• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 PENINGKATAN KERAGAMAN IN VITRO LILI DENGAN INDUKSI MUTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 PENINGKATAN KERAGAMAN IN VITRO LILI DENGAN INDUKSI MUTASI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

4 PENINGKATAN KERAGAMAN IN VITRO LILI DENGAN

INDUKSI MUTASI

4.1 Peningkatan keragaman genetik in vitro lili dengan sinar Gamma Abstrak

Keragaman tanaman lili dapat diperoleh melalui induksi mutasi. Radiosensitivitas tanaman terhadap sinar Gamma berbeda pada tiap kultivar yang digunakan. Tujuan penelitian ini ialah mendapatkan dosis letal (LD-50) serta dosis sinar Gamma yang dapat menginduksi keragaman planlet lili serta variasi yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan kalus lili Oriental cv. Sorbon dan lili Asiatik cv. Purple Maroon sebagai materi iradiasi. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 10 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan induksi mutasi dengan iradiasi sinar Gamma terdiri atas beberapa dosis yaitu 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 Gray. Peubah yang diamati ialah persentase kalus hidup setelah iradiasi sinar Gamma, jumlah tunas, jumlah daun, tinggi planlet, dan total planlet hidup. Hasil analisis menggunakan Curve Expert 1.4 menunjukkan bahwa dosis letal (LD50) lili Oriental cv. Sorbon diperoleh pada dosis 46.68 Gray

dan lili Asiatik cv. Purple Maroon pada dosis 33.49 Gray. Semakin tinggi dosis iradiasi akan menurunkan persentase kalus hidup pada kedua jenis lili.

Kata kunci : Radiosensitivitas, lili, Sinar Gamma, iradiasi.

Abstract

The variation of Oriental lily cv. Sorbon and Asiatic lily cv. Purple Maroon were induced by Gamma irradiation. Radiosensitivity of plant to irradiation was different for different cultivars. The objectives of the experiment were to find out the optimum dosis for inducing variation and variation of planlets. Completely Random Design were used in this experiment. Dosis of Gamma irradiation were 0,10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 and 100 Gray. Observed variable were percentage of callus survive after irradiation, total number of shoots, total number of leaves, planlets height and total of survival planlets. The result showed that lethal dose (LD-50 ) was achived on 46.68 Gray (Oriental lili cv. Sorbon) and 33.49 Gray (Asiatic lili cv. Purple Maroon). The higher dose of Gamma irradiation decreased percentage of survival callus both of lili cultivars.

Keywords: Radiosensitivitas, lily, Gamma irradiation.

Pendahuluan

Keragaman tanaman lili umumnya diperoleh melalui persilangan interspesifik (van Tuyl dan Lim 2003). Persilangan interspesifik ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain memerlukan waktu yang cukup lama sekitar 2- 3 tahun dari tebar benih hingga bunga pertama, sedangkan perbanyakan vegetatifnya memerlukan waktu sekitar 3-5 tahun. Kelemahan lain ialah adanya hambatan sebelum dan sesudah fertilisasi ( pre and post fertilization barrier).

(2)

Persilangan antara lili Longiflorum x Asiatik dan lili Oriental x Asiatik umumnya steril. Sterilitas ini disebabkan adanya perpasangan kromosom yang tidak teratur selama meiosis (Lim et al. 2000). Beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah pre fertilisasi ini antara lain melalui cut style technique, grafted style methode, perlakuan zat pengatur tumbuh, maupun polinasi secara in vitro. Hambatan post fertilisasi dilakukan dengan embrio rescue, kultur embrio, kultur ovul dan ovary slice culture (Wang et al. 2009). Cara lain untuk mengatasi masalah ini yaitu melalui induksi mutasi.

Induksi mutasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman melalui proses perubahan struktural gen atau kromosom. Pengaruh bahan mutagen khususnya iradiasi yang paling sering terjadi adalah aberasi kromosom. Perubahan yang terjadi pada struktur kromosom antara lain translokasi, inversi, duplikasi dan delesi. Translokasi terjadi bila benang kromosom patah, dan patahan benang kromosom bergabung kembali dengan cara pindah atau bertukar pasangan dengan kromosom lain, sehingga terbentuk pasangan kromosom baru yang berbeda dengan aslinya. Inversi terjadi karena kromosom patah secara simultan dan bagian yang patah berotasi 180 ° dan menyatu kembali. Duplikasi merupakan peningkatan jumlah gen pada kondisi diploid, sedangkan delesi adalah penghilangan satu atau lebih bagian gen pada kromosom (van Harten 1998).

Keberhasilan pemanfaatan teknik induksi mutasi antara lain perubahan morfologi dan warna bunga pada Chrysanthemum morifolium (Lamseejan et al. 2000), (Datta et al. 2005, Barakat et al. 2010), tahan cekaman kekeringan pada Vigna radiata L.Wilczek (Dhole dan Reddy 2010), peningkatan hasil dan perbaikan genotipe Dioscorea rotundata (Nwachukwu et al. 2009), peningkatan pertumbuhan dan hasil biji okra (Abelmoschus esculentus L. Monech) (Hegazi and Hamideldin. 2010), dan mutan novelty pada petunia (Berenschot et al. 2008). Induksi mutasi juga digunakan untuk mendapatkan tanaman bunga matahari yang tahan terhadap imidazolinone ( Sala et al. 2008), perubahan warna dan ukuran petal pada anyelir (Aisyah et al. 2009), perubahan morfologi bunga dan mutasi klorofil pada curcuma alismatifolia ( Abdullah et al. 2009) serta mutasi pada cabe ( Omar et al. 2008).

Radiosensitivitas merupakan tingkat sensitivitas tanaman terhadap radiasi (van Harten 1998). Uji radiosensitivitas dilakukan untuk mendapatkan dosis iradiasi yang efektif menghasilkan mutan dan mengetahui frekuensi serta spektrum mutasi (Abdullah et al. 2009). Respon sel pada tanaman tingkat tinggi terhadap mutagen fisik maupun kimia dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor biologi, lingkungan dan faktor kimia. Faktor ini menentukan efektivitas mutasi per unit dosis dan efisiensi mutasi yaitu rasio mutasi yang dapat mengenai dan memberi pengaruh pada sel tanaman misalnya kerusakan kromosom. Pada biji yang diiradiasi, faktor lain yang berpengaruh penting ialah oksigen dan kandungan air, penyimpanan biji setelah radiasi, serta suhu. Sedangkan iradiasi pada jaringan tanaman dipengaruhi juga oleh stadia perkembangan tanaman termasuk diantaranya hubungan sintesis DNA dan laju dosis, volume inti sel dan interfase kromosom serta faktor genetik (IAEA 1977).

Tujuan penelitian ini ialah (1) mendapatkan dosis letal (LD-50) iradiasi sinar Gamma, (2) mendapatkan dosis sinar Gamma yang dapat menginduksi keragaman planlet lili serta variasi yang dihasilkan.

(3)

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas dan Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Pasar Jumat, Jakarta. Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai dengan Desember 2011. Bahan yang digunakan ialah kalus yang berasal dari kultur tangkai sari bunga lili Oriental cv. Sorbon dan lili Asiatik cv. Purple Maroon . Alat yang digunakan yaitu Gamma chamber, laminair air flow, botol kultur, pinset, pisau kultur, petridish dan selotip.

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor, yaitu perlakuan dosis iradiasi sinar Gamma dengan beberapa taraf dosis yaitu 0,10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 Gy. Percobaan terdiri atas 3 ulangan, 10 perlakuan, tiap perlakuan 10 botol dan satuan pengamatan 10 botol, sehingga terdapat 300 satuan percobaan.

Prosedur Pelaksanaan

Tahapan percobaan meliputi persiapan bahan tanaman, perlakuan induksi mutasi, penanaman atau subkultur planlet yang diiradiasi, penentuan dosis letal 50%, pembentukan populasi MV1 sampai MV3 dan seleksi mutan (Gambar 4.1)..

Gambar 4.1. Tahapan induksi mutasi kalus lili dengan sinar Gamma dan pembentukan populasi hasil mutasi.

Tangkai sari bunga sebagai eksplan (A), Kalus yang terbentuk dari tangkai sari bunga sebagai bahan untuk iradiasi (B), Gamma Chamber untuk iradiasi kalus lili (C), Planlet hasil regenerasi kalus teriradiasi (D), Umbi lili yang terbentuk dari planlet teriradiasi (E), Planlet generasi MV1 yang diperbanyak dengan umbi (F).

Tahap awal penelitian dilakukan dengan melakukan sterilisasi eksplan kuncup bunga, dengan cara membersihkan kuncup bunga dengan air mengalir, selanjutnya dicuci dengan detergen dan dibilas dengan air bersih. Kuncup bunga selanjutnya direndam dalam larutan streptomisin sulfat 20% dan benomil 50% selama 30 menit, dilanjutkan dengan perendaman dengan klorok 5% selama 10 menit. Kuncup bunga dibilas dengan aquades steril hingga bersih. Di dalam

A B C D

E F

(4)

laminair air flow cabinet (LAF), kuncup bunga direndam dalam alkohol 70% selama 5 menit, klorok 5% selama 10 menit dan dibilas aquades hingga bersih. Tahap selanjutnya, kuncup bunga dibuka dan diambil bagian tangkai sarinya. Tangkai sari bunga dipotong ± 0.5 cm dan ditanam pada media induksi kalus. Eksplan yang telah ditanam di tempatkan dalam ruang gelap pada suhu ± 23º C. Kalus terbentuk 14- 31 hari setelah tanam. Kalus yang terbentuk selanjutnya di beri perlakuan iradiasi sinar Gamma pada beberapa dosis

Pada tahap iradiasi, kalus ditempatkan pada Gamma Chamber dan dilakukan penembakan dengan sinar Gamma menggunakan bahan aktif Cobalt-60. Peubah yang diamati meliputi (1) persentase kalus hidup setelah iradiasi sinar Gamma, (2) jumlah tunas yang terbentuk setelah iradiasi, (3) tinggi planlet, (4) jumlah daun dan (5) jumlah planlet hidup. Analisis data menggunakan program IBM SPSS Statistic 19.

Hasil dan Pembahasan 1. Iradiasi sinar Gamma lili Oriental cv. Sorbon

Iradiasi sinar Gamma pada kalus lili menunjukkan adanya keragaman planlet. Dosis letal 50 (LD-50) lili Oriental cv. Sorbon menggunakan program curve expert 1.4, diperoleh dosis 46.68 Gy dengan persamaan linear Y= 84.08 – 0.73 X (Gambar 4.2). Perhitungan LD-50 ini diperoleh 6 bulan setelah iradiasi.

Gambar 4.2 Grafik persentase kalus hidup dan letal dosis 50% (LD50) lili Oriental cv.Sorbon

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis iradiasi sinar Gamma, semakin rendah persentase kalus hidup lili cv.Sorbon. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, Datta et al. (2005) pada tanaman Chrysanthemum, Nwachukwu et al. (2010) pada tanaman Dioscorea rotundata, Barakat et al. (2010) pada Chrysanthemum cv. Delistar White, Berenschot et al. (2008) pada tanaman petunia serta Abdullah et al. (2009) pada tanaman Curcuma alismotifolia.

Persamaan linier yang diperoleh pada induksi mutasi lili dengan sinar Gamma ini juga mendukung penelitian IAEA (1977), bahwa frekuensi mutasi

Dosis iradiasi sinar Gamma

% K a lus hi dup -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Y= 84.08 – 0.73 X , r = 0.94 LD50 = 46.68 Gy Y X

(5)

meningkat dengan meningkatnya dosis sinar X dan sinar Gamma, namun kemampuan hidup dan regenerasi menurun dengan meningkatnya dosis.

Tabel 4.1 Persentase kalus hidup, jumlah tunas, jumlah daun, tinggi planlet dan jumlah planlet hidup lili Oriental cv.Sorbon pada berbagai dosis sinar Gamma

Dosis (Gy) %Kalus hidup (%) Jumlah Tunas Jumlah Daun Tinggi Planlet Total Planlet Hidup Kontrol 90.47 a 1.60 a 4.83 a 1.35 a 27 10 90.00 a 1.00 ab 1.39 b 0.97 ab 27 20 80.00 ab 1.50 a 1.39 b 0.93 ab 24 30 77.78 ab 0.67 ab 1.33 b 0.57 ab 23 40 65.56 bc 0.67 ab 1.00 b 0.56 ab 20 50 64.44 bc 0.67 ab 0.67 b 0.21 b 19 60 53.33 c 0.33 b 0.33 b 0.20 b 16 70 50.00 c 0.33 b 1.00 b 0.20 b 15 80 24.60 d 0.33 b 1.33 b 0.20 b 7 90 21.33 d 0.33 b 1.00 b 0.23 b 6 100 20.66 d 0.33 b 1.00 b 0.23 b 6

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5% .

Tabel 4.1 juga menunjukkan bahwa terdapat tiga pengaruh iradiasi sinar Gamma pada tanaman yaitu kerusakan fisiologis, mutasi gen dan mutasi kromosom. Pengaruh ini ditandai dengan terjadinya penurunan kemampuan tumbuh dengan semakin meningkatnya dosis sinar Gamma, serta adanya kecenderungan terjadi penurunan tinggi tanaman dan jumlah daun (Nwachukwu et al. 2010).

2. Iradiasi sinar Gamma lili Asiatik cv. Purple Maroon

Dosis letal 50 lili Asiatik cv. Purple Maroon diperoleh pada dosis 33.49 Gy dengan persamaan linier Y=70.5 – 0.61 X (Gambar 4.3). LD-50 pada dosis ini diperoleh 6 bulan setelah iradiasi. Respon kalus lili Asiatik cv.Purple Maroon terhadap iradiasi sinar Gamma hampir sama dengan lili Oriental cv.Sorbon, yaitu semakin tinggi dosis iradiasi maka semakin rendah persentase kalus hidup. Berdasarkan letal dosis yang diperoleh, dosis lili Asiatik yang menyebabkan kematian kalus 50% lebih rendah dibandingkan lili Oriental.

Radiosensitivitas kalus lili terhadap iradiasi sinar Gamma ditentukan oleh faktor biologi seperti perbedaan genetik lili, faktor lingkungan, kandungan air, penyimpanan setelah iradiasi dan suhu (IAEA 1977). Kalus lili Asiatik lebih sensitif terhadap sinar Gamma dibandingkan dengan kalus lili Oriental (Tabel 4.1 dan 4.2). Dosis iradiasi sinar Gamma 30 Gy menyebabkan kematian 50 % kalus lili Asiatik, namun demikian tidak terjadi pada kalus lili Oriental. Semakin tinggi dosis iradiasi sinar Gamma menyebabkan penurunan kemampuan hidup kalus lili baik pada lili Asiatik maupun Oriental.

(6)

Gambar 4.3 Grafik persentase kalus hidup dan dosis letal dosis 50% (LD50) lili Asiatik cv. Purple Maroon.

Meningkatnya dosis iradiasi sinar Gamma, menurunkan rerata tinggi planlet lili Asiatik cv. Purple Maroon dan lili Oriental cv. Sorbon hasil iradiasi (Tabel 4.1 dan 4.2). Hasil ini sejalan dengan penelitian Berenschot et al. (2008) bahwa dosis iradiasi yang tinggi mengurangi 44% planlet hidup dan 55.6 % kemampuan hidup berkecambah tanaman petunia. Tinggi kecambah petunia menurun pada dosis 40 dan 60 Gy. Dosis diatas 50 Gy atau lebih, tanaman krisan tidak menghasilkan tunas dan mati (Lamseejan et al. 2000).

Tabel 4.2 Persentase kalus hidup, jumlah tunas, tinggi planlet, jumlah daun dan jumlah planlet lili Asiatik cv. PM pada berbagai dosis sinar Gamma

Dosis (Gy)

% Kalus hidup (%)

Σ Tunas Tinggi planlet (cm) Σ Daun Jumlah Planlet Kontrol 100.00 a 2.33 a 1.03 a 5.20 a 30 10 56.67 b 2.00 ab 0.90 ab 5.56 a 17 20 46.67 bc 1.67 abc 0.86 ab 2.83 ab 14 30 50.00 b 1.67 abc 0.57 ab 2.78 ab 15 40 33.33 cd 1.33 abc 0.75 ab 2.78 ab 10 50 26.67 de 1.50 abc 0.51 ab 3.89 ab 8 60 26.67 de 0.33 c 0.60 ab 3.89 ab 8 70 30.00 de 1.00 abc 0.60 ab 2.50 ab 9 80 33.33 cd 0.78 bc 0.40 ab 2.00 ab 9 90 16.67 e 0.67 bc 0.40 ab 2.00 ab 5 100 16.67 e 1.00 abc 0.17 b 0.33 b 3

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5% .

Dosis iradiasi sinar Gamma

% Kal u s h id u p 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Y X Y=70.5 – 0.61 X r = 0.87 LD50 = 33.49 Gy

(7)

Gambar 4.4 menunjukkan respon kalus lili Asiatik cv. Purple Maroon hasil iradiasi sinar Gamma pada beberapa dosis.

Gambar 4.4 Respon kalus kontrol (A) dan hasil iradiasi sinar Gamma.

Iradiasi kalus pada dosis 10 Gy (B), 20 Gy (C), 30 Gy (D), 40 G (E), 50 (F), 60 Gy (G), 70 Gy (H), 80 Gy (I), 90 Gy (J) dan 100 Gy (K)

3. Analisis keragaman planlet lili hasil induksi mutasi berdasarkan karakter morfologi

Salah satu pengaruh yang ditimbulkan iradiasi sinar Gamma dan mutagen kimia yaitu adanya perubahan morfologi tanaman. Demikian halnya yang terjadi pada kalus lili yang diinduksi dengan mutagen. Perubahan morfologi dan keragaman genetik yang disebabkan iradiasi sinar Gamma banyak terjadi pada dosis 10 Gray. Perubahan ke arah positif diantaranya terbentuknya umbi diatas umbi pada kalus lili yang diiradiasi pada dosis 10 Gray (Gambar 4.5 A dan B). Hasil ini selanjutnya diseleksi dan dikembangkan terutama untuk produksi benih dalam bentuk umbi. Dosis di atas 50 Gray menyebabkan perubahan morfologi namun lebih kearah abnormal dan kalus cenderung tidak berkembang menjadi planlet (Gambar 4.5 C) serta bentuk daun seperti corong (4.5 D). Pertumbuhan

abnormal yang lainnya antara lain daun berbentuk bulat panjang seperti jarum (Gambar 4.5 F) dan daun berukuran lebih lebar menggulung (Gambar 4.5 G).

A B C D

E F G H

(8)

Gambar 4.5. Perubahan morfologi planlet lili hasil iradiasi sinar Gamma.

Umbi terbentuk di atas umbi utama, hasil iradiasi sinar Gamma 10 Gy (A dan B), Kalus berwarna kuning dan berkembang membentuk daun yang abnormal, hasil iradiasi sinar Gamma 40 Gy (C dan E) serta Daun berbentuk corong, hasil iradiasi sinar Gamma 10 Gy (D), Daun bulat memanjang seperti jarum, hasil iradiasi sinar Gamma 40 Gy (F) dan Daun berukuran lebih besar dan menggulung, hasil iradiasi sinar Gamma 10 Gy (G).

Induksi mutasi berkaitan dengan frekuensi dan spektrum mutasi. Frekuensi merupakan jumlah mutan per populasi yang ada. Tabel 4.4 menunjukkan frekuensi mutasi serta perubahan morfologi akibat iradiasi sinar Gamma.

Tabel 4.3 Keragaman planlet lili hasil induksi mutasi sinar Gamma berdasarkan karakter morfologi (8 bulan setelah kultur).

Penampilan Morfologi Jenis lili Frekuensi Daun Tebal

Daun bentuk corong

PM (Asiatik) Sorbon (Oriental )

0.13 0.03 Umbi terbentuk diatas umbi Sorbon (Oriental) 0.07 Ukuran daun lebih lebar PM (Asiatik) 0.13

Simpulan

1. Radiosensitivitas kalus lili terhadap sinar Gamma dan letal dosis (LD-50) berbeda, tergantung kultivar lili yang digunakan. Letal dosis (LD-50) lili Asiatik cv. Purple Maroon diperoleh pada dosis 33. 49 Gy, sedangkan lili Oriental cv. Sorbon diperoleh pada dosis 46.68 Gy.

2. Keragaman planlet lili dapat diperoleh menggunakan sinar Gamma. Keragaman diperoleh pada dosis 10 Gy.

A B

C D

E

F G

(9)

4.2 Peningkatan keragaman genetik in vitro lili dengan mutagen kimia (Ethyl methanosulfonat/EMS)

Abstrak

Induksi mutasi dengan mutagen kimia dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi mutagen kimia EMS yang dapat menginduksi keragaman planlet lili. Bahan yang digunakan ialah kalus lili Oriental cv. Frutty Pink dan lili Asiatik cv. Purple Maroon yang diinduksi dari tangkai sari bunga. Konsentrasi EMS yang digunakan antara lain 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4 dan 0.5 mll-1. Pada konsentrasi tersebut belum diperoleh letal konsentrasi. Namun konsentrasi EMS yang diujikan berpengaruh terhadap persentase kalus membentuk tunas serta tinggi tunas pada lili Asiatik. Konsentrasi EMS juga berpengaruh terhadap persentase kalus yang hidup serta persentase kalus membentuk tunas pada lili Oriental.

Kata kunci : Induksi keragaman, EMS, lili Asiatik, lili Oriental

Abstract

The chemical mutagen was increasing plant genetic variability. The objective of this study was to obtain best concentration of chemical mutagen (EMS) to enhance genetic variability of lily plantlet. Callus of Oriental lily cv. Frutty Pink and Asiatic lily cv. Purple Maroon were used as materials. This callus were induced from filaments. EMS concentrations were 0.1, 0.2, 0.3, 0.4 dan 0.5 mll-1. These concentrations were not caused lethal concentration yet. Percentage of shoots and height of shoots of Asiatic lily were significantly different among these concentrations. Otherwise, percentage of survival callus and shoots were significantly different among these concentration for Oriental lily.

Key words : Induce variability, EMS, Asiatic lily, Oriental lily.

Pendahuluan

Mutagenesis merupakan salah satu cara untuk menghasilkan keragaman genetik pada tanaman hias. Mutagenesis digunakan sebagai alat potensial dalam memperoleh gen baru dan analisis gen. Keuntungan mutagenesis diantaranya dapat menginduksi keragaman genetik tanaman dalam jumlah besar, teknologinya sederhana, relatif murah, dapat diterapkan pada semua species tanaman serta dapat digunakan dalam skala kecil atau besar (Berenschot et al. 2008). Salah satu induksi mutagenesis yang dapat digunakan yaitu mutagen kimia. Mutagen kimia diklasifikasikan dalam 4 kelompok yaitu antibiotik, alkylating agent, basa analog, azide serta hydroxylamine. Mutagen kimia yang umum digunakan ialah EMS (Ethyl methane sulfonate). EMS merupakan kelompok alkylating agent, senyawa ini mempunyai satu atau lebih alkyl reaktif yang dapat dipindahkan ke molekul lain dengan potensial elektron yang tinggi. Molekul ini beraksi dengan DNA oleh pengelat kelompok fosfat pada basa purin dan pirimidin. Kejadian yang sering terjadi adalah pembentukan 7 alkyl guanin (IAEA 1977).

(10)

Faktor penting dalam penggunaan mutagen kimia diantaranya konsentrasi mutagen, suhu dan pH larutan, eksplan yang digunakan, interaksi antara mutagen dengan media in vitro serta kondisi setelah perlakuan. Keuntungan penggunaan mutagen kimia yaitu dapat meningkatkan keragaman melalui mutasi titik, kerusakan kromosom lebih sedikit daripada mutagen fisik, spektrum mutasi berbeda dengan mutasi fisik serta frekuensi mutasi tinggi. Spektrum mutasi merupakan jumlah karakter yang terpengaruh karena mutagen. Sprektum mutasi ada dua yaitu spektrum sempit bila hanya satu karakter/ sifat yang berubah, sedangkan spektrum luas bila banyak karakter yang berubah. Sedangkan frekuensi mutasi merupakan jumlah mutan per populasi yang ada (van Harten 1998).

EMS berbeda dengan radiasi ion dalam menginduksi mutasi , didasarkan atas rasio sterilitas mutan serta mutasi struktural yang dihasilkan. EMS lebih efektif 50% dibandingkan EI(Ethylen imine) dalam menghasilkan mutan (van Harten 1998).

Tujuan penelitian ialah mendapatkan konsentrasi mutagen yang tepat untuk menginduksi keragaman planlet serta mendapatkan keragaman planlet hasil induksi mutasi.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Kebun Percobaan Cipanas BALITHI. Bahan yang digunakan yaitu kalus lili Asiatik cv. Purple Maroon dan lili Oriental cv. Frutty Pink. Konsentrasi mutagen kimia EMS yang digunakan ialah 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4 dan 0.5 mll-1.

Prosedur Pelaksanaan

Tahapan percobaan meliputi persiapan bahan tanaman, pembuatan media yang mengandung mutagen kimia EMS pada beberapa konsentrasi serta penanaman kalus pada media perlakuan. Bahan tanaman yang digunakan ialah kalus lili Oriental dan Asiatik. Tahap pembuatan media dilakukan dengan cara menimbang bahan kimia media MS (Lampiran 1), mencampur semua bahan dan mengukur larutan media hingga pH larutan ± 5.8. Tahap selanjutnya, campuran media tersebut ditempatkan pada botol media dan diautoclave ± ½ jam. Media yang telah diautoclave di dinginkan hingga mencapai suhu ± 40 °C. Di dalam laminer, media di tambah dengan EMS dengan konsentrasi sesuai perlakuan yaitu 0.1, 0.2, 0.3, 0.4 dan 0.5 mll-1. Media yang telah megandung EMS dituang dalam botol kultur dan didinginkan. Tahapan selanjutnya, penanaman kalus lili pada media perlakuan.

Peubah yang diamati meliputi persentase kalus hidup, persentase kalus membentuk tunas, tinggi planlet serta jumlah daun. Pengamatan dilakukan 20 hari setelah kultur. Analisis data menggunakan program IBM SPSS Statistic 19.

Hasil dan Pembahasan

1. Induksi mutagen EMS pada lili Asiatik cv. Purple Maroon (PM)

Induksi mutasi dengan mutagen kimia EMS pada 5 macam konsentrasi yang diujikan belum diperoleh letal konsentrasi (LC-50). Beberapa macam konsentrasi

(11)

EMS berpengaruh terhadap kemampuan kalus lili Asiatik cv.PM membentuk tunas (Tabel 4.4) dan tinggi planlet (Gambar 4.6). Semakin tinggi konsentrasi EMS, jumlah kalus membentuk tunas semakin sedikit.

Tabel 4.4 Persentase kalus hidup dan persentase kalus membentuk tunas planlet lili Asiatik cv.PM hasil induksi mutasi kimia EMS (20 HSK)

Konsentrasi EMS (ml/l) % Kalus hidup (%)

% Kalus membentuk tunas (%) E0 (kontrol) 16.4 a 37.77 a E1 (0.10) 13.2 a 36.67 a E2 (0.20) 14.6 a 32.23 ab E3 (0.30) 14.1 a 20.00 bc E4 (0.40) 13.9 a 17.77 bc E5 (0.50) 12.8 a 12.23 c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Konsentrasi EMS berpengaruh terhadap tinggi planlet. Semakin tinggi konsentrasi EMS menyebabkan hambatan perpanjangan sel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi planlet (Gambar 4.6).

Gambar 4.6. Pengaruh konsentrasi EMS terhadap tinggi planlet lili Asiatik cv. PM (20 HSK)

Gambar 4.7. Pengaruh konsentrasi EMS terhadap jumlah daun lili Asiatik cv. PM 1.13 a 0.84 ab0.88 ab 0.74 ab0.67 ab 0.63 b 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 E0 E1 E2 E3 E4 E5 Tin gg i Pla nle t Konsentrasi EMS 5.08 4.91 4.79 4.59 4.38 4.58 4 4.5 5 5.5 E0 E1 E2 E3 E4 E5 Jum la h D aun Konsentrasi EMS

(12)

Konsentrasi EMS tidak mempengaruhi persentase kalus hidup (Tabel 4.5) dan jumlah daun planlet lili Asiatik cv. PM (Gambar 4.7). Dengan konsentrasi tersebut kalus masih mampu tumbuh dengan baik, namun berpengaruh terhadap persentase kalus membentuk tunas. Hasil ini menunjukkan adanya kemungkinan EMS menghambat perkembangan kalus membentuk tunas. EMS merupakan senyawa kimia yang menyebabkan kerusakan fisiologi dan mutasi titik. Kerusakan fisiologi umumnya terjadi pada generasi M1 (IAEA 1977). Sejalan dengan penelitian Berenschot et al. (2008), EMS juga dapat menyebabkan penyimpangan perkembangan dan mengurangi viabilitas tanaman petunia.

2. Induksi mutagen EMS pada lili Oriental cv. Frutty Pink (FP)

Beberapa konsentrasi EMS yang digunakan dalam induksi mutasi pada lili Oriental cv. Frutty Pink juga belum menyebabkan letal konsentrasi. Namun mutagen EMS berpengaruh terhadap persentase kalus hidup dan persentase kalus membentuk tunas (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Persentase kalus hidup dan persentase kalus membentuk tunas lili Oriental cv.FP hasil induk si mutasi kimia EMS (20 HSK)

Konsentrasi EMS (ml/l) % Kalus hidup (%)

% Kalus membentuk tunas (%) E0 (kontrol) 15.33 a 9.13 a E1 (0.10) 14.67 ab 6.93 ab E2 (0.20) 10.00 bc 6.57 ab E3 (0.30) 8.67 c 6.30 ab E4 (0.40) 8.67 c 2.23 c E5 (0.50) 7.00 c 4.43 bc

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5% .

Konsentrasi EMS tidak mempengaruhi tinggi planlet (Gambar 4.8) maupun jumlah daun (Gambar 4.9).

Gambar 4.8 Pengaruh konsentrasi EMS terhadap tinggi planlet lili Oriental cv. FP (20 HSK) 0.82 0.71 0.7 0.7 0.74 0.53 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 E0 E1 E2 E3 E4 E5 Tin gg i P la nle t Konsentrasi EMS

(13)

Gambar 4.9 Pengaruh konsentrasi EMS terhadap jumlah daun lili Oriental cv. Frutty Pink (20 HSK)

Sensitivitas kalus terhadap mutagen EMS pada kedua jenis lili berbeda. Kalus lili Asiatik cv. PM yang di induksi EMS dengan konsentrasi sama (0.2, 0.3, 0.4 dan 0.5 mml-1) memiliki persentase kalus hidup lebih tinggi dibandingkan kalus lili Oriental cv. FP. Sensitivitas bahan tanaman terhadap mutagen dipengaruhi oleh faktor biologi, lingkungan dan faktor kimia. Faktor lingkungan diantaranya kandungan air dan suhu, sedangkan faktor biologi yaitu perbedaan genetik dan varietas. Faktor kimia yang berpengaruh yaitu EMS yang mengandung gugus methyl dan berperan dalam proses me-nonaktifkan atau mengubah basa yang disebut dengan proses methilasi yang mengubah cytosin menjadi thimin (IAEA 1977).

3. Analisis keragaman planlet lili hasil induksi mutasi berdasarkan karakter morfologi

Pengaruh induksi mutasi ditunjukkan dengan adanya peruba han morfologi dan keragaman genetik tanaman. Perubahan morfologi tersebut antara lain daun planlet lili menjadi lebih tebal (Gambar 4.10A), daun membentuk rumpun (Gambar 4.10B), daun berbentuk spiral (Gambar 4.10 D dan E). Planlet lili hasil induksi mutasi dengan mutagen kimia EMS menunjukkan adanya keragaman. Perbedaan pengaruh mutagen sinar Gamma maupun EMS dapat dilihat dari frekuensi terjadinya perubahan secara morfologi juga sterilitas. Frekuensi mutasi dengan EMS pada planlet lili sekitar 0.03 – 0.26. Sterilitas tanaman akibat mutagen kimia ini lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan sinar X namun frekuensi mutasi lebih tinggi bila menggunakan mutagen kimia (van Harten 1998). Hasil penelitian ini (kecuali frekuensi terjadinya daun roset) sejalan dengan penelitian van Harten (1998) pada tanaman barley, bahwa frekuensi terjadinya mutan sama dan atau lebih banyak diperoleh melalui induksi mutasi dengan EMS dibanding sinar Gamma.

4.32 3.82 4.28 4.56 4.6 4.5 0 0.51 1.52 2.53 3.54 4.55 E0 E1 E2 E3 E4 E5 Jum la h D aun Konsentrasi EMS

(14)

Tabel 4.6 Keragaman planlet lili Asiatik cv. PM dan lili Oriental cv. FP hasil induksi mutasi berdasarkan karakter morfologi

Penampilan Morfologi Jenis lili Jenis induksi mutasi

Frekuensi

Daun Tebal

Daun membentuk rumpun

FP (Oriental) PM (Asiatik) EMS (0,4 ml/l) EMS (0,4 ml/l) 0.26 0.13 Daun bentuk spiral

Daun bentuk jarum

PM (Asiatik) PM (Asiatik) EMS (0,4 ml/l) EMS (0,3 ml/l) 0.16 0.13

Daun roset FP (Oriental) EMS (0,5 ml/l) 0.03

Gambar 4.10. Keragaman morfologi planlet lili hasil induksi mutasi dengan EMS. Daun tebal dengan dua warna, hasil induksi EMS 0.04 ml/l (A), Daun membentuk rumpun, hasil induksi EMS 0.4 ml/l (B),

Daun keriting dan mengecil seperti jarum, hasil induksi EMS 0.3 ml/l (C), Daun berbentuk spiral, hasil induksi EMS 0.4 ml/l (D dan E).

4. Pembentukan Populasi Planlet Hasil Induksi Mutasi

Planlet atau tanaman hasil mutasi dapat dikatakan sebagai mutan apabila memiliki sifat stabil, baik stabil secara agronomi maupun genetik. Stabil secara agronomi apabila tanaman hasil induksi mutasi tersebut tidak berubah secara agronomi meskipun ditanam hingga beberapa generasi dan di beberapa lokasi yang berbeda. Stabil secara genetik apabila tanaman hasil induksi mutasi secara genetik tidak berubah meskipun ditanam hingga beberapa generasi. Untuk mendapatkan kestabilan mutan maka perlu adanya pembentukan populasi tanaman hasil mutasi yang ditanam pada beberapa generasi. Pembentukan populasi tanaman hasil mutan ini berbeda, tergantung jenis tanamannya. Pada tanaman padi, umumnya kestabilan diperoleh pada generasi ke tujuh. Tanaman

A B C

D A

(15)

hias yang umumnya diperbanyak dengan bagian vegetatif, generasi tiga atau empat sudah dikategorikan stabil.

Gambar 4.11 Tahapan pembentukan populasi planlet hasil induksi mutasi.

Kalus yang diinduksi mutagen (A), Regenerasi kalus hasil induksi mutasi (B dan C), Planlet hasil induksi mutasi (D), Planlet hasil induksi mutasi yang telah membentuk umbi (E), Umbi dari generasi MV0 ditanam untuk mendapatkan planlet generasi MV1(F), Planlet generasi MV1 (G), Umbi generasi MV1 (I dan J).

Pembentukan populasi planlet lili hasil induksi mutasi dilakukan hingga generasi ke tiga. Kalus yang telah diinduksi dengan mutagen diregenerasikan hingga membentuk planlet dan umbi (Generasi MV0) (Gambar 4.11 B, C, D dan E). Umbi generasi MV0 selanjutnya ditanam hingga beregenerasi dan membentuk umbi baru (Generasi MV1) (Gambar 4.11 F,G dan I) . Demikian seterusnya hingga mencapai generasi MV3. Planlet hasil regenerasi (MV3) selanjutnya diseleksi untuk mendapatkan mutan stabil. Mutan terseleksi digunakan sebagai materi pengujian ketahanan terhadap Fusarium oxysporum pada media yang mengandung fusaric acid.

Subkultur planlet generasi MV0 ke MV1 dilakukan 6 bulan setelah iradiasi, perbanyakan planlet lili generasi MV1 ke MV2 dilakukan selama 6 bulan kultur.

A B C

D E F

(16)

Planlet generasi MV2 ke MV3 dilakukan selama 6 bulan kultur. Tabel 4.7 merupakan tahapan pembentukan populasi hasil mutasi secara skematis.

Tabel 4.7 Tahapan pembentukan populasi planlet hasil mutasi.

Generasi Perlakuan Tahap perkembangan

Kalus (M0)

Aplikasi mutagenik: 1.Iradiasi sinar Gamma 2.Induksi mutagen EMS

1.Kalus teriradiasi 2.Kalus hasil induksi mutagen EMS M1V0 Regenerasi kalus hasil induksi

mutasi menjadi planlet dan umbi lili

Planlet dan umbi lili

M1V1 Subkultur umbi lili hasil induksi mutasi M1V0

Umbi hasil mutasi generasi pertama

M1V2 Perbanyakan umbi M1V1 hingga membentuk planlet

Umbi hasil mutasi generasi kedua

M1V3 Subkultur umbi lili M1V2, Evaluasi penampilan klon-klon mutan, seleksi dan evaluasi karakter-karakter yang diinginkan

Umbi hasil mutasi generasi ketiga, Pemanfaatan umbi untuk seleksi ketahanan terhadap Fusarium oxysporum pada media yang mengandung fusaric acid

Selama pembentukan populasi planlet hasil mutasi dari MV0 sampai dengan MV3 terjadi beberapa perubahan yang terlihat secara morfologi. Perubahan morfologi planlet banyak terjadi pada generasi MV2, diantaranya daun menggulung (Gambar 4.12A,F,G), ukuran daun lebih besar dari planlet kontrol dan terbentuknya khimera serta perubahan warna pada daun (Gambar 4.12 C,D,E). Perubahan yang terjadi pada generasi MV3, antara lain daun berbentuk jarum (Gambar 4.12 B).

Gambar4.12 Perubahan morfologi planlet hasil mutasi selama pembentukan populasi dari MV0 sampai dengan MV3.

A B C D

(17)

Perubahan secara morfologi ini terkait adanya pengaruh induksi mutasi pada kalus lili. Mutagen berpengaruh terhadap perubahan susunan basa ataupun DNA tanaman. Mutagen kimia dapat berpengaruh terhadap metabolisme asam nukleat sehingga terjadi mutasi klorofil sekitar 0.8% (Van Harten 1988).

Simpulan

1. Penggunaan mutagen kimia EMS belum menyebabkan letal konsentrasi, namun konsentrasi EMS pada media berpengaruh terhadap pembentukan tunas.

2. Keragaman planlet lili dapat diperoleh dengan induksi mutagen kimia EMS. Keragaman tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan morfologi pada konsentrasi EMS 0.3 – 0.5 mll-1.

Gambar

Tabel  4.1  Persentase kalus hidup, jumlah tunas, jumlah daun, tinggi planlet dan     jumlah planlet hidup lili Oriental cv.Sorbon pada berbagai dosis sinar  Gamma
Gambar 4.3 Grafik persentase kalus hidup dan dosis letal dosis 50% (LD 50 ) lili    Asiatik cv
Gambar 4.4 menunjukkan respon kalus lili Asiatik cv. Purple Maroon hasil  iradiasi sinar Gamma pada beberapa dosis
Gambar 4.5. Perubahan morfologi planlet lili hasil iradiasi sinar Gamma.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di kampung ini juga pernah tinggal seorang wartawan pejuang Liem Koen Hian dan dari Kapasan yang mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) di sekitar tahun 1929-1930, partai

Banyak bukti yang memperlihatkan bahwa Yusuf sebagai anak yang masih muda yang walaupun mengenal Tuhan terbatas pada masa kecil saja, namun dasar pengenalannya sangat kuat dan

Ditimbang 4,4 g berat kering CMC dimasukkan dalam gelas kimia kemudian ditambah aquades yang banyaknya dihitung dengan rumus :.. mL

pelanggan untuk bertanya kembali. Pengetahuan dan kehandalan karyawan pada Restoran A&W sangat penting dengan menunjang program layana prima terutama menguasai

transaksi, Fee potongan khusus berdasarkan jumlah volume traksaksi, dianggap memiliki pengaruhi signifikan terhadap kepuasan pelanggan online trading PT. Sucorinvest

Tabel 1.Indikator-indikator WI-FI Berdasarkan Tabel terdiri dari 5 faktor dan di ikuti dengan indikator dan simbol yang di gunakan untuk mengelola data yang akan di

mahasiswa IAIN Sumatera Utara terhadap variabel akuntansi forensik. Sangat berperan terhadap sebuah peluang karir yang menjanjikan