1
D
AFTAR ISI
Hal.
DELINEASI WILAYAH
2
ISU DAN PERMASALAHAN
6
KEUNGGULAN WILAYAH
25
KONSEP AWAL PENGEMBANGAN
28
KETERANGAN COVER:
2
D
ELINEASI WILAYAH
Terdapat banyak definisi yang menjelaskan mengenai metropolitan. Namun pada dasarnya dapat diambil satu kesimpulan bahwa kawasan metropolitan merupakan kawasan perkotaan dengan karakteristik aktivitas ekonomi yang teraglomerasi, jumlah penduduk yang relatif besar serta luas lahan terbangun yang cukup luas.
Metropolitan merupakan sebuah symptom, gejala kenampakannya bukan merupakan sesuatu yang direncanakan, melainkan tumbuh dengan sendirinya. Keberadaannya ditandai dengan adanya suatu aglomerasi berbagai kegiatan, ekonomi, pendidikan, sosial, dan sebagainya. Namun tanpa adanya pengembangan dan pengelolaan, tidak ada jaminan bahwa metropolitan akan berkembang ke arah positif. Metropolitan dapat tumbuh secara liar dan tidak terarah. Tentu saja pertumbuhan seperti itu tidak dikehendaki karena pertumbuhan demikian justru akan menimbulkan berbagai persoalan perkotaan seperti kemiskinan, pengangguran, tumbuhnya permukiman kumuh (slum), permukiman liar (squatter) serta permasalahan sosial seperti meningkatnya tingkat kriminalitas perkotaan.
3 TABEL 1
RUANG LINGKUP WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010 DAN 2025
Kabupaten/
Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2011
4
GAMBAR 1 METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010
GAMBAR 2 METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2015
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010
7 kota/ kabupaten 82 kecamatan Populasi 11,6 juta jiwa Luas 300.845 Ha
7 kota/ kabupaten 83 kecamatan Populasi 14,3 juta jiwa Luas 310.753 Ha
Urban Suburban
5
GAMBAR 3 METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2020
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010
GAMBAR 4 METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2025
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010
7 kota/ kabupaten 103 kecamatan populasi 18,36 juta jiwa Luas 450.924 Ha
Urban Suburban
7 kota/ kabupaten 111 kecamatan Populasi 23,16 juta jiwa Luas 503.634 Ha
6
I
SU DAN PERMASALAHAN
Perkembangan Metropolitan Bodebek Karpur tidak hanya dipengaruhi oleh perkembangan DKI Jakarta, tetapi juga berbagai kebijakan sektoral yang terdapat di wilayah metropolitan ini. Berbagai isu dan persoalan Metropolitan Bodebek Karpur yang terkait dengan perkembangan ekonomi wilayah, sosial kependudukan, transportasi, perumahan, infrastruktur prasarana wilayah, dan lingkungan, akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Transportasi
Sistem Transportasi terdiri atas sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan. Sistem kegiatan dibentuk oleh penduduk dengan kegiatannya seperti desa, kota, dan wilayah lainnya. Sistem jaringan terdiri atas fasilitas dan layanan transportasi udara, laut, ferry, darat, dan kereta api. Sedangkan sistem pergerakan adalah komponen arus lalu lintas seperti besaran (volume), waktu perjalanan, moda, dan sebagainya.
Pada umumnya, semakin tinggi kepadatan penduduk dan semakin pesatnya perkembangan kegiatan ekonomi penduduk di suatu wilayah, maka semakin kompleks pula masalah transportasi yang dihadapi. Wilayah metropolitan diwarnai oleh sistem kegiatan dengan kepadatan penduduk tinggi, keanekaragaman kegiatan ekonomi, tingginya tingkat urbanisasi, tingginya intensitas perkembangan dan alih guna lahan yang tinggi, serta perkembangan ekspansif ke wilayah sekitar. Perkembangan sistem kegiatan di metropolitan akan berdampak pada tingginya sistem pergerakan, dan tingginya sistem pergerakan tersebut juga akan memberikan dampak yang signifikan pada perkembangan sistem kegiatan.
Salah satu permasalahan transportasi di wilayah metropolitan adalah kemacetan. Persoalan kemacetan merupakan gejala (symptom) dari kemungkinan berbagai akar permasalahan mulai dari yang sederhana sampai dengan yang sangat kompleks. Akar permasalahan tersebut dapat berasal dari satu atau lebih sistem-sistem yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu sistem-sistem kegiatan, sistem-sistem jaringan, sistem pergerakan, dan sistem kelembagaan.
7
penunjang yang terkait. Pemusatan spasial dan temporal di metropolitan dapat kita lihat dari semakin tingginya urbanisasi, meningkatnya intensitas alih guna lahan dan semakin tingginya intensifikasi guna lahan di perkotaan. Selain itu, karakteristik pembangunan metropolitan adalah menumpuknya pertumbuhan sepanjang koridor jalan-jalan utama kota dan pertumbuhan ekspansif suburbanisasi yang memusat sepanjang koridor ke luar kota (ribbon development). Persoalan terkait sistem kegiatan lainnya adalah pembangunan kota baru, kawasan industri, dan permukiman skala besar di sepanjang jalan tol (arteri primer) yang pada umumnya ditunjang oleh sistem jaringan internal yang memadai, namun pembangunan tersebut menimbulkan eksternalitas makro dalam lingkup regional. Persoalan-persoalan ini dapat ditemukan di Metropolitan Bodebek Karpur yang merupakan wilayah dengan perkembangan pembangunan kawasan industri dan kota baru yang sangat pesat.
Ditinjau dari sistem kegiatannya, guna lahan di Metropolitan Bodebek Karpur menunjukkan perkembangan wilayah dengan pola ribbon development. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Gambar tersebut mengilustrasikan guna lahan sistem jaringan jalan di Metropolitan Bodebek Karpur yang di-overlay dengan guna lahan dan lahan terbangun kawasan tersebut pada tahun 2010. Dari hasil overlay dapat diketahui bahwa aktivitas non pertanian dan lahan terbangun cenderung mendominasi guna lahan di sekitar jalan tol dan jaringan jalan lain di Metropolitan Bodebek Karpur.
GAMBAR 5 OVERLAY SISTEM JARINGAN JALAN DENGAN GUNA LAHAN METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
8
GAMBAR 6 OVERLAY SISTEM JARINGAN JALAN DENGAN LAHAN TERBANGUN METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda WJP 2010
9
GAMBAR 7 PERBANDINGAN KEPADATAN JALAN DI KOTA-KOTA MEGAPOLITAN
Sumber: Tokyo Metropolitan White Paper 2000, Economic Outlook in Thailand 1996/97 dalam Studi JAPTraPIS, 2013
Kepadatan jalan di suatu wilayah dapat diukur pula dengan membandingkan panjang jalan dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut. Dalam lingkup wilayah Bodebek Karpur, perbandingan panjang jalan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk ditunjukkan pada Tabel 2 dan kepadatan jalan di masing-masing wilayah administrasi di Bodebek Karpur ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Kedua gambar tersebut menunjukkan kepadatan jalan di masing-masing wilayah administratif di Bodebek Karpur, namun tidak menunjukkan kepadatan jalan khusus di wilayah metropolitan. Walaupun demikian, kedua grafik tersebut dapat menunjukkan kepadatan jalan di Kota Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi yang seluruh wilayahnya termasuk dalam delineasi wilayah metropolitan Bodebek Karpur. Dari ketiga kota tersebut, Kota Bekasi merupakan kota yang memiliki kepadatan jalan yang rendah baik berdasarkan luas wilayah maupun jumlah penduduk. Di sisi lain, Kota Bogor memiliki kepadatan jalan yang lebih baik daripada Kota Depok dan Kota Bekasi baik berdasarkan luas wilayah maupun jumlah penduduk.
10,3
2,1
15,4
7,6
23,2
16,6
20
8,1
10 TABEL 2
PERBANDINGAN PANJANG JALAN DENGAN LUAS WILAYAH DAN JUMLAH PENDUDUK DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2011
No Kabupaten/Kota
6 Kabupaten Karawang 1538,99 49,19 45,24 1633,42 1914,16 2165,996
7 Kabupaten Purwakarta 738,05 58,81 42,91 839,77 989,89 867,828
Sumber : Website Pusdalisbang Provinsi Jawa Barat, 2013
11 GAMBAR 8 KEPADATAN JALAN BERDASARKAN LUAS WILAYAH DI
BODEBEK KARPUR TAHUN 2011
GAMBAR 9 KEPADATAN JALAN BERDASARKAN JUMLAH PENDUDUK DI
BODEBEK KARPUR TAHUN 2011
Sumber : Analisis Tim WJPMDM, 2013
Mengacu kepada proyeksi yang dilakukan dalam SITRAMP, jika kondisi transportasi tetap dibiarkan seperti saat ini, maka hampir seluruh ruas jalan di The Greater Jakarta akan mengalami kemacetan lalu lintas. Hal tersebut diindikasikan dengan nilai VCR (Volume Capacity Ratio) yang lebih besar dari satu. Nilai VCR diatas 1 menunjukkan bahwa volume kendaraan yang melalui jaringan jalan sudah melampaui kapasitas jaringan jalan.
GAMBAR 10 PROYEKSI KONDISI TRANSPORTASI DI GREATER JAKARTA
Sumber: SITRAMP, 2004
12
Metropolitan Bodebek Karpur akan mencapai tingkat yang jenuh. Sebagai perbandingan, berikut akan disajikan kondisi infrastruktur transportasi di Metropolitan Bodebek Karpur pada tahun 2010 (eksisting) dibandingkan dengan perkembangan Metropolitan Bodebek Karpur tahun 2025 hasil proyeksi.
Pada tahun 2010, kondisi infrastruktur transportasi di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur ditunjukkan pada Gambar 11. Infrastruktur transportasi ini membentuk kesatuan dengan wilayah di sekitarnya. Pada dasarnya kondisi infrastruktur transportasi eksisting di Wilayah Bodebek Karpur memanjang dari barat ke timur serta dari utara ke selatan dengan poros utamanya yaitu DKI Jakarta.
GAMBAR 11 INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI EKSISTING
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda WJP 2010
13
Apabila dibandingkan dengan proyeksi perkembangan urban dan sub urban di Metropolitan Bodebek Karpur tahun 2025, maka dapat diketahui bahwa hingga tahun 2025, kawasan urban dan suburban di Wilayah Metropolitan Bodebek semakin mengalami perkembangan, terutama ke arah selatan. Dibandingkan dengan kondisi infrastruktur transportasi eksisting, dapat diamati bahwa kondisi transportasi eksisting akan kurang dapat mengakomodir pertumbuhan kawasan urban di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur kedepan. Melihat kecenderungan tersebut maka diperlukan dukungan ketersediaan infrastruktur transportasi seiring pertumbuhan kawasan urban di Wilayah Metropolitan Bodebek tersebut.
GAMBAR 12 INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI EKSISTING DIBANDINGKAN DELINEASI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2025
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda WJP 2010
14
GAMBAR 13 PERJALANAN LALU LINTAS KOMUTER DARI BODETABEK KE DKI JAKARTA TAHUN 2002 – 2010
Sumber : Analisis Tim JICA dalam Studi JAPTraPIS, 2013
Semakin tingginya jumlah perjalanan komuter ini tentu saja akan membebani jaringan jalan sebagai salah satu infrastruktur transportasi. Akibatnya terjadi kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan utama yang menghubungkan DKI Jakarta dengan Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur. Pada ruas-ruas jalan penghubung DKI Jakarta dan sekitarnya, Volume Capacity Ratio (VCR) telah bernilai lebih besar dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa ruas-ruas jalan tersebut telah sangat jenuh dengan kapasitas yang telah terlampaui.
Dalam Peraturan Presiden No 54 Tahun 2008, kawasan Bogor, Depok dan Bekasi ditetapkan sebagai kawasan satelit yang menyangga DKI Jakarta. DKI Jakarta yang berfungsi sebagai kota inti merupakan center berbagai kegiatan. Dengan banyak berlokasinya headquarters perusahaan di wilayah ini, DKI Jakarta menjadi salah satu lokasi tujuan bekerja penduduk. Disamping itu, berbagai sarana prasarana berstandar metropolitan di kawasan ibu kota menjadikan kawasan ini sebagai lokasi tujuan kegiatan lain, seperti pendidikan, kesehatan, perdagangan dan sebagainya.
2. Permukiman dan Perumahan
15
pengembang perumahan.Gambar 14 menunjukkan lahan permukiman tahun 2010 yang dikonversi dari guna laha pertanian dan ruang terbuka hijau, sedangkan Gambar 15 menunjukkan lahan permukiman tahun 2010 yang dikonversi dari guna lahan perumahan kepadatan rendah.
GAMBAR 14 GUNA LAHAN PERMUKIMAN YANG DIKONVERSI DARI LAHAN PERTANIAN DAN RUANG TERBUKA HIJAU, TAHUN 2000 – 2010
16
GAMBAR 15 GUNA LAHAN PERMUKIMAN YANG DIKONVERSI DARI GUNA LAHAN PERUMAHAN KEPADATAN RENDAH, TAHUN 2000 – 2010
Sumber : JUTPI, 2010
Jika dilihat dalam konteks perkembangan Metropolitan Bodebek Karpur, Gambar 14 menunjukkan kecenderungan pengembangan perumahan oleh developer dari tahun 2000 hingga 2010 berada di wilayah Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bogor bagian Utara. Sementara itu, Gambar 15 menunjukkan perubahan guna lahan perumahan yang awalnya berkepadatan rendah menjadi berkepadatan tinggi dari tahun 2000 hingga 2010 berada di Kota Depok dan Kota Bekasi.
17
pergerakan sebagian besar penduduk yang tinggal di Metropolitan Bodebek Karpur masih berorientasi ke DKI Jakarta.
Selain itu, guna lahan perumahan di Metropolitan Bodebek Karpur telah berkembang sangat pesat, namun di metropolitan ini masih terdapat gap antara jumlah rumah tangga dan jumlah rumah yang tersedia. Selain itu, ketersediaan air bersih dan fasilitas persampahan yang belum memadai di Metropolitan Bodebek Karpur juga masih menjadi persoalan.
Prediksi Kebutuhan Perumahan: Prediksi ini dilakukan berdasarkan jumlah penduduk eksisting di Metropolitan Bodebek Karpur. Komponen- komponen yang digunakan dalam proses prediksi antara lain sebagai berikut:
1. Jumlah rumah tangga yang terdapat di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur 2. Jumlah penduduk di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur
3. Jumlah rata-rata anggota keluarga di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur 4. Jumlah rumah yang sudah tersedia di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur
Adapun formula yang digunakan dalam proses perhitungan adalah sebagai berikut:
Dengan mengasumsikan bahwa satu rumah tangga terdiri atas 4 jiwa, maka berdasarkan data jumlah penduduk eksisting akan dapat diketahui perkiraan jumlah rumah tangga di Metropolitan Bodebek Karpur. Berikut adalah hasil perkiraan jumlah rumah tangga di Metropolitan Bodebek Karpur:
Jumlah Rumah Yang Dibutuhkan
18 TABEL 3
JUMLAH RUMAH TANGGA DI WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
Kota/Kabupaten Jumlah Rumah Tangga
Kota Bekasi 584.122
Kab. Bekasi 589.642
Kota Bogor 237.267
Kabupaten Bogor 698.656
Kota Depok 434.141
Kabupaten Purwakarta 109.896
Kabupaten Karawang 271.159
Jumlah 2.924.883
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
Dengan membandingkan perkiraan jumlah rumah tangga di metropolitan dengan jumlah rumah yang tersedia pada tahun 2010, maka akan dapat diketahui kondisi ketersediaan permukiman, apakah memadai atau perlu ditingkatkan. Berikut adalah hasil perbandingan antara perkiraan jumlah rumah tangga di Metropolitan Bodebek Karpur pada tahun 2010 dengan jumlah rumah yang tersedia pada tahun yang sama.
TABEL 4
JUMLAH RUMAH YANG TERSEDIA DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
Kab./Kota Jumlah Rumah
Kab. Purwakarta 1,02 83.158
Kab. Karawang 2,52 205.186
*) 75,67%*jmlh rumah tangga di Jawa Barat
19 TABEL 5
BACKLOG RUMAH DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
Kab./Kota
Kota Bekasi 584.122 442.005 142.117
711.624
Kab. Bekasi 589.642 446.182 143.460
Kota Bogor 237.267 179.540 57.727
Kab. Bogor 698.656 528.673 169.983
Kota Depok 434.141 328.515 105.626
Kab. Purwakarta 109.896 83.158 26.738
Kab. Karawang 271.159 205.186 65.973
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
Berdasarkan perbandingan antara jumlah ketersediaan rumah dengan jumlah kebutuhan rumah pada Tabel 5 diatas, dapat diamati bahwa jumlah kebutuhan rumah lebih tinggi dari jumlah rumah yang tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada kebutuhan rumah yang harus dipenuhi. Dengan menghitung selisih antara jumlah permukiman eksisting dengan jumlah kebutuhan rumah makan akan dapat dilakukan analisis lanjutan terhadap luas kebutuhan lahan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan permukiman di Metropolitan Bodebek Karpur.
Dalam perhitungan ini, digunakan asumsi bahwa luas lahan minimum yang dibutuhkan untuk membangun satu unit rumah adalah 36 m2. Dasar perhitungan yang digunakan dalam asumsi tersebut yaitu bahwa satu orang membutuhkan 9 m2 lahan. Nilai ini merupakan nilai yang ditetapkan oleh International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) pasal 2 ayat (1) sertadalamUndang- UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999 Standar Nasional Indonesia (03-1733-2004) tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan.
20
Karpur pada tahun 2010, diperlukan lahan (minimal) seluas 25.618.464 m2 atau 2.561, 85 Ha.
Prediksi Kebutuhan Air Bersih: Infrastruktur perumahan dan permukiman tidak dapat dilepaskan dari infrastruktur penunjang seperti infrastruktur air bersih. Infrastruktur air bersih memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup penduduk yang mendiami suatu kawasan permukiman dan perumahan.
Terkait hal tersebut, Tim WJPMDM melakukan analisis terhadap kondisi infrastruktur air bersih serta melakukan prediksi, baik terhadap kondisi eksisting, maupun terhadap kebutuhan pada masa mendatang.
Dalam proses prediksi ini, digunakan tiga standar perhitungan kebutuhan minimum. Standar pertama yaitu didasarkan kepada kesepakatan konferensi air PBB yang berlangsung di Mal Del Plata, Argentina, pada tahun 1977. Mengacu pada standar ini, kebutuhan dasar air bersih yang disarankan bagi setiap orang yaitu sebanyak 50 liter/hari. Standar kedua yang digunakan yaitu standar berdasarkan Permendagri No 23 Tahun 2006 Tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minimum pada Perusahaan Air Minum. Mengacu pada standar ini, kebutuhan dasar air bersih per jiwa yaitu sebesar 60 liter/hari. Standar ketiga yang digunakan yaitu standar kebutuhan air bersih menurut DPU Cipta Karya. Mengacu pada standar ini, kebutuhan dasar air bersih yang disarankan bagi setiap orang di Wilayah Metropolitan yaitu sebesar 160 liter/ hari.
Variabel dasar yang digunakan untuk mengetahui prediksi kebutuhan air bersih di Metropolitan Bodebek Karpur yaitu variabel jumlah penduduk. Dengan mengalikan jumlah penduduk di metropolitan ini dengan standar-standar yang telah dijelaskan sebelumnya, maka akan diketahui prediksi jumlah kebutuhan air bersih di Metropolitan Bodebek Karpur.
21
1.871.925.120 liter/ hari. Nilai prediksi detail mengenai kebutuhan air bersih di Metropolitan Bodebek Karpur dapat dilihat pada Tabel 6.
TABEL 6
PREDIKSI JUMLAH KEBUTUHAN AIR BERSIH DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR 2010
Kab./ Kota
Kebutuhan Air Bersih (L/Hari) Konferensi Air
PBB
Permendagri No. 23/2006
Standar PU Cipta Karya
Kota Bekasi 116.824.450 140.189.340 373.838.240
Kab. Bekasi 117.928.450 141.514.140 377.371.040
Kota Bogor 47.453.300 56.943.960 151.850.560
Kab. Bogor 139.731.150 167.677.380 447.139.680
Kota Depok 86.828.250 104.193.900 277.850.400
Kab.
Purwakarta 21.979.150 26.374.980 70.333.280
Kab. Karawang 54.231.850 65.078.220 173.541.920
JUMLAH 584.976.600 701.971.920 1.871.925.120
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
Untuk selanjutnya perhitungan prediksi kebutuhan air bersih dilakukan dengan menggunakan standar menurut DPU Cipta Karya, yaitu sebesar 160 liter untuk setiap orang pada setiap harinya.
22 TABEL 7
KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK DI WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR BERDASARKAN DPU CIPTA KARYA (160 LITER/ ORANG/ HARI)
Kabupaten/ Kota
Kebutuhan Air Bersih Domestik Berdasarkan DPU Cipta Karya (liter/ orang/ hari)
2010 2015 2020 2025
Kab. Bekasi 377.369.600 462.548.173 596.960.033 716.693.622 Kab. Bogor 432.739.680 530.416.198 712.793.340 949.399.927 Kab. Karawang 173.541.920 212.713.207 350.730.737 435.275.544 Kota Bekasi 373.838.240 458.219.726 541.291.849 649.859.947 Kota Bogor 151.850.560 186.125.748 219.869.081 263.968.707 Kota Depok 277.850.400 340.565.840 402.308.112 482.999.936 Kab. Purwakarta 62.774.080 89.390.627 141.627.310 207.511.980
TOTAL 1.849.964.480 2.279.979.520 2.965.580.463 3.705.709.662 Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
Selain kebutuhan air domestik, dilakukan pula perhitungan kebutuhan air untuk kegiatan non domestik. Standar perhitungan ini menggunakan asumsi kegiatan non domestik membutuhkan air sebesar 20 persen dari kebutuhan air domestik. Hasil perhitungan kebutuhan air bersih non domestik dapat dilihat pada Tabel 8.
TABEL 8
KEBUTUHAN AIR BERSIH NON DOMESTIK DI WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Kabupaten/ Kota
Kebutuhan Air Bersih Non Domestik Proxy 20 Persen (liter/ orang/ hari)
2010 2015 2020 2025
Kabupaten Bekasi 75.473.920 92.509.635 119.392.007 143.338.724 Kabupaten Bogor 86.547.936 106.083.240 142.558.668 189.879.985 Kabupaten Karawang 34.708.384 42.542.641 70.146.147 87.055.109 Kota Bekasi 74.767.648 91.643.945 108.258.370 129.971.989 Kota Bogor 30.370.112 37.225.150 43.973.816 52.793.741 Kota Depok 55.570.080 68.113.168 80.461.622 96.599.987 Kabupaten Purwakarta 12.554.816 17.878.125 28.325.462 41.502.396
TOTAL 369.992.896 455.995.904 593.116.093 741.141.932 Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
23 TABEL 9
TOTAL KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK DAN NON DOMESTIK DI WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Kabupaten/ Kota
Total Kebutuhan Air Bersih Domestik Dan Non Domestik Proxy 20 Persen (liter/ orang/ hari)
2010 2015 2020 2025
Kab. Bekasi 452.843.520 555.057.808 716.352.040 860.032.346 Kab. Bogor 519.287.616 636.499.437 855.352.008 1.139.279.912 Kab. Karawang 208.250.304 255.255.849 420.876.885 522.330.652 Kota Bekasi 448.605.888 549.863.672 649.550.219 779.831.936 Kota Bogor 182.220.672 223.350.898 263.842.897 316.762.448 Kota Depok 333.420.480 408.679.008 482.769.735 579.599.924
Kab.
Purwakarta 75.328.896 107.268.753 169.952.772 249.014.376 TOTAL 2.219.957.376 2.735.975.424 3.558.696.556 4.446.851.595
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa Metropolitan Bodebek Karpur membutuhkan penyediaan air bersih yang besar. Dengan demikian, perlu pengembangan sumber daya air bersih yang mencukupi bagi seluruh penduduk di Metropolitan Bodebek Karpur serta untuk memenuhi kegiatan non domestik.
Prediksi Kebutuhan Fasilitas Pengelolaan Sampah: Prediksi kebutuhan fasilitas pengelolaan sampah yang dijelaskan dalam laporan ini merupakan prediksi kebutuhan fasilitas pengelolaan sampah yang didasarkan pada perkiraan volume produksi sampah perhari yang dihasilkan di Kawasan Bodebek Karpur pada tahun 2010. Nilai tersebut merupakan nilai pendekatan yang diperoleh melalui kalkulasi antara jumlah penduduk eksisting dengan nilai rata-rata produksi sampah per jiwa per hari. Adapun nilai rata-rata standar yang digunakan yaitu nilai standar yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, dimana mengacu pada standar ini ditentukan bahwa setiap orang rata-rata menghasilkan 0,8 kg sampah domestik perhari.
24 TABEL 10
PREDIKSI PRODUKSI SAMPAH PER HARI DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR 2010
Kab./Kota Volume Sampah (Ton/Hari)
Kota Bekasi 1.869,2
9.359,6
Kab. Bekasi 1.886,9
Kota Bogor 759,3
Kab. Bogor 2.235,7
Kota Depok 1.389,3
Kab. Purwakarta 351,7
Kab. Karawang 867,7
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012
Dengan melihat hasil prediksi tersebut, maka untuk pengelolaan sampah di Metropolitan Bodebek Karpur diperlukan pengelolaan sampah untuk memenuhi kapasitas minimum 9.359, 6 ton/hari.
3. Sosial Kependudukan
Metropolitan Bodebek Karpur juga dihadapkan pada isu dan permasalahan dalam hal sosial dan kependudukan. Permasalahan tersebut antara lain kemiskinan, kriminalitas, dan pengangguran.
4. Lingkungan
Beberapa permasalahan lingkungan yang dihadapi Metropolitan Bodebek Karpur antara lain:
Kualitas lingkungan
Pengelolaan air kotor/limbah
Kawasan banjir
Kawasan rawan bencana
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Kawasan lindung dan konservasi
25
K
EUNGGULAN WILAYAH
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Meskipun menghadapi berbagai isu dan permasalahan, Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur juga memiliki berbagai keunggulan. Keunggulan-keunggulan tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kategori: 1) keunggulan absolut (absolute advantage), 2) keunggulan komparatif (comparative advantage) serta 3) keunggulan kompetitif (competitive advantage). Absolute advantage atau keunggulan absolutdapat diartikan sebagai keunggulan yang dimiliki suatu wilayah dari keberadaan sumber daya alam dan sejarah yang dimilikinya dibandingkan dengan yang dimiliki wilayah lain. Sedangkan comparative advantage atau keunggulan komparatif yaitu keunggulan yang dimiliki suatu wilayah karena memiliki sumber daya produksi yang lebih banyak/unggul dibandingkan dengan yang dimiliki wilayah lain. Adapun yang dimaksud dengan competitive advantage
atau keunggulan kompetitif yaitu keunggulan yang dimiliki suatu wilayah karena sudah berpengalaman atau karena penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menciptakan keunggulan dalam persaingan antar wilayah.
Absolute Advantage Metropolitan Bodebek Karpur
Metropolitan Bodebek Karpur memiliki beragam absolute advantage. Salah satunya adalah dalam hal lokasi geografis. Bagi Metropolitan Bodebek Karpur, area yang luas serta berdekatan dengan daerah khusus ibu kota menjadi suatu absolute advantage bagi wilayah ini karena sedikit banyak posisi ini turut memberikan eksternalitas positif bagi kegiatan ekonomi Wilayah Bodebek Karpur. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menimbulkan tumbuhnya bentuk-bentuk keunggulan lainya. Disamping memiliki lokasi yang strategis, Metropolitan Bodebek Karpur memiliki lokasi yang relatif dekat dengan pelabuhan, diantaranya yaitu Pelabuhan Cilamaya yang akan dibangun dan Tanjung Priok (Jakarta Utara). Bagi kegiatan industri yang banyak berlokasi di Metropolitan Bodebek Karpur, kedekatan akses dengan pelabuhan akan dapat menekan biaya transportasi.
26
Comparative Advantage Metropolitan Bodebek Karpur
Salah satu comparative advantage yang dimiliki Metropolitan Bodebek Karpur antara lain adanya ketersediaan lahan yang relatif luas dengan kontur yang relatif datar dan ditunjang oleh keberadaan infrastruktur. Keberadaan lahan ini menjadi salah satu faktor produksi yang menopang keberlangsungan kegiatan di wilayah ini, seperti kegiatan industri. Disamping lahan yang luas, Metropolitan Bodebek Karpur juga ditunjang oleh ketersediaan tenaga kerja. Pada tahun 2010 jumlah penduduk di kawasan ini mencapai kurang lebih 11,6 juta jiwa, dimana hal tersebut potensial apabila dilihat dari segi kuantitas.
Dalam sektor ekonomi, Metropolitan Bodebek Karpur memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh. Potensi ekspor dari wilayah ini tergolong potensial. Saat ini Metropolitan Bodebek Karpur memiliki klaster-klaster industri manufaktur yang berkembang pesat. Tujuh klaster industri yang berada di Cikarang-Bekasi bahkan ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Metropolitan Bodebek Karpur juga ditunjang oleh adanya sumber daya air dan energi. Debit aliran air dari Waduk Jati Luhur di Kabupaten Purwakarta disamping sebagai sumber air bagi irigasi juga berperan sebagai pembangkit listrik. Kabupaten Bekasi memiliki sumber daya energi yang tidak kalah potensial. Di kabupaten ini terdapat panas bumi serta gas alam yang banyak dimanfaatkan sebagai LPG (Liquified Petroleum Gas).
Competitive Advantage Metropolitan Bodebek Karpur
Salah satu competitive advantage yang dimiliki Metropolitan Bodebek Karpur yaitu menjadi salah satu pusat pendidikan tinggi. Saat ini Metropolitan Bodebek Karpur memiliki perguruan tinggi berbasis pertanian yang berkelas internasional. Selain itu, di lokasi ini juga terdapat perguruan tinggi berbasis science dan teknologi yang juga berkelas internasional. Hal tersebut merupakan daya tarik tersendiri yang menciptakan bangkitan pada sektor lain baik di sektor formal maupun sektor informal.
27
pengembangan yang dikelola oleh industri-industri yang berada di kawasan tersebut.
Keberadaan 7 klaster industri di Cikarang juga merupakan keunggulan kompetitif. Klaster-klaster industri tersebut merupakan salah satu kawasan industri terbesar di Indonesia dan telah menjadi pertumbuhan ekonomi di Metropolitan Bodebek Karpur.
Competitive Advantage lainnya yaitu berbagai pembangunan yang berlangsung di Metropolitan Bodebek Karpur yang telah berbasiskan teknologi. Metropolitan Bodebek Karpur memiliki kota-kota baru yang disamping menciptakan pencitraan kota juga menjadi suatu daya tarik tersendiri, baik bagi pendatang maupun bagi kegiatan perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Metropolitan Bodebek Karpur juga memiliki beberapa hasil pengembangan berbasis ilmu pengetahuan lainnya seperti Masjid Kubah Mas di Kota Depok, Taman Buah Mekarsari dan Taman Safari Indonesia di Kabupaten Bogor, bendungan/ waduk serta kilang pengolahan gas.
TABEL 11
KEUNGGULAN METROPOLITAN BODEBEK KARPUR Absolute Advantage Memiliki potensi alam
serta kekhasan tersendiri yang menjadi daya tarik pariwisata
Lahan yang luas dengan kontur yang relatif datar 7 klaster industri di Cikarang
(Kabupaten Bekasi) serta industri berteknologi lainnya Tenaga kerja di bidang industri
yang terampil
Perguruan tinggi berbasis pertanian yang berkelas dunia Perguruan tinggi berbasis
science & technology yang berkelas dunia
Pusat research and development (R & D)
Memiliki hasil pembangunan berbasis teknologi yang menjadi daya tarik wisata
28
K
ONSEP AWAL PENGEMBANGAN
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Dalam rangka merespon isu dan permasalahan yang dihadapi serta dengan mempertimbangkan berbagai keunggulan yang terdapat di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur, tim WJPMDM mengusulkan agar Wilayah Metropolitan ini dikembangkan sebagai Metropolitan Mandiri Dengan Sektor Unggulan Industri Manufaktur, Jasa, Keuangan, serta Perdagangan, Hotel, dan Restoran.
Pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur sebagai Metropolitan Mandiri Selama ini, kawasan Bodebek-Karpur lebih berperan sebagai 2ndtier metropolitan dengan 1st tier metropolitannya yaitu DKI Jakarta. Dengan kondisi tersebut, kedudukan Bodebek Karpur saat ini cenderung lebih bersifat sebagai hinterland
bagi DKI Jakarta. Disamping itu, kawasan Bodebek Karpur saat ini juga cenderung sering dikonotasikan sebagai dormitory town, sedangkan berbagai kegiatan yang memberikan nilai tambah berlokasi di DKI Jakarta.
Sebagian besar kantor kementerian, departemen, lembaga nasional serta kantor-kantor pusat perusahaan berlokasi di DKI Jakarta. Implikasinya, berbagai nilai tambah lebih terserap ke DKI Jakarta. Disisi lain berbagai kegiatan yang berkembang di DKI Jakarta tersebut menciptakan bangkitan pergerakan penduduk dari sekitar DKI Jakarta. Adanya perbedaan yang kontras antara jumlah penduduk siang dan penduduk malam DKI Jakarta menunjukkan tingginya pergerakan komuter menuju DKI Jakarta. Mereka tinggal di daerah sekitar Bodebek Karpur tetapi bekerja dan menciptakan nilai tambah bagi DKI Jakarta. Menurut data Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2010 jumlah penduduk malam DKI Jakarta sekitar 9,59 juta jiwa. Sedangkan pada siang hari jumlah penduduk tersebut diperkirakan mencapai 10,5 juta jiwa.
29
lipat luas lahan DKI Jakarta. Dan tidak seperti luas DKI Jakarta yang sifatnya terbatas, luas Bodebek Karpur masih memungkinkan untuk mendukung perkembangan berbagai kegiatan metropolitan.
Sebagai upaya untuk mengembangkan Kawasan Bodebek Karpur sebagai metropolitan mandiri, maka pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur memerlukan perhatian dan penanganan secara serius. Dalam prosesnya, perlu diupayakan untuk mendorong percepatan pertumbuhan Metropolitan Bodebek Karpur agar dapat menjadi 1st tier metropolitan, sejajar dengan DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menamakan konsep tersebut sebagai Konsep Twin Metropolitan Bodebek Karpur- DKI Jakarta.
Konsep Twin Metropolitan tersebut merupakan konsep baru yang digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melalui tim WJPMDM. Munculnya konsep ini didasari oleh belum optimalnya konsep-konsep pengembangan metropolitan terdahulu. Selama ini pendekatan Jabodetabek kurang dapat memberikan solusi terhadap masalah perkotaan dikawasan tersebut. Hal ini terbukti dari masih banyaknya persoalan perkotaan yang tidak terselesaikan, seperti misalnya kemacetan lalu lintas serta persoalan- persoalan perkotaan lainnya berupa kemiskinan, permukiman kumuh (slum) dan permukiman liar (squatter).
Dilatar belakangi oleh kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencoba memberikan suatu terobosan baru melalui konsep Twin Metropolitan Bodebek Karpur- DKI Jakarta. Inti dari konsep Twin Metropolitan Bodebek Karpur – DKI Jakarta yaitu mengembangkan Bodebek Karpur sebagai 1st tier metropolitan berdampingan dengan DKI Jakarta yang juga berperan sebagai 1st tier
30
berskala metropolitan di Kawasan Bodebek Karpur, secara mikro dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk yang ada di kawasan tersebut. Sedangkan secara makro, pembangunan Metropolitan Bodebek Karpur dapat menjadi salah satu penghela bagi ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan keberlanjutan di Provinsi Jawa Barat.
Tidak hanya itu, disamping akan memberikan nilai tambah bagi Metropolitan Bodebek Karpur pada khususnya dan Provinsi Jawa Barat pada umumnya, pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur melalui konsep Twin Metropolitan Bodebek Karpur – DKI Jakarta ini juga akan dapat mengurangi beban pembangunan di DKI Jakarta, sehingga diharapkan dapat berpengaruh positif bagi wilayah di sekitarnya.
GAMBAR 16 TWIN METROPOLITAN BODEBEK KARPUR – DKI JAKARTA
31
Pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur dengan Sektor Unggulan Industri Manufaktur, Jasa, Keuangan, serta Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Dalam hal arah pengembangan, Metropolitan Bodebek Karpur akan diarahkan sebagai metropolitan yang memiliki sektor unggulan industri manufaktur, jasa, keuangan, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Hal tersebut didasari oleh isu dan keunggulan eksisting serta mempertimbangkan perkembangan kawasan ini kedepan.
Saat ini, beberapa kawasan di Metropolitan Bodebek Karpur tumbuh sebagai kawasan industri manufaktur. Beberapa kawasan industri di metropolitan ini berpotensi menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Adanya dukungan faktor produksi berupa ketersediaan lahan semakin memperkuat posisi arahan pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur sebagai metropolitan dengan salah satu sektor unggulan industri manufaktur.
Seperti halnya pengembangan sektor unggulan industri manufaktur, arahan pengembangan sektor unggulan perdagangan, keuangan dan jasa di Metropolitan Bodebek Karpur juga didasari oleh kondisi eksisting serta pertimbangan perkembangan kawasan ini kedepan. Kegiatan ekonomi sektor jasa, keuangan serta perdagangan, hotel, dan restoran saat ini cukup berkembang di Metropolitan Bodebek Karpur. Meskipun kawasan ini telah menampakkan kawasan metropolitan, isu saat ini, kawasan ini belum memiliki infrastruktur pendukung kegiatan jasa, keuangan serta perdagangan, hotel, dan restoran yang berskala metropolitan.
Kondisi kedepan, dengan diterapkannya konsep Twin Metrolitan Bodebek Karpur – DKI Jakarta, maka diperkirakan kegiatan perkotaan dikawasan ini akan berkembang. Terlebih lagi dengan adanya berbagai keunggulan yang dimiliki Metropolitan Bodebek Karpur yang dapat memacu tumbuh kembangnya kegiatan perdagangan, keuangan dan jasa. Oleh karena itu untuk mendukung terwujudnya konsep pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur, maka kawasan ini perlu ditunjang oleh infrastruktur pendukung kegiatan jasa, keuangan serta perdagangan, hotel, dan restoran yang memiliki skala metropolitan.
32
salah satu penghela ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan keberlanjutan bagi Provinsi Jawa Barat.
Konsep Pengembangan Infrastruktur dan Prasarana Wilayah
Untuk dapat mewujudkan pengembangan Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur sebagai metropolitan mandiri yang bisa berdampingan dengan DKI Jakarta, diperlukan pengembangan infrastruktur dan prasarana wilayah yang memadai. Berikut ini merupakan konsep pengembangan infrastruktur wilayah yang mencakup infrastruktur transportasi, perumahan, jaringan air bersih, jaringan air kotor, fasilitas persamapahan, jaringan drainase, dan jaringan energi.
1. Konsep Pengembangan Infrastruktur Transportasi
Transportasi adalah pergerakan orang dan barang dari satu lokasi ke lokasi lain atau dari satu pusat kegiatan ke pusat kegiatan lain. Transportasi dapat dikatakan pula suatu pergerakan untuk melakukan kerja, rekreasi, pengumpulan bahan baku, distribusi barang produk, dan lain-lain. Dalam skala metropolitan, tujuan akhir dari transportasi adalah terpenuhinya permintaan pergerakan orang/barang dalam rangka menunjang kesejahteraan masyarakat metropolitan yaitu terwujudnya metropolitan yang nyaman sebagai tempat tinggal, tempat kerja, dan tempat rekreasi (Kusbiantoro, 1996).
Menurut Manheim (1979), sistem transportasi memiliki banyak komponen. Beberapa diantaranya merupakan komponen fisik, dan lainnya komponen institusional. Komponen-komponen tersebut antara lain adalah sistem angkut muatan, fasilitas transfer, sistem pemeliharaan, sistem pengelolaan, serta
guideway yang terdiri dari sistem pendukung, sistem tenaga dan pendorong, dan sistem pengendali.
Selain itu, menurut Allan (1981), unsur fisik dalam sistem transportasi adalah jalan, terminal, unit pengangkutan dan motive power. Jalan dapat menggunakan sesuatu yang dibangun atau yang menggunakan ketersediaan alam. Untuk transportasi darat, Jalan dapat berupa jalan raya dan jalur pasti (fixed tracks). Fixed tracks
sendiri dapat berupa standard duo-rail, rack railway, cable lines, monorail, pneumatic tyred trains, street tramways, dan pipelines.
33
selanjutnya. Sejauh ini, pengguna transportasi memperhatikan kenyamanannya, sehingga terminal ini harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Transportasi dapat menunjang terwujudnya suatu wilayah metropolitan yang sejahtera tergantung dari karakteristik wilayah terkait. Misalnya, kebutuhan fasilitas dan layanan transportasi untuk wilayah kota industri berbeda dengan untuk kota pendidikan. Menurut Kusbiantoro (2007), hubungan antara fasilitas dan layanan transportasi dengan wilayah terkait merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa sistem/subsistem sebagai berikut:
1. Sistem Kegiatan, yakni pusat-pusat penduduk dengan kegiatannya, misalnya wilayah metropolitan, kawasan perumahan, kawasan perdagangan, dan sebagainya; Sistem / Sub-sistem Kegiatan ini membangkitkan (produksi dan tarikan) pergerakan yang membutuhkan fasilitas dan layanan transportasi
2. Sistem Jaringan, yakni jaringan dan simpul-simpul fasilitas & layanan transportasi, misalnya jaringan jalan raya (arteri, kolektor, lokal), jaringan rel kereta-api, jaringan layanan transportasi umum, bandara udara, pelabuhan laut, dan lain-lain. Sistem/Sub-Sistem Jaringan melayani pergerakan Sistem Kegiatan sebagai suatu sistem, misalnya longsornya sebagian kecil jalan tol Cipularang praktis melumpuhkan fungsi utama jalan tol tersebut, yakni jalan tol Jakarta-Bandung; dengan tidak terpenuhinya tujuan akhir transportasi Jakarta-Bandung tersebut, maka hal ini selanjutnya juga berdampak terhadap peran sistem/subsistem jaringan lainnya, misalnya peningkatan peran jaringan layanan kereta api dan jaringan jalan alternatif lainnya.
3. Sistem Pergerakan, yakni pergerakan orang dan/atau barang berdasar jumlah, tujuan, lokasi asal-tujuan, waktu perjalanan, jarak atau lama perjalanan, kecepatan, frekuensi, moda yang digunakan, dan sebagainya. Sistem Pergerakan adalah bangkitan pergerakan yang dihasilkan Sistem Kegiatan
34
daya manusia, dan dana. Sistem-sistem yang mencakup sistem kegiatan, sistem jaringan, sistem pergerakan, dan sistem kelembagaan juga dipengaruhi oleh sistem lingkungan internal dan eksternal yang meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, geo-fisik, dan teknologi.
Perencanaan transportasi sangat dibutuhkan sebagai konsekuensi dari pertumbuhan, keadaan lalu lintas, dan perluasan wilayah. Tujuan perencanaan transportasi sendiri diantaranya untuk mengatasi masalah yang ada, melayani kebutuhan secara optimal, mencegah persoalan yang diduga akan timbul, mempersiapkan tindakan untuk tanggap pada keadaan di masa depan, dan mengoptimalkan daya dan dana yang dapat digunakan sehingga tercapai daya guna dan hasil guna yang tinggi (Overgaard, 1966).
Peran transportasi terhadap perkembangan dan pertumbuhan wilayah metropolitan tercermin dari interaksi antara sistem jaringan, sistem pergerakan, dan sistem kegiatan di wilayah metropolitan. Ketiga sistem tersebut biasanya berkaitan erat dengan sistem ekonomi yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sistem ekonomi tersebut. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi pun dapat mempengaruhi sistem transportasi yang ada (Faulks, 1982).
Setiap wilayah membutuhkan sistem transportasi yang komprehensif dan efisien untuk memindahkan barang dan orang melalui batas administrasi tertentu. Selain itu, sistem transportasi tersebut juga harus memadai untuk menghubungkan semua bagian dari wilayah sehingga semua sumber daya dan kenyamanan dapat dinikmati oleh semua orang. Untuk transportasi barang, pelayanannya harus memiliki kecepatan, keamanan, kecukupan, frekuensi, keteraturan, kelengkapan, kenyamanan, dan harga yang dapat diterima (Delaney, R.E. and Woellner, G.W., 1974).
35
Selain transportasi publik, dikenal pula transportasi massal. Transportasi massal merupakan bagian dari transportasi publik yang dapat melayani kebutuhan masyarakat di metropolitan yang sangat tinggi pertumbuhan dan kepadatan penduduknya. Kepadatan penduduk di wilayah metropolitan akan menjadi salah satu faktor utama dalam pengembangan transportasi publik dan transportasi massal di wilayah metropolitan (White, 1995). Dalam hal ini, pengembangan transportasi tersebut harus melihat permintaan dari kebutuhan penduduk agar dapat memfasilitasi segala bentuk kegiatan yang dilakukan penduduk metropolitan.
Berdasarkan isu dan persoalan yang telah dijelaskan sebelumnya, persoalan kemacetan dapat disebabkan oleh berbagai hal yang terkait dengan sistem kegiatan, sistem jaringan, sistem pergerakan, dan/atau sistem kelembagaan. Berdasarkan akar pesoalan sistem kegiatan yang terkait dengan pemusatan spasial dan temporal, maka arah kebijakan penanggulangannya adalah dengan penyebaran spasial dan/atau temporal. Salah satu bentuk penyebaran spasial adalah dengan menciptakan multipusat sistem kegiatan di suatu kota yang masing-masing pusat atau subpusat tersebut memiliki fungsi yang berbeda, sehingga tidak memusat di satu pusat. Salah satu bentuk penyebaran temporal adalah misalnya dengan penyebaran jam kerja atau sekolah sehingga pergerakan secara temporal tidak terlalu memusat pada waktu-waktu puncak.
Selain dengan penyebaran spasial dan temporal, salah satu intervensi terkait sistem kegiatan di metropolitan adalah arah kebijakan toward zero transportation city, yaitu dengan mewujudkan sistem kegiatan yang diwarnai oleh high-rise building, compact city, mixed land use, dan mixed groups. Dengan penerapan pendekatan ini maka yang diharapkan adalah pergerakan penduduk yang lebih efisien misalnya dengan jarak tempuh antar lokasi yang berdekatan.
36
Rencana Sistem Jaringan Infrastruktur Transportasi di Metropolitan Bodebek Karpur
Metropolitan Bodebek Karpur dikembangkan menjadi metropolitan mandiri dengan basis pengembangan sektor industri manufaktur, jasa, keuangan, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Untuk mewujudkan metropolitan mandiri dengan pendekatan twin metropolitan, maka Bodebek Karpur membutuhkan infrastruktur transportasi yang mampu mengakselerasi pengembangan keempat sektor ekonomi tersebut.
Dalam rangka penyusunan konsep pengembangan infrastruktur transportasi, Tim WJPMDM telah melakukan overlay atas berbagai rencana yang telah disusun yaitu berdasarkan RTRW Kabupaten/Kota, RTRW Provinsi Jawa Barat, Studi JUTPI, dan rencana dalam Metropolitan Priority Area.
GAMBAR 17 TINJAUAN RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Rencana Jaringan Infrastruktur Transportasi berdasarkan RTRW Kabupaten/Kota
37
kereta api hanya terdapat di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta. Tabel 12 menunjukkan rencana pembangunan infrastruktur di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur.
GAMBAR 18 PETA RENCANA JARINGAN TRANSPORTASI BERDASARKAN RTRW KABUPATEN/KOTA
38 TABEL 12
RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DAN PERHUBUNGAN BERDASARKAN RTRW KABUPATEN/KOTA
No. Kabupaten/Kota Pembangunan Tahun Pelaksanaan
1 Kota Bogor Jalan tol Bogor Outer Ring Road 2011 – 2020 Jalan tol Ciawi – Sukabumi 2013 – 2020 Jalan arteri paralel BORR Sentul –
Kedung Halang
2015 – 2020
Jalan Inner Ring Road 2011 – 2015
Jalan R3 (Vila Duta-Tajur; Jl Ahmad Yani-Jl. Ciremai Ujung; Jl Ciremai Ujung-Ahmad Sobana)
2011 – 2014
Pembangunan stoplet Sukaresmi 2013 – 2020
2 Kota Depok Jalan tol ruas Depok – Antasari 2012 – 2021 Jalan tol ruas Cinere – Cimanggis (bagian
dari Jakarta Outer Ring Road II)
2012 – 2013
Jl. Dewi Sartika - Jl. Arif Rahman Hakim (sejajar jalur rel kereta api)
2013 – 2014
Pintu Tol Cimanggis menuju Terminal Jatijajar
2013 – 2014
Fly over dari Jl. Siliwangi - Jl. Raya Sawangan
2013 – 2014
Pembangunan Terminal Tipe A di Kelurahan Jatijajar
2012 – 2016
Penyediaan dan penataan gedung parkir terintegrasi dengan sistem Park and Ride di kawasan sekitar terminal, stasiun KA, shelter di Kota Depok
2012 – 2014
3 Kota Bekasi Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) Ruas Jati Asih-Cikunir.
2010 – 2014
Jalan Tol Layang Cawang-Bekasi / BECAKAYU (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu) melalui koridor Kalimalang-Jalan Ahmad Yani sampai Kalimalang-Jalan Agus Salim.
2010 – 2020
Jalan Tol Jatiasih-Setu 2015 – 2030 Jalan Tol JORR 2 dari
Cibubur-Cileungsi-Setu-Babelan hingga ketemu ruas JORR I
39
No. Kabupaten/Kota Pembangunan Tahun Pelaksanaan di daerah Cakung.
Pelebaran dan pembangunan jalan baru ruas Jalan Bekasi Raya (Jl. Pejuang-Jl Kaliabang- hingga Cikarang).
2010 – 2014
Pelebaran Jalan Siliwangi. 2010 – 2014 Jalur Busway dari Setu (JORR 2) – Jl.
Siliwangi – Tol Bekasi – Jakarta
2015 – 2025
Jalur rel ganda Cikarang- Jakarta sepanjang jalur kereta api yang ada.
2010 – 2014
Jalan tol dalam kota koridor dari Bintara (terusan Jl. Ngurah Rai) – Aren jaya (Jl. Pahlawan)
2010 – 2020
Jalan tol dalam kota koridor dari Jl. A. Yani – Jl. Pejuang
Pembangunan stasiun baru di Kebon Paya
2010 – 2012
4 Kabupaten Bogor Terminal regional tipe B di Cibinong 2011 – 2015 Terminal terpadu di Bojonggede 2005 – 2010 Terminal pariwisata di Ciawi, Tamansari,
dan Pamijahan
2011 – 2015
Terminal terpadu tipe regional di Gorowong (Parung Panjang), Nambo (Klapanunggal), dan Wates (Cigudeg)
2005 – 2020
Jalan arteri yang menghubungkan Tol Jagorawi-Kemang-Gunungsindur
2011 – 2020
Jalan tol Bogor Ring Road 2005 – 2010 Jalan tol Jasinga (Bunar) – Tigaraksa
(Tangerang)
2011 – 2015
Jalan tembus Tol Jagorawi-Gununggeulis-Gadog
2005 – 2010
5 Kabupaten Bekasi Jalan tol Jatiasih-Purwakarta yang melintasi Setu-Cikarang Selatan-Serang
40
No. Kabupaten/Kota Pembangunan Tahun Pelaksanaan
Baru-Bojongmangu-Karawang-menghubungkan jalan lintas utara ruas Bunibakti menuju Desa Huripjaya (pelabuhan)
2011 – 2031
Jalan arteri primer yang
menghubungkan jalan lintas utara ruas Muarabakti menuju Desa Pantai Bakti (bandar udara)
2011 – 2031
Jalan arteri sekunder yang merupakan jaringan jalan khusus yang
menghubungkan antarkawasan industri di Kecamatan Cikarang Barat-Cikarang Selatan-Cikarang Pusat
2011 – 2012
Terminal tipe A dengan alokasi rencana di Cikarang Utara dan Cikarang Barat
2011 – 2015 Jaringan rel dua jalur (double track)
Manggarai – Cikarang
2011 – 2015
Stasiun baru di Kecamatan Cibitung 2011 – 2015 Jaringan rel kereta api lintas cabang
yang akan menghubungkan Cikarang Timur – Cikarang Pusat – Serang Baru – Cibarusah – Kabupaten Bogor
2011 – 2015
Jembatan layang (fly over) di Kecamatan Tambun Selatan – Cibitung – Cikarang Barat.
2011 – 2015
41
No. Kabupaten/Kota Pembangunan Tahun Pelaksanaan
6 Kabupaten Karawang
Jalan lingkar utara Karawang di Batujaya, Tirtajaya, Jayakerta, Pedes, Cilebar, Tempuran, Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan
2020 – 2030
Jalan kolektor primer Pelabuhan Cilamaya – Tol Jakarta-Cikampek – Cikampek
2025 – 2030
Jalan akses ke potensi atau objek wisata di Pantai Tanjung Pakis, Pantai Pasir Putih, Curug-Ciampel, Pantai Pisangan
Jaringan rel kereta api Cikampek – Pelabuhan Internasional Cilamaya di Cikampek, Jatisari, Banyusari, Cilamaya Kulon, Tempuran
2020 – 2030
Elektrifikasi rel ganda kereta api antarkota Cikampek – Cikarang yang melintasi Kabupaten Karawang di Cikampek, Purwasari, Klari, Karawang Timur, dan Karawang Barat
2015 – 2030
Jalur rel baru untuk mendukung rencana pembangunan shortcut Cibungur-Tanjungrasa
2015 – 2025
Jalur kereta api cepat Jakarta – Surabaya di Cikampek, Purwasari, Klari, Karawang Timur, dan Karawang Barat
2015 – 2025
Terminal tipe B di Cikampek 2013 – 2015 Termnal tipe B di Karawang Barat atau
Karawang Timur
2015 – 2020
Pelabuhan Internasional Cilamaya 2015 – 2030
7 Kabupaten Purwakarta
Jalan tol Cikopo-Palimanan 2014 – 2021 Jalan tol Cikampek-Padalarang 2012 – 2031 Gerbang tol Babakancikao 2015 – 2016
Gerbang tol Sawit 2017 – 2026
42
No. Kabupaten/Kota Pembangunan Tahun Pelaksanaan Jalan akses kawasan peruntukan industri
Kembangkuning Kecamatan Jatiluhur ke Simpang Susun Ciganea.
2013 – 2016
Jalan akses kawasan peruntukan industri Cilangkap Kecamatan Babakancikao ke Simpang Susun Sadang Kecamatan Bungursari.
2013 – 2016
Terminal tipe B di Sadang 2012 – 2014 Peningkatan dan pemeliharaan jalur KA
lintas Cikampek-Purwakarta-Darangdan
2012 – 2016
Pengembangan terminal peti kemas di Cibungur
2012 – 2013
Pembangunan jalan pintas jalur kereta api antar Cibungur-Tanjungrasa
2013 – 2016
Pembangunan rel ganda parsial antara Purwakarta-Ciganea
2012 – 2014
Rencana Jaringan Infrastruktur Transportasi berdasarkan RTRW Provinsi Jawa
Barat Tahun 2009 – 2029
Berdasarkan Pasal 20 Perda Nomor 22 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Barat, rencana pengembangan infrastruktur jalan dan perhubungan yang akan dikembangkan di Provinsi Jawa Barat terdiri atas :
a. pengembangan jaringan jalan primer yang melayani distribusi barang dan jasa yang menghubungkan PKN, PKNp, PKW, PKWp dan PKL, dimana Metropolitan Bodebek Karpur merupakan salah satu PKN;
b. pengembangan jaringan jalan tol dalam kota maupun antarkota sebagai penghubung antarpusat kegiatan utama;
c. pengembangan jaringan kereta api yang berfungsi sebagai penghubung antar PKN serta antara PKN dengan PKNp dan PKWp;
d. pengembangan bandara dan pelabuhan nasional maupun internasional serta terminal guna memenuhi kebutuhan pergerakan barang dan jasa dari dan ke Daerah dalam skala regional, nasional, maupun internasional; dan
43
Berikut ini adalah rencana pengembangan infrastruktur strategis terkait transportasi di Jawa Barat yang melalui Metropolitan Bodebek Karpur, yaitu:
a. Tol Jakarta-Cikampek; dan
b. Pengembangan Angkutan Massal Perkotaan.
Selanjutnya, rincian rencana pengembangan infrastruktur transportasi wilayah di Metropolitan Bodebek Karpur menurut RTRW Provinsi Jawa Barat terdiri dari:
a. Rencana pengembangan infrastruktur jalan meliputi:
Pembangunan jalan tol Bogor Ring Road, Depok-Antasari, Jagorawi-Cinere, Cimanggis-Cibitung, Cikarang-Tanjungpriok, Bekasi-Cawang-Kampung Melayu, dan Serpong-Cinere;
Pembangunan jalan Tol Cileunyi–Sumedang-Dawuan (CISUMDAWU) dan jalan Tol Cikopo/Cikampek-Palimanan (CIKAPALI);
Pembangunan jalan lingkar Leuwiliang di Kabupaten Bogor;
Peningkatan kapasitas dan kondisi ruas jalan strategis;
Pembangunan jalan lingkar Karawang di Kabupaten Karawang b. Rencana pengembangan infrastruktur perhubungan meliputi:
Pembangunan Pelabuhan Laut Internasional Cilamaya di Kabupaten Karawang;
Pengembangan Pelabuhan Laut di Kabupaten Bekasi;
Penyediaan terminal tipe A di Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, dan Kabupaten Karawang;
Peningkatan/pembangunan rel ganda KA Perkotaan Manggarai-Cikarang (lintas Manggarai-Jatinegara-Bekasi);
Peningkatan rel ganda KA Perkotaan Parung Panjang-Tenjo;
Pengembangan KA Perkotaan Jabodetabek;
Peningkatan jalur KA Antar Kota Bogor-Sukabumi;
Pembangunan shortcut jalur KA Perkotaan Parung Panjang-Citayam;
Optimalisasi fungsi Pangkalan Udara Atang Sanjaya di Kabupaten Bogor;
Pembangunan Shortcut Jalur KA Antar Kota Cibungur-Tanjungrasa di Kab. Karawang dan Kab. Purwakarta;
Peningkatan keandalan sistem jaringan jalur KA lintas selatan yang menghubungkan kota-kota Cikampek-Purwakarta;
Elektrifikasi rel ganda KA Antar Kota Cikarang-Cikampek;
44
Pembangunan jalur KA cepat lintas Jakarta-Surabaya;
Pengembangan angkutan massal perkotaan; dan
Peningkatan fasilitas dan prasarana lalu lintas angkutan jalan.
Hasil overlay rencana jaringan berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Barat dengan RTRW Kabupaten/Kota ditunjukkan pada Gambar 19.
GAMBAR 19 PETA RENCANA JARINGAN TRANSPORTASI BERDASARKAN RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029 DAN RTRW KABUPATEN/KOTA
Sumber: Pemetaan Tim WJP-MDM, 2013
Rencana Jaringan Infrastruktur Transportasi berdasarkan Rencana dalam Metropolitan Priority Area (MPA)
Berdasarkan dokumen Metropolitan Priority Area (MPA), terdapat berbagai rencana yang terkait dengan jaringan infrastruktur trasnportasi di wilayah Bodebek Karpur yaitu sebagai berikut:
Pembangunan Jakarta Outer Ring Road II;
Pembangunan jalan tol paralel Jakarta-Cikampek;
Peningkatan jaringan jalan di Jabodetabek, terutama di wilayah Kawasan Industri hingga Jakarta Timur;
Pembangunan akses jalan ke Pelabuhan Cilamaya;
45
Pembangunan akses jalan ke Bandara Internasional yang akan dibangun;
Pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang melalui Bandara Internasional baru;
Pembangunan terminal mobil baru di Pelabuhan Cilamaya;
Pembangunan Logistics Park yang mendukung fasilitas pelabuhan baru;
Pembangunan bandara internasional baru;
Hasil overlay rencana jaringan berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Barat, RTRW Kabupaten/Kota, dan rencana dalam Metropolitan Priority Area (MPA) ditunjukkan pada Gambar 20.
GAMBAR 20 PETA RENCANA JARINGAN TRANSPORTASI BERDASARKAN RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029, RTRW KABUPATEN/KOTA, DAN MPA
Sumber: Pemetaan Tim WJP-MDM, 2013
Rencana Jaringan Infrastruktur Transportasi berdasarkan Studi Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration (JUTPI)
Berdasarkan studi JUTPI, terdapat berbagai rencana yang terkait dengan jaringan infrastruktur transportasi di wilayah Bodebek Karpur yaitu sebagai berikut:
Pembangunan Jakarta Outer Ring Road II;
Pembangunan Jalan Tol Depok – Antasari;
46
Pengembangan sistem Bus Rapid Transit (BRT);
Pelebaran jalan untuk sistem Bus Rapid System di beberapa ruas jalan di Kota Bogor, Kota Bekasi, dan Kota Depok;
Pembangunan fasilitas park and ride untuk BRT;
Pembangunan terminal bis;
Elektrifikasi dan elevasi Bekasi Line Double-Double Tracking;
Pembangunan sistem Mass Rapid Transit (MRT) East – West; dan
Pembangunan dan peningkatan fasilitas stasiun KA.
Hasil overlay rencana jaringan berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Barat, RTRW Kabupaten/Kota, rencana dalam Metropolitan Priority Area (MPA), dan studi JUTPI ditunjukkan pada Gambar 21.
GAMBAR 21 PETA RENCANA JARINGAN TRANSPORTASI BERDASARKAN RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029, RTRW KABUPATEN/KOTA, MPA, DAN JUTPI
Sumber: Pemetaan Tim WJP-MDM, 2013
47
seluruh stakeholders dapat memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang dapat mengakselerasi terwujudnya Twin Metropolitan Bodebek Karpur-DKI Jakarta.
2. Konsep Pengembangan Perumahan
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang menentukan kualitas hidup dan kesejahteraan penduduk. Dalam konteks perkotaan, persoalan perumahan seringkali ditemukan karena keterbatasan lahan yang mengakibatkan tingginya harga lahan di perkotaan. Pada kenyataannya, pertumbuhan penduduk perkotaan merupakan hal yang sulit untuk dihindari.
Beberapa implikasi dari tingginya lahan perkotaan adalah tumbuhnya pengembangan perumahan di wilayah pinggiran kota bagi masyarakat kelas menengah. Tren yang berkembang saat ini adalah banyaknya pengembang perumahan yang menawarkan harga yang terjangkau bagi masyarakat kelas menengah. Kalangan masyarakat ini pada umumnya memiliki fasilitas yang memudahkan mereka untuk menempuh jarak jauh yaitu dengan menggunakan mobil pribadi. Akibatnya, ruas-ruas jalan di perbatasan antara pusat kota dan pinggiran kota merupakan titik-titik kemacetan yang disebabkan oleh pergerakan penduduk commuter.
Di sisi lain, bagi masyarakat berpenghasilan rendah, persoalan dasar yang dihadapi adalah ketidakmampuan mereka untuk mengakses lahan yang layak dan terjamin, baik di pusat kota maupun pinggiran kota. Kendala yang dihadapi oleh masyarakat berpenghasilan rendah tidak hanya terkait tingginya harga lahan tetapi juga biaya transportasi yang seringkali menjadi persoalan jika lokasi rumah mereka berjauhan dari lokasi tempat bekerja atau sekolah. Akibatnya, banyak masyarakat berpenghasilan rendah yang memilih untuk tinggal di pusat kota namun dengan kondisi lingkungan perumahan yang kumuh, bahkan tidak sedikit yang menempati lahan yang bukan miliknya.
48
perumahan vertikal di pusat kota dengan mengakomodasi seluruh kalangan masyarakat.
Pengembangan perumahan vertikal merupakan salah satu upaya yang perlu didorong oleh Pemerintah untuk dapat menampung kebutuhan perumahan bagi masyarakat perkotaan tanpa harus terkendala oleh minimnya lahan perkotaan. Pembangunan perumahan vertikal yang dikembangkan oleh developer pada umumnya ditujukan bagi masyarakat kelas menengah ke atas. Dalam hal ini, pemerintah dapat berperan sebagai regulator yang mengatur wilayah prioritas yang perlu dibangun perumahan vertikal.
Jika mengacu pada analisis Tim WJPMDM, berdasarkan proyeksi penduduk Bodebek Karpur tahun 2025, daerah yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Bekasi Barat dan Bekasi Utara di Kota Bekasi, Kecamatan Tambun Selatan di Kabupaten Bekasi, Kecamatan Gunung Putri dan Cibinong di Kabupaten Bogor. Gambar 22 menunjukkan lokasi kecamatan dengan kepadatan tertinggi di Bodebek Karpur.
GAMBAR 22 PETA KEPADATAN PENDUDUK METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2025
Sumber : Analisis Tim WJPMDM, 2013
49 3. Konsep Pengembangan Jaringan Air Bersih
Dalam lingkup metropolitan, pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih merupakan hal yang paling mendasar dalam mewujudkan kualitas hidup yang layak bagi masyarakat perkotaan. Namun, pertumbuhan penduduk perkotaan yang semakin pesat menjadi tantangan serius bagi penyedia pelayanan air bersih yang harus mencari sumber air baru, memperluas jaringan, dan mempertahankan kualitas pelayanan.
Lenton dan Wright (2004) dalam Achievi g the Mille iu Develop e t Goals for
Water a d “a itatio : What Will It Take? , mengidentifikasi beberapa kendala terkait keberhasilan penyediaan air minum di negara berkembang, seperti di Indonesia yaitu: 1) politis (sektor air minum dan sanitasi belum menjadi prioritas); 2) finansial (kemiskinan); 3) institusional (kurangnya lembaga yang tepat, tidak berfungsinya lembaga yang ada); 4) teknis (tersebarnya permukiman, aksesibilitas dan geografis ); dan 5) terbatasnya pasokan air dan bencana alam (Nugroho, 2012).
Berdasarkan hasil analisis tim WJPMDM, telah disebutkan bahwa kebutuhan air bersih domestik dan non domestik diprediksi mencapai 4.446.851.595 liter/hari. Kebutuhan air bersih di wilayah metropolitan tidak dapat dipenuhi dengan rencana pembangunan yang parsial. Terdapat beberapa regulasi yang telah mengatur penyediaan air minum yaitu Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) No. 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM.
Dalam regulasi tersebut disebutkan bahwa pengembangan SPAM bertujuan untuk terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga yang terjangkau; tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan; serta tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan peyanan air minum.
50
bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan air minum.
a) Unit air baku merupakan sarana pengambilan dan/atau penyediaan air baku;
b) Unit produksi merupakan prasarana dan sarana yang dapat digunakan untuk mengolah air baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi, dan/atau biologi;
c) Unit distribusi merupakan unit yang mendistribusikan air dari unit produksi ke unit pelayanan di pelanggan;
d) Unit pelayanan merupakan ujung akhir dari sistem yang langsung bersentuhan dengan pelanggan. Unit ini mengukur besaran pelayanan dan menjamin keakurasiannya pada sambungan rumah dan hidran umum; e) Unit pengelolaan terdiri dari pengelolaan teknis dan non teknis.
Pengelolaan teknis terdiri dari kegiatan operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit air baku, unit produksi, dan unit distribusi; sedangkan pengelolaan nonteknis terdiri dari administrasi dan pelayanan.
Lingkup pengembangan SPAM dapat berarti penambahan coverage area, penambahan jumlah pelanggan tanpa menambah coverage area, rehabilitasi/revitalisasi jaringan perpipaan, atau uprating unit produksi. Dalam Permen No. 18 Tahun 2007 juga dijelaskan mengenai rencana induk pengembangan SPAM, yaitu suatu rencana jangka panjang (15-20 tahun) yang merupakan bagian atau tahap awal dari perencanaan air minum jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan berdasarkan proyeksi kebutuhan air minum pada satu periode yang dibagi dalam beberapa tahapan dan memuat komponen utama sistem beserta dimensi-dimensinya.
51
terselenggaranya kerja sama dalam perencanaan pengembangan sistem penyediaan air minum lintas kabupaten/kota.
Metropolitan Bodebek Karpur akan dikembangkan dengan konsep Twin Metropolitan Bodebek Karpur-DKI Jakarta. Dengan konsep ini, kerjasama antar daerah tidak hanya melibatkan antar kabupaten/kota tetapi juga berpotensi melibatkan Provinsi DKI Jakarta dan Banten. Jika rencana pengembangan SPAM melibatkan beberapa provinsi, maka jika tidak mencapai kesepakatan dalam hal fasilitasi provinsi, Pemerintah Pusat dapat memfasilitasi kerjasama dalam perencanaan pengembangan SPAM lintas provinsi.
Hingga tahun 2013, kesepakatan kerjasama pengembangan SPAM di Provinsi Jawa Barat baru direalisasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota di Metropolitan Bandung Raya, dan belum ada kesepakatan di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur dan Cirebon Raya. Mengingat pentingnya penyediaan air bersih yang memadai, maka untuk ke depannya Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menginisiasi pengembangan SPAM regional, termasuk di Metropolitan Bodebek Karpur. Dengan mengembangkan SPAM tersebut, diharapkan kebutuhan air bersih di wilayah ini dapat dipenuhi dengan ketersediaan air bersih yang memadai.
4. Konsep Pengembangan Jaringan Air Kotor
Salah satu tantangan utama dalam menghadapi pertumbuhan penduduk perkotaan yang sangat pesat adalah peningkatan jumlah air limbah. Dalam lingkup nasional, hingga tahun 2013, instalasi pengolahan limbah terpusat dalam skala kota hanya ada di 13 kota besar, yaitu Medan, Parapat, Batam, DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Cirebon, Surakarta, DI Yogyakarta, Bali, Banjarmasin, Balikpapan, dan Manado. Persoalan air limbah bukan lagi persoalan perorangan tetapi sudah menjadi permasalahan umum yang seharusnya sudah ditangani secara komunal.