• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA PEMBUATAN GLASSFIBRE REINFORCED CONCRETE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA PEMBUATAN GLASSFIBRE REINFORCED CONCRETE"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN

PADA PEMBUATAN GLASSFIBRE REINFORCED CONCRETE

Raden Janitra Hendra Praditia, Nyoman Suwartha

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Email : janitra.hendra@yahoo.co.uk

Abstrak

Fly ash yang menurut PP No. 18 tahun 1999 tergolong sebagai limbah B3 perlu dimanfaatkan menjadi bentuk lain yang berguna. Fly ash dapat digunakan sebagai bahan konstruksi menggunakan metode stabilisasi/solidifikasi (s/s). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kemampuan produk s/s dalam menahan kuat tekan, kuat tarik, ataupun dalam mengikat kandungan unsur-unsur logam berbahaya yang terdapat pada fly ash, serta menganalisa kandungan unsur-unsur berbahaya yang terlepas ke lingkungan. Produk s/s dibuat dalam bentuk Glassfibre Reinforced Concrete (GRC). Pengujian yang dilakukan meliputi uji XRF, uji TCLP, uji kuat tekan, dan uji kuat tarik. Hasil penelitian menunjukan bahwa produk s/s dengan komposisi 1 semen PC : 1 agregat halus : 0,03 glassfibre dan penambahan fly ash sebesar 15%, 30%, dan 40% dari berat semen memiliki nilai kuat tekan yang semakin tinggi pada hari ke-28, yaitu 34,8 MPa sampai 38,2 MPa. Sedangkan pada nilai kuat tarik tidak terlihat adanya pengaruh signifikan akibat penambahan fly ash, yaitu berkisar antara 4,4 MPa hingga 5,2 MPa. Uji XRF dan TCLP menunjukkan produk s/s berupa Glassfibre Reinforced Concrete (GRC) tidak menimbulkan dampak terhadap kesehatan dan lingkungan.

Kata kunci: Fly Ash, Glassfibre Reinforced Concrete, Stabilisasi/Solidifikasi.

Abstract

Fly ash that categorized as hazardous waste in PP No. 18 tahun 1999 need to be utilized as another useful form. Fly ash could be used as additional contruction material by using stabilization/solidifcation (s/s) method. This study aimed to analyze s/s ability in holding compression strength, tensile strength, also in binding hazardous chemical elements in fly ash, and to analyze the hazardous chemical elements that release from the s/s product. The s/s product was made as Glassfibre Reinforced Concrete (GRC). Several test were carried out, covers XRF test, TCLP test, compression strength test, and tensile strength test. The experiment result shows that composition s/s product of 1 PC cement : 1 fine aggregate : 0,03 glassfibre with the fly ash additional 15%, 30%, and 40 % fly ash additional by the weight of cement tend to increase compressive strength in the age of 28 days, range from 34,8 MPa to 38,2 MPa. While the tensile strength test didn’t show any significant effect in the range of 4,4 MPa to 5,21 MPa. The XRF and TCLP test shows s/s product as GRC didn’t affect any negative impact to health and environment.

(2)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan terus meningkatnya produksi limbah batu bara maka perlu adanya pereduksian limbah tersebut atau pemanfaatannya menjadi bentuk lain yang bermanfaat. Menurut PP No.18 tahun 1999 pemanfaatan limbah B3 merupakan kegiatan perolehan kembali (Recovery) dan atau penggunaan kembali (Reuse) dan atau daur ulang (Recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi sebuah produk yang dapat digunakan dan harus tetap aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia serta dapat menghemat sumber daya yang ada.

Fly ash atau abu terbang merupakan limbah yang dihasilkan dari pembakaran batu bara. Fly ash termasuk dalam golongan limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Menurut perhitungan empiris yang dilakukan Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH), batu bara yang dibakar tiap satu ton akan menghasilkan abu batu bara (fly ash) sekitar 15%-17%. Di Indonesia terdapat tiga tempat sebagai sumber penghasil abu batu bara (fly ash), yaitu PLTU Tanjung Jati, PLTU Suralaya, dan PLTU Paiton. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa fly ash dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pembuatan beton. Seiring dengan peningkatan kegiatan PLTU yang juga meningkatkan limbah hasil dari pembakaran batu bara, maka semakin banyak pula fly ash yang dihasilkan sehingga dapat menyebabkan menumpuknya timbunan fly ash. Untuk mencegah terus meningkatnya tumpukan fly ash, maka perlu dicari alternatif dari pemanfaatan limbah hasil pembakaran batu bara tersebut. Nilai ekonomis fly ash yang relatif murah dan sifatnya yang pozzolan atau sifatnya yang dapat mengikat jika bereaksi dengan Kalsium Hidroksida (reaksi antara semen dan air) mendorong pelaku industri memakai material fly ash sebagai bahan campuran pada semen.

Dewasa ini maraknya konsep green industry mendorong pelaku industri untuk melakukan kegiatan industri yang ramah lingkungan. Sebagai contoh adalah PT Pionirbeton Industri yang bergerak dalam bidang konstruksi, sebagai industri penyedia produk jadi berupa beton precast memanfaatkan limbah hasil pembakaran batu bara atau fly ash sebagai bahan tambahan pengganti semen.

Laju pembangunan beberapa tahun terakhir berkembang pesat sehingga kebutuhan akan bahan bangunan meningkat pula. Saat ini bahan-bahan bangunan yang terbuat dari semen seperti beton precast ataupun dalam bentuk beton berserat (fibre concrete) semakin banyak dibutuhkan oleh pelaku industri di bidang konstruksi. Salah satu jenis beton berserat yang sedang marak digunakan adalah Glass Reinforced Concrete (GRC). Material pembentuk GRC

(3)

terdiri dari semen, air, pasir, dan serat kaca. GRC umumnya digunakan sebagai dinding partisi. Kebutuhan bahan bangunan yang terus meningkat menyebabkan dibutuhkannya bahan baku lain sebagai alternatif pembuatan GRC.

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk :

1) Menganalisa pengaruh proporsi fly ash untuk pembuatan GRC terhadap kemampuan menahan kuat tekan dan kuat tarik yang dihasilkan.

2) Menganalisa pengaruh produk stabilisasi/solidfikasi (s/s) dalam mengikat kandungan unsur-unsur logam berbahaya yang terdapat pada fly ash.

3) Menganalisa kesesuaian unsur-unsur logam berbahaya yang terlepas (leachate) dari GRC dengan penggunaan fly ash terhadap parameter baku mutu limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3 (BMLCK-PPLIB3) Keputusan Kepala Bapedal No.3 Tahun 1995.

2 METODE PENELITIAN

2.1 Alur Penelitian

Alur Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu studi literatur, pengambilan sampel fly ash, eksperimen awal di PT. Krazu Nusantara, pengambilan data eksperimen dan analisa data hasil eksperimen. Studi literatur yang dilakukan meliputi literature review seputar limbah B3 khususnya fly ash dan penanganannya, serta teori tentang GRC. Pengambilan sampel fly ash dilakukan di PT. Pionirbeton Industri yang limbahnya berasal dari PLTU Suralaya. Serat kaca (glassfibre) yang dipakai adalah serat kaca tipe Cem-Fil yang diambil dari PT. Krazu Nusantara dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan GRC. Penelitian di laboratorium meliputi pengujian sampel fly ash terhadap kandungan unsur dan leachate. Kemudian dilakukan penentuan komposisi campuran yang terdiri dari semen Portland tipe 1, agregat halus, serat kaca Cem-Fil, air, dan fly ash. Setelah komposisi ditentukan maka semua material dicampur sesuai komposisinya, dilakukan pencetakan, yang kemudian dikeringkan. Setelah itu, GRC yang dihasilkan diuji terhadap kuat tekan, kuat tarik, dan kandungan leachate nya. sampel dengan kuat tekan terbaik dilakukan uji kandungan logam yang selanjutnya akan dibandingkan dengan pengujian kandungan logam dari fly ash awal. Selain pada GRC, pengujian kandungan logam juga dilakukan pada air rendaman.

(4)

2.2 Variabel dan Parameter

Variabel dalam penelitian ini adalah variasi volume fly ash yang digunakan dalam komposisi bahan campuran GRC. Perbandingan antara semen, agregat halus, dan fly ash adalah sebagai berikut :

• Jenis Sampel C, dengan perbandingan 1 : 1 : 0 (sebagai kontrol) • Jenis Sampel B, dengan perbandingan 1 : 1 : 0,15

• Jenis Sampel A, dengan perbandingan 1 : 1 : 0,3 • Jenis Sampel O, dengan perbandingan 1 : 1 : 0,4

Selanjutnya air ditambahkan secukupnya pada masing-masing campuran tersebut. Kadar serat kaca yang digunakan sebesar 3% dari berat total komposit.

Parameter pada penelitian ini adalah kuat tekan dan parameter baku mutu limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3 (BMLCK-PPLIB3) Keputusan Kepala Bapedal No.3 Tahun 1995.

Tabel 1. Parameter Sesuai Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Pengelolaan Limbah

Industri B3 (BMLCK-PPLIB3) Keputusan Kepala Bapedal No.3 Tahun 1995.

Parameter Konsentrasi Maksimum yang diizinkan

Nilai Satuan

Fisika

Suhu 38 oC

Zat Padat Terlarut 2000 mg/l

Zat Padat Tersuspensi 200 mg/l

Kimia

pH 6-9 mg/l

Besi terlarut (Fe) 5 mg/l

Mangan terlarut (Mn) 2 mg/l

2.3 Proses Pembuatan Sampel

Proses pembuatan benda sampel melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : • Pengambilan sampel

Pengambilan sampel sebanyak 15 kg fly ash di PT. Pionirbeton Industri, Pulogadung, Jakarta. • Pembuatan slurry

Pencampuran bahan dilakukan dengan mixer agar diperoleh campuran slurry yang homogen dan merata. Pembuatan slurry dilakukan sesuai komposisi yang ditetapkan sebelumnya.

(5)

Semen, fly ash, dan pasir diaduk sampai homogen kemudian ditambahkan air sampai campuran terlihat cukup kental sesuai dengan uji slump yang diperbolehkan yaitu tidak melebihi diameter 1 pada plexiglass. Pencampuran sampel dilakukan di PT. Krazu Nusantara, Cileungsi.

• Penyiapan slurry dan serat kaca

Proses pembuatan GRC ini menggunakan metode spray up. Oleh karena itu setelah pencampuran bahan selesai dilakukan slurry dan serat kaca dimasukkan di dua bagian terpisah pada mesin penyemprot slurry yang nantinya akan keluar melalui ujung mesin penyemprot. • Pembentukan sampel

Dalam penelitian ini pencetakan dilakukan secara manual, (tidak menggunakan mesin). Cetakan yang digunakan berbentuk kubus dengan ukuran 5 x 5 x 5 cm3 dibuat sebanyak 4 buah untuk tiap jenis sampel pada umur 7, 14, dan 28 hari sehingga total sampel adalah 48 buah. Slurry dan serat kaca disemprotkan hingga bagian cetakan terisi penuh.

• Perawatan (Curing)

Proses perawatan (curing) pada benda uji dilakukan dengan kondisi kering pada suhu 24-30oC selama 24 jam.

2.4 Lokasi Penelitian

Berikut ini merupakan lokasi yang digunakan selama penelitian berlangsung :

Pengambilan sampel fly ash dilakukan di PT. Pionirbeton Industri, Pulogadung, yang diambil dari PLTU Suralaya.

• Pembuatan GRC dan pelaksanaan perendaman dilaksanakan di PT. Krazu Nusantara, Cileungsi.

• Uji TCLP dan uji air rendaman dilaksanakan di Laboraturium Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta.

• Uji kuat tekan dan uji kuat tarik dilakukan di Laboratorium Bahan, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok.

(6)

2.5 Analisa Data

Berdasarkan hasil dari pengujian yang telah dilakukan maka analisa yang dapat dilakukan meliputi :

Hubungan antara kuat tekan GRC dengan kandungan fly Ash dalam campuran GRC. Hubungan antara kuat tarik GRC dengan kandungan fly Ash dalam campuran GRC. Hubungan antara kandungan logam pada fly Ash dengan parameter baku mutu limbah

cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3 (BMLCK-PPLIB3) Keputusan Kepala Bapedal No.3 Tahun 1995.

Hubungan antara kandungan logam GRC berbahan fly ash dengan parameter baku mutu limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3 (BMLCK-PPLIB3) Keputusan Kepala Bapedal No.3 Tahun 1995.

• Hubungan antara kandungan logam yang terlepas ke lingkungan yaitu pada air rendaman GRC dengan parameter baku mutu limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3 (BMLCK-PPLIB3) Keputusan Kepala Bapedal No.3 Tahun 1995.

3 HASIL PENELITIAN

Pengujian yang sudah dilakukan antara lain kuat tekan dan kuat tarik dari material komposit Glassfibre Reinforced Concrete (GRC), serta kandungan logam baik pada fly ash, produk s/s ataupun pada air rendamannya.

Mengingat bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berasal dari limbah pertambangan batu bara berupa fly ash, dimana menurut PP No 85 Tahun 1999 limbah tersebut dapat dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), maka penggunaan limbah ini perlu diketahui dampak terhadap mutu Glassfibre Reinforced Concrete yang akan dihasilkan maupun terhadap lingkungan. Oleh karena itu, dilakukan uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) sampel limbah untuk mengetahui toksisitasnya.

3.1 Pengujian TCLP Fly Ash

Sebelum memanfaatkan fly ash sebagai bahan tambahan dalam GRC, penting untuk mengetahui sifat toksisitas dari bahan tersebut sehingga perlu dilakukan pengujian TCLP pada fly ash. Pengujian TCLP ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keluruhan (leached) dari sifat B3 dalam fly ash. Pengujian TCLP dilakukan di Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah (LLHD) DKI Jakarta. Sesuai dengan kandungan unsur yang muncul pada uji XRF

(7)

maka parameter logam yang dipilih adalah logam besi (Fe) dan logam mangan (Mn) Hasil pengujian TCLP fly ash seperti ditunjukan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji TCLP pada Fly Ash Suralaya

No Parameter Satuan Hasil Uji

Baku Mutu sesuai Keputusan Kepala Bapedal No. 3 tahun

1995

Metode Uji

1 Besi (Fe) mg/L 123,30 5,00 TCLP/EPA.SW.8

46 Method 1310

2 Mangan

(Mn) mg/L 5,32 2,00

TCLP/EPA.SW.8 46 Method 1310 Sumber: Laboratorium LLHD DKI Jakarta (Juni 2013)

Jika dilihat pada Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa kandungan logam besi (Fe) dan Mangan (Mn) yang ada pada fly ash berada diatas baku mutu limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3 (BMLCK-PPLIB3) yang tercantum dalam Keputusan Kepala Bapedal No.3 tahun 1995 yaitu 5 mg/L untuk besi (Fe) dan 2 mg/L untuk mangan (Mn). Oleh karena itu perlu adanya pengolahan fly ash dengan metode stabilisasi/solidifikasi dalam bentuk GRC.

3.2 Produk Stabilisasi/Solidifikasi

Pada produk s/s yang telah mengeras (setting) dilakukan pengujian kuat tekan, kuat tarik, dan pengujian uji TCLP. Selain itu juga dilakukan pengujian kandungan logam pada air rendamannya. Pengujian ini dilakukan guna mengetahui kemampuan produk s/s dalam kemampuan menahan kuat tekan dan kuat tariknya, serta mengetahui kandungan logam berbahaya yang terkandung dalam produk s/s ataupun yang terlepas ke lingkungan.

3.2.1 Pengujian Kuat Tekan

Metode yang digunakan dalam pembuatan sampel adalah metode spray-up dimana pencampuran antara mortar dengan serat kaca (glassfibre) dilakukan menggunakan alat penyemprot slurry dan glassfibre. Total sampel yang dibuat adalah 48 buah. Bekisting yang digunakan berukuran 5 cm x 5cm x 5cm. Pada metode spray-up yang menjadi kendala adalah pada saat proses penyemprotan dan pemadatan yang dilakukan terhadap campuran mortar dan glassfibre tidak merata. Hal ini menyebabkan kadar glassfibre yang ada dalam campuran mortar tidak merata dan cenderung cukup banyak sehingga pemadatan dengan cara manual sulit untuk meratakan ke seluruh ruang bekisting.

(8)

Pengujian kuat tekan dalam penelitian ini menggunakan benda uji kubus 5 x 5 x 5 cm3. Standar yang digunakan adalah SNI 03-6825-2002. Kuat tekan yang ditinjau adalah pengujian pada hari ke 7, 14, dan 28. Perhitungan untuk kuat tekan mortar dapat dihitung dengan rumus :

!"#$%&%'  !"#$%  !"#$% =!

!  (!"#) dimana:

P : beban maksimum (kg)

A : luas penampang benda uji (cm2)

Hasil uji kuat tekan untuk semua sampel disajikan dalam gambar 2.

 

Gambar 2. Grafik Perbandingan Kuat Tekan GRC dengan Umur GRC per Jenis Sampel

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa kuat tekan mortar yang paling besar ada pada sampel tipe O yang menggunakan fly ash dengan kadar 40% dari berat semen yaitu sebesar 38,2 MPa pada hari ke-28. Kuat tekan yang paling kecil ada pada sampel tipe B yang menggunakan fly ash dengan kadar 15% dari berat semen yaitu sebesar 34,8 MPa pada hari ke-28. Nilai kuat tekan dengan penambahan fly ash masih berada dibawah nilai kuat tekan sampel tipe C yang tidak menggunakan campuran fly ash. Pada pengujian umur 28 hari dapat dilihat dengan jelas bahwa sampel yang memiliki kadar fly ash 40% memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan sampel lain dengan kadar fly ash 15% ataupun 30%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan fly ash akan meningkatkan kuat tekan GRC. Berdasarkan Prestress Concrete Institute tahun 1987, nilai kuat tekan untuk GRC pada umur 28 hari dengan metode spray-up adalah 50-80 Mpa untuk kadar glassfibre 5% dan nilai kuat tekan untuk GRC pada umur 28 hari dengan metode premix adalah 40-60 Mpa untuk kadar

0.00000   5.00000   10.00000   15.00000   20.00000   25.00000   30.00000   35.00000   40.00000   45.00000   0   7   14   21   28   35   Kuat T ekan GRC (MPa) Umur GRC (hari) C   B   A   O  

(9)

glassfibre 3%. Dikarenakan tidak terdapatnya standar penggunaan metode spray-up dengan kadar glassfibre 3%, diasumsikan bahwa standar nilainya serupa dengan menggunakan metode premix yaitu berkisar antara 40-60 MPa. Oleh karena itu hasil kuat tekan produk s/s masih berada dibawah standar kuat tekan GRC.

Peningkatan kuat tekan yang paling besar terjadi pada umur 28 hari untuk jenis sampel tipe O, dimana jika dibandingkan dengan pengujian umur 14 hari terjadi peningkatan sebesar 22,13%. Peningkatan yang paling kecil pada umur 28 hari terdapat pada jenis sampel tipe C yang tidak menggunakan fly ash, yaitu sebesar 7,6%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan fly ash dapat mempercepat kenaikkan nilai kuat tekan.

3.2.2 Pengujian Kuat Tarik

Proses pembuatan sampel kuat tarik menggunakan metode yang sama dengan pembuatan sampel kuat tekan, yaitu dengtan metode spray-up. Oleh karena itu pembuatan sampel kuat tarik bersamaan dengan pembuatan sampel kuat tekan karena memiliki komposisi material yang sama. Total sampel yang dibuat adalah 24 buah.

Kendala dalam pembuatan sampel ini adalah pada proses penyemprotan dan pemadatan terhadap campuran mortar dan glassfibre ke dalam cetakan tidak merata. Hal ini disebabkan karena proses pemadatan dilakukan secara manual menggunakan tangan sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil kuat tarik yang akan dilakukan.

Pada awalnya uji kuat tarik dilakukan menggunakan alat uji kuat tarik mortar dengan kapasitas kuat tarik maksimum 8 kN. Pada saat dilakukan pengujian alat uji tidak cukup kuat untuk menarik sampel hingga putus, meskipun beban tarik telah mencapai 8 kN, akibatnya pada saat pengujian untuk sampel pertama tipe C dengan umur 7 hari harus dilakukan hingga 4x pengujian hingga akhirnya putus. Untuk mengatasu permasalahan ini, maka pengujian sampel-sampel berikutnya dilakukan menggunakan alat Avery Denison yang biasa digunakan untuk pengetesan kuat tarik baja dengan kapasitas kuat tarik maksimum 200 kN.

Selanjutnya nilai kuat tarik yang diperoleh dihitung dari besar beban tarik maksimum dibagi dengan luas penampang yang terkecil. Nilai kuat tarik mortar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

!"# =  ! !

(10)

Keterangan :

fct : kuat tarik mortar semen (kg/cm2 atau MPa)

P : beban tarik (kg)

A : luas penampang tarik terkecil (cm2)

Hasil uji kuat tarik untuk semua sampel GRC disajikan dalam gambar 3.

 

Gambar 3. Grafik Perbandingan Kuat Tarik GRC dengan Umur GRC per Jenis Sampel

Pada saat penggunaan alat uji kuat tarik mortar dengan kapasitas 8 kN alat uji kuat tarik perlu dilakukan beberapa kali percobaan hingga putus sedangkan pada saat menggunakan alat Avery Denison kekuatan tariknya berada di bawah 8 kN, hal ini dapat disebabkan karena sifat dari glassfibre yang elastis. Beban maksimal yang sanggup ditahan sampel berkisar antara 2,5 hingga 3,5 kN.

Nilai kuat tarik yang diperoleh berkisar antara 4,4 MPa hingga 5,1 MPa. Nilai terbesar yang didapat adalah pada sampel jenis O yang menggunakan bahan tambahan fly ash sebanyak 40% pada umur 7 hari. Perbedaan nilai kuat tarik diakibatkan tidak meratanya pada saat pemadatan pembuatan sampel. Kecenderungan ini membuktikan bahwa kandungan fly ash tidak berpengaruh pada nilai kuat tarik sampel. Selain itu kendala juga ada pada saat pembacaan dial pengukur dari alat Avery Denison dengan ketelitian tiap 5 kN. Oleh karena itu hasil yang ditunjukkan pun hanya dapat dibaca tiap kelipatan 5 kN. Pada umur 28 hari berkisar antara 4,4 MPa hingga 4,8 MPa.Berdasarkan data literatur yang ada (Prestress Concrete Institute, 1987), nilai kuat tarik untuk GRC pada umur 28 hari dengan metode

0   1   2   3   4   5   6   0   7   14   21   28   35   Kuat T arik GRC (MPa) Umur GRC (hari) C   B   A   O  

(11)

spray-up adalah 8-11 Mpa untuk kadar glassfibre 5% dan nilai kuat tarik untuk GRC pada umur 28 hari dengan metode premix adalah 4 sampai 7 Mpa untuk kadar glassfibre 3%. Dikarenakan tidak terdapatnya standar penggunaan metode spray-up dengan kadar glassfibre 3%, diasumsikan bahwa standar nilainya serupa dengan menggunakan metode premix yaitu berkisar antara 4-7 MPa. Oleh karena itu hasil yang diperoleh sesuai dengan standar kuat tarik GRC.

3.2.3 Pengujian TCLP Produk Stabilisasi/Solidifikasi

Pengujian TCLP ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keluruhan (leached) dari sifat B3 dalam fly ash setelah mengalami proses stabilisasi dan solidifikasi dengan dijadikan produk Glassfibre Reinforced Concrete. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk menguji sampel yang dibuat apakah sudah memenuhi baku mutu sesuai pasal 34 ayat 3 PP 18/1999 dan PP 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B-3) dan Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/Bapedal/09/1995, tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3, dimana setiap pengolahan limbah B3 dengan cara stabilisasi dan solidifikasi wajib memenuhi persyaratan uji TCLP.

Pengujian TCLP dilakukan di Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah (LLHD) DKI Jakarta. Sampel yang diujikan pada uji TCLP ini merupakan produk GRC dengan tambahan fly ash 40%. Sampel tersebut dipilih karena memiliki kuat tekan yang lebih baik dibanding produk GRC lainnya. Pada pengujian ini terdapat 2 parameter logam yang diujikan yaitu besi (Fe) dan mangan (Mn). Hasil pengujian TCLP terhadap contoh produk GRC dengan tambahan fly ash 40% disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji TCLP GRC dengan Tambahan Fly Ash 40%

No Parameter Satuan Hasil Uji

Baku Mutu sesuai Keputusan Kepala Bapedal No. 3 tahun

1995

Metode Uji

1 Besi (Fe) mg/L 0,020 5,00 TCLP/EPA.SW.846

Method 1310

2 Mangan

(Mn) mg/L <0,004 2,00

TCLP/EPA.SW.846 Method 1310 Sumber: Laboratorium LLHD DKI Jakarta (Juni 2013)

(12)

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kandungan logam besi (Fe) pada produk GRC sebesar 0,020 mg/L, dan kandungan logam mangan (Mn) nilainya sangat kecil (<0,004 mg/L). Kecilnya nilai konsentrasi logam pada produk s/s terjadi karena jumlah fly ash yang digunakan sebagai bahan tambahan dalam produk s/s ini tidak besar. Efektivitas dari teknik solidifikasi yang cukup tinggi dalam menurunkan toksisitas produk s/s menjadi faktor lain yang menyebabkan kecilnya nilai.

Tabel 4. Perbandingan Hasil Uji TCLP Fly Ash dengan Produk GRC

No Parameter Satuan

Hasil Uji

Baku

Mutu Metode Uji Fly

Ash

GRC 40%

1 Besi (Fe) mg/L 123,30 0,020 5,00 TCLP/EPA.SW.846 Method 1310

2 Mangan (Mn) mg/L 5,32 <0,004 2,00 TCLP/EPA.SW.846 Method 1310

Sumber: Laboratorium LLHD DKI Jakarta (Juni 2013)

Berdasarkan Tabel 4. apabila dibandingkan dengan data awal pengujian TCLP dalam bentuk fly ash terlihat jelas bahwa adanya pengurangan kandungan logam besi (Fe) dan mangan (Mn) yang sangat signifikan. Hasil pengujian TCLP dalam bentuk GRC dengan kandungan fly ash 40% berada di bawah baku mutu limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3 (BMLCK-PPLIB3) yang tercantum dalam Keputusan Kepala Bapedal No.3 tahun 1995. Hal ini menunjukkan keefektifan dari proses stabilisasi/solidifikasi, sehingga kandungan logam besi (Fe) dan mangan (Mn) berada pada konsentrasi yang aman.

3.2.4 Uji Leaching pada Air Rendaman Produk

Pemeriksaan logam juga dilakukan pada air rendaman produk s/s. Walaupun berdasarkan pengujian TCLP produk GRC konsentrasi logam yang terdeteksi masih di bawah ambang batas baku mutu, namun tetap dilaksanakan pemeriksaan logam pada air rendaman untuk memastikan bahwa produk tersebut tidak memiliki dampak buruk terhadap lingkungan maupun kesehatan manusia akibat logam yang mungkin terlepas dari produk tersebut. Selain itu juga dilakukan uji derajat keasamannya. Hasil pemeriksaan air rendaman produk ditunjukkan pada tabel 5.

(13)

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Logam pada Air Rendaman Produk

No Parameter Satuan Hasil Uji

Baku Mutu sesuai Keputusan Kepala Bapedal

No. 3 tahun 1995

1 pH - 9,400 6-9

2 Besi (Fe) mg/L 0,480 5,00

3 Mangan (Mn) mg/L <0,004 2,00

Sumber: Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta (Juni 2013)

Berdasarkan Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa kandungan besi (Fe) dan mangan (Mn) cukup rendah. Jika dibandingkan dengan kualitas air sebelum produk s/s direndam, yaitu sesuai kualitas air minum yang tercantum pada Permenkes 492 tahun 2010, terlihat adanya kenaikan kandungan besi (Fe) dari 0,3 menjadi 0,48 tetapi tidak terlihat adanya pengaruh pada kandungan mangan (Mn). Namun demikian nilai tersebut masih berada di bawah ambang batas baku mutu limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3 (BMLCK-PPLIB3) yang tercantum dalam Keputusan Kepala Bapedal No.3 tahun 1995. Hal tersebut dapat dikarenakan struktur matriks pada produk yang cukup padat dan stabil sehingga dapat mencegah lepasnya logam berat ke lingkungan. Namun terlihat adanya kenaikan nilai pH dari 8,5 menjadi 9,4 yang menyebabkan pH air rendaman bersifat basa dan berada di atas ambang batas baku mutu. Hal ini dapat menyebabkan korosi pada pipa ataupun terganggunya biota perairan jika air rendaman produk dibuang sembarangan.

4 KESIMPULAN

Dari hasil uji dan analisa disimpulkan bahwa pemanfaatan Fly Ash Suralaya sebagai bahan tambahan pada pembuatan Glassfibre Reinforced Concrete dengan komposisi semen : pasir : fly ash yaitu1 : 1 : 0,4 (kadar fly ash 40% dari berat semen).

1) Memiliki nilai kuat tekan yang lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan kadar fly ash 15% ataupun 30%, dengan nilai 38,2441 MPa dan memiliki kenaikkan nilai kuat tekan yang lebih cepat dibandingkan dengan yang menggunakan fly ash 15% ataupun 30% dimulai umur 7 hari hingga umur 28 hari. Tetapi masih berada di bawah standar kuat tekan Glassfibre Reinforced Concrete dengan kadar glassfibre 3% menggunakan

(14)

metode premix yang tercantum dalam Prestress Concrete Institute tahun 1987. Sedangkan pada nilai kuat tarik cenderung sama dengan penggunaan fly ash 15% ataupun 30% yaitu 4,80769 MPa. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan fly ash tidak berpengaruh terhadap nilai uji kuat tarik.

2) Berdasarkan uji TCLP diketahui bahwa produk s/s mampu mengurangi konsentrasi logam berbahaya, yaitu logam besi (Fe) dan logam mangan (Mn).

3) Berdasarkan hasil uji TCLP terhadap paramater 2 logam berat yang diujikan pada produk s/s dan pada air rendaman yaitu besi (Fe) dan Mangan (Mn), kandungan logamnya masih berada di bawah ambang batas baku mutu limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3 (BMLCK-PPLIB3) yang tercantum dalam Keputusan Kepala Bapedal No.3 tahun 1995 sehingga dapat dikatakan bahwa produk s/s aman bagi lingkungan.

5 SARAN

Beberapa saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya antara lain :

• Pada penelitian dapat diketahui bahwa nilai kuat tekan GRC dengan menggunakan tambahan fly ash 40% dari berat semen pada hari ke-28 berada sedikit di bawah sampel kontrol (sampel tanpa bahan tambahan fly ash) sedangkan memiliki kenaikkan nilai kuat tekan yang lebih cepat dimulai umur 7 hari hingga 28 hari. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian pada umur GRC di atas 28 hari untuk mengetahui kemampuan produk dalam menahan kuat tekannya.

• Pengujian kuat tarik sebaiknya dilakukan menggunakan alat uji kuat tarik yang dapat dibaca dengan satuan yang lebih teliti sehingga nilai kuat tarik yang didapat lebih akurat.

• Dalam pembuatan produk GRC sebaiknya menggunakan metode premix dibandingkan metode spray-up karena dapat lebih akurat mengukur kadar campuran untuk setiap sampelnya.

• Sebaiknya tetap dilakukan pengujian kandungan logam berat fly ash selain besi (Fe) dan mangan (Mn) pada pengujian TCLP untuk mengetahui kandungan logam berbahaya lainnya.

• Sebaiknya dilakukan Uji X-Ray Fluroscene (XRF) pada produk GRC untuk mengetahui kandungan unsur logam yang ada sebagai akibat dari penggunaan bahan selain fly ash seperti semen, pasir, dan serat kaca.

(15)

• Sebelum dilakukan perendaman produk s/s perlu dilakukan uji pH dan kandungan logam pada air yang akan digunakan sebagai air rendaman produk yang nantinya akan dibandingkan setelah perendaman.

6 KEPUSTAKAAN

ACI Manual of Concrete Practise. 1993.

Afrizal, Kamil. 2010. Studi Perilaku Kuat Tekan Semen Rapid-Setting Geopolimer Berbahan Dasar Fly Ash dan Metakaolin. Skripsi. Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok.

Andoyo. 2006. Pengaruh Penggunaan Abu Terbang (Fly Ash) terhadap Kuat Tekan dan Serapan Air Pada Mortar . Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

ASTM C307-03 Mortar Tensile Strength Methode ASTM C-618 Pozzolanic Material

Ayu, Syifarahma. 2012. Pemanfaatan Sludge IPAL dari Lokasi Produksi Gas Bumi PT. Medco E&P Lematang Sebagai Bahan Pengganti Dalam Pembuatan Paving Block. Departemen Teknik Sipil Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Indonesia, Depok.

Balaguru, Perumalsamy N and Suredra P. Shah. 1992. Fibre Reinforced Cement Composites, Mc Graw-Hill Inc. Singapore.

Jones, Glyn. ----. Practical Design Guide for Glass Reinforced Concrete. International GRCA Technical Comitee. United Kingdom.

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun .

Prestress Concrete Institute. 1987.

SNI-03-6820-2002 Tentang Gradasi Agregat Halus. SNI-03-6825-2002 Tentang Pengujian Kuat Tekan Mortar. SNI-15-7064-2004 Tentang Portland Cement Composites.

Gambar

Tabel 1. Parameter Sesuai Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Pengelolaan Limbah  Industri B3 (BMLCK-PPLIB3) Keputusan Kepala Bapedal No.3 Tahun 1995
Gambar 1. Dimensi GRC yang direncanakan
Tabel 2. Hasil Uji TCLP pada Fly Ash Suralaya
Gambar 2. Grafik Perbandingan Kuat Tekan GRC dengan Umur GRC per Jenis  Sampel
+5

Referensi

Dokumen terkait

Lat ar belakang pemilihan t ema ini karena objek rancangan yakni t erminal bus Ant armoda erat hubungannya dengan pola6pola pergerakan, baik it u pola pergerakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh pemberian dadih terhadap durasi diare, kadar secretory Immunoglobulin A, kadar Tumor Necroting Factor Alfa ,

Jenis penelitian ini adalah eksperimen dimana peneliti ingin membuktikan bahwa model PBI disertai strategi guided note taking merupakan faktor dominan yang dapat mempengaruhi

Dari hasil konversi lahan pertanian yang didapatkan oleh masyarakat (petani) di Kelurahan Kubu Gulai Bancah Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi

Jenis jamur kayu yang mampu beradaptasi dengan baik pada substrat sampah organik adalah jenis jamur tiram merah dengan sampah organik yang langsung diambil dari masyarakat dan terus

Dalam skripsi dengan metode penelitian deskriptif tersebut mengangkat masalah mengenai suatu tayangan di televisi yang menayangkan program acara olahraga sepak bola “one

Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa kelas VII di SMPN 1 Gambut tahun pelajaran 2012/2013 yang diberikan pengajaran dengan pendekatan pengajaran

Hasil dari sistem ini adalah suatu sistem yang mempunyai beberapa halaman untuk mempermudah dalam mengelola data kenaikan grade dan level kompetensi, mempermudah dalam