17
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1.
Pengembangan Model
Menurut Suparman (2014: 9) model adalah suatu gambaran realita struktur dan tatanan yang dapat ditampilkan dalam bentuk deskripsi verbal atau konseptual, langkah kegiatan atau prosedur, replika fisik atau visual, persamaan atau rumus. Haryati (2012: 8) berpendapat bahwa model diartikan sebagai langkah atau prosedur dalam mencapai tujuan yang digunakan sebagai patokan untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa model mempunyai karakteristik deskriptif naratif. Di dalam model terdapat prosedur atau siklus dan mempunyai tujuan khusus. Model juga digunakan untuk mengukur ketercapaian dan menggambarkan suatu sistem.
Setiap model selalu mempunyai tujuan untuk menghasilkan sebuah sistem yang efektif dan efisien
untuk mewujudkan ketercapaian tujuan.
Karakteristik sebuah model dianggap baik, menurut Haryati (2012: 20) memiliki tujuan : (1) memberikan
gambaran tentang kerja sistem dengan
18 perubahan, (2) menghasilkan aturan-aturan yang bernilai agar terjadi keteraturan dalam sebuah sistem, (3) menampilkan data dan format ringkas dengan tingkat kesulitan yang rendah. Dragadinis (2006: 51) juga menambahkan beberapa kriteria penyusunan suatu model yang efektif yaitu: (1) identifikasi kerangka kunci, (2) tiap tahap dalam kerangka diperinci, (3) memodifikasi dan menyeleksi bagian proses, (4) menyusun proses, (5) melakukan perbaikan model.
Menurut Suparman (2014: 9) ada beberapa kategori model yaitu: (1) model konseptual, (2) model prosedural, (3) model matematikal. Model konseptual adalah model yang bersifat analitis yang memberikan atau menjelaskan komponen-komponen produk yang
akan dikembangkan dan keterkaitan antar
komponennya. Model ini memperlihatkan hubungan antarkonsep yang satu dengan yang lain, yang dalam hal ini konsep-konsep itu tidak memperlihatkan urutan secara bertahap. Konsep atau komponen yang satu tidak lebih awal dari konsep atau komponen yang lain. Urutan boleh diawali dari mana
saja. Model konseptual lebih bersifat
konstruktivistik, artinya urutan bersifat terbuka, berulang atau rekursif dan fleksibel. Model
prosedural adalah model deskriptif yang
19 prosedural yang harus diikuti untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Model prosedural biasanya berupa langkah-langkah, yang diikuti secara bertahap dari langkah awal hingga langkah akhir. Model matematikal adalah model yang berbentuk rumus yang mendeskripsikan.
Jenis model yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah model prosedural, dimana akan menjelaskan komponen-komponen dan keterkaitan serta langkah-langkah pelaksanaan tiap komponen,
yang dimulai dari tahap perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, sampai tahap evaluasi.
20
bahwa “pengembangan meliputi kegiatan
mengaktifkan sumber, memperluas kesempatan, mengakui keberhasilan, dan mengintegrasikan kemajuan”.
Pengembangan model disusun berdasarkan pengalaman pelaksanaan program yang baru dlaksanakan, kebutuhan individu atau kelompok, dan disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan lingkungan. Dalam mengembangkan sebuah model dapat dilakukan melalui serangkaian
proses penelitian dan pengembangan (Research and
Development) yang merupakan proses/metode yang digunakan untuk memvalidasi dan mengembangkan produk (Sugiono,2016: 28). Memvalidasi produk artinya produk tersebut sudah ada, dan peneliti hanya menguji efektivitas atau validasi produk
tersebut. Mengembangkan produk berarti
memperbarui produk yang telah ada sehingga menjadi praktis, efektif, dan efisien, atau menciptakan produk baru , yang sebelumnya belum ada (Sugiono,2016; 28). Selanjutnya, masih menurut Sugiono (2016: 29) bahwa penelitian pengembangan adalah kajian yang sistematis tentang cara membuat
rancangan sebuah produk, kemudian
21 Terdapat beberapa model penelitian dan pengembangan, yaitu model Kemp, Dick and Carey, Thiagajaran (4D), Borg and Gall, dan sebagainya. Model Kemp ( Trianto, 2011: 81) Pengembangan merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Tiap-tiap langkah pengembangan berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut. model Kemp memiliki kelebihan bahwa tiap peneliti bebas melakukan pengembangan secara
acak, karena unsur-unsurnya memiliki
ketergantungan. Meskipun demikian, model Kemp langkahnya tidak sistematis, langkah-langkah yang ditempuh untuk tiap peneliti bisa berbeda beda sehingga kurang cocok untuk penelitian pengembangan. Model Thiagajaran (4D) lebih sistematis dibandingkan model Kemp, dimana tiap langkah pelaksanaan dibagi secara detail dan sistematis, tetapi lebih cocok untuk pengembangan
perangkat, bukan pengembangan sistem.
22 diujicobakan dan banyak digunakan dalam penelitian bidang pendidikan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model pengembangan Sugiono. Sugiono (2016)
mengembangkan sepuluh tahapan dalam
mengembangkan model, yaitu:
1.Potensi dan Masalah
Potensi adalah segala sesuatu yang bila digunakan akan memiliki nilai tambah. Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi. Potensi dan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ditunjukkan
melalui data empirik dan up to date.
2.Pengumpulan Data
Setelah potensi dan masalah ditunjukkan secara
faktual dan up to date, selanjutnya dikumpulkan
berbagai informasi mengenai konsep dan teori
yang menunjang sebagai bahan untuk
merencanakan produk yang sesuai dengan kebutuhan.
3.Desain Produk
Berdasarkan hasil potensi dan masalah serta pengumpulan data dari konsep dan teori yang relevan,selanjutnya dibuat sebuah desain produk yang sesuai dengan kebutuhan.
23 Validasi desain dilakukan sebagai proses kegiatan untuk menilai apakah desain produk yang dibuat secara rasional akan efektif digunakan. Validasi desain dapat menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli untuk menilai desain produk tersebut, selanjutnya dapat diketahui kelemahan – kelemahan desain.
5.Perbaikan Desain
Berdasarkan hasil penilaian dan saran yang diberikan oleh validator, selanjutnya dilakukan perbaikan desain. Perbaikan desain dilakukan oleh peneliti untuk menghasilkan desain produk yang yang rasional dan dapat menjawab kebutuhan.
6.Uji Coba Produk
Dalam bidang pendidikan, desain produk yang telah diperbaiki tidak dapat langsung di implementasikan di lapangan tetapi harus diuji coba. Uji coba tahap awal dilakukan melalui simulasi. Setelah disimulasikan, maka dapat diujicobakan pada kelompok terbatas. Pengujian dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi apakah produk tersebut lebih efektif dan efisien dibandingkan produk sejenis sebelumnya.
7.Revisi Produk
24
8.Ujicoba Pemakaian
Setelah pengujian terhadap produk berhasil dan
mungkin terdapat beberapa revisi kecil,
selanjutnya produk dapat diterapkan dalam lingkup yang lebih luas. Dalam pelaksanaannya, produk tersebut tetap harus dinilai kekurangan dan hambatan yang muncul guna perbaikan lebih lanjut.
9.Revisi Produk
Revisi produk dilakukan, apabila dalam
pemakaian produk dalam skala luas terdapat kekurangan dan kelemahan. Dalam uji pemakaian pembuat produk mengevaluasi kinerja produknya di lapangan untuk mengetahui kelemahan yang
ada, sehingga dapat digunakan untuk
menyempurnakan produk.
10. Pembuatan Produk Massal
Bila produk tersebut dinyatakan efektif dalam beberapa kali pengujian, maka produk tersebut dapat diterapkan dalam skala massal.
10.1.
Penjaminan Mutu Sekolah
Fattah (2012; 2) berpendapat bahwa banyak faktor yang dibutuhkan untuk mencapai dan memelihara mutu. Kaitan dengan mutu, peran dan
fungsi sistem penjaminan mutu (Quality Assurance
25 merupakan kata lain dari serangkaian kegiatan
monitoring, evaluasi atau kajian (review) mutu.
Kegiatan penjaminan mutu bertujuan untuk membangun kepercayaan melalui pemenuhan standar minimum pada komponen input, proses, dan output sesuai dengan yang diharapkan oleh pemakai. Terdapat dua bentuk penjaminan mutu, yaitu (1)
Desain kegiatan proses perbaikan dan
pengembangan mutu berkelanjutan (continous quality
improvement), (2) Budaya mutu (quality culture) yang
mengandung tata nilai (values). Berdasarkan
pendapat tersebut diatas, penjaminan mutu diartikan sebagai suatu sistem yang mengandung tata nilai dan asas dalam proses perubahan,
perbaikan dan peningkatan mutu secara
berkelanjutan.
26 atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan masyarakat untuk meningkatkan tingkat kecerdasan bangsa melalui pendidikan.
Menurut Usman (2006: 418) penjaminan mutu adalah seluruh kegiatan terencana, sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan yang diterapkan dalam manajemen mutu untuk meyakinkan bahwa seluruh proses telah melalui standar mutu dan aturan yang ditetapkan.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan yang terencana, sistematis, terintegrasi dengan tujuan untuk membangun kepercayaan pihak pemangku kepentingan melalui pemenuhan standar mutu yang telah ditetapkan yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Menurut Sani (2015: 11) tahapan kegiatan penjaminan mutu yang umum digunakan mengacu pada siklus manajemen, yaitu menggunakan
langkah-langkah Plan-Do-Check-Action (PDCA).
Penjaminan mutu (quality Assurance) merupakan
bagian dalam sistem mutu yang direncanakan sejak
awal (plan), sebagai acuan mutu dalam pelaksanaan
27
standar yang ditentukan (check), dan kemudian
ditingkatkan (act).
Selain konsep PDCA, siklus manajemen yang dapat digunakan dalam tahapan penjaminan mutu
adalah POAC (Plan,Organize,Act,Control). Siklus
tersebut dikemukakan oleh Terry (2013) dalam bukunya yang berjudul “ Prinsip – Prinsip Manajemen” membagi fungsi manajemen dalam
empat tahap, yaitu perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (acting), dan evaluasi (controlling). Tahap awal dalam sistem mutu adalah menyusun perencanaan sesuai tujuan yang ingin dicapai, kemudian memilih orang-orang
yang berkompeten untuk melaksanakan
perencanaan tersebut (pengorganisasian). Orang yang mempunyai kemampuan dan keahlian akan
menggunakan rencana sebagai pedoman
melaksanakan tugas (pelaksanaan). Tahap terakhir dari siklus ini adalah evaluasi, seluruh pelaksanaan kegiatan akan dievaluasi sehingga akan teridentifiksi
apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan
28
Gambar 2.1 Fungsi Manajemen (Terry,2013)
Menurut Sani (2015: 12) penjaminan mutu tidak hanya fokus pada akhir layanan pendidikan, akan tetapi melakukan penjaminan mutu pada saat kegiatan pendidikan berlangsung. Skema proses penjaminan mutu agar produk tetap konsisten terhadap standar dapat dideskripsikan seperti dalam gambar 2.2
Gambar 2.2 Proses Penjaminan Mutu (Sani,2015)
Berdasarkan gambar 2.2 proses penjaminan mutu pendidikan dimulai dengan penetapan standar,
Standar
Prosedur
Input
Pemeriksaan dan Tindak Lanjut dalam Meningkatan Produk
Proses Konsistensi
Perencanaan Pengorganisas ian
Pelaksanaan
Fungsi Manajemen
29 prosedur, dan input suatu sistem. Sedangkan produk dari proses penjaminan mutu adalah konsistensi antara standar, prosedur dalam proses yang sesuai dengan standar, dan prosedur dalam input yang telah ditetapkan sebelumnya. Derajad konsistensi antara standar mutu dengan produk yang dihasilkan harus diperiksa selama proses
sehingga memperoleh umpan balik dalam
menindaklanjuti proses pendidikan dan dapat dilakukan peningkatan mutu pendidikan yang sedang dilaksanakan.
Pada implementasi penjaminan dan
30 pendidikan tersebut bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 dijelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan mencakup delapan standar. Delapan standar tersebut meliputi: (1) Standar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Sarana Prasarana, (5) Standar Pengelolaan, (6) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian. Delapan standar inilah yang menjadi ukuran mutu layanan pendidikan pada satuan pendidikan. Setiap sekolah seharusnya memenuhi standar yang telah ditetapkan atau menerapkan standar yang dikembangkan oleh sekolah berdasarkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
10.2.
Penjaminan Mutu Internal
31 penjaminan mutu yang berjalan didalam satuan pendidikan dan dijalankanoleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan. SPME adalah sistem
penjaminan mutu yang dilaksanakan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, lembaga akreditasi, dan lembaga akreditasi pendidikan.
SPMI disebut juga sebagai sistem penjaminan
mutu pendidikan pada satuan pendidikan
(Kemdikbud, 2016: 4) mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya untuk mencapai SNP. Pelaksanaan penjaminan mutu oleh satuan pendidikan bertujuan untuk memastikan bahwa keseluruhan unsur yang terkait dalam satuan pendidikan dapat berjalan sesuai SNP untuk menjamin terwujudnya budaya mutu di satuan pendidikan.
Dalam implementasinya, SPMI memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut (Kemdikbud ,2016:
12) : (1) Mandiri, dikembangkan dan
diimplementasikan secara mandiri oleh setiap satuan pendidikan; (2) Terstandar, menggunakan SNP yang ditetapkan pemerintah pusat dan standar yang
ditetapkan satuan pendidikan bagi satuan
32 meliputi organisasi, kebijakan, dan proses-proses yang terkait; (4) Sistematik dan Berkelanjutan, dilaksanakan secara berkelanjutan mengikuti lima langkah penjaminan mutu yang membentuk suatu siklus; (5) Terdokumentasi, seluruh aktivitas dalam pelaksanaan didokumentasikan.
Pada intinya penjaminan mutu internal merupakan rencana dan tindakan yang sistematis dalam menyediakan kepercayaan terhadap mutu. Pada proses penjaminan mutu dilakukan kegiatan penyempurnaan berupa upaya pemenuhan mutu untuk mencapai SNP atau melakukan peningkatan standar jika SNP telah terpenuhi.
Menurut Sani (2015;153), proses penjaminan mutu mengandung enam ciri fungsional, yaitu : (1)Penetapan standar, merupakan kriteria minimal yang harus dipenuhi satuan pendidikan dan merupakan dokumen tingkat mutu yang disusun berdasarkan SNP. (2)Evaluasi secara terus menerus, dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat
ketercapaian standar (3)Pemenuhan standar,
merupakan pelaksanaan penjaminan mutu yang melibatkan sumber daya manusia sesuai dengan peran,tugas dan tanggungjawab untuk masing-masing standar. (4)Audit internal, kegiatan audit
internal adalah melakukan penilaian atas
33 dilakukan oleh tim mutu sekolah. (5)Rekomendasi peningkatan mutu, berdasarkan temuan hasil kegiatan audit mutu internal, unit penjaminan mutu menyampaikan rekomendasi peningkatan mutu. (6)Peningkatan mutu berkelanjutan, berdasarkan rekomendasi peningkatan mutu dilakukan tindak lanjut upaya perbaikan untuk memenuhi standar. Berdasarkan ciri fungsional penjaminan mutu tersebut, siklus penjaminan mutu internal dapat dilihat dalam gambar 2.3.
Menurut Kemdikbud (2016: 13-14) Siklus SPMI yang wajib dilaksanakan dan diikuti oleh satuan pendidikan: (1) Pemetaan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan berdasarkan SNP melalui kegiatan Evaluasi Diri Sekolah (EDS); (2) penyusunan rencana peningkatan mutu yang
PENETAPAN
STANDAR PEMENUHAN STANDAR
34 dituangkan dalam Rencana Kerja sekolah (RKS); (3)
Pelaksanaan pemenhan mutu baik dalam
pengelolaan satuan pendidikan maupun proses pembelajaran; (4) Monitoring dan Evaluasi proses pelaksanaan pemenuhan mutu yang telah dilakukan; dan (5) Penetapan standar baru dan penyusunan strategi peningkatan mutu berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi. Seluruh langkah dalam
siklus SPMI dengan melibatkan pemangku
kepentinan terlihat pada gambar 2.4 sebagai berikut :
35 Fokus pelaksanaan SPMI adalah adanya peningkatan mutu pada satuan pendidikan secara berkelanjutan. Peningkatan mutu dapat terwujud apabila terdapat unsur penjaminan mutu didalam manajemennya. Menurut Kemendikbud (2016: 16) unsur penjaminan mutu tersebut adalah Tim Penjamin Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS) yang merupakan tim independen diluar diluar manajemen sekolah yang minimal berisi perwakilan pimpinan
satuan pendidikan, pendidik, dan tenaga
kependidikan lainnya serta komite di satuan pendidikan tersebut. Struktur Tim Penjaminan Mutu pendidikan Sekolah dapat dilihat pada gambar 2.5.
36 Indikator mutu merupakan gambaran terhadap
layanan pendidikan dalam menunjukkan
kemampuannya dalam memenuhi standar yang dipersyaratkan dan memuaskan kebuthan yang diharapkan. Kemendikbud (2016: 18) menyatakan bahwa ukuran keberhasilan penjaminan mutu oleh satuan pendidikan terdiri dari: (1) Indikator proses, meningkatnya kemampuan satuan pendidikan dalam menjalankan siklus penjaminan mutu yang dapat diidentifikasi dari adanya perubahan pengelolaan
satuan pendidikan; adanya kebijakan dan
implementasi kebijakan yang mengacu pada SNP; meningkatnya kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan rencana pemenuhan mutu yang disusun; dan meningkatnya kemampuan untuk memonitor dan megevaluasi mekanisme yang telah dilakukan; (2) Indikator output, terwujudnya peningkatan mutu pendidikan yang ditunjukkan dengan meningkatnya kompetensi pendidik dalam menjalankan proses pembelajaran mulai dari perencanaan hingga penilaian, pengembangan
kegiatan ekstrakurikuler, meningkatnya
pengelolaansarana prasarana dan keuangan,
37 kependidikan; prestasi satuan pendidikan beserta anggota; terwujudnya lingkungan belajar yang
menyenangkan; adanya penghargaan serta
dukungan finansial pemangku kepentingan; (4) Indikator Dampak, terbangunnya budaya mutu dengan terlaksananya penjaminan mutu yang berkesinambungan dan berkelanjutan pada satuan pendidikan.
10.3.
Penelitian Yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berkenaan dengan penjaminan mutu sekolah. Penelitian yang pertama dilakukan oleh Iwan Irawan pada tahun 2013 yang berjudul Sistem Penjaminan Mutu Internal Sekolah Menengah Kejuruan (Studi kasus di SMK N 1, SMK N 6, dan SMK N 7 Bandung). Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, sedangkan proses pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan studi dokumen. Dalam penelitian ini data yang terkumpul kemudian dianalisis dan diolah dengan menggunakan alat
bantu software Analisis data kualitatif NVivo 10.
38 penjaminan mutu internal sekolah, hal tersebut ditandai dengan 1)Perencanaan/Desain penjaminan mutu masih berpotensi untuk disusun secara komprehensif mulai dariawal, 2) Monitoring dan evaluasi perlu adanya peningkatan mutu kinerja sistem yang dapat melahirkan instrumen yang handal sebagai alat ukur dan alat kontrol, temuan
tersebut didasari oleh teori sebagaimana
disampaikan Walter (1994: 62) bahwa elemen utama dalam penjaminan mutu adalah desain dan kontrol, dengan demikian penelitian ini merekomendasikan Model Hipotetik Sistem Penjaminan Mutu Internal sekolah yang dititikberatkan pada komponen desain dan kontrol dalam pelaksanaan penjaminan mutu internal sekolah dengan menggunakan SIM berbasis WEB. Komponen penting sistem penjaminan mutu internal sekolah terbagi pada (1) Tahap Desain, yang
meliputi pemahaman terhadap kebutuhan
penjaminan mutu internal dengan menggunakan pendekatan QFD, pemetaan mutu sebagai dasar dalam proses analisis kebijakan penjaminan mutu, penyusunan standar, dan penyusunan instrumen, (2) Tahap kontrol meliputi, tindakan preventif terhadap
mutu desain, tindakan korektif terhadap
39 Tahap evaluasi, sebagai analisis terhadap mutu hasil
sebagai feedback terhadap perbaikan mutu
selanjutnya. Melalui penelitian ini penulis
mendapatkan informasi mengenai komponen-komponen penting dalam penjaminan mutu internal di sekolah kejuruan.
Penelitian yang relevan dengan penjaminan mutu internal juga dilakukan oleh Rohmad Sodiq pada tahun 2017 dengan judul penelitian Evaluasi Penjaminan Mutu Pendidikan di SMK Negeri 1 Magelang. Lain dengan penelitian yang pertama, penelitian ini menggunakan metode evaluasi. Teknik
yang digunakan adalah Goal Free Evaluation Model.
40 pelaksanaan pemenuhan mutu, dan (5) evaluasi pemenuhan mutu. Hasil dari penelitian ini adalah semua program dalam penjaminan mutu telah sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) sehingga perlu adanya program kearah peningkatan mutu diatas SNP atau peningkatan mutu berkelanjutan. Dari penelitian ini, penulis mendapatkan informasi
mengenai tahapan-tahapan dalam proses
penjaminan mutu internal di sekolah kejuruan terutama mengetahui bahwa bentuk pemetaan mutu diwujudkan dalam EDS dan pemenuhan mutu diwujudkan dalam Rencana Kerja Sekolah (RKS).
Penelitian ketiga dilakukan oleh Ahmad Sulaiman dkk dengan judul Implementasi Sistem
Penjaminan Mutu Internal Sebagai Upaya
41 informasi tentang Siklus Penjaminan Mutu Internal melalui tujuh langkah, diantaranya; (1) penetapan standar; (2) pelaksanaan; (3) monitoring; (4) Evaluasi diri; (5) audit mutu internal; (6) rumusan koreksi; (7)
peningkatan mutu; (8) peningkatan mutu
berkelanjutan. Berbeda dengan penelitian pertama dan kedua yang dilaksanakan di sekolah kejuruan, penelitian ini dilakukan di perguruan tinggi. Meskipun demikian peneliti mendapatkan informasi tentang tahapan atau siklus penjaminan mutu internal yang lebih luas dan lengkap. Dalam penelitian ini ada beberapa penambahan tahapan dalam proses penjaminan mutu internal yang tidak terdapat dalam dua penelitian sebelumnya, yaitu audit mutu dan rumusan koreksi. Audit Mutu Internal (AMI) adalah audit penjaminan mutu dan konsultasi yang independen serta obyektif terhadap kegiatan operasional akademik. Sedangkan rumusan koreksi selanjutnya akan menjadi bahan untuk
mengkaji ulang (review) audit mutu internal
berikutnya apakah sudah ada tindakan perbaikan
yang dilakukan. Hasil rumusan koreksi
mengarahkan kepada mengarahkan pada
peningkatan mutu melalui penetapan standar atau perencanaan baru pada tahap selanjutnya.
Penelitian keempat dilakukan oleh Dirk Van
42
International Quality Assurance and Accreditation in Higher in Relation to Trade in Education Service. Damme menyatakan bahwa standar penjaminan mutu dan akreditasi pada tiap negara berbeda-beda. Untuk mewujudkan kualitas penjaminan dan akreditasi yang diakui secara internasional perlu adanya kerjasama antar negara. Beberapa strategi bisa dilakukan dengan melakukan tahapan-tahapan kerjasama, antara lain melalui pertukaran informal dan kerjasama , perjanjian pengakuan secara formal, dan penyusunan sistem akreditasi Internasional. Dalam kajian ini peneliti mendapatkan informasi tentang penjaminan mutu pendidikan yang diakui secara internasional sebagai tindak lanjut dari penjaminan mutu internal dan nasional untuk mewujudkan mutu pendidikan yang diakui secara internasional.
10.4.
Kerangka Berpikir
43 RKS, sehingga proses penyusunannya tidak konsisten dengan hasil EDS dan tidak dapat memenuhi kebutuhan sekolah. Selain itu kinerja tim pengembang sekolah tidak maksimal, dalam
pelaksanaan pemenuhan mutu tidak
mengedepankan unsur prioritas, sehingga
kebutuhan sekolah yang sangat mendesak tidak terpenuhi. Dengan demikian, meskipun RKS telah tersusun, akan tetapi tidak digunakan secara optimal untuk memperbaiki mutu pendidikan, bahkan tidak ada evaluasi dan monitoring atas pelaksanaan perbaikan mutu yang telah dilaksanakan. Beberapa
hal tersebut menunjukkan bahwa SMK
Pembangunan Ampel belum maksimal dalam melakukan penjaminan mutu secara internal, karena tidak paham terhadap teknis dan tahapan-tahapan penjaminan mutu yang benar dan sistematis untuk peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Tahap awal yang akan dilakukan adalah menganalisis bagaimana sistem penjaminan mutu internal dan efektifitasnya bagi peningkatan mutu yang telah dilakukan oleh SMK Pembangunan Ampel. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil analisis akan menjadi masukan bagi pengembangan model penjaminan mutu internal. Pengembangan model penjaminan mutu internal
44 pengembangan dari Sugiono (2016) dan mengkaji literatur tentang penjaminan mutu internal. Bagan kerangka berpikir sebagai berikut :
Gambar 2.6. Kerangka berpikir
Penjaminan Mutu Internal menggunakan model
yang sudah ada
Penjaminan mutu internal tidak terkonsep dan pelaksanaanya kurang
efektif
Perlu pengembangan
model yang terkonsep dan
efektif
Pengembangan model penjaminan mutu
internal