• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Radiologis Emboli Paru Xag

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Gambaran Radiologis Emboli Paru Xag"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

(2)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi 2

Pulmonary embolism atau emboli paru adalah peristiwa infark jaringan paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis oleh peristiwa emboli. Keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis dengan spektrum luas, mulai darei satu gambaran klinis yang asimtomatik sampai keadaan yang mengancam jiwa berupa hipotensi, shock kardiogenik, dan keadaan henti jantung yang tiba-tiba.

Penyebab utama dari suatu emboli adalah tromboemboli vena, namun demikian penyebab lain dapat berupa emboli udara, emboli lemak, cairan amnion, fragmen tumor dan sepsis. Diagnosis suatu emboli paru dapat ditegakkan dari penilaian gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang berupa fototoraks, d-dimer test, pencitraan ventilasi-perfusi, CT-angiograph toraks dengan kontras, angiografi paru, Magnetic Resonance Angiograph, Duplex Ultrasound Extremitas dan Echocardiography Transthoracal.

2.2. Insidensi 2

Insidensi emboli paru di Amerika Serikat dilaporkan hampir 200.000 kasus per tahun dengan angka kematian mencapai 15% yang menunjukkan bahwa penyakit ini masih merupakan problema yg menakutkan dan salah satu penyebab emergensi kardiovaskular yang tersering. Laporan lain menyebutkan bahwa emboli paru secara langsung menyebabkan 100.000 kematian dan menjadi faktor kontribusi kematian oleh penyakit-penyakit lainnya.

2.3. Patofisiologi 3, 4, 5

Ada tiga faktor yang dapat menimbulkan suatu keadaan koagulasi intravaskuler, yaitu:

1. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah 2. Hiperkoagulobilitas darah

(3)

Trauma lokal pada dinding pembuluh darah dapat terjadi oleh karena cedera pada dinding pembuluh darah, kerusakan endotel vaskuler khususnya dikarenakan tromboplebitis sebelumnya. Sedangkan keadaan keadaan hiperkoagulobilitas darah dapat disebabkan oleh terapi obat-obtan tertentu termasuk obat kontrasepsi oral, hormone replacement therapy dan steroid. Disamping itu masih ada sejumlah faktor genetik yang menjadi suatu faktor predisposisi suatu trombosis. Sementara stasis vena dapat disebabkan oleh imobilisasi yang berkepanjangan atau katup vena yang inkompeten yang dimungkinkan terjadi oleh proses tromboemboli sebelumnya. Bila trombus vena terlepas dari tempat terbentuknya, emboli ini akan mengikuti aliran sistem vena yang seterusnya akan memasuki sirkulasi arteri pulmonalis. Jika emboli ini cukup besar, akan dapat menempati bifurkasio arteri pulmonalis dan membentuk saddle-embolus. Tidak jarang pembuluh darah paru tersumbat karenanya. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang akan melepaskan senyawa-senyawa vasokonstriktor arteri pulmonalis seperti serotonin, refleks vasokonstriksi dan hipoksemia yang pada akhirnya akan menimbulkan hipertensi pulmonal. Peningkatan arteri pulmonal yang tiba-tiba akan meningkatkan tekanan ventrikel kanan dengan konsekuensi dilatasi dan disfungsi ventrikel kanan yang pada gilirannya menimbulkan septum interventrikuler tertekan ke kiri dengan dampak terjadinya gangguan pengisian ventrikel dan penurunan distensi diastolik. Dengan berkurangnya pengisiam ventrikel kiri maka curah jantung sistemik akan menurun yang akan mengurangi perfusi koroner dan menyebabkan iskemia miokard. Peninggian tekanan dinding ventrikel kanan yang diikuti oleh adanya emboli paru masif akan menurunkan aliran koroner kanan dan menyebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kanan meningkat yang selanjutnya menimbulkan iskemia dan kardiogenik syok. Siklus ini dapat menimbulkan infark ventrikel kanan, kolaps sirkulasi dan kematian.

(4)

1. Peningkatan resistensi vaskular paru yang disebabkan obstruksi, neurohumoral, atau baroreseptor arteri pulmonalis atau peningkatan tekanan arteri pulmonalis.

2. Pertukaran gas terganggu dikarenakan peningkatan ruang mati alveolar dari dampak obstruksi vaskuler dan hipoksemia karena hipoventilasi alveolar, rendahna unit ventilasi-perfusi dan shunt dari kanan ke kiri dan juga gangguan transfer karbon monoksida.

3. Hiperventilasi alveolar dikarenakan stimulasi refeleks oleh iritasi reseptor. 4. Peningkatan resistensi jalan nafas oleh karena bronkokonstriksi.

5. Berkurangnya compliance paru disebabkan edema paru, perdarahan paru dan hilangnya surfaktan.

2.4. Gejala Klinis

Gambaran klinis emboli paru cukup bervariasi mulai dari yang paling ringan tanpa gejala (asimtomatik) sampai yang paling berat dengan gejala yang paling kompleks. Variasi gambaran klinis emboli paru tergantung pada beratnya obstruksi pembuluh darah, jumlah emboli paru (tunggal atau multipel), ukuran (kecil, sedang atau masif), lokasi emboli, umur pasien dan penyakit kardiopulmonal yang ada. 4, 5, 6

a. Emboli Paru Masif

Gejala klinis timbul akibat tersumbatnya arteri pulmonalis sampai cabang pertama dari arteri pulmonalis yaitu berupa sesak napas, sinkop, sianosis dengan hipotensi arteri sistemik persisten. Obstruksi terjadi pada < 50% vaskular paru, dan disfungsi dari ventrikel kanan dapat dijupai.

b. Emboli Paru Sedang sampai Besar (Submasif)

Gejala klinis timbul akibat tersumbatnya cabang arteri pulmonalis segmental dan subsegmental yaitu berupa tanda-tanda pleuritis, adanya area konsolidasi paru yang terkena, dan efusi pleura.

c. Emboli Paru Kecil sampai Sedang

Gambaran klinis timbul akibat tersumbatnya cabang-cabang arteri pulmonalis berupa sesak napas sewaktu beraktivitas dan apabila emboli terjadi berulang kali, dapat mengakibatkan hipertensi pulmonal.

d. Infark Paru

(5)

pulmonal sehingga menimbulkan peningkatan resistensi vaskular paru dan hipertensi pulmonal. Ganggua respiratorik berupa bronkokonstriksi sehingga menimbulkan hipoksemia arterial dan menurunnya rasio ventilasi/perfusi.

2.5. Pemeriksaan 4, 5, 6

a. Pemeriksaan Analisis Gas Darah

Biasanya didapatkan PaO2 yang rendah (hipoksemia) < 80 mmHg akibat gangguan fungsi ventilasi-perfusi paru. PaCO2 juga menurun <40 mmHg yang disebabkan oleh reaksi kompensasi hiperventilasi sekunder.

b. Pemeriksaan D-Dimer

Plasma D-Dimer merupakan hasil degradasi produk yang dihasilkan oleh proses fibrinolisis endogen yang dilepas dalam sirkulasi saat adanya bekuan. Jadi, apabila kadar D-Dimer didapati mengalami peningkatan di dalam tubuh maka dicurigai telah ada proses pembekuan (clotting) dalam sirkulasi. Batas yang sering digunakan adalah < 500 ng/ml. Apabila kadar D-Dimer > 500 ng/ml maka patut dicurigai adanya bekuan pada sirkulasi. Berikut adalah kadar D-Dimer pada berbagai status klinis.

Status Klinis Kadar Normal

Normal < 500 ng/ml

Umur 500 1.000 ng/ml pada70 th

Kehamilan 200–1.000 ng/ml

(6)

besar gambaran EKG yang timbul pada emboli paru masif sama seperti pada kondisi korpulmonal akut, berupa:

 Gelombang T inversi pada sadapan prekordial kanan  Gelombang P Pulmonal pada sadapan II, III, aVF  Gambaran Right Bundle Branch Block

 Lain-lain : aritmia, takikardia, flutter atrial

d. Pemeriksaan Radiologis 7, 8 1. Foto Toraks

Pemeriksaan x-ray toraks tidak dapat membuktikan ataupun menyingkirkan diagnosis emboli paru secara pasti. Berbagai kelainan radiologi dapat ditemukan pada hasil foto toraks pasien emboli paru. Gambaran atelektasis, efusi pleura, pembesaran arteri pulmonal, kardiomegali, bahkan gambaran toraks normal dapat ditemukan pada pasien emboli paru.

Beberapa tanda khas radiografi yang mungkin dapat ditemukan pada pasien emboli paru, namun tidak spesifik dan tidak sensitif yaitu:

 Hampton’s Hump

(7)

 Palla’s sign

Pembesaran arteri pulmonal desending  Westermark’s Sign

Terdapat penurunan corakan vascular paru di area yang terlokalisasi.

Panah putih menunjukkan Westermark’s sign, panah hitam menunjukkan Palla’s sign.

2. CT Pulmonary Angiography (CTPA)

Pemeriksaan spiral CT yang menggunakan media kontras untuk mengevaluasi pembuluh darah paru.

Emboli Akut:

 luput isi (filling defect) sentral  oklusi pembuluh darah

 distensi pembuluh darah Emboli Kronik:

 luput isi (filling defect) yang eksentrik  kalsifikasi

3. Spiral Pulmonary CT-Scan

(8)

Pemeriksaan ini adalah baku emas (gold standard) untuk diagnosis emboli paru. Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan yang invasive, sehingga tidak efektif dilakukan untuk keadaan kritis. Pemeriksaan ini digantikan oleh spiral CT-Scan yang memiliki akurasi yang sama. Hasil yang positif menunjukkan adanya luput isi (filling defect) intraluminal atau cut off aliran darah.

5. Magnetic Resonance Angiography

Spsesifisitas dan sensitivitasnya sama dengan CT angiografi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan tanpa menggunakan kontras. Namun tidak dapat dilakukan pada pasien gawat.

6. V/Q Scan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya mismatch antara ventilasi dan perfusi paru. Bahan radioaktif diinhalasikan dan diinjeksikan melalui vena. Pada paru yang normal, bahan tersebut akan terdistribusi ke seluruh lapangan paru. Hal ini menunjukkan ventilasi yang normal. Untuk menilai perfusi, bahan radioaktif diinjeksikan melalui vena. Bila terdaapt emboli, bahan radioaktif yang diinjeksikan melalui vena tidak akan tampak pada bagian distal dari emboli akibat oklusi.

2.6. Diagnosis

(9)

2.7. Penatalaksanaan 6, 11

1. Antikoagulan

Merupakan pengobatan utama. Contohnya adalah : heparin, low molecular weight heparin (enoxaparin dan dalteparin), atau fondaparinux

Kecurigaan Klinis Emboli Paru

Tes D-Dimer

Tingkat Kecurigaan Tinggi Tingkat Kecurigaan Rendah

Tes Pencitraan

Fungsi Ginjal baik dan tidak alergi terhadap

bahan kontras

Fungsi Ginjal terganggu dan alergi terhadap

bahan kontras

CT Scan Thoraks V/Q Scan

Tidak Dijumpai Kelainan

USG Tungkai

Tidak Dijumpai Kelainan

(10)

diberikan pada saat awal, disertai pemberian warfarin yang memerlukan beberapa hari untuk efektif. Terapi warfarin erring membutuhkan penyesuaian dosis dan peantauan INR. Pada Emboli Paru INR idealantara 2,0 dan 3,0. Jika serangan Emboli paru berkurang saat terapi warfarin, rentang INR dinaikkan menjadi 2,5 – 3,5, atau menggunakan antikoagulan lain seperti low molecular weight heparin. Terapi warfarin biasanya dilanjutkan hingga 3 – 6 bulan atau seumur hidup jika ada riwayat Emboli Paru atau thrombosis vena dalam sebelumnya, atau terdapat factor resiko. Nilai D-dimer yang tidak normal pada akhir pengobatan merupakan tanda untuk lanjutan pengobatan.

Komplikasi dari emboli paru adalah :

(11)

Prognosis emboli paru tergantung pada luas paru yang terlibat dan kondisi medis yang menyertainya. Emboli kronik paru dapat menyebabkan hipertensi pulmonal. Kematian Emboli Paru yang tidak diobati mencapai 26%

2.10. Pencegahan 6, 11

Pada orang-orang yang memiliki resiko untuk menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah penggumpalan darah di dalam vena.

Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk :

- Menggunakan stoking elastic

Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru.

- Melakukan latihan kaki

- Bangun daritempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.

BAB III KESIMPULAN

(12)

Penyebab utama dari suatu emboli adalah tromboemboli vena, namun demikian penyebab lain dapat berupa emboli udara, emboli lemak, cairan amnion, fragmen tumor dan sepsis.

Diagnosis suatu emboli paru dapat ditegakkan dari penilaian gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang berupa fototoraks, D-Dimer test, pencitraan ventilasi-perfusi, CT-angiograph toraks dengan kontras, angiografi paru, Magnetic Resonance Angiograph, Duplex Ultrasound Extremitas dan Echocardiography Transthoracal. Sampai saat ini angiografi paru merupakan baku emas dalam menegakkan adanya emboli. Namun, pemeriksaan D-Dimer untuk pasien dengan tingkat kecurigaan klinis yang rendah sampai sedang juga masih digunakan sebagai pemeriksaan awal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana Putri Vivi. 2010. Emboli Paru. Cermin Dunia Kedokteran. Available from:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/...180Embliparu . pdf /11_180Embliparu. pdf.

(13)

3. Ouellette, Daniel R. 2012. Pulmonary Embolism. Available From http://emedicine.medscape.com/article/300901-overview. [Accessed August 2012].

4. Torbicki, Adam et al. 2008. Guidelines on the Diagnosis and Treatment of Acute Pulmonary Embolism. European Heart Journal. Available from: http:// http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/guidelines-APE-FT.pdf. [Accessed August 2012].

5. Kostadima, Eleni. 2007. Pulmonary Embolism: Pathophysiology,

Diagnosis and Treatment. Available From:

http://www.hellenicjcardiol.com/archive/full_text/2007/2/2007_2_94.pdf. [Accessed August 2012].

6. Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Tromboemboli Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI: 1040-1046 7. Wallace, T. Miller Jr. 2006. Pulmonary Parenchymal Findings of Diffuse

Airway Disease and Diffuse Pulmonary Vascular Diseae. In: Diagnostic Thoracic Imaging. Philadelphia: 193-195

8. Gunderman, Richard B. 2006. The Circulatory System: Heart and Great Vessels. In: Essential Radiology. Ed 2nd. New York: 59-64

9. Tapson, Victor F. 2008. Acute Pulmonary Embolism. In: N Engl J Med. The New England Journal of Medicine. 1037-1052

10. Kasper, Dennis L., et al. 2005. Pulmonary Thromboembolism. In: Harrison’s Manual of Medicine. McGraw Hill: 685-687

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis zonasi kawasan kota pusaka tersebut didapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan Kota Pusaka di Kota Palembang yaitu faktor

Menimbang, bahwa setelah memeriksa dan meneliti dengan seksama berkas perkara beserta surat – surat yang berhubungan dengan itu serta berikut salinan

(4) Bakal Calon yang telah memenuhi persyaratan dan/atau yang memperoleh hasil penyaringan sama atau lebih dari standar pembobotan nilai kelulusan sebagaimana

Jika tingkat kemiskinan dianalisis per desa di masing-masing tingkat kecamatan, maka terdapat 2 kecamatan yang memiliki tingkat kemiskinan dengan klasifikasi parah

Menguasai sifat gelombang dari elektron berdasarkan teori atom modern 2.Menggambarka n orbital ikatan dan anti ikatan dari suatu molekul

1. Kampung Douwbo dan Syurdori adalah bagian dari Distrik Supiori Timur Kabupaten Supiori berdasrkan aspirasi murni dari masyarakat dan telah disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum

Akan tetapi, melihat bahwa dalam ruwatan anak ontang anting terdapat banyak sekali unsur Islam, dan tujuan pelaksanaannya pun mengandung nilai yang positif dan tidak

Teori ini dapat dilihat pada scene yang menunjukkan Muse, yaitu serang kapten atau pemimpin dari para perompak terlalu berambisi dengan tujuannya untuk membajak serta merampok