• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dijelaskan pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dijelaskan pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pernikahan 2.1.1 Definisi Pernikahan

Menurut Undang-Undang Pokok Pernikahan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 dijelaskan pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu pernikahan merupakan suatu yang alami yang menjadi kodrat alam, bahwa dua jenis kelamin yang berbeda akanmempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk hidup bersama.

Pernikahan adalah hubungan yang sah dari dua orang yang berlainan jenis kelamin.Sahnya hubungan tersebut berdasarkan atas hokum perdata yang berlaku, agama atau peraturan-peraturan lain yang dianggap sah dalam negara bersangkutan (Lembaga Demografi FEUI, 2007).Secara umum pernikahan adalah ikatan yang mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam suatu ikatan keluarga (Luthfiyani, 2008).Kawin adalah status dari mereka yang terikat dalam pernikahan pada saat pencacahan, baik tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini tidak saja mereka yang kawin sah secara hukum (adat, agama, negara, dan sebagainya) tetapi mereka yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami istri (BPS, 2000)

Pernikahan adalah sebuah hubungan antara dua orang yang berbeda jenis kelamin dan dikenal dengan suami istri.Dalam hubungan tersebut terdapat peran

(2)

9 serta tanggung jawab dari suami dan istri yang didalamnya terdapat unsure keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih saying, pemenuhan seksual, dan menjadi orang tua.

Pernikahan merupakan ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan kudus (holly relationship) karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan diakui secara sah dalam hokum agama.Pernikahan adalah ikatan antara laki-laki dan perempuan atas dasar persetujuan kedua belah pihak yang mencakup hubungan dengan masyarakat dilingkungan dimana terdapat norma-norma yang mengikat untuk menghalalkan hubungan antara kedua belah pihak.Pernikahan adalah suatu pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua oerang atau lebih membentuk keluarga. Atau dengan kata lain pernikahan adalah penerimaan status baru, serta pengakuan atas status baru oleh orang lain (Dariyo, 2003)

2.1.2 Tujuan Pernikahan

Bagi mayoritas penduduk Indonesia, sebelum memutuskan untuk menikah biasanya harus melalui tahap-tahapan yang menjadi prasyarat bagi pasangan tersebut. Tahapan tersebut diataranya adalah masa perkenalan atau dating kemudian setelah masa ini dirasa cocok, maka mereka akan melalui tahapan berikut yaitu meminang. Peminangan (courtship) adalah kelanjutan dari masa perkenalan dan masa berkencan (dating). Selanjutnya, setelah perkenalan secara formal melalui peminangan tadi, maka dilanjutkan dengan melaksanakan pertunangan (mate-selection) sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk melaksanakan pernikahan (Narwoko, dalam Kertamuda,2009:25).

Pernikahan merupakan aktivitas sepasang laki-laki dan perempuan yang terkait pada suatu tujuan bersama yang hendak dicapai. Dalam pasal 1

(3)

10 UndangUndang pernikahan tahun 1974 tersebut diatas dengan jelas disebutkan, bahwa tujuan pernikahan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Walgito (2002), masalah pernikahan adalah hal yang tidak mudah, karena kebahagiaan bersifat reltif dan subyektif. Subyektif karena kebahagiaan bagi seseorang belum tentu berlaku bagi orang lain, relatif karena sesuatu hal yang pada suatu waktu dapat menimbulkan kebahagiaan dan belum tentu diwaktu yang lain juga dapat menimbulkan kebahagiaan.

Bachtiar (2004) mengemukakan bahwa tujuan pernikahan selain memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan di dunia, mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat. Menurut Bachtiar (2004) tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, memperoleh keturunan yang sah dengan mengikuti ketentuanketentuan yang telah diatur oleh hukum.

Menurut Bachtiar (2004), membagi lima tujuan pernikahan yang paling pokok adalah:

1. Memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur

2. Mengatur potensi kelamin

3. Menjaga diri dari perbuatan-perbuan yang dilarang agama 4. Menimbulkan rasa cinta antara suami-isteri

(4)

11 Sedangkan menurut Ensiklopedia Wanita Muslimah (dalam bacthtiar, 2004), tujuan pernikahan adalah:

1. Kelanggengan jenis manusia dengan adanya keturunan 2. Terpeliharanya kehormatan

3. Menenteramkan dan menenagkan jiwa 4. Mendapatkan keturunan yang sah

5. Mengembangkan tali silaturahmi dan memperbanyak keluarga

Adapun faktor-faktor yang mendorong untuk melangsungkan perkawinan (R. Muhammad, 2011) adalah

1. Faktor ekonomi

Orang tua mengawinkan anaknya karena keadaan ekonomi keluarga yang kurang, sehingga untuk meringankan beban orang tua, mereka dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.

2. Faktor kemauan sendiri

Pasangan usia muda merasa sudah saling mencintai dan adanya pengaruh media, sehingga mereka terpengaruh untuk melakukan pernikahan usia muda. 3. Faktor pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan orang tua, anak, dan masyarakat akan pentingnya pendidikan, makna serta tujuan perkawinan sehingga menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda.

4. Faktor keluarga

Kekhawatiran orang tua akan anaknya yang sudah mempunyai pacar yang sudah sangat dekat, membuat orang tua ingin segera mengawinkan anaknya meskipun masih dibawah umur. Hal ini merupakan hal yang sudah

(5)

turun-12 temurun. Sebuah keluarga tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah.

Pernikahan bukanlah hal baru dan asing untuk diperbincangkan, masalah ini sudah sangat familiar kita dengar bahkan sudah banyak seminar-seminar baik dalam forum ataupun media massa yang membahas masalah ini, banyak peminat dari kalangan remaja yang antusias sehingga masalah ini sangat menarik untuk dibahas. Menurut Hasanah (2014) Ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari pernikahan, antaranya dampak positif dan dampak negatif :

a. Dampak Positif

1. Pertama, Dukungan Emosional : Dengan dukungan-dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan emosional dan spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ)

2. Kedua, Dukungan Keuangan : Dengan menikah dapat meringankan beban ekonomi jadi lebih menghemat.

3. Ketiga, Kebebasan yang lebih : Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka bebas melakukan hal sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara finansial dan emosional.

4. Keempat, Belajar memikul tanggung jawab: banyak pemuda yang waktu masa sebelum menikah tanggung jawabnya masih kecil dikarenakan ada orang tua mereka, disini mereka harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung kepada orang tua.

5. Kelima, Terbebas dari perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain. b. Dampak Negatif

1. Pertama, Dari segi pendidikan : kita tahu, seseorang yang melakukan pernikahan, tentu akan membawa berbagai dampak, terutama dalam

(6)

13 dunia pendidikan. Hal tersebut dapat terjadi kerena motivasi belajar yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai mengendur karena banyaknya tugas yang harus mereka lakukan setelah menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini dapat menghambat terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran.

2. Kedua, Dari segi kesehatan: Dampak medis yang ditimbulkan oleh pernikahan usia, yakni dampak pada kandungan dan kebidanannya. Penyakit kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah usia dini, antara lain: infeksi pada kandungan dan kanker mulut. Untuk resiko kebidanan, wanita yang hamil dibawah usia 19 tahun dapat beresiko pada kematian, selain di usia 35 tahun keatas. 3. Ketiga, Dari segi Psikologi: menurut para psosiolog, ditinjau dari segi

sosial, pernikahan dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda, dan cara pikir yang belum matang.

2.1.3 Batasan Usia Pernikahan

Dalam hubungan dengan hukum menurut UU, usia minimal untuk suatu pernikahan adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (pasal 7 UU No. 1/1974 tentang pernikahan). Jelas bahwa UU tersebut menganggap orang diatas usia tersebut bukan lagi anak-anak sehingga sudah boleh menikah, batasan usia ini dimaksud untuk mencegah pernikahan terlalu dini. Walaupun begitu selama seseorang belum mencapai usia 21 tahun masih diperlukan izin orang tua untuk menikahkan anaknya. Setelah berusia diatas 21 tahun boleh menikah tanpa izin orang tua (Pasal 6 ayat 2 UU No. 1/1974). Tampaklah disini, bahwa walaupun UU tidak menganggap mereka diatas usia 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria

(7)

14 bukan anak-anak lagi, tetapi belum dianggap dewasa penuh. Sehingga masih perlu izin untuk mengawinkan mereka. Ditinjau dari segi kesehatan reproduksi, usia 16 tahun bagi wanita, berarti yang bersangkutan belum berada dalam usia reproduksi yang sehat. Meskipun batas usia kawin telah ditetapkan UU, namun pelanggaran masih banyak terjadi dimasyarakat terutama dengan menaikkan usia agar dapat memenuhi batas minimal tersebut (Sarwono, 2006).

2.1.4 Dampak Usia Pernikahan Yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan

Berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bahwa usia menikah ideal untuk perempuan adalah 20-35 tahun dan 25-40 tahun untuk pria (BKKBN. 2011). Namun demikian terjadinya pernikahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain pendidikan rendah, kebutuhan ekonomi, kultur nikah muda, pernikahan yang diatur, seks bebas pada remaja, pemahaman agama (Himsyah, F.A. 2011). Idealnya usia pernikahan untuk perempuan adalah minimal 20 tahun.

Menurut Erik Erikson usia seseorang pada tahap identitas dan kekacauab identitas terjadi mulai usia 12 tahun. Pada fase ini dijumpai seseorang memiliki cirri-ciri yaitu 1) Berakhirnya fase kanak-kanak dan memasuki fase remaja 2) Pertumbuhan fisik yang pesat dan mencapai taraf dewasa. 3) Mulai ragu terhadap nilai-nilai yang selama ini diyakini dan dianutnya. 4) Sikap coba-coba ini tidak jarang menjerumuskan remaja ke hal – hal negatif. 5) Orang tua sebagai figur identifikasi mulai luntur dan mencari figur identifikasi lain. 6) Sering terjadi konflik pada saat mencari identitas diri sehingga apa yang dialami pada fase anak muncul kembali 7) Kebingungan peran diri dapat menimbulkan kelainan perilaku, yaitu kenakalan remaja dan mungkin juga psikotik dan 8) Dalam mencari identitas diri, anak sering mencoba berbagai macam

(8)

15 peran untuk mencari peran yang cocok dengan dirinya. Pada fase ini seseorang belum memiliki kesiapan untuk menikah sehingga akan menimbulkan kondisi-kondisi yang negatif setelah terjadinya pernikahan.

Secara psikologis usia tersebut sudah stabil dalam menyikapi banyak hal, dan ini berpengaruh dalam perkawinanan. Wanita yang masih berumur kurang dari 20 tahun cenderung belum siap karena kebanyakan diantara mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan pendidikan yang baik dan bersenang-senang. Laki-laki minimal 25 tahun, karena laki-laki pada usia tersebut kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, sehingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis, emosional, ekonomi dan sosial (BKKBN. 2010).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bersifat universal bagi seluruh warga Negara Indonesia. Meskipun demikian, Undang-Undang Perkawinan juga bersifat deferensial, karena sahnya perkawinan apabila dilakukan menurut masing-masing hukum agama yang dipeluknya. Perkawinan menurut hukum masing-masing agamanya berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) adalah merupakan “peristiwa hukum”. Peristiwa hukum yang tidak dianulir oleh adanya “peristiwa penting” yang ditentukan oleh Pasal 2 Ayat (2), bahwa “tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”

2.3 Imunisasi

2.3.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu. ( Adika,2013)

(9)

16 Sedangkan imunisasi menurut Hidayat, 2008 imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimaksukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG,DPT, dan campak) dan melalui mulut (misalnya vakr rusin polio).

Imunisasi adalah prosedur rutin pemberian vaksin yang akan melindungi anak terhaap penyakit tertentu. Vaksin yang diebrikan akan menstimulasi sistem kekebalan tubuh bayi/anak untuk memproduksi zat anti guna melawan suatu penyakit, sehingga anak menjadi kebal atau bila terkena sakitnya menjadi ringan dan tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya.(Suririnah, 2013).

2.3.2 Tujuan Imunisasi

Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi bagi anak adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, TBC, dan lain sebagainya (Adika, 2013)

Sedangkan tujuan imunisasi menurut Hidayat, 2008 tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

(10)

17 2.3.3 Manfaat Imunisasi

Menurut Adika (2013) imunisasi tidak hanya bermanfaat untuk individu anak yang diimunisasi saja, namum juga memiliki manfaat yang lebih luas antara lain yaitu : 1. Manfaat untuk anak

Tujuan pemberian imunisasi pada anak diharapkan akan memberikan fugsi serta manfaatnya dalam hal untuk melindungi bayi yang kadar imunitas tubuhnya masih sangat rentan dari penyakit yang bisa dan dapat untuk menyebabkan kesakitan, kecatatan, ataupun bahkan kematian bayi. Didalam vaksin sendiri sebenarnya terdapat bakteri bibit penyakit. Tentu saja bukan bakteri yang berbahaya, namun bakteri yang lemah atau yang sudah mati. Dengan memiliki bakteri dalam tubuh, secara alami tubuh akan membentuk pertahanan diri yang disebut antibodi. Antibodi ini akan melumpuhkan bakteri serupa yang akan menimbulkan penyakit. Antibodi akan mengingat bagaimana cara memerangi bakteri seperti bakteri yang telah dilumpuhkannya. Bakteri akan tinggal lama didalam tubuh, sehingga ketika bakteri jahat pada suatu hari nanti masuk kedalam tubuh, antibodi akan tahu cara mengatasinya. Dengan demikian, anak bisa terhindar dari penyakit.

2. Manfaat untuk keluarga

Imunisasi juga memiliki manfaat bagi keluarga. Dengan pemberian imunisasi yang tepat, dapat membantu menghilangkan kecemasan orang tua dari resiko sakit yang akan diderita oleh anaknya. Selain itu juga menghemat biaya pengobatan bila anak sakit.

3. Manfaat untuk komonitas

Manfaat imunisasi tidak terbatas bagi individu, namun juga bagi komunitas masyarakat secara umum. Jika cakupan imunisasi cukup luas, dapat meningkatkan kekebalan komunitas yang bisa mencegah masyarakat terjangkit penyakit infeksi

(11)

18 tertentu. Selain itu bagi negara juga bermanfaat untuk memperbaiki tingjkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal sehat untuk melanjutkan pembangunan negara.

2.3.4 Macam-Macam Imunisasi

Berdasarkan proses atau mekanisme pertahanan tubuh imunisasi dibagi menjadi dua, imunisasi aktif dan imunisasi pasif (Hidayat, 2008)

1. Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan, sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkannya cell memory. Jika benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya, yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan (berupa polisakarida, toksoid, virus yang dilemahkan, atau bakteri yang dimatikan.

b. Pelarut dapat berupa air atau berupa cairan kultur jaringan.

c. Preservatif, stabiliser, dan antibiotikk yag berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilitas antigen.

d. Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan imunigenitas antigen .

2. Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau

(12)

19 binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.

2.3.5 Jenis Imunisasi Dasar Dan Booster

Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah (imunisasi dasar) dan ada jga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaiman telah diwajibkan oleh WHO ditambah dengan hepatitis B. Sedangkan imunisasi yang hanya dianjurkan oleh pemerintah dapat digunakan untuk mencegh suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit endemik atau kepentingan tertentu (bepergian) misalnya jemaah haji yang disuntikkan imunisasi meningitis.

Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian imunisasi, dan status nutrisi terutama kecukupan protein karena protein diperlakuan untuk menyintesis antibodi. Mengingat efektif dan tidaknya imunisasi tersebut dapat bergantung pada berbagai faktor yang memengaruhinya, sehingga kekebalan tubuh tersebut dapat diharapkan dari diri anak. Beberapa imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah (program imunisasi PPI) dijelaskan sebagai berikut :

1. Imunisasi BCG

Imunisasi BCG (basillus calmette guerin) merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebba terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Vaksin BCG diberikan melalui intradermal. Efek

(13)

20 imunisasi BCG penting bagi anak balita dalam pencegahan TBC milier, otak. Dan tulang, otak dan tulang karena masih tingginya kejadian TBC pada anak.

2. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi Hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis. Kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B sebanyak 3 kali dan penguatnya dapat diberikan pada usia 7 hari. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui intramuskular. Angka kejadian hepatitis B pada anak balita juga sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematin balita.

3. Imunisasi Polio

Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Di Indonesia, program eradikulasi polio dilaksanakan sesuai kesepakatan pada WHA ke-41 (1988) yang sebenarnya mengharapkan eradikkasi polio di dunia sebelum tahun 2000. Ada empat strategi untuk pencapaian tujuan tersebut, yaitu imunisasi rutin OPV (oral polio virus) dengan cakupan tinggi, imunisasi tambahan, surveilans AFP dan investigasi laboratorium, serta mop-up untuk memutus rantai penularan terakhir.

4. Imunisasi DPT

Imunisasi DPT (diphteria, pertussis, tetanus) merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada

(14)

21 pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan melalui intramuskular. Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakita kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok. Upaya pencegahan penyakit difteri, pertutis, dan tetanus perlu dilakukan sejak dini melalui imunisasi karena penyakit tersebut sangat cepat serta dapat meningkatkan kematian bayi dan anak balita.

5. Imunisasi Campak

Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian anak.

6. Imunisasi MMR

Imunisasi MMR (measles, mumps, rubella) merupakan imunisasi yang digunakan dalam memberikan kekebalan terhadap penyakit campak (measles), gondong, parotisepidemika (mumps) dan campak Jerman (Rubella). Dalam imunisasi MMR, antigen yang dipakai adalah virus campak strain edmonson yang dilemahka, virus rubella strain RA 27/3, dan virus gondong. Vaksin ini tidak di anjurkan untuk bayi di usia dibawah 1 tahun karena di khawatirkan terjadi interferensi dengan antibodi maternal yang masih ada. Khusus pada daerah endemik, sebaiknya diberikan imunissi campak yang monovalen dahulu pada usia 4-6 bulan atau 9-11bulan dan booster (ulangan) dapat dilakukan MMR pada usia 15-18 bulan.

(15)

22 7. Imunisasi Typhus Abdominalis

Imunisasi typhus abdominalis merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit typhus abdominalis. Dalam persediaan khususnya di Indonesia terdapat tiga jenis vaksin typhus abdominalis, diantaranya kuman yang dimatikan, kuman yang dilemahkan (vivotif, berna), dan antigen capsular Vi poliysaccharida (Typhim Vi , Pasteur Meriux). Vaksin kuman yang dimatikan dapat diberikan untuk bayi 6-12 bulan adalah 0.1 ml; 1-2 tahun 0,2 ml;dan 2-12 tahun adalah 0.5 ml. Pada imunisasi awal dapat diberikan sebanyak 2 kali dengan interval 4 minggu kemudian penguat setelah 1 tahun kemudian.

8. Imunisai Varicella

Imunisasi varicella merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit cacar air (varicella). Vaksin varicella merupakan virus hidup varicella zooster strain OKA yang dilemahkan. Pemberian vaksin varicella dapat diberikan suntikan tunggal padausia 12 tahun di daerah tropis dan bila di atas usia 13 tahun dapat diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8 minggu.

9. Imunisasi Hepatitis A

Imunisasi hepatitis A merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis A. Pemberian imunisasi ini dapat diberikan untuk usia diatas 2 tahun. Imunisasi awal menggunakan vaksin Havrix (berisi virus hepatitis A strain HMI75 yang dinonaktifkan ) dengan 2 suntikan dan interval 4 minggu, booster pada 6 bukan setelahnya. Jika menggunakan vaksin MSD dapat dilakukan 3 kali suntikan pada usia 6 dan 12 bulan.

10. Imunisasi HiB

Imunisasi HiB (haemophilus influenzae tipe b) merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit influenza tipe b. Vakisn ini adalah bentuk

(16)

23 polisakarida murni (PRP : purified capsular polysacharide) kuman H. Influenzae tie b. Antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan protein-protein lain, seperti toksoid tetanus (PRP-T), toksoid difteri (PRP-D atau PRPCR50), atau dengan kuman menongokokus (PRP-OMPC). Pada pemberian imunisasi awal dengan PRP-T dilakukan 3 suntikan dengan interval 2 bulan, sedangkan vaksin PRP-OMPC dilakukan 2 suntikan dengan interval 2 bulan, kemudian booster-nya dapat diberikan pada usia 18 bulan.

2.3.6 Kapan Pemberian Vaksin di Tunda atau Tidak Diberikan

Ada beberapa keadaan tertentu, ketika imunisasi boleh tidak diberikan atau ditunda pemberiannya, antara lain:

1. Anak dalam keadan sakit disertai demam tinggi.

2. Ada reaksi berat atau reaksi anafilaktik pada suntikan pertama dari seri imunisasi. 3. Anak menderita gangguan sistem imunisasi berat, penyakit keganasan (kanker),

atau sedang menjalani terapi steroid jangka panjang.

4. Jika ada riwayat alergi terhadap telur yang berat, hindari samping imunisasi influenza.

Pastikan anak dalam keadaan sehat ketika akan diimunisasi. Jika anak dalam keadaan sakit, konsultasikan dulu pada dokter dan tanyakan juga efek samping yang mungkin timbul dari vaksinasi yang akan diberikan. Bila jadwal imunisasi menjadi tertunda beberapa hari atau minggu, misalnya karena anak sakit saat jadwal pemberian, ini bukan berarti pemberian sudah berlalu dan anak tidak memerlukan imunisasi, atau anak harus mengulag jadwal dari pertama lagi. Anda tetap dapat melakukan imunisasi susulan yang jadwalnya terlalu lelah leawt itu. Jadwal imunisasi tidak kaku, jadi lanjutkan saja imunisasi berikutnya dengan jarak sesuai anjuran (Suririnah, 2013).

(17)

24 2.3.7 Jadwal Imunisasi

Jadwal imunisasi adalah waktu yang tepat untuk memberikan imunisasi dan ketepatan dalam proses pemberian sehingga imunisasi memberikan manfaat secara maksimal. Adapun jadwal pemberikan imunisasi dapat disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 : Jadwal Imunisasi Jenis

Imunisasi Jumlah Pemberian Usia Pemberian Interval Pemberian Imunisasi Ulangan

BCG 1x 0-11 bulan - -

DPT 3x 2-11 bulan Min.4minggu 18 bln, 5 thn, 12

thn

Polio 4x 0-11 bulan Min.4minggu 18 bln, 5 thn

Cmpak 1x 9-11 bulan - 5-6 bln

Hepatitis B 3x 1-11 bulan Min.4minggu -

Sumber : Departemen Kesehatan (PPI-DEPKES, 2007).

Kelima jenis imunisasi ini diwajibkan dan menjadi program pemerintah, karena angka kematian, cacat, dan kesakitan akibat penyakit-penyakit ini masih tinggi dan imunisasi ini memberikan perlindungan yang lama. Kelima jenis imunisasi ini diberikan secara gratis oleh pemerintah di puskesmas posyandu, dan rumah sakit pemerintah. Untuk jenis imunisasi tambahan seperti MMR, Hib, demam tifoid, cacar air (varisella), hepatitis A. Pneukokus, pemerintah mengizinkan dan menganjurkan sepanjang bermanfaat untuk anak, yang disesuaikan dengan keadaan kesehatan masing-masing anak dan apakah imunisasi tersebut diperlulkan. Pemberian ini bisa diputuskan oleh dokter dan orang tua biasanya jenis imunisasi tambahan diberikan oleh dokter praktik atau rumah sakit dan harganya relatif mahal (Suririnah, 2103). 2.4 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah saja pada tujuan yang telah ditentukan. Dengan definisi yang seperti itu, kepatuhan memiliki nada yang cenderung manipulatif atu otoriter dimana penyelenggara perawatan kesehatan atau pendidik dianggap sebagai tokoh yang berwenang, dan

(18)

25 konsumen atau peserta didik dianggap bersikap patuh. Istilah itu belum dapat diterima dengan baik dalam keperawatan, mungkin karena adanya falsafah yang menyatakan bahwa kklien berhak untuk membuat keputusan perawatan-kesehatannya sendiri dan untuk tidak perlu mengikuti rangkaian tindakan yang telah ditentukan oleh profesional perawatan kesehatan (Bastable, 2002). Literatur perawatan-kesehatan mengemukakan bahwa kepatuhan berbanding lurus dengan tujuan yang dicapai pada program pengobatan yang telah ditentukan. Kepatuhan sebagai akhir dari tujuan itu sendiri, berbeda dengan faktor motivasi, yang dianggap sebagai cara untuk mencapai tujuan.

Kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu dapat langsung diukur. Motivasi, bagaimanapun merupakan prekursor untuk tindakan yang dapat diukur secara tidak langsung melalui konsekuensi atau hasil yang berkaitan dengan perilaku (Bastable, 2002). Komitmen atau keterikan pada suatu program disebut sebagai kesetiaan (adherence), yang mungkin bersifat abadi. Baik kepatuhan maupun kesetiaan mengacu pada kemampuan untuk mempertahankan program-program yang berkaitan dengan promosi kesehatan, yang sebagian besar ditentukan oleh penyelenggara perawatan kesehatan.

24.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar

1. Pendidikan

Pendidikan formal, non formal dan informal dapat mempengaruhi seeorang dalam mengambil keputusan dan berperilaku, dengan pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual, sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Pendidkan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan disekolah-sekolah pada umumnya. Jalur ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai

(19)

26 dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini. Dan pendidikan informal adalah jalur pendidikan adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Mulyana, (dalam senewe et al, 2017). Pendidikan adalah dasar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan bagi perannya dimasa yang akan datang Notoatmodjo, (dalam Senewe et al, 2017) teori yang mengatakan semakin tinggi pendidikan semakin banyak pengetahuan yang didapatkan. Teori dan hasil penelitian yang didapatkan tidak sama, karena pendidikan yang tinggi tidsk menjamin pengetahuan yang didapatkan banyak, sesuai hasil penelitian yang didapatkan pendidikan dari responden patuh dalam pemberian imunisasi disebabkan oleh petugas kesehatan yang selalu memberikan penyuluhan tentang pentingnya imunisasi dasar kepada anak-anak.

2. Dukungan Keluarga

Respon positif keluarga resonden terhadap pelaksanaan kegiatan imunisasi dipengaruhi oleh faktor pengetahuan yang baik yang dimiliki oleh keluarga responden tentang pentingnya imunisasi dasar pada anak yang tidak lain pegetahuan tersebut diperoleh dari informasi atau penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Petuhas kesehatan menyadari bahwa dukungan keluarga sangat berperan penting terhadap keaktifan ibu dalam program imunisasi, sehingga sasaran penyuluhan tentang imunisasi pun selain ibu-ibu yang mempunyai anak juga keluarga bahkan ditujukan kepada seluruh masyarakat Ismet, (dalam Senewe et al, 2017).

Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penting untuk terwujudnya perilaku sehat. Keluarga yang percaya akan keuntungan pemberian imunisasi bagi bayi dan institusi kesehatan akan mendorong anggota keluarga memanfaatkan fasilitas

(20)

27 kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal seoptimal mungkin. Keluarga yang menyetujui dan mendukung keputusan untuk menghindari anak dari penyakit akan mendorong lengkapnya imunsasi dasar yang diterima bayi. Salah satu kunci keberhasilan imunisasi dasar pada anak adalah adanya dukungan dari keluarga, dukungan ini berupa pemberian informasi kepada ibu tentang imunisasi dasar pada anak, menemani ibu saat pergi ke puskesmas untuk di imunisasi serta membantu ibu merawat bayi selama ibu bekerja Yeni, (dalam Senewe et al, 2017).

3. Motivasi Ibu

Menurut Mawar, (dalam Senewe et al, 2017) motivasi merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu. Seorang ibu akan bersedia datang ke puskesmas membawa anaknya untuk diimunisasi karena mempunyai motivasi tinggi yang didasari oleh berbagai faktor seperti keyakinan. Ibu yang memiliki motivasi tinggi merasa senang dengan pemberian imunisasi karena mengetahui bahwa tindakan yang diberikan tersebut akan mampu melindungi dari penyakit-penyakit berbahaya yang sering dialami bayi. Perasaan senang dan aman bila anak telah mendapat imunisasi mendorong ibu melengkapi lima imunisasi dasar yang wajib diterima bayi.

4. Sikap Ibu

Menurut Sunaryo, (dalam Senewe et al, 2017) sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap itu sendiri tidak dapat dilihat langsung. Sikap menuntun perilaku manusia akan bertindak sesuai sikap. Sikap merupakan sikap penentu perlikau karena berhubungan dengan persepsi. Kepribadian dan motivasi, demikian sikap merupakan faktor redisposisi yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku. Sikap merupakan faktor penentu perilakku karena berhubugan dengan

(21)

28 persepsi. Kepribadian dan motivasi, demikian sikap merupakan faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku.

5. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan semakin baik tingkat pendidikan, maka semakin baik pula tingkat pengetahuan, selain pendidikan faktor-faktor yang mempengaruhi pada peningkatan pengetahuan seseorang adalah keikutsertaan dalam pelatihan atau penyuluhan, pengetahuan seseorang dapat bertambah pula dengan cara memperkaya khasanah pengetahuan melalui membaca baik melalui media massa dan media elektronik (internet), sehingga walaupun tanpa melalui pendidikan formal. Pengetahuan seseorang dapat meningkat dengan demikian harapan tentang keberhasilan program imunisasi dapat dicapai melalui kesadaran masyarakat akan dampak imunisasi dapat imunisasi bagi kesejahteraan msyarakat secara umum dan kesejahteraan anak secara khususnya Astiana, (dalam Senewe et al, 2017). Adapun hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kepatuhan imunisasi sesuai teori yang dinyatakan bahwa seseorang melakukan tindakan dengan didasarkan oleh suatu pengetahuan. Hal ini disebabkan karena pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang Notoamodjo S, (dalam Senewe et al, 2017) pengetahuan ibu ibu adalah sebagai salah satu faktor yang mempermudah terhadap terjadinya perubahan perilaku khususnya mengimunisasikan anak. Hal ini sesuai dengan pendapatan L. Green dalam buku Soekidjo Notoadmodjo yang menyatakan bahwa salah satu faktor penentu terjadinya perubahan perilaku adalah adanya faktor pemudah yang didalamnya termasuk tingkat pengetahuan.

(22)

29 Menurut Notoatmodjo, (dalam Senewe et al, 2017) perilaku manusia dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor nonperilaku. Green menganalisis bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu : faktor predisposisi, yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya, kemudian faktor-faktor pemungkin, yaitu faktor-faktor yang memfasilitasi perilaku atau tindakan.

7. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan petugas kesehatan yang baik terhadap pasien dipengaruhi oleh kesabaran petugas kesehatan akan profesionalisme kerja sangat mempengaruhi kepuasaan pasien. Pelayanan petugas kesehatan dapat mempengaruhi imunisasi dasar pada anak, karena ibu dan anak merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan Ismat, (dalam Senewe et al, 2017).

8. Usia ibu

Soetjiningsih dalam buku Tumbuh Kembang Anak menyebutkan bahwa ibu yang berusia kurang dari 20 tahun memiliki kemungkianan lebih besar mengalami imunisasi dasar tidak lengkap. Pengetahuan yang tinggi akan berpengaruh pada penerimaan hal ahal baru dan dapat menyesuaikan diri dengan hal yang baru. Pengettahuan juga dipengaruhi oleh faktor pengalaman yang berkaitan dengan usia individu, Semakin matang usia seseorang maka akan semakin banyak pengalaman hidup yang dimiliki, dan mudah untuk menerima prubahan perilaku, semakin cukup umur seseorang , tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. (Karina. A. N & Warsito. B. E. 2012).

(23)

30 Usia pernikahan berdampak pada sosial gadis remaja. Kemampuan membuat keputusan, kesehatan dan perilaku seksual dan reproduksi, serta kemampuan bernegosiasi dengan pasangan dan keluarga mengenai perilaku sehat. Padahal peran orang tua dalam pengasuhan anak berupa sikap dan peraktek pengasuhan orang tua dalam kedekatan dengan anak, merawat, cara memberi makan, serta kasih sayang. Pengasuhan anak adalah suatu fungsi penting pada berbagai kelompok sosial dan kelompok budaya. Peran orang tua dalam pola pengasuhan anak juga meliputi pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti memberikan makan, mandi, menyediakan dan memakai pakaian buat anak. Termasuk didalamnya adalah memonitoring kesehatan anak, menyediakan obat, dan dan membawanya ke petugas kesehatan profisional (Bahar, 2002).

Akan tetapi dengan banyaknya pernikahan yang dilakukan oleh remaja khususnya perempuan, maka ketika usia remaja tersebut telah memiliki anak, mampukah usia ibu tersebut memenuhi kebutuhan dasar anak. Terkait dengan hal tersebut, dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh ibu yang menikah pada usia tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar anak, maka akan menjadi masalah bagi anak yang dilahirkan dari ibu usia tersebut. (Prabowo, et al 2014). Status imunisasi anak dipengaruhi oleh prilaku orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab atas kesehatan anaknya, perilalu tersebut meliputi pengetahuan, pendidikan, sikap, usia, tingkat pendapatan, nilai atau tingkat kepercayaan tentang imunisasi. (Mariyani Ike & Sulastri, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Febriastuti (2016) dapat diketahui bahwa sebagian besar orang tua bersikap negatif dan tidak patuh dalam memenuhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Artinya perilaku kepatuhan dalam pemenuhan imunisasi dasar yang belum optimal salah satunya dipengaruhi oleh tingkat

(24)

31 pendidikan dan penghasilan keluarga. Dimana para ibu tidak ada waktu bahkan lupa untuk mengurus dan membawa bayi mereka ke Puskesmas untuk dilakukan imunisasi karena ikut bekerja. Para ibu tidak mempunyai kesadaran dalam memenuhi status imunisasi dasar bayinya secara lengkap sebagai suatu kewajiban utama seorang ibu. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya lebih meningkatkan sikap ibu untuk memenuhi status imunisasi dengan cara memupuk keinginan dalam diri ibu (melalui penyuluhan-penyuluhan tentang pentingnya imunisasi dan dampak yang akan ditimbulkan bila ibu menghiraukan bayinya tidak mendapat imunisasi. Ibu diberikan informasi, pengetahuan dan wawasan yang luas akan pentingnya pemenuhan status imunisasi demi perkembangan dan pertumbuhan bayinya sekaligus dampak bila tidak melakukan imunisasi dan hal tersebut terkait dengan usia pernikahan yang dilakukan.

Secara umum, pada usia pernikahan normal menurut BKKBN yaitu untuk perempuan yaitu pada usia 20-25 tahun dan laki-laki 25-30 tahun, dengan pertimbangan bahwa usia tersebut ideal secara biologis dan psikologis. Hasil analisis Robin (2004) didapatkan faktor demografi yang berpengaruh terhadap kepatuhan adalah usia, jenis kelamin, pendidikan dan penghasilan. Sementara konteks dan pengukuran kepatuhan dapat dilihat dari aspek waktu, karakteristik atau keadaan sampel, kondisi penyakit dan regimen pengobatannya. Jadi kepatuhan juga ditentukan oleh usia pernikahan yang dilakukan oleh pasangan menikah, dimana pada usia pernikahan ideal akan meningkatkan tingkat kepatuhan dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan anak termasuk dalam memberikan imunisasi.

Gambar

Tabel 1 : Jadwal Imunisasi  Jenis

Referensi

Dokumen terkait

18 Dalam hal ini penulis akan memberikan pertanyaan secara lisan untuk memperoleh informasi dari responden yaitu istri yang bekerja mengenai informasi yang

Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 ( delapan belas ) tahun yang dapat memberikan

Pernikahan bagi umat Islam merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri berdasar akad nikah yang diatur dalam undang-undang dengan

Meski tidak ada perubahan pada jumlah dan komposisi Propinsi di Zona Target pada pekan ini, tetap terpantau geliat pergerakan data terus berlangsung.. Pulau Sulawesi, meski

Pada dasarnya tidak ada dampaknya karena 2 kurikulum itu merupakan perencanaan yang berbasis kompetensi yang memiliki latar belakang masing- masing sehingga SKL

Kondisi berbagai daerah tangkapan aliran (DTA) erat sekali hubungannya dengan besaran debit aliran yang dihasilkan, diantaranya pengaruh bentuk DTA, kemiringan

Berdasarkan penelitian tentang Prevalensi Skoliosis Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas pada Sekolah Dasar Negeri Sumber

Syamsuddin al-Syarbini, Mugniy al-Mukhtaj, Juz III, Beirut: Darl Kutub al-Ilmiyah, tt, hlm.. diberikan kepada istrinya sendiri atau orang lain. 8 Namun pelimpahan kuasa itu