• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pada individu akibat menanggung peran ganda, baik dalam pekerjaan (work)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pada individu akibat menanggung peran ganda, baik dalam pekerjaan (work)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Work-Family Conflict

Konflik kerja-keluarga (work-family conflict) adalah konflik yang terjadi pada individu akibat menanggung peran ganda, baik dalam pekerjaan (work) maupun keluarga (family), karena waktu dan perhatian terlalu tercurah pada satu peran saja diantaranya (biasanya pada peran dalam dunia kerja), sehingga tuntutan peran lain (dalam keluarga) tidak bisa dipenuhi secara optimal. Konflik pada dasarnya dialami oleh individu jika dihadapkan pada dua hal atau lebih yang bertentangan dan dia harus membuat pilihan. Konflik peran sendiri merupakan hubungan dari dua atau lebih peran yang diharapkan, namun pemenuhan satu peran akan bertentangan dengan peran lain (Susanto, 2010).

Hubungan antara work – family conflict, pekerjaan dan kepuasan kerja yang lebih baik dapat memahami dengan bantuan teori peran (Aminah 2008),. Teori peran berasumsi bahwa individu mempertahankan beberapa identitas dan hasil konflik ketika tuntutan identitas ini mengganggu satu sama lain (Baldwin et al., 1999 dalam Rathi and Barath, 2013).

(2)

9 2.1.2 Konsekuensi Negatif dari Konflik

Menurut Dubrin (2007), ketika terjadi konflik, prestasi kerja mungkin menurun. Beberapa jenis konflik memiliki konsekuensi buruk daripada yang lain. Terutama bentuk buruk dari konflik adalah salah satu yang memaksa seseorang untuk memilih antara dua alternatif yang tidak diinginkan.

Konsekuensi negatif konflik meliputi berikut ini :

1) Kesehatan fisik dan mental yang buruk. Konflik merupakan sumber stres. Orang di bawah konflik berkepanjangan dan mungkin menderita gangguan stres terkait banyak tindakan kekerasan di tempat kerja berasal dari karyawan sangat stres atau mantan karyawan yang mengalami konflik dengan atasan atau rekan kerja.

2) Sumber daya yang terbuang. Karyawan dan kelompok yang mengalami konflik sering membuang waktu, uang dan sumber daya lainnya saat bekerja.

3) Kinerja yang buruk dan tujuan teralihkan. Ketika konflik emosional terlalu kuat, kinerja tim mungkin buruk karena tidak cukup perhatian untuk tugas. Emosi dapat berjalan begitu tinggi pada kelompok bahwa anggota mungkin tidak dapat mendiskusikan perbedaan mereka dengan cara yang rasional. Masalah ini telah lazim ditemukan dalam kelompok multikultural.

(3)

10 2.1.3 Indikator Work-Family Conflict

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan penelitian yang dilakukan (Yang et al., 2000) yang mengidentifikasikan tiga jenis work-family conflict, yaitu:

Time-based conflict. Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga). Indikatornya adalah:

1) Kurang bahkan tidak adanya waktu untuk keluarga 2) Tidak ada waktu untuk kehidupan bermasyarakat 3) Penggunaan hari libur untuk bekerja

Strain-based conflict. Terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lainnya. Indikatornya adalah:

1) Permasalahan dalam keluarga mempengaruhi waktu untuk bekerja 2) Permasalahan keluarga mempengaruhi produktivitas dalam bekerja 3) Tuntutan pekerjaan mempengaruhi kehidupan keluarga

4) Terjadi keluhan dari anggota keluarga akibat dari pekerjaan.

Behavior-based conflict. Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga). Indikatornya adalah:

1) Keluarga merasa tidak mendapat dukungan dari peran sebagai ibu rumah tangga dan seorang istri

(4)

11 2.1.4 Keterlibatan Kerja

Menurut Robbin (2008), keterlibatan kerja adalah tingkat pengidentifikasian karyawan dengan pekerjaan, secara aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya dipekerjaan adalah penting untuk kebaikan dirinya sendiri. Karyawan dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dengan kuat mengenali dan memperhatikan jenis pekerjaan yang mereka lakukan. Menurut Chughtai (2008), keterlibatan kerja adalah senjata kuat untuk meningkatkan kinerja baik dalam peran dan peran tambahan kinerja. Indayati (2011), berpendapat bahwa keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena dengan adanya keterlibatan pegawai akan menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama, baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi atau keterlibatan mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan. Keterlibatan karyawan bisa memberi motivasi instrinsik kepada para karyawan dengan cara meningkatkan peluang pertumbuhan, tanggung jawab, dan keterlibatan dalam pekerjaan itu sendiri.

Tugas dari pekerjaan harus memerlukan tuntutan optimal dari karyawan. Terlalu banyak atau terlalu sedikit tuntutan dapat menurunkan motivasi kerja individu yang dapat menurunkan keterlibatan pekerjaan mereka (Sawang, 2012). Keterlibatan peran pekerjaan memberikan kesempatan memperoleh sumber daya yang bisa menguntungkan keterlibatan dalam peran keluarga (fung et al.,2014).

(5)

12 Nathania dkk. (2013), berpendapat keterlibatan kerja merupakan suatu tingkatan keikutsertaan aktif individu dalam pekerjaan dan sejauh mana individu menganggap kinerja itu sebagai hal penting yang mempengaruhi harga dirinya. Karyawan yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak perusahaannya dan peduli dengan bidang pekerjaan yang dilakukan olehnya. Keterlibatan atau partisipasi karyawan dalam pekerjaan penting untuk diperhatikan oleh institusi karena keterlibatan kerja akan menyebabkan para karyawan senang untuk bekerja sama satu sama lain baik dengan atasan ataupun dengan sesama rekan kerja. Faktor yang ada pada keterlibatan kerja karyawan adalah karyawan tersebut partisipasi aktif pada pekerjaannya, dan pekerjaan dianggap sebagai bagian yang penting dalam kehidupan individu tersebut. Namun banyak masalah yang dihadapi oleh perusahaan seperti keterlibatan kerja yang rendah mengakibatkan tingginya jumlah karyawan yang berkeinginan untuk keluar dari perusahaan.

2.1.5 Indikator Keterlibatan Kerja

Menurut Asnawi dan Bachroni (1999) sebagai berikut: 1) Adanya harapan yang besar terhadap pekerjaan. 2) Adanya keterlibatan emosional terhadap pekerjaan. 3) Adanya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan. 4) Adanya rasa bangga terhadap pekerjaan.

(6)

13 2.1.6 Stres Kerja

Stres didefinisikan sebagai respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan perilaku bagi peserta organisasi. Stres biasanya berada dalam hal negatif, hal ini diduga disebabkan oleh sesuatu yang buruk (Luthan, 2011:278). Stres kerja dapat diartikan sebagai tekanan yang dirasakan karyawan karena tugas-tugas yang tidak dapat mereka penuhi. Artinya, stres muncul disaat karyawan tidak mampu memenuhi apa yang menjadi tuntutan pekerjaannya. Ketidak jelasan apa yang menjadi tanggung jawab pekerjaan, kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas, tidak ada dukungan fasilitas untuk menjalankan pekerjaan dan tugas yang saling bertentangan merupakan contoh pemicu stress (Susilawati,2013).

2.1.7 Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja Karyawan

Menurut Anatan dan Ellitan (2007:56) faktor penyebab stres meliputi: 1) Extra organizational stresor, yaitu penyebab stres dari luar organisasi

meliputi perubahan sosial dan teknologi yang berakibatkan adanya perubahan gaya hidup masyarakat, perubahan ekonomi dan finansial. 2) Organizational stresor, penyebab stres dari dalam organisasi yang

meliputi kondisi kebijakan dan strategi administrasi, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, dan kondisi lingkungan kerja.

3) Group stresor, penyebab stress kelompok dalam organisasi yang timbul akibat kurangnya kesatuan dalam melaksanakan tugas dan kerja terutama pada level bawahan, kurangnya dukungan dari atasan, munculnya konflik antar personal, interpersonal, dan antar kelompok.

(7)

14 4) Individual stresor, stres dari dalam diri individu yang muncul akibat konflik dan ambiguitas peran, beban kerja yang terlalu berat, dan kurangnya pengawasan dari pihak perusahan.

2.1.8 Indikator Stres kerja

Indikator stress kerja menurut Stephen P. Robbins yang diterjemahkan oleh Hadyana Pujaatmaka, (2008:375), dapat dibagi dalam tiga aspek yaitu :

1) Indikator pada psikologis, meliputi : (1) Cepat tersinggung.

(2) Tidak komunikatif. (3) Banyak melamun. (4) Lelah mental.

2) Indikator pada fisik, meliputi :

(1) Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah. (2) Mudah lelah secara fisik.

(3) Kepala pusing.

(4) Masalah tidur (kebanyakan atau kekurangan tidur). 3) Indikator pada prilaku, meliputi :

(1) Merokok Berlebihan

(2) Menunda atau menghindari pekerjaan. (3) Perilaku sabotase.

(8)

15 2.1.9 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menghasilkan keadaan emosi menyenangkan ataupun tidak menyenangkan dalam diri individu dan cara pandangnya mengenai pekerjaannya (Ansel dan Sutarto, 2012). Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik yang berlaku pada dirinya. Masalah kepuasan kerja penting sekali untuk diperhatikan, karena kepuasan yang tinggi akan menciptakan suasana kerja yang menyenangkan dan akan mendorong karyawan untuk berprestasi (TunjungSari, 2011). Kepuasan kerja memberikan kontribusi total untuk kepuasan kerja global. Meskipun kontribusi kepuasan relatif untuk kepuasan global yang berbeda antara pekerjaan dan keterampilan yang terlibat dan bagaimana kemampuan digunakan menunjukkan hubungan yang kuat dengan kepuasan kerja global (Tatsuse and Michikazu, 2011). Kepuasan kerja merupakan suatu sikap dari individu atau karyawan yang menggambarkan sikap positif atau negatif dari pencapaian atau achievement dalam pekerjaanya (Waspodo dan Minadaniati 2012).

Kepuasan kerja organisasi dianggap rendah oleh para anggotanya, maka hal tersebut akan membuat mereka merasakan dan memiliki tingkat keadilan yang rendah demikian pula sebaliknya kepuasan kerja yang tinggi juga menggiring pada keadilan yang tinggi pada anggota organisasi (Pareke dan Suryana, 2009). Teori Keadilan, bahwa individu membandingkan masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespon untuk menghilangkan ketidakadilan (Robbins and Timothy, 2008:246). Teori

(9)

16 Keadilan menjelaskan bagaimana persepsi seseorang mengenai seberapa adil mereka diperlakukan dalam interaksi sosial ditempat kerja. Inti keadilan adalah bahwa karyawan membandingkan usaha dan penghargaan yang mereka terima dengan orang lain dalam situasi kerja yang serupa (Ivancevich et al, 2007:159)

2.1.10 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Aydogdu dan Asikgil (2011), tingkat kepuasan seseorang berbeda-beda tergantung dari faktor yang terkait dengan pekerjaan tersebut seperti pay, work itself, supervision, promotion possibilities, peers, working conditions.

1) Faktor-Faktor Terkait Pekerjaan

(1) Pay: upah atau gaji memiliki pengaruh sangat penting dalam kepuasan karyawan yang nantinya akan mempengaruhi keputusan karyawan untuk tinggal atau keluar dari perusahaan. Manajer harus dapat mempertimbangkan nilai gaji karyawan agar sesuai dengan jabatan yang dimiliki (Manullang dan Manullang, 2009:177).

(2) The work it self (pekerjaan itu sendiri): pemimpin melakukan usaha nyata dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan berusaha menghindarkan kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaannya (Manullang dan Manullang, 2009:180). (3) Supervision: perilaku supervisor memegang peran penting terkait dengan reaksi karyawan untuk memecahkan masalah. Ini menunjukkan bahwa supervisor yang dekat dengan karyawan akan lebih memperhatikan dan merespon karyawan (Aydogdu dan Asikgil, 2011).

(10)

17 (4) Promotion possibilities: kemungkinan promosi memberikan ketersediaan peluang untuk maju. Jika orang-orang berpikir bahwa mereka tidak akan memiliki banyak kemungkinan promosi, mungkin mereka akan terpengaruh (Aydogdu dan Asikgil, 2011).

(5) Peers: interaksi dengan teman sebaya merupakan faktor penting dalam kepuasan kerja. Sebuah studi di industri otomotif menunjukkan bahwa pekerja yang terisolasi tidak menyukai pekerjaan mereka (Aydogdu dan Asikgil, 2011).

(6) Working conditions: seorang manajer dapat membuat berbagai hal agar keadaan setiap bawahaanya menjadi lebih sesuai sehingga menciptakan kondisi kerja yang baik (Manullang dan Manullang, 2009:183).

2.1.11 Indikator Kepuasan Kerja

Luthans (2011:141) mengemukakan beberapa dimensi terjadinya suatu kepuasan kerja yaitu:

1) Pekerjaan itu sendiri

Kepuasan kerja itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan, dimana pekerjaan tersebut memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, kesempatan untuk menerima tanggung jawab dan kemajuan untuk karyawan.

2) Gaji

Gaji sebagai faktor multidimensi dalam kepuasan kerja merupakan sejumlah upah/uang yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa

(11)

18 dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi.

3) Kesempatan promosi

Kesempatan promosi adalah kesempatan untuk maju dalam organisasi, sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja. 4) Pengawasan (Supervisi)

Pengawasan merupakan kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.

5) Rekan kerja

Pada umumnya, rekan kerja yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Work-Family Conflict dan Kepuasan Kerja

Bukti menunjukkan bahwa work-family conflict berhubungan dengan kepuasan kerja hasilnya negatif bagi individu dan keluarga. Work-family conflict mempengaruhi hubungan antara keluarga dan kepuasan kerja. Seperti yang diharapkan, tingkat dari work-family conflict yang yang lebih besar berhubungan dengan kepuasan kerja yang lebih rendah. Sumber keluarga, yaitu tingkat yang lebih tinggi terhadap cinta keluarga memperkuat hubungan negatif antara work-family conflict dan kepuasan kerja (Bass et al. 2008). karyawan yang mengalami work-family conflict cenderung memiliki kepuasan kerja yang lebih rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik kerja - keluarga memiliki efek negatif pada kepuasan kerja (Hsu Yu Ru, 2011).

(12)

19 Hubungan negatif antara konflik pekerjaan-keluarga (work-family conflict) dengan kepuasan kerja. Sikap dan perasaan yang negatif terhadap pekerjaan merupakan akibat dari konflik pekerjaan-keluarga yang dialami (Soeharto, 2010). Semua sumber stres memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan kepuasan kerja, Namun koefisien konflik peran memiliki nilai tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa konflik peran memiliki kontribusi yang besar terhadap ketidakpuasan kerja (Jahanzeb, 2010). Hasil penelitian menunjukkan ketika karyawan merasa tuntutan peran kerja mereka mengganggu pemenuhan peran keluarga maka mempengaruhi sikap mereka terhadap pekerjaan, yang selanjutnya dapat mengakibatkan kepuasan kerja berkurang (Rathi and Barath, 2013).

Hubungan negatif yang sangat signifikan antara work-family conflict dengan kepuasan kerja, yang artinya semakin tinggi work-family conflict maka semakin rendah tingkat kepuasan kerja karyawan dan sebaliknya semakin rendah work-family conflict maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja (Prawitasari dkk. 2007). Terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara work-family conflict terhadap kepuasan kerja karyawan. Semakin besar work-family conflict yang terjadi maka akan menurunkan kepuasan kerja karyawan (Dhamayanti, 2006). kepuasan kerja berkurang ketika konflik pekerjaan keluarga yang lebih tinggi. Dikonfirmasi dari analyisis Model persamaan struktural (SEM) yang mengusulkan hubungan negatif yang signifikan antara konflik keluarga pekerjaan dan kepuasan kerja (Pasewark and Ralph, 2006). Work-family conflict berhubungan negatif dengan kepuasan kerja karyawan kesehatan. Mengingat temuan dalam penelitian ini, pejabat kesehatan, manajer dan pemerintah yang menentukan kebijakan untuk rumah sakit umum dapat mengevaluasi konsekuensi

(13)

20 dari WFC dan kurangnya kepuasan kerja. Karyawan kesehatan, pada sisi lain, dapat menyadari fakta bahwa WFC yang mereka alami efektif pada kurangnya kepuasan kerja. (Anafarta, 2011).

H1: Work-family conflict berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja

2.2.2 Keterlibatan Kerja Dan Kepuasan Kerja

Beberapa penelitian sebelumnya meneliti tentang pengaruh keterlibatan kerja terhadap kepuasan kerja. Keterlibatan kerja karyawan yang tinggi terbukti mampu meningkatkan kepuasan kerja. Keterlibatan kerja mampu membuat karyawan bekerja sama dengan baik. Kondisi yang dirasakan karyawan untuk bisa ikut terlibat atau berpartisipasi dalam mengeluarkan pendapat atau ide dalam perusahaan. Adanya keterlibatan karyawan dirasakan timbulnya keterikatan yang terjalin dengan perusahaan secara baik. Kepuasan secara intrinsik yang merupakan kondisi penting bagi keterlibatan kerja agar karyawan dapat bekerja secara optimal (Sumarto, 2009). Hubungan yang signifikan antara keterlibatan kerja dan kepuasan kerja menunjukkan bahwa mereka mencurahkan usaha dan energi yang lebih untuk pekerjaan mereka karena mereka menyadari bahwa pekerjaan dapat memenuhi kebutuhan mereka dan karenanya mengalami kepuasan kerja yang lebih besar. Berdasarkan temuan penelitian sebelumnya, maka diharapkan karyawan yang lebih sibuk atau terlibat dalam pekerjaannya akan mengalami kepuasan kerja yang lebih besar (fung et al., 2014).

(14)

21 Keterlibatan kerja merupakan salah satu variabel yang berpengaruh kuat terhadap kepuasan kerja karyawan. Jadi pihak manajemen hendaknya lebih meningkatkan keterlibatan karyawan dalam organisasi dengan menciptakan sistem yang memungkinkan karyawan memberikan umpan balik setiap kebijakan yang diberlakukan di perusahaan. Memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya akan mendorong terciptanya kepuasan kerja karyawan (Dhamayanti, 2006). Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya (Prawitasari dkk. 2007). Subawa dan Mudiarta (2013), berpendapat bahwa keterlibatan kerja dapat menumbuhkan kepercayaan diri dan memberikan sikap yang positif sehingga meningkatkan kepuasan karyawan pada saat bekerja. Manajemen perusahaan perlu untuk lebih meningkatkan tingkat keterlibatan karyawan agar mampu menciptakan kepuasan kerja karyawan, disamping memberikan kompensasi sebagai imbalan atas hasil kerja mereka. Kepuasan kerja berhubungan erat dengan keterlibatan kerja. Kondisi yang dirasakan karyawan untuk bisa ikut terlibat atau berpartisipasi dalam mengeluarkan pendapat atau ide dalam perusahaan. Keterlibatan karyawan dirasakan karena timbulnya keterikatan yang terjalin dengan perusahaan secara baik sehingga terpenuhi kepuasan secara intrinsik yang merupakan kondisi penting bagi keterlibatan kerja agar karyawan dapat bekerja secara optimal.

(15)

22 2.2.3 Stres Kerja dan Kepuasan Kerja

Stres kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi stress kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka kepuasan kerja karyawan akan menurun atau sebaliknya, semakin rendah stress kerja maka semakin tinggi kepuasan kerja karyawan (Fadhilah, 2010). Tidak puas dari pekerjaan mereka menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaan dan akan merasa stres pada pekerjaan mereka. Stres fisik atau psikologis adalah keadaan tertekan yang dialami oleh individu menghadapi tuntutan yang luar biasa dan kendala dalam pekerjaan mereka (Hans et al. 2014). Stres kerja memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap kepuasan kerja, hal ini bermakna stres kerja yang dialami karyawan dapat mempengaruhi apa yang mereka rasakan baik itu menyangkut pekerjaan maupun hasil yang mereka terima (Wibowo, 2014).

Hasil analisis menyatakan signifikan dan menggambarkan hubungan negatif antara stres kerja dengan kepuasan kerja. Oleh karena itu, setiap variabel independen menentukan secara individual untuk mengetahui signifikansi hubungan antara kepuasan kerja dengan setiap stres pekerjaan. Semua sumber stres (stressor) memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan kepuasan pekerjaan (Jahanzeb, 2010). Stres kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Stres dapat timbul sebagai akibat tekanan yang bersumber dari ketidakselarasan antara seseorang dengan lingkungannya. Dengan kata lain, apabila sarana dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang, akan mengalami stres. Artinya stres kerja yang tinggi cenderung diikuti dengan penurunan kepuasan kerja (Susilawati, 2013).

(16)

23 Stres kerja berhubungan negatif dengan kepuasan kerja karyawan. Organisasi mengerahkan lebih banyak tekanan pada karyawan agar dapat bersaing satu sama lain dan bertentangan dengan tuntutan seperti beban kerja yang berlebihan dan kondisi kerja fisik menyebabkan stres kerja yang menurunkan kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja yang lebih rendah akan mengalami lebih banyak stres dalam bentuk beban kerja, konflik peran dan lingkungan fisik dibandingkan dengan kepuasan kerja yang lebih tinggi (Mansoor et al., 2011). H3: Stres kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

2.2.4 Kerangka Berpikir

Berdasarkan hipotesis di atas penelitian ini dapat digambarkan ke dalam kerangka konseptual seperti dibawah ini:

Gambar 2.1 Model Kerangka Konseptual Penelitian

Work-family conflict (X1) Keterlibatan kerja (X2) Stres kerja (X3) Kepuasan kerja (Y) H1 H2 H3

Gambar

Gambar 2.1 Model Kerangka Konseptual Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwakemampuan pemecahan masalah mahasiswa PGSD FKIP Universitas Riau pada pecahan melalui pendekatan model

Sekolah adalah ligkungan resmi yang menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara sistematis, bencana, sengaja dan terarah, yang dilakukan oleh pendidik yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur umur ikan berdasarkan panjang total dan berat dan faktor kondisi ikan di Sungai Logawa.. Penelitian

Menurut Wahyudin (Hulu, 2009:3) bahwa pada masa sekarang ini para siswa sekolah menengah mesti mempersiapkan diri untuk hidup dalam masyarakat yang menuntut

This is to be achieved by discussing, firstly, the rise of Big Data surrounding the renewable energy system, secondly, the identification of renewable energy sector as

Al-hamdulillahirobbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sholawat serta salam selalu tercurah kepada

tidak tepat, karena anak dengan umur yang sama belum tentu berat badan sama dan LPT sama. o Perhitungan

Mari kita masuk kehalaman mesin pencari kita dengan mengetikan http://www.AltaVista.com pada Address Bar yang disediakan oleh Web Browser setelah itu tekan enter atau klik tombol