tangga menjadi miskin menjadi 1,577 kali lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Kesimpulan

Variabel status daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumah tangga, lapangan usaha pekerjaan KRT dan tingkat pendidikan KRT signifikan mempengaruhi status kemiskinan rumah tangga di Kabupaten Kulonprogo. Variabel-variabel tersebut berpengaruh secara positif. Variabel yang dominan mempengaruhi status kemiskinan rumah tangga adalah tingkat pendidikan KRT dan jumlah anggota rumah tangga. Rumah tangga dengan karakteristik tinggal di pedesaan, tingkat pendidikan KRT kurang dari sama dengan SLTP, lapangan usaha/sektor pekerjaan utama KRT adalah sektor primer/tidak bekerja dan jumlah ART 10 orang, mempunyai probabilitas besar bahwa rumah tangga tersebut miskin.

Saran

Karakteristik jumlah anggota keluarga yang besar merupakan salah satu faktor ynag dominan mempengaruhi status kemiskinan rumah tangga di Kabupaten Kulonprogo. Sehingga, pemerintah perlu menggalakkan kembali program keluarga berencana. Hal tersebut bisa dilakukan dengan melaksanakan sosialisasi program keluarga berencana dengan jangkauan yang lebih luas.

Perlu adanya program yang memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk dapat mengakses fasilitas dasar seperti pendidikan, kesehatan, perumahan dan lingkungan.

Perlu adanya pembinaan pengelolaan usaha sektor primer khususnya sektor pertanian guna meningkatkan produktivitas sektor tersebut. Sehingga kesejahteraan masyarakat yang bekerja pada sektor tersebut pun meningkat.

Daftar Pustaka

(14)

Dinar Butar-Butar. 2008. Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya Dengan Kemiskinan Di Perdesaan (Studi Kasus Dikabupaten Tapanuli Tengah). WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah Vol.4, No. 1, Agustus 2008. (p.6-p.16).

Ennin, et al. 2011. Trend Analysis of Determinants of Poverty in Ghana: Logit Approach. Research Journal of Mathematics and Statistics 3(1): 20-27,2011.

Keban, Yeremias T. (1994). Determinan dan Kebijaksanaan pengentasan Kemiskinan di DIY: Analisis Rumah Tangga Berdasarkan Susenas 1992. Populasi 5 (1), Jakarta.

Nasir, Muhammad dkk. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten Purworejo. EKSEKUTIF I VOLUME 5 NOMOR 2 AGUSTUS 2008

Tjahya, Supriatna. 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Zulfachri, Budi, (2003). Analisis Rumah Tangga Miskin Kota dan Desa di Propinsi Nanggroe

Gambar

Tabel 4. Persentase Rumah Tangga menurut Daerah Tempat Tinggal dan Status Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten Kulonprogo
Tabel 5. Persentase Rumah Tangga menurut Tingkat Pendidikan KRT dan Status Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten
Tabel 7. Persentase Rumah Tangga menurut Jumlah Anggota Rumah Tangga dan Status Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten Kulonprogo

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan bertujuan tidak sekedar proses alih budaya dan alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi juga sekaligus sebagai proses alih nilai (transfer of

Dari hasil analisis menggunakan Quality Evaluation Framework (QEF) peneliti menemukan adanya temuan sebanyak enam Quality Factor yang tidak sesuai dengan target dari pengelola

Tujuan penelitian ini: (1) Mengetahui cara meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 3 Bantul Tahun Ajaran 2012/2013, dengan menggunakan

42/07/19/Th.III, 1Juli 2016 Hidup (SBH) 2012 yang dilaksanakan oleh BPS, yang merupakan salah satu bahan dasar utama dalam penghitungan IHK.Hasil SBH 2012 sekaligus

Maka dari itu, penulis merumuskan pesan dari kampanye ini adalah, “Dengan Baby Led Weaning, Ibu Tetap Aktif, Anak Kenyang dengan cara Menyenangkan” Pesan yang

pembakaran, pengusiran, intimidasi, stigmatisasi, dan penggunaan kekuatan lainnya. Beberapa ciri penggunaan pendekatan kekuatan yang diterakan di atas, seperti adu kuat,

Pada saat pelaksanaan proses kegiatan praktikum peneliti mengamati laju kegiatan siswa sambil terus memberikan pengarahan dan memotivasi siswa untuk selalu aktif

dari guru, mengerjakan tugas dengan baik, dan berdiskusi, sedangkan respon peserta didik secara negatif dapat dilihat dari peserta didik dalam proses pembelajaran