• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Berfikir

Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan menambahkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang. Bentuk dan dimensi dermaga tergantung pada jenis dan ukuran kapal yang bertambat pada dermaga tersebut. Dermaga harus direncanakan sedemikian rupa sehingga kapal dapat merapat dan bertambat serta melakukan kegiatan di pelabuhan dengan aman, cepat dan lancar (Triatmodjo. 2009).

Dermaga dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu, Wharf, Pier dan Jetty. Wharf adalah dermaga yang paralel dengan pantai dan biasanya berhimpit dengan garis pantai. Pier adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya tegak lurus dengan garis pantai (berbentuk jari). Jetty adalah dermaga yang menjorok ke laut sedemikian sehingga sisi depannya berada pada kedalaman yang cukup untuk merapat kapal.

1. Wharf

Dermaga bentuk wharf ini berbenuk memanjang, posisi muka dermaga sejajar dengan garis pantai, dimana kapal-kapal yang bertambat akan berderet memanjang, dermaga dengan bentuk memanjang ini dibangun bila garis

(2)

dermaga memanjang ini biasa digunakan pada pelabuhan barang, di mana dibutuhkan suatu lapangan terbuka guna kelancaran dalam melayani penangan pergerakan barang.

Gambar 2.1: Dermaga Tipe Wharf

2. Pier

Pier adalah dermaga yang membentuk sudut terhadap garis pantai, bentuk

dermaga menyerupai jari dan dapat ditambatkan kapal pada kedua sisinya sehingga dapat digunakan untuk menyandarkan kapal lebih banyak untuk satu-satuan panjang pantai. Dermaga ini biasanya dibangun bila garis kedalaman terbesar menjorok ke laut dan tidak teratur, dermaga ini dibangun khusus untuk melayani kapal dengan muatan umum.

(3)

Gambar2.2: Dermaga Tipe Pier

3. Jetty

Dermaga berbentuk jetty adalah adalah dermaga yang membentuk sudut terhadap garis pantai, dermaga ini dibangun bila garis kedalaman jauh dari pantai dan tidak diinginkan adanya pengerukan kolam pelabuhan yang besar, yang berkaitan dengan stabilitas lingkungannya, dermaga jetty ini dapat ditambatkan kapal pada kedua sisinya, antara dermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung (approach trestle) yang berfungsi sebagai penerus dalam lalu lintas barang.

(4)

Gambar 2.3: Dermaga Tipe Jetty

Adapun pemilihan bentuk/tipe dermaga didasarkan pada ditinjaun terhadap; topografi di daerah pantai, jenis kapal yang dilayani/yang akan beroperasi serta daya dukung tanah di sekitar area rencana pelabuhan.

(5)

Gambar 2.4: Beberapa bentuk tipe dermaga pelabuhan

2.2. Hidro Oceanografi

Tinjauan hidro-oseanografi adalah menyangkut tinjauan pengaruh hidrodinamika perairan laut. Parameter utama yang biasanya diperhitungkan adalah pasang surut, gelombang dan angin

2.2.1 Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Gaya tarik menarik ini tergantung dari jarak bumi dengan benda langit dan massa benda

(6)

langit itu sendiri. Jadi, meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari. Pasang surut merupakan faktor penting dari geomorfologi pantai, dalam hal ini berupa perubahan teratur muka air laut sepanjang pantai dan arus yang dibentuk oleh pasang. Selain itu pengetahuan tentang pasang surut adalah penting di dalam perencanaan bangunan pantai, pelabuhan dan vegetasinya. Proses akresi dan abrasi pantai terjadi selama adanya pasang dan adanya aksi gelombang balik yang mempengaruhi siklus pasang.

Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Menurut Bambang Triatmojo (1999) pasang surut yang terjadi di berbagai daerah dibedakan menjadi empat tipe yaitu :

1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) Pasang surut tipe ini adalah dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.

2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) Pasang surut tipe ini apabila dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut dengan periode pasang surut 24 jam 50 menit.

(7)

3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing

diurnal) Pasang surut tipe ini apabila dalam satu hari terjadi dua kali air

pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda.

4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing

diurnal) Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali

air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.

Klasifikasi tipe pasang surut ditentukan dengan besaran nilai F yang dihitung berdasarakan rumus sebagai berikut :

) ( 2 ) ( 2 ) ( 1 ) ( 1 A S A M A O A K F + + = (2.1)

1. 0,00<F<0,25 : Pasut semi diural murni 2. 0,25<F<1,50 : Pasut campuran semi diural 3. 1,50<F<3,00 : Pasut campuran diural 4. F>3,00 : Pasut diural murni

Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang ditentukan berdasarkan data pasang surut yang dapat digunakan sebagai pedoman di dalam perencanaan suatu bangunan pantai. Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Muka air tinggi (high water level), yaitu muka air tertingi yang dicapai pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.

2. Muka air rendah (low water level), yaitu muka air terendah yang dicapai pada saat air surut pada satu siklus pasang surut.

(8)

3. Muka air tinggi rata-rata (mean high water level, MHWL), yaitu ratarata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.

4. Muka air rendah rata-rata (mean low water level, MLWL), yaitu rata-rata dari dari muka air rendah selama periode 19 tahun.

5. Muka air laut rata-rata (mean sea Level, MSL), yaitu muka air rata-rata antara muka air tinggi rata-rata dan muka air rendah rata-rata. Elevasi ini digunakan sebagai referensi untuk elevasi di daratan.

6. Muka air tinggi tertinggi (highes high water level, HHWL), yaitu muka air tertinggi pada saat pasang surut purnama dan pasang surut perbani.

7. Muka air rendah terendah (lowes low water level, LLWL), yaitu muka air terendah pada saat pasang surut purnama dan pasang surut perbani.

Dalam perencanaan suatu bangunan pantai, penentuan muka air laut ditentukan berdasarkan pengukuran pasang surut selama minimal 15 hari. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan data pengukuran pasang surut selama 19 tahun sulit dilakukan.

Untuk perencanaan suatu bangunan pantai maka harus ditentukan terlebih dahulu elevasi muka air laut rencana. Elevasi tersebut merupakan penjumlaha dari beberapa parameter. Parameter-parameter tersebut yaitu pasang surut, tsunami,

wave set-up, wind set-up, dan kenaikan muka air laut karena pemanasan global.

(9)

adalah sangat kecil. Oleh karena itu beberapa parameter tersebut dapat digabungkan Gambar 2.5. menunjukan elevasi muka air rencana yang diakibatkan parameter-parameter tersebut diatas.

Gambar 2.5: Elevasi muka air laut rencana (Teknik Pantai 1999)

2.2.2 Gelombang

Gelombang adalah pergerakan naik turunnya air laut disepanjang permukaan air. Gelombang terjadi kerena adanya angin yang bertiup di atas permukaan perairan yang menimbulkan gaya tekan ke bawah, gaya ini akan mendorong permukaan air menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tempat di sekitarnya yang mengakibatkan ketidakseimbangan sehingga terjadi dorongan massa air yang

(10)

menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus dan transpor sedimen dalam arah tegak lurus dan sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai. Proses tersebut akan berlangsung terus menerus sesuai dengan energi kecepatan angin yang menekannya. Gelombang merupakan faktor utama di dalam penentuan tata letak (layout) pelabuhan, alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai dan sebagainya.

Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan semakin berkurangnya panjang gelombang dan bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat kemiringan gelombang (perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang) mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah. Gelombang yang telah pecah tersebut merambat terus ke arah pantai sampai akhirnya gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai (uprush dan

downrush). Definisi yang berkaitan dengan karakteristik gelombang di daerah

(11)

Gambar 2.6: Definisi dan karakteristik gelombang di daerah pantai (Teknik Pantai 1999)

Daerah dari garis gelombang pecah ke arah laut disebut dengan offshore. Sedang daerah yang terbentang ke arah pantai dari garis gelombang pecah dibedakan menjadi tiga daerah yaitu breaker zone, surf zone dan swash zone. Daerah gelombang pecah (breaker zone) adalah daerah dimana gelombang yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidakstabilan dan pecah. Surf zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah dan batas naik turunnya gelombang di pantai. Sedangkan swash zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.

Ditinjau dari profil pantai, daerah ke arah pantai dari garis gelombang pecah dibagi menjadi tiga daerah yaitu inshore, foreshore dan backshore. Perbatasan

(12)

antara inshore dan foreshore adalah batas antara air laut pada saat muka air rendah dan permukaan pantai. Proses gelombang pecah di daerah inshore sering menyebabkan terbentuknya longshore bar, yaitu gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat muka air rendah sampai batas atas dari

uprush pada saat air pasang tinggi. Profil pantai di daerah ini mempunyai

kemiringan yang lebih curam daripada profil di daerah inshore dan backshore.

Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan garis pantai yang

terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air tinggi.

Penentuan besar gelombang dapat dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan atau menggunakan metode peramalan dengan memakai peremeter tertentu.Pengukuran gelombang secara langsung jarang dilakukan karena besarnya tingkat kesulitan serta biaya yang tinggi. Oleh karena itu maka gelombang diramalkan dengan menggunakan data angin.

Dalam peramalan gelombang ini ada beberapa parameter yang digunakan, yaitu : 1. Kecepatan angin (U) di permukaan laut

2. Arah angin

3. Panjang daerah pembangkitan angin (fetch) 4. Lama hembus angin atau durasi angin

(13)

Dari parameter di atas dapat diramalkan tinggi gelombang (H) dan periode gelombang (T) yang terjadi dengan menggunakan gambar 2.7.

Gambar 2.7: Grafik Peramalan Gelombang (Dasar-dasar Perencanaan Bangunan Pantai, 1999)

Selain dengan menggunakan grafik diatas, besarnya tinggi gelombang dan periode gelombang juga dapat dicari dengan menggunakan formula-formula empiris berdasarkan spektrum gelombang.

Untuk keperluan peramalan gelombang biasanya digunakan kecepatan angin pada ketinggian 10 m. apabila kecepatan tidak diukur pada ketinggian tersebut maka kecepatan angin perlu dikoreksi terhadap ketinggian dengan formulasi sebagai berikut (Pratikto. Dkk, 2000):

(14)

( )

( )

7 1 10 10       = z z U U nilai d < 20 (2.2)

Disamping itu juga perlu dilakukan koreksi stabilitas terhadap perbedaan temperature udara dan air dengan formulasi berikut :

T L L

w

U

R

R

U

=

*

*

(2.3)

(15)

Gambar 2.9: Grafik Koefisien Koreksi Angin (CERC, 1984)

Peramalan gelombang berdasarkan pada kecepatan angin, lama hembus dan fetch serta hubungan panjang fetch (F) dan factor tegangan angin (UA).

23 . 1

.

71

.

0

U

U

A

=

(2.4)

Untuk keperluan perencanaan bangunan-bangunan pantai perlu dipilih tinggi dan periode gelombang individu (individual wave) yang dapat mewakili suatu spektrum gelombang. Gelombang tersebut dikenal dengan gelombang representatif. Apabila tinggi gelombang diurutkan dari nilai tertinggi ke terendah atau sebaliknya, maka akan dapat ditentukan tinggi Hn yang merupakan rata-rata dari n persen gelombang tertinggi. Bentuk yang paling banyak digunakan adalah H33 atau nilai tertinggi dari 33% nilai tertinggi dari pencatatan gelombang yang

(16)

juga disebut sebagai tinggi gelombang signifikan H. Sementara untuk mengetahui periode gelombang signifikan dapat digunakan rumus berikut :

              = − g U U gF H A A 2 2 1 2 3 10 * 6 , 1 (2.5)               = − g U U gF T A A 3 1 2 1 10 * 875 , 2 (2.6)

dimana : Hs = tinggi gelombang signifikan (m)

U10 = kecepatan angin sekitar 10 meter dari darat g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)

T = periode gelombang (dt)

Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena adanya pengaruh kedalaman laut. Dilaut dalam profil gelombang adalah sinusoidal, semakin menuju ke perairan yang lebih dangkal puncak gelombang akan semakin tajam dan lembah gelombang semakin datar. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya gelombang pecah karena gelombang tidak stabil. Kedalaman gelombang pecah ini dapat dihitung dengan rumus dibawah ini: ℎ𝑏 𝐻𝑏= 1 𝐶2�𝐶1𝐻𝑏𝑔𝑇2�𝑇𝑝 (2.6) 𝐶1 = 43,75(1 − 𝑒−19𝑚) (2.7) 𝐶2 =(1+𝑒1,56−19𝑚) (2.8)

(17)

dimana : hb : kedalaman gelombang pecah (m) Hb : ketinggian gelombang pecah (m) T : periode gelombang (dt)

m : kemiringan pantai

2.2.3 Angin

Angin dapat menyebabkan terjadinya gelombang maupun arus permukaan, serta tarikan dan dorongan akan. Dalam tugas akhir ini pengaruh angin digunakan sebagai pembanding dalam perencanaan bolard.

Sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi disebut angin. Gerakan udara ini disebabkan oleh perubahan temperatur atmosfer. Pada waktu udara dipanasi, rapat massanya berkurang yang berakibat naiknya udara tersebut yang kemudian diganti oleh udara yang lebih dingin disekitarnya. Perubahan temperatur di atmosfer disebabkan oleh perbedaan penyerapan panas oleh tanah dan air, atau perbedaan panas di gunung dan lembah, atau perubahan yang disebabkan oleh siang dan malam, atau perbedaan suhu pada belahan bumi bagian utara dan selatan karena adanya perbedaan musim dingin dan panas. Daratan lebih cepat menerima panas daripada air (laut) dan sebaliknya daratan juga lebih cepat melepaskan panas. Oleh karena itu pada waktu siang hari daratan lebih panas daripada laut. Udara di atas daratan akan naik dan diganti oleh udara dari laut,

(18)

sehingga terjadi angin laut. Sebaliknya, pada waktu malam hari daratan lebih dingin daripada laut, udara di atas laut akan naik dan diganti oleh udara dari daratan sehingga terjadi angin darat.

Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan air laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi semakin besar, dan apabila angin berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk. Arah angin masih bisa dianggap konstan apabila perubahan-perubahannya tidak lebih dari 150 dan perubahan kecepatan angin tidak lebih dari 5 knot (2,5 m/dt) terhadap kecepatan rerata.

Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang adalah data di permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data dapat diperoleh dari pengukuran langsung di atas permukaan laut atau pengukuran di darat di dekat lokasi peramalan yang kemudian di konversi menjadi data angin di laut. Kecepatan angin diukur dengan anemometer, dan biasanya dinyatakan dalam knot dimana 1 knot =1,852 km/jam = 0,514 m/dt. Data angin dicatat tiap jam dan biasanya disajikan dalam bentuk table. Dengan pencatatan angin jam-jaman tersebut akan

(19)

dapat diketahui angina dengan kecepatan tertentu dan durasinya, kecepatan angin maksimum, arah angin dan dapat pula dihitung kecepatan angin rerata harian.

Jumlah data angin seperti yang ditunjukkan dalam tabel untuk beberapa tahun pengamatan adalah sangat besar. Untuk itu data tersebut harus diolah dan disajikan dalam bentuk tabel (ringkasan) atau diagram yang disebut dengan Mawar angin (Wind rose). Penyajian dapat diberikan dalam bentuk bulanan, tahunan, atau untuk beberapa tahun pencatatan. Dengan tabel atau mawar angin tersebut maka karakteristik angin dapat dibaca dengan cepat dan akurat.

(20)

Gambar 2.10: Wind Rose

Data angin diperlukan untuk peramalan tinggi dan periode gelombang. Hubungan antara angin diatas permukaan laut dengan angina di atas daratan diberikan oleh RL=Uw/UL.

(21)

Gambar 2.11: Hubungan kecepatan angin ai laut dan darat (Teknik Pantai, 1999)

Rumus-rumus dan grafik-grafik pembangkitan gelombang mengandung variable UA yaitu faktor tegangan angin (wind stress factor) yang dapat dihitung dari kecepatan angin. Setelah dilakukan berbagai konversi kecepatan angin, faktor tegangan angin dapat dihitung dengan persamaan berikut :

23 , 1 71 , 0 U UA= (2.9)

Dimana: UA : faktor tegangan angin

(22)

2.2.4 Fetch

Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch di batasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Fetch dilakukan untuk mengetahui angina dominan. Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Fetch rata-rata efektif diberikan oleh persamaan berikut:

(2.10) dimana Feff : fetch rata-rata efektif.

Xi : panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch.

α : deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6° sampai sudut sebesar 42° pada kedua sisi dari arah angin.

2.2.5 Bathimetri dan Topografi

Peta bathimetri diperlukan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut (elevasi) disekitar lokasi pekerjaan atau penelitian yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi gelombang. Selain itu juga dapat digunakan pada kegiatan pengerukan

(23)

yang dilakukan untuk menentukan volume pekerjaan dan akhirnya untuk menentukan biaya. Pengukuran bathimetri disekitar lokasi pekerjaan atau penelitian merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam suatu perencanaan.

Gambar 2.12: Peta Bathimetri

Pengukuran bathimetri biasanya dilakukan disepanjang pantai, yaitu sekitar 1 km ke arah barat dan 1 km ke arah timur dan dalam arah tegak lurus pantai sepanjang 100 m ke arah darat dan 100 m ke arah laut sampai garis pantai pada muka air surut terendah dan dari hasil pengukuran nantinya bisa didapatkan besar dari kemiringan dasar laut. Sedangkan tujuan dari pengukuran bathimetri itu sendiri adalah :

1. Mendapatkan informasi kedalaman dasar laut yang ditentukan dari kedudukan MSL.

2. Mendapatkan data yang akan dianalisis lebih lanjut untuk keperluan penelitian dan perencanaan.

(24)

Ketidaktelitian pada pekerjaan pemetaan bathimetri dapat menyebabkan elevasi yang tidak sesuai maupun perbedaan volume aktual pada pekerjaan pengerukan yang cukup besar. Karena mengingat pentingnya pemetaan bathimetri sehingga harus dilakukan dengan baik. Pemetaan bathimetri dapat dilakukan dalam dua cara yakni secara manual dan automatic. Gambar 2.13. dan 2.14. merupakan bagan alir dari dua metode yang dapat dilakukan dalam pengukuran pemetaan bathimetri Sedangkan prosedur utama pemetaan bathimetri adalah :

1. Penentuan datum untuk beberapa pekerjaan.

2. Pemasangan alat ukur atau pencatat pasang surut yang dikaitkan dengan datum yang sudah ditentukan.

3. Pekerjaan sounding yang harus dikorelasikan dengan waktu pelaksanaannya. 4. Penentuan posisi kendaraan pada waktu sounding harus dilakukan dengan cara

yang tepat dan benar.

5. Echosounder harus dikalibrasikan sebelum digunakan.

(25)

Gambar 2.14: Bathimetri secara Automatic

2.3 Struktur Dermaga

2.3.1 Beban vetikal

Beban vertikal adalah sebuah gaya yang membebani struktur dermaga dari arah atas maupun dari arah bawah (sumbu Z) pada struktur dermaga dan dapat dikategorikan sebagai beban (dead load) dan beban hidup (live load).

a. Beban Mati (Dead Load)

Beban mati (dead load) merupakan beban yang sifanya tetap atau diam, pada umumnya yang tergolong sebagai beban mati (dead load) adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunan yang bersifat tetap, termasuk segala untur tembahan. Mesin-mesin serta peralatan tetap lainnya yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu bangunan tersebut.

(26)

Beban mati yang diasumsikan bekerja sebagai beban vertikal adalah beban yang bersifat tetap yaitu berat sendiri struktur, beban yang diperhitungkan dalam perencanaan struktur dermaga adalah sebagai berikut:

1. Massa jenis air : 1000 kg/m3 2. Massa jenis air laut : 1025 kg/m3 3. Beton bertulang : 2400 kg/m3 4. Baja : 7850 kg/m3

5. Pasir : 1600 kg/m3 (Sumber : Ranguman PPIUG 1983)

b. Beban hidup (Live load)

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu bangunan, dan kedalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari benda-benda yang berpindah-pindah, maupun beban-beban lainnya yang bersifat sementara.

Beban hidup yang diasumsikan bekerja sebagai beban vertikal adalah beban yang bersifat sementara/bergerak, beban hidup yang diperhitungkan dalam perencanaan struktur dermaga adalah sebagai berikut:

(27)

1) Beban Hidup Terdistribusi Merata

Beban hidup terdistribusi merata atau disebut juga dengan UDL (Uniformly

Distributed Load) diperhitungkan sebagai berikut:

- Beban hidup terdistribusi merata pada struktur jetty sebesar 4 ton/m2.

2) Beban Kendaraan Truck

Truk adalah salah satu yang digunakan sebagai alat bongkar muat barang di PT Krakatau Bandar Samudera (KBS), dalam kasus ini truk dapat diasumsikan sebagai beban hidup yang membebani struktur dermaga. Bentuk dari truk yang digunakan sebagai asumsi beban hidup adalah seperti Gambar 2.15 berikut:

(28)

2.3.2 Beban Horizontal

Beban horizontal yang bekerja pada struktur dermaga adalah beban/gaya yang bekerja searah sumbu X dan Y pada struktur dermaga, atau gaya yang membebani sruktur dari arah samping dermaga, pebebanan horizontal pada struktur dermaga dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Gaya Benturan Kapal

Gaya benturan kapal (berthing) adalah gaya timbul pada saat kapal akan merapat pada dermaga, yang disebabkan kapal masih mempunyai kesepatan, sehingga terjadi benturan antara kapal dengan dermaga, dalam perencanaannya, benturan maksimum akan terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga pada susdut 10o terhadap sisi depan dermaga, gaya benturan diterima dermaga dan energi benturan diserap oleh fender pada dermaga.

Beban reaksi fender diperhitungkan berdasarkan berthing energi fender yang direncanakan yang kemudian dihubungkan dengan performance curve. Beban reaksi fender akibat pengaruh angin dan arus tidak diperhitungkan mengingat beban reaksi fender akibat berthing energi lebih dominan. Beban friksi fender juga diperhitungkan dalam perencanaan struktur dengan koefisien friksi diambil 0.2. Hal ini mengacu kepada BS6349 Part 4.

(29)

Tabel 2.1. Kecepatan Merapat kapal pada dermaga (Triamodjo, 2003)

Ukuran Kapal (DWT)

Kecepatan Merapat

Pelabuhan (m/s) Laut Terbuka (m/s)

Sampai 500 0,25 0,30

500-10.000 0,15 0,20

10.000 – 30.000 0,15 0,15

Di atas 30.000 0,12 0,15

Referensi : Tabel 6.1 (Perencanaan pelabuhan, Bambang Triatmodjo)

Gambar 2.16: Geometri kapal saat sandar (BS 6349 part 4-1994)

Gaya berthing ditentukan dari energi berthing kapal yang dihitung berdasarkan rumus berikut:

(30)

𝐸 =12𝑥𝑀𝐷𝑥 𝑉𝐵2𝑥𝐶𝐸𝑥𝐶𝑀𝑥𝐶𝑆𝑥𝐶𝐶 (2.11) 𝐸𝑎𝑛 = 𝑆𝐹𝑥𝐸 (2.12) dimana:

E = berthing energi kapal (kN.m)

MD = displacement of the ship (ton)

VB = kecepatan merapat kapal (m/s) 0.15 m/s

CE = faktor eksentrisitas = 𝐾2 + 𝑅2 𝐶𝑜𝑠2 𝛾

𝐾2 + 𝑅2 (2.13)

Dengan:

R = distance of the point of contact from the centre of mass (m)

K = radius girasi

= (0,19Cb + 0,11L) (2.14)

Dengan

Cb = Block Coefficient

(31)

Dengan:

L = length of the hull between perpendiculars (m)

w = berat jenis air laut

CM = koefisien hydrodynamic mass = 1 +2𝐷

𝐵 (2.16) Dengan:

D = draught (m)

B = beam (m)

CS = faktor kehalusan,1.0 (dianggap dinding kapal tidak berdeformasi)

CC = koefisien konfigurasi merapat 1.0

α = sudut merapat (degree) 10o SF = safety factor (1.5)

b. Gaya Benturan Kapal

Beban tambat kapal merupakan beban langsung yang diakibatkan oleh tarikan kapal. Beban ini ditransformasikan pada struktur melalui bollard.

(32)

Gaya tarikan pada bollard diambil sebesar 100 ton, yang merupakan kapasitas bollard. Mooring line yang menghasilkan gaya tarik yang ekstrim pada dermaga terbagi menjadi 2 kondisi, yaitu:

• Angin sejajar dengan struktur dermaga (Long Wind) • Angin tegak lurus struktur dermaga (Cross Wind) Skema mooring line ditunjukan pada berikut:

Gambar 2.17: Sketsa mooring line

(33)

Tabel 2.2. Mooring Load (OCDI)

c. Beban Arus

Beban arus adalah beban yang diakibatkan oleh tekanan arus pada struktur tiang dermaga, besar gaya yang disebabkan oleh perilaku arus dihitung melalui (OCDI hal 138-139).

Untuk keperluan perencanaan awal, beban arus diperhitungkan sebagai berikut.

• Operasional : 1.00 knot; • Ekstrim : 1.50 knot;

Arus yang dipengaruhi oleh drag load pada tiang pancang diperhitungkan berdasarkan pada BS6349 : Part 1 2000 Clause 38.2, dengan persamaan sebagai berikut.

(34)

dimana:

FD = total drag force per satuan panjang;

CD = koefisien drag;

p = berat jenis air laut;

V = kecepatan arus rencana;

An = proyeksi area per satuan panjang;

Nilai koefisien CD digunakan untuk menghitung drag force dari arus yang ditampilkan pada tabel dibawah ini. Nilai untuk elemen yang berbentuk silinder berhubungan dengan Bilangan Reynold dari elemen tersebut. Bilangan Reynold untuk air dengan temperatur yang normal dihitung berdasarkan rumus berikut: 𝑅𝑒 = 9,3 𝑉𝐷 𝑥 105 (𝑠𝑒𝑐/𝑚2) (2.18) Dengan ”D‟ adalah diameter tiang pancang. Perhitungan beban di hitung sebagai berikut; Pile SSP 914 T = 16Value

(35)

Tabel 2.3. Mooring Load (OCDI)

d. Beban Gelombang

Beban gelombang pada struktur yang diperhitungkan hanyalah beban terhadap tiang pancang. Beban gelombang pada struktur deck tidak diperhitungkan. Elevasi deck direncanakan akan cukup tinggi untuk menghindari beban angkat gelombang.

Beban gelombang pada pile dihitung menggunakan persamaan Morison saat panjang gelombang lima kali lebih besar dari diameter pile, sesuai dengan BS 6349 : Part 1 : 2000, Clause 39.4, Wave Force. Persamaan Morison adalah sebagai berikut:

𝐹 = 𝐹𝑖+, 𝐹𝑑 = 𝐶1𝑝 𝜋𝐷42𝑑𝑢𝑑𝑡+ 𝐶𝑑 123 𝑝𝐷𝑈|𝑢| (2.19) L>5D

(36)

Dimana :

F = gaya horizontal per satuan panjang pile (kN/m)

Fi = gaya inersia per satuan panjang pile (kN/m)

Fd = drag force per satuan panjang pile (kN/m)

p = berat jenis air (1.025 t/m3 untuk air laut)

D = diameter pile (m) + allowance for marine growth 0.15m

U(du/dt) = kecepatan horizontal partikel air pada axis pile (m/s)

Ci = inersia atau koefisien massa (Ci = 2.0 untuk tube pile)

Cd = koefisien drag (Cd = 1.0 untuk tube pile)

L = panjang gelombang

e. Beban Angin

Beban angin yang bekerja pada permukaan dari struktur atas dermaga, dengan proyeksi area “A‟, dihitung berdasarkan BS 5400 : Part 2, Clause 5.3, Wind Load, 1978. Dengan persamaan sebagai berikut.

𝐹𝑣 = 𝑞 𝑥 𝐴 𝑥 𝐶𝐷 (2.20) 𝑞 = 0,613 𝑥 𝑉𝑐2 (2.21)

(37)

Dimana:

FV = beban angin (kN)

A = solid area (m2)

q = dynamic pressure head (N/mm2)

CD = koefisien drag (Gambar 5 dan Tabel 9 dari BS 5400 : Part 2)

Vc = kecepatan angin rencana

(38)

Tabel 2.4. Drag Co.efficient CD for Piers

f. Beban Temperatur

Beban temperature direncanakan dengan rentang 20oC. Beban temperatur hanya diperhitungkan dalam penentuan lebar dilatasi antara struktur yang bersebelahan, serta penambahan gaya dalam pada elemen tiang pancang.

g. Beban Gempa

Beban gempa pada pemodelan menggunakan analisis dinamis Response Spectra. Respon spectra gempa rencana yang digunakan adalah sesuai dengan SNI 1726-2012: Peraturan gempa Indonesia.

(39)

Gambar 2.19: Ss Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko target (MCER) kelas situs SB

(40)

Untuk mengantisipasi terjadi gempa dalam dua arah maka pada analisa struktur terhadap beban gempa diperhitungkan kondisi sebagai berikut.

• ± 100% Ex ± 30% Ey (2.22)

• ± 30% Ex ± 100% Ey (2.22)

Berat Struktur

Berat struktur yang diperhitungkan dalam penentuan beban gempa yakni: a. Berat sendiri struktur (Dead Load)

b. Superimposed dead load (SDL) Berat Alami Struktur

Periode alami struktur ditentukan dengan modal analisis yang dihitung dengan bantuan program SAP2000,

(41)

Tabel 2.5. Load Factor for LFD & LD

Load Symbols

D = dead Load

L = Live Load

(42)

BU = Buoyancy Load

BE = Berthing Load

E = Earth Pressure Load

EQ = Earthquake Load

W = wind Load

R = Creep/Rib Shortening Load

S = Shrinnkage Load

T = Temperature Load

M = Mooring Load

Untuk perencanaan pondasi tiang pancang, pembebanan yang dilakukan berdasarkan service Load Design (SLD). Sedangkan perencanaan elemen beton bertulang pembebanan yang yang digunakan adalah berdasarkan kepada Service

Load Design (SLD) dan Load Factor Design (LFD)

2.4 Fender

Dalam perencanaan fender, kapal bermuatan penuh yang merapat di dermaga akan membentuk sudut 10˚ terhadap sisi depan dermaga, dari benturan yang dihasilkan,

(43)

setengah energinya akan diserap oleh sistem fender dan dermaga atau 1/2 E (energi benturan), dan setengah energi yang lain akan diserap oleh kapal dan air. Kinerja dermaga dalam menahan benturan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan K = 1/2 F d, sehingga dari hubungan kedua persamaan tersebut akan diperoleh persamaan sebagai berikut ini:

1 2𝐸 = 1 2𝐹𝑑 (2.23) 1 2 𝑤 𝑔 = 1 2𝐹𝑑 (2.24) 𝐹 =2𝑔𝑑𝑊 𝑉2 (2.25) dengan :

F = gaya benturan yang diserap sistem fender (ton meter) d = defleksi fender (meter)

W = bobot kapal bermuatan penuh (ton)

V = komponen kecepatan dalam arah tegak lurus sisi dermaga (m/s) g = percepatan gravitai (m/s2)

1. Jenis-jenis fender

Jenis-jenis fender dibedakan menjadi 2 berdasarkan bahan penyusun dari fender itu sendiri, jenis-jenis fender adalah sebagai berikut:

(44)

a. Fender Kayu

Fender kayu adalah jenis fender yang terbuat dari batang-batang kayu yang dipasang horizontal atau vertikal disisi depan dermaga, pada umumnya panjang fender dibuat sejajar dengan sisi atas dermaga hingga permukaan air.

b. Fender Karet

Fender karet adalah jenis fender yang terbuat dari bahan karet, fender jenis ini diproduksi oleh pabrik dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda, tergantung pada fungsinya. berdasarkan bentuk dan ukurannya, tipe-tipe fender karet adalah sebagai berikut:

1) Fender ban bekas mobil

Bentuk paling sederhana dari fender karet adalah ban-ban bekas mobil yang dipasang disepanjang sisi depan dermaga. Fender ini digunakan pada kapal-kapal kecil untuk mengurangi benturan pada saan kapal akan merapat di dermaga.

2) Fender tipe A

Fender tipe A merupakan fender yang dibuat khusus untuk meredam gaya benturan pada saat kapal merapat di dermaga. tipe fender ini berbentuk menyerupai bentuk persegi tiga, sehingga penyerapan energy benturan kapal lebih besar dibandingkan dengan fender yang terbuat dari ban bekas.

(45)

3) Fender tipe V

Fender tipe V memiliki bentuk yang serupa dengan fender tipe A, fender tipe V memiliki karakteristik yang hampir sama dengan fender tipe A.

4) Fender tipe silinder

Fender tipe silinder adalah tipe fender yang berbentuk silinder yang digantung pada sisi depan dermaga menggunakan rantai besi. Ukuran fender tipe silinder ditunjukan dengan diameter luar (OD) dan diameterdalam (ID).

5) Fender tipe sell (cell fender)

Bentuk lain dari fender karet adalah fender tipe sell, fender tipe sel memiliki bentuk lingkaran, dan dipasang pada sisi depan dermaga mengginakan baut. Sisi depan fender dipasang panel contact untukmemperluas daya jangkauan fender. Jarak antar fender harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga dapat menghindari kontak langsung antar kapal terhadap struktur muka dermaga.Gambar 2.20. menunjukkan posisi kapal yang membentur fender pada saat merapat ke dermaga. Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan jarak maksimum antar fender.

(46)

dimana:

L = jarak maksimum antar fender (m)

r = jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal (m) h = tinggi fender (m)

Gambar 2.21 S1 Ilustrasi gambar jarak fender

Apabila data jari-jari kelengkunagan sisi haluan kapal tidak diketahui, maka persamaan 2.27. dapat digunakan sebagai pedoman untuk menghitung jarak.

maksimum fender yang dibutuhkan. Kapal barang dengan bobot 500 - 50000 DWT.

(47)

2.5 Uraian hasil Penelitian sebelumnya (10 tahun terakhir)

Dalam bab ini disajikan pula beberapa penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai bahan acuan serta referensi dalam pembuatan Tugas Akhir ini.

1. Perencanaan Detail Pengembangan Dermaga Jamrud Utara di Pelabuhan Tanjung Perak

a. Latar Belakang Penelitian

Pengembang Pelabuhan Tanjung Perak untuk mengantisipasi kecelakaan lalu lintas di perairan akibat padatnya lalu lintas di perairan Pelabuan adalah dengan mempercepat waktu bongkar muat di tiap dermaganya. Pelabuhan Indonesia III merencanakan menggunakan alat bongkar muat yang lebih modernuntuk mempercepat waktu bongkar muat barang yaitu dengan menggunakan crane.

Permasalahan baru muncul, apabila pemasangan crane ini terlaksana dikhawatirkan akan terjadi masalah pada struktur eksisting dari Pelabuhan Tanjung Perak khususnya dermaga Jamrud Utara. Pelabuhan Tanjung Perak di bangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1900-an, dari umur pelabuhan yang sudah mencapai satu abad tidak didesain untuk menerima beban berat, sehingga sangat riskan apabila akan dipaksakan menerima beban yang berat dari berat sendiri crane.

(48)

Dengan mempertimbangkan permasalahan-permasalahan yang telah diutarakan maka sangat dirasa perlu dilakukan pengembangan dermaga Jamrud Utara dengan menambah luasannya sebesar 940 x 22 m2, dan Tugas Akhir ini akan merencanakan Pengembangan Detail Dermaga Jamrud Utara yang dianggap sebagai salah satu solusinya.

b. Metode Perencanaan Struktur

Adityo N (2006) dalam Tugas Akhirnya yang berjudul “Perencanaan Detail

Pengembangan Dermaga Jamrud Utara di Pelabuhan Tanjung Perak”

menyimpulkan metode perancangan dan hasil perancangannya adalah sebagai berikut.

Perhitungan konstruksi dermaga Jamrud Utara Pelabuhan Tanjung Perak ini didasarkan pada perhitungan lentur “n” pada PBI 1971, dan pada perhitungan plat, momen akibat beban mati dan hidup dihitung berdasarkan perumusan PBI 1971, sedangkan perhitungan momen akibat beban bergerak untuk plat, balok dan tiang pancang diperoleh dengan menggunakan program SAP 2000.

c. Kesimpulan

Dari hasil analisa data dan perhitungan, spesifikasi konstruksi untuk dermaga adalah sebagai berikut:

(49)

• DWT = 30000 DWT • Length = 187 m • Width = 27.1 m • Depth = 14.6 m • Full Draught = 10.3 m

2) Dermaga jenis open pier dengan spesifikasi : • Panjang = 940 m

• Lebar = 22 m • Luas = 21340 m

• Elevasi dermaga = +3.70 mLWS.

3) Struktur dermaga menggunakan cast in situ, dengan dimensi akhir sebagai • berikut : • Tebal plat = 40 cm • Balok melintang = 80 cm x 110 cm • Balok memanjang = 80 cm x 110 cm • Balok Crane = 110 cm x 140 cm • Balok fender = 70 cm x 300 cm • Mutu beton = K 300

• Mutu baja = U 32 → D28 dan D25 • U 22 → Ø 16 mm

(50)

• Selimut beton (decking) = 8 cm

• Poer tiang pancang ganda = 360 cm x 160 cm x 110 cm • Poer tiang pancang tunggal = 120 cm x 120 cm x 110 cm 4) Fender dengan spesifikasi :

• Jenis Bridgestone super Arch Type SA – 800 H – 2000L • Panjang = 2.00 m

• Tebal = 0.4 m

5) Bollard dengan spesifikasi : • Tipe Bollard AMB 40-A

• Ukuran plat dasar = 70 cm x 70 cm • Tebal plat dasar = 10 cm

• Baut = 8.89 cm

• Panjang angker = 184 cm

2. Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

a. Latar Belakang

Dalam rangka menunjang aktivitas distribusi barang antar pulau guna memperlancar roda perekonomian maka dibuat rencana pembangunan pelabuhan beton yang tepatnya di Pulau Kalukalukuang yang terletak di Kecamatan Liukang Kalmas, Kabupaten Pangkep, Propinsi Sulawesi Selatan. Pembangunan pelabuhan

(51)

haruslah dilakukan secara efisien. Suatu pelabuhan yang efisien merupakan prasyarat bagi perkembangan ekonomi dari suatu kawasan. Karena dengan adanya pelabuhan yang efisien berarti komponen biaya transportasi bagi pengiriman barang dari dan ke kawasan dapat ditekan, yang pada gilirannya akan menyebabkan hasil produksi kawasan menjadi kompetitif di pasaran internasional. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan kegiatan ekonomi di kawasan yang bersangkutan akan menjadi bergairah.

b. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Tugas Akhir Perencanaan Dermaga General Cargo dan Trestle

Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang ini adalah:

1) Melakukan inventarisasi data lingkungan lokasi yang telah dianalisis, yang meliputi data Hydro-Oceanography (batimetri, pasang surut, arus), data kondisi topografi dan data geoteknik.

2) Menentukan kriteria desain perencanaan dermaga dan hasil analisis data lingkungan.

3) Menentukan layout dermaga dan trestle.

4) Melakukan analisis untuk menentukan jenis struktur dermaga yang akan direncanakan.

5) Melakukan analisis gaya-gaya yang bekerja pada dermaga dan trestle. 6) Melakukan analisis struktur dermaga dan trestle dengan SAP2000.

(52)

7) Melakukan detail desain dermaga dan trestle. 8) Melakukan detail desain tanggul.

9) Melakukan analisis data tanah.

c. Metode Perencanaan Struktur

Yualita Kartikasari (2008) dalam Tugas Akhirnya yang berjudul “Desain

Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck on Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan” menyimpulkan metode perancangan dan hasil

perancangannya adalah sebagai berikut. Metode yang digunakan untuk perhitungan struktur mengacu pada Tata Cara Perhitungan Struktur Beton SNI 03-2847-2002. Dan program bantu desain struktur yaitu SAP 2000.

d. Kesimpulan

1) Dari hasil hindcascing dapat disimpulkan bahwa gelombang dominan yang terjadi di lokasi perencanaan dermaga dan trestle Pulau Kalukalukuang berasal dari arah barat laut dengan persentase kejadian 11,18 % dan arah barat denganpersentase kejadian 9,53 %.

2) Dari hasil analisis nilai ekstrim untuk gelombang maksimum tahunan dapat diambil tinggi dan periode gelombang rencana yang dipakai untuk perhitungan kekuatan struktur yaitu H = 5,21 m ( periode ulang 50 tahun ) dan T= 10,8 detik.

(53)

3) Dari hasil analisis pasang surut didapat elevasi High Water Level = +1,62 m terhadap LWS. Informasi HWL ini diperlukan dalam penetuan elevasi struktur dermaga, trestle, serta tanggul atau revetment di lokasi pelabuhan.

4) Dengan mempertimbangkan faktor kedalaman yang sesuai untuk mengakomodasi dra t kapal dan kondisi gelombang di lokasi proyek maka layout dermaga di Pulau Kalukalukuang dibuat menjorok ke laut pada kedalaman -4,1 m LWS sepanjang 80 m dan dihubungkan ke daratan pantai dengan struktur trestle sepanjang 235 meter kemudian causeway sepanjang 600 m sampai ke areal hasil reklamasi di pantai Pulau Kalukalukuang.

5) Dari hasil pengecekan terhadap kapasitas lentur, dan kekuatan geser serta lendutan akibat beban-beban yang bekerja di lantai dermaga maupun trestle yang berupa beban lateral maupun aksial serta berat sendiri struktur yang terdiri atas pelat lantai, balok memanjang, balok melintang dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan struktur dermaga dan trestle di Pulau Kalukalukuang aman terhadap kemungkinan kegagalan struktur.

6) Dari hasil pemeriksaan punching shear pada pelat lantai dan pada pilecap baik untuk struktur dermaga maupun trestle dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan struktur pelat dan pilecap dermaga dan trestle di Pulau Kalukalukuang aman terhadap kemungkinan kegagalan struktur.

Gambar

Gambar 2.1: Dermaga Tipe Wharf
Gambar 2.3: Dermaga Tipe Jetty
Gambar 2.4: Beberapa bentuk tipe dermaga pelabuhan
Gambar 2.5: Elevasi muka air laut rencana (Teknik Pantai 1999)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini dikemukakan mengukur kelayakan media pembelajaran yang dikembangkan dari media online. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, dengan melakukan

Dengan melakukan kerja di Hi Animation, penulis bisa mengetahui banyak hal tentang dunia animasi salah satunya Animate, selain itu juga untuk mengetahui bagaimana etika bekerja,

The thesis embodies the findings and results of investigation regarding comparative study of two great institutions and their contribution in the commentaries of the Qur'an,

After taste yang paling disukai adalah sampel P1 sedangkan after taste yang paling tidak disukai adalah sampel P4.Semakin tinggi stevia yang digunakan maka semakin

Berdasarkan Tabel 4, faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap kuat tekan bata beton adalah faktor kadar air pembentukan, faktor komposisi bahan, interaksi faktor

bakat dan minat, dengan adanya itu anak akan lebih pintar memilih serta memutuskan karirnya dan ia juga dapat menyesuaikan keadaan sosial ekonomi keluarganya

Hasil berbeda ditunjukan oleh Hamzah dan Yohanes (2014) berdasarkan uji beda terhadap return dan risiko yang menghasilkan tidak ditemukanya perbedaan signifikan

Hasil di atas menunjukkan efisiensi penurunan konsentrasi nitrit adalah efisiensi terbagus dari proses elektrokoagulasi- sedimentasi dan filtrasi jika dibandingkan