• Tidak ada hasil yang ditemukan

Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste pada PT. X untuk Departemen A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste pada PT. X untuk Departemen A"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Value Stream Mapping sebagai Alat Identifikasi Waste

pada PT. X untuk Departemen A

Joko Yulianto1, Tanti Octavia2

Abstract: PT. X is one of company that concerns with continuous improvement. PT. X attempts

to apply the concept of lean manufacturing in order to identify waste. Value stream mapping is one of the tools from lean manufacturing that can illustrate the entire process and identify waste ranging from the arrival of raw materials to the delivery of finished goods. Value stream mapping will be carried out at PT. X for department A. Through the current state value stream mapping can be seen that there are some waste in PT. X for department A ranging from the arrival of raw materials to become finished goods, among others is waste motion, over-processing waste, defect waste, inventory waste, and waste waiting. Design of future state value stream mapping is based on the proposed improvement given to the company. Future state value stream mapping can reduce lead time 41% from the current state value stream mapping.

Keywords: Lean Manufacturing, Waste, Value Stream Mapping, Lead Time

Pendahuluan

PT. X merupakan salah satu perusahaan yang selalu melakukan continuous improvement dalam kegiatan sehari-harinya. Salah satu konsep continuous improvement yang diterapkan di PT. X adalah Lean manufacturing. Lean Manufacturing merupakan salah satu konsep untuk mengurangi waste dan proses yang tidak memberikan nilai tambah di dalam perusahaan. Terdapat sembilan proses yang ada di PT. X, yaitu maker, over rolling, dehumidifier, perforating, over tipping, sortir, packer, boxer, dan palletizing. Salah satu tools dari lean manufacturing yang dapat memetakan proses-proses pada PT. X adalah value stream mapping. Melalui value stream mapping dapat dilihat kegiatan-kegiatan yang value added dan non value added. Kegiatan yang non value added pada proses produksi merupakan kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah kepada produk. Kegiatan non value added dibagi menjadi dua, yaitu non value added necessary dan non value added waste. Kegiatan non value added waste merupakan kegiatan yang harus dikurangi atau harus dihilangkan. Pembuatan value stream mapping ini nantinya diharapkan dapat mengidentifikasi waste yang terdapat di PT. X untuk departemen A. Tujuan dalam mengidentifikasi waste adalah untuk mengetahui letak waste pada PT. X dengan menggunakan value stream mapping dan memberikan usulan perbaikan yang dapat mengurangi waste di proses produk A.

1,2 Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Industri, Universitas Kristen Petra. Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236. Email: antonio_jox_9@hotmail.com, tanti@peter.petra.ac.id

Metode Penelitian

Metodologi yang akan digunakan adalah metode lean manufacturing dan value stream mapping.

Metode Lean Manufacturing

Metode ini dikembangkan oleh Taichii Ohno, dimana lean manufacturing ini merupakan kegiatan yang mengurangi pemborosan yang tidak memberikan nilai tambah (non value added). Waste yang terdapat di lean manufacturing meliputi: over production, waiting, transportasi, over processing, inventory, motion, defect, dan kreativitas yang tidak dimanfaatkan.

Metode Value Stream Mapping

Metode ini adalah suatu metodologi dari lean untuk membuat suatu gambaran dan pemetaan dari setiap proses yang ada. Value stream mapping memetakan menjadi tiga hal, yaitu: value added activities, non value added activities, dan required non value added activities.

Hasil dan Pembahasan

PT. X adalah perusahaan rokok yang menerapkan konsep lean manufacturing. Pembuatan value stream mapping (VSM) dilakukan untuk mengidentifikasi waste pada produk A. Proses produksi di PT. X meliputi maker, over rolling, dehumidifier, perforating, over tipping, sortir, packer, boxer dan palletizing. PT. X mempunyai empat supplier material, yaitu B, C, D, dan E. Proses

(2)

produksi di PT. X dikerjakan oleh prodtech. Berikut ini adalah jumlah prodtech yang bertugas pada setiap mesin untuk produk A:

Tabel 1. Prodtech yang bertugas di PT. X

Proses Prodtech Helper leader Team

Maker 1 2 - Over rolling 6 6 - Dehumidifier - 1 - Perforating 2 1 - Over tipping 1 2 - Sortir - 6 1 Packer + Boxer 2 4 - Material Supply - 1 -

Perhitungan Cycle time

Perhitungan cycle time setiap proses dikonversikan ke dalam satuan sepuluh ribu batang rokok. Pengambilan data dilakukan secara actual dengan menggunakan stopwatch. Pengambilan waktu untuk menghitung cycle time menggunakan dua cara, yaitu menghitung waktu downtime selama satu shift dan menghitung waktu untuk menghasilkan satu tray. Perhitungan cycle time dengan menggunakan cara menghitung waktu untuk menghasilkan satu tray pada mesin maker adalah sebagai berikut:

Cycle time/batang = (1) (4.1)

Cycle time = Cycle time/batang x 5000 (double bunch)

x 60 (2)

Perhitungan cycle time dengan menggunakan cara menghitung downtime selama satu shift pada mesin over rolling adalah sebagai berikut:

Desain speed actual = (3)

Cycle time = x 60 (4)

Perhitungan Uptime

Perhitungan uptime diperoleh dengan menghitung uptime secara actual, yaitu melalui data cycle time tiap mesin sehingga uptime yang dihasilkan actual. Berikut ini cara menghitung uptime melalui cycle time:

Uptime = (5)

Berikut ini adalah uptime dari proses maker, over rolling, perforating, over tipping, packer, dan boxer:

Tabel 2. Uptime setiap proses

Proses Uptime Maker 55.18% Over rolling 48.71% Perforating 66.21% Over tipping 50.60% Packer 64.24% Boxer 64.24%

Perhitungan Inventory dan WIP

Perhitungan inventory dan WIP dilakukan dengan mengambil beberapa shift kemudian di rata-rata. Hasil rata-rata tersebut kemudian dibagi dengan BOM untuk memproduksi satu juta batang rokok dikali cycle time mesin yang menggunakan material tersebut. Berikut adalah perumusannya:

Inventory = (6)

Begitu pula dengan perhitungan untuk WIP. Material yang sisa di akhir shift dihitung kemudian diambil data beberapa kali dan di rata-rata, setelah itu dihitung menggunakan rumus di atas.

Current State Value Stream Mapping

Aliran informasi di PT. X bermula dari customer yang memesan produk A kepada bagian sales and marketing, kemudian bagian sales and marketing memberikan jadwal permintaan kepada bagian SCM setiap bulannya. Bagian SCM merencanakan target produksi untuk setiap plant yang ada. Bagian SCM akan memberikan target produksi ke bagian Production Planning untuk masing-masing plant. Production planning tersebut melakukan breakdown untuk masing-masing mesin yang ada di plant tersebut setiap minggunya. Production planning membuat weekly production planning berdasarkan laporan dari SCM. Material scheduler akan menerima weekly production planning dari production planning dan memesan material kepada supplier yang dilakukan secara harian dan mingguan. Material yang telah tiba di PT. X akan dibongkar di unloading area dan akan dibawa ke material staging area untuk disimpan. Material-material tersebut nantinya akan di supply ke setiap mesin oleh material supply. Bagian produksi bertugas mengawasi keseluruhan jalannya aktivitas produksi secara langsung.

Current state value stream mapping dibuat berdasarkan pengumpulan aliran material dan

(3)

informasi yang telah dilakukan di awal penelitian

serta cycle time yang telah dihitung terlebih dahulu. Berikut ini adalah current state value stream mapping:

Production Scheduler PPIC Customer 1 Operator + 2 Helper 1 Maker 1 Operator + 1 Helper 9 Over Rolling 2 Operator + 1 Helper 3 Perforation 1 Operator + 2 Helper 1 Over Tipping 1 Operator +3 Helper 1 Packer DIM

Warehouse Filter Cut Filler

Team Leader Material Scheduler Shift Manager Shiftly Shiftly Daily Daily Bobinized Leaf Weekly Daily 1 Operator Unloading 398 s ec 54 2 s e c 58 5 sec 19.2 8 sec

Double Bunch in Tray LT = 12,870.61 sec Q = 263,333.33 stick 1 Helper 1 Dehumidifier 3 8 s ec 20.14 sec 75.67 sec

Double Bunch in Tray LT = 81,400 sec Q = 1209600 stick

66.71 sec 25.71 sec 10.28 sec

1 Helper Palletizing Manual 5 sec FG Staging Area LT = 13009.24 sec Q = 7582000 stick 35.62 sec 1 Operator Loading 40.87 se c Weekly Weekly 1 Team Leader + 6 Helper Sortir 19 sec

Double Bunch in Tray LT = 4,349.23 sec Q = 120960 stick 1 Operator + 1 Helper 1 Boxer 6.42 sec Double Bunch in Tray

LT = 7,176.07 sec Q = 241920 stick Cigarette in Tray LT = 4,587.18 sec Q = 420000 stick Cigarette in Tray LT = 3,064.28 sec Q = 168000 stick

Deep Freeze Chamber 3 / 4 LT = 11550.8 sec Q = 6732000 stick QA Pack in tray LT = 0.25 sec Q = 237 stick C/T = 272.22 sec Uptime = 55.18 % C/T = 488.75 sec Uptime = 48.71 % C/T = 672.9 sec C/T = 359.55 sec Uptime = 66.21 % C/T = 296.63 sec Uptime = 50.6 % C/T = 218.437 sec C/T = 182.39 sec Uptime = 64.24 % C/T = 157.32 sec Uptime = 64.24 % C/T = 13.35 sec SCM Weekly 75.5 sec C/T = 2.64 sec C/T = 16.30 sec 25 sec

35 sec 13.78 sec 22.12 sec

Lem Binder LT = 453703.8 sec Q = 16667000 stick Lem Binder LT = 320617.3 sec Q = 11778000 stick

Lem Bobinized Leaf LT = 16204.75 sec Q = 332000 stick

Lem Tipping (outer) LT = 40253.64 sec Q = 1357000 stick Inner Frame LT = 11872.24 sec Q = 651000 stick TTR Sloff LT = 185489.1 sec Q = 11791000 stick Sloff in Box LT = 0.53 sec Q = 67433 stick Ribbon LT = 41029.95 sec Q = 15364000 stick QA QA Check Visual, Circumference and Weight Check OV QA QA Check Visual

2.64 sec 38 sec 320617.3 sec 453703.8 sec 12,870.61 sec 272.22 sec 16204.75 sec 81,400 sec 488.75 sec 4,349.23 sec 672.9 sec 7,176.07 sec 359.55 sec 40253.64 sec 4,587.18 sec 296.63 sec

3,064.28 sec 11872.24 sec 0.25 sec 182.39 sec 185489.1 sec 0.53 sec 157.32 sec 41029.95 sec 35.62 sec 13.35 sec 11550.8 sec

40.87 sec 13009.24 sec 75.5 sec 16.30 sec Core product and

material flow

Core Product flow 12,870.61 sec 272.22 sec 4,349.23 sec 672.9 sec 7,176.07 sec 359.55 sec 81,400 sec 488.75 sec 3,064.28 sec 218.437 sec 0.25 sec 182.39 sec 0.53 sec 157.32 sec 35.62 sec 13.35 sec 11550.8 sec

40.87 sec 13009.24 sec 75.5 sec 16.30 sec Material Flow 2.64 sec 38 sec 320617.3 sec 19.28 sec

20.14 sec 75.67 sec 66.71 sec 25.71 sec 10.28 sec

19 sec 6.42 sec 5 sec 218.437 sec Waste Binder CGS Various Dehum Processing Time Loose End

16204.75 sec 40253.64 sec 11872.24 sec 185489.1 sec 41029.95 sec Sales and Marketing Monthly QA Check Visual QA Check Visual and Weight QA Check Visual Inventory Material Staging Inventory Maker

Inventory Over rolling

Inventory Over Tipping Inventory Packer

Inventory Boxer Inventory

Palletizing 4,587.18 sec 296.63 sec 20.14 sec 75.67 sec 66.71 sec 25.71 sec 10.28 sec

19 sec 6.42 sec 5 sec

Waiting time cleaning

Motion Waste Code Date

Gambar 4.1 Current State Value Stream Mapping Terdapat 18 material di

material staging dengan Lead Time Terbesar pada material Lem Binder

Terdapat 6 material dengan Lead time terbesar di Lem Binder

Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di Lem Bobinized leaf

Terdapat 2 material dengan Lead time terbesar di Lem Tipping (outer)

Terdapat 4 material dengan Lead time terbesar di Inner Frame

Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di TTR Sloff

Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di

Ribbon WIP material Pergantian Binder C/T = 129 sec 129 sec 129 sec 129 sec Code Date Changeover C/T = 334 sec 334 sec 334 sec 334 sec

Gambar 1. Current state value stream mapping

Aliran informasi di PT. X bermula dari customer yang memesan produk A kepada bagian sales and marketing, kemudian bagian sales and marketing memberikan jadwal permintaan kepada bagian SCM setiap bulannya. Bagian SCM akan meren-canakan target produksi untuk setiap plant yang ada. Bagian SCM akan memberikan target produksi ke bagian Production Planning untuk masing-masing plant. Production planning tersebut melakukan breakdown untuk masing-masing mesin yang ada di plant tersebut setiap minggunya. Production planning membuat weekly production planning berdasarkan laporan dari SCM. Material scheduler akan menerima weekly production planning dari production planning dan memesan material kepada supplier yang dilakukan secara harian dan mingguan. Material yang telah tiba di PT. X akan dibongkar di unloading area dan akan dibawa ke material staging area untuk disimpan. Material-material tersebut nantinya akan di supply ke setiap mesin oleh material supply. Bagian produksi bertugas mengawasi keseluruhan jalannya aktivitas produksi secara langsung. Proses produksi yang terdapat di PT. X, adalah maker, over rolling, dehumidifier, perforating, over tipping, sortir, packer, boxer dan palletizing yang dilakukan secara manual. Berikut ini merupakan input dan output dari masing-masing proses produksi tersebut:

Tabel 3. Input dan output proses produksi

Process Input Output

Maker LT (Inner), BI, L BI TE, FI, TP (inner), Double bunch A

Over rolling BL, LB Double A

Dehumidifier - Double A

Perforating - Double A

Over tipping Tipping (outer), LT (outer) A Stick

Sortir - A Stick

Packer ET, LP, AL, IF Pack

Boxer TS, OS, SC Box

Palletizing R, ST, LB Box

Proses palletizing digunakan untuk mempermudah proses loading finished goods nantinya. Finished goods tersebut kemudian dipindahkan ke deep freeze chamber agar finished goods tersebut terhindar dari beetle. Finished goods yang di deep freeze selama kurang lebih 5 hari kemudian diletakkan ke finished goods staging area. Finished goods yang sudah siap dikirim akan dipindahkan ke loading area untuk dilakukan loading dengan menggunakan forklift. Pengiriman finished goods menggunakan dua macam jenis container, yaitu container biasa dan river container. River container digunakan jika finished goods tersebut belum dilakukan deep freeze tetapi sudah harus dijadwalkan dikirim. Loading untuk produk A tidak dikirim langsung bersama palletnya, karena untuk produk A ini akan di ekspor. Pada waktu loading terdapat beberapa helper yang akan membantu menata finished goods tersebut di container dan dilapisi dengan layer.

(4)

Finished goods yang telah ditata kemudian akan disegel dan siap dikirim ke customer. Berikut ini adalah jumlah mesin yang digunakan untuk proses produksi produk A:

Tabel 4. Jumlah mesin di PT. X

Proses Deskripsi Jumlah Mesin

Maker Proses pembuatan double bunch A 1

Over rolling double bunch A dengan Proses pelapisan

TE 12

Dehumidifier Proses pengeringan

double A 2

Perforating lubang pada double A Proses pemberian 4

Over tipping

Proses pembelahan double A menjadi A dan pemasangan tiping paper outer

1

Sortir Proses penyortiran A -

Packer Proses pengemasan A ke dalam pack 3

Boxer pack A ke dalam box Proses Pengemasan 3

Pembuatan current state value stream mapping meliputi value added (VA) activity dan non value added (NVA) activity. Berikut ini adalah tabel perhitungan lead time pada product dan material timeline yang terdapat dalam current state value stream mapping: Lead time untuk menghasilkan finished goods adalah 1210776,1 detik atau sama dengan 336,3 jam.

Identifikasi Waste dan Usulan Perbaikan

Terdapat beberapa waste yang diidentifikasi pada proses produksi produk A, yaitu motion, over processing, defect, inventory, dan waiting yang akan dibahas pada subbab berikut:

Motion Waste

Motion waste terjadi akibat terdapat gerakan-gerakan yang tidak perlu, sehingga dapat menghambat proses produksi. Motion waste yang pertama yang ada di proses produksi A adalah motion waste pergantian BI. Prodtech sering lupa menghentikan mesin saat melakukan pergantian BI. Pergantian BI dilakukan dengan cara menghentikan mesin, kemudian menggabungkan BI yang lama dan yang baru dengan menggunakan isolasi. Kondisi yang ada di lapangan adalah prodtech lupa menghentikan mesin, sehingga waktu untuk melakukan pergantian BI lebih lama. Usulan perbaikan untuk hal ini adalah dengan memasang sensor BI pada mesin maker. Melalui sensor BI ini diharapkan dapat mengurangi motion waste,

dimana waktu untuk pergantian BI tidak memakan waktu yang lama. Melalui sensor tersebut nantinya juga akan bisa menaikkan uptime dari mesin maker tersebut. Berikut ini adalah data waktu pergantian BI:

Tabel 5. Data waktu pergantian BI

Not Continuous

(sec) Continuous (sec) Waste Time (sec)

129 35,7 93,2

Satu shift dapat melakukan pergantian BI sebanyak 18 kali, maka jika hal ini terjadi selama satu shift terus menerus dapat menjadikan waste time dalam bentuk cigarette. Berikut adalah perhitungannya:

Tabel 6. Perhitungan waste cigarette Eq. Waste Time in Cigarette Sticks = 27,9 menit * 2.000 st/menit – 1.439 sticks

= 55.971 sticks/shift

Sensor BI tersebut diharapkan dapat menambah uptime mesin maker sebanyak 5,83 % dengan perhitungan sebagai berikut:

Uptime =

Sensor ini juga digunakan untuk memberikan peringatan kepada prodtech, agar prodtech dapat mengganti BI dengan segera.

Motion waste yang kedua adalah motion waste pada pergantian code date. Pergantian code date yang dilakukan pada awal shift oleh prodtech membutuhkan waktu 334 detik untuk mengganti. Hal ini dikarenakan tempat code date yang sekarang sangat berantakan, semua angka dan huruf menjadi satu sehingga prodtech kesulitan dalam mencari code date. Usulan perbaikan untuk motion waste adalah dengan membuat tempat code date yang rapi, yang nantinya prodtech dapat dengan mudah mengganti code date tanpa terlalu lama mencari angka-angka atau huruf yang berantakan.

Gambar 2. Usulan perbaikan tempat code date

Over Processing Waste

Over processing waste diidentifikasi dengan melakukan pengamatan pada proses dehumidifier.

(5)

Proses dehumidifier merupakan proses dengan cycle time terlama sebesar 672,9 detik. Proses dehumidifier berfluktuatif tinggi dalam proses pengeringannya. Hal ini merupakan bukti bahwa proses dehumidifier yang berfluktuatif tinggi, dimana variasinya sekitar 14,8 jam. Faktor yang mempengaruhi lamanya proses dehumidifier adalah proses over rolling, dimana di proses over rolling double bunch A dilapisi kembali dengan TE atau BL. Hipotesa awal untuk BL adalah spray yang dilakukan pada inner core BL mempunyai MC yang lebih tinggi daripada MC di mid core dan outer core. Hal ini dikarenakan spray yang menyemprot di outer core diduga akan menembus sampai inner core, sehingga MC yang ada di inner core akan lebih tinggi dari outer core. Melalui hasil trial MC di atas, maka hipotesa awal yang mengatakan spray yang dilakukan pada inner core BL mempunyai MC yang lebih tinggi daripada MC di mid core dan outer core tidak benar. MC yang terdapat di inner core sebesar 47,55% sedangkan MC yang di mid core dan inner core adalah 46,54 % dan 46,31%. Variasi MC antara inner core, mid core dan outer core tidak besar, oleh karena itu dilakukan analisa lebih lanjut dengan root cause analysis. Berikut ini adalah root cause analysis:

Gambar 3. Fishbone various dehum processing time

Usulan perbaikan untuk hal tersebut adalah dengan melakukan cleaning secara regular pada nozzle dan selang spray wrapper supaya terhindar dari macet dan adanya udara pada selang.

Defect Waste

Defect terjadi karena terdapat produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan oleh departemen QA. Produk yang tidak sesuai dengan standar akan mengalami reject dan diidentifikasi sebagai defect waste. Defect loose end dikarenakan oleh beberapa hal, berikut ini adalah root cause analysis untuk loose end:

Gambar 0. Fishbone loose end

Defect loose end pada mesin perforating disebabkan karena roller yang kotor, prodtech yang meratakan terlalu keras, dan getaran pada conveyor belt. Beberapa usulan perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat metode cleaning pada mesin perforating, Mensosialisasikan kepada prodtech untuk meratakan double A dengan perlahan dan Memasang roller tambahan pada conveyor belt bagian bawah. T1 lebih besar daripada T2, sehingga conveyor belt bagian bawah lebih kendur dan dapat menghasilkan getaran. Roller tambahan pada bagian bawah nantinya akan berfungsi mengencangkan conveyor belt pada bagian bawah yang kendur, supaya tidak menghasilkan getaran yang besar.

Gambar 5. Usulan perbaikan roller tambahan

Waiting Waste

Waiting waste yang terdapat di proses produksi A ada dua, yang pertama adalah waiting waste selang compressor pada mesin over rolling. Setiap shift wajib dilakukan cleaning pada mesin, hal ini untuk menghindari terjadinya reject. Mesin yang kotor dapat menyebabkan double bunch A yang di proses over rolling menjadi reject. Kondisi yang ada di lapangan adalah prodtech saling tunggu menunggu untuk melakukan cleaning karena hanya terdapat tiga selang compressor dari dua belas mesin. Usulan perbaikan yang dilakukan agar tidak terjadi waiting waste adalah dengan menambah selang compressor, masing-masing 1 selang untuk 2 mesin.

Motion waste yang kedua adalah waiting waste untuk mencari mechanic atau electrician.

(6)

Breakdown mesin yang prodtech tidak bisa memperbaiki maka prodtech akan memanggil mechanic atau electrician. Biasanya mechanic dan electrician sangat sulit untuk dicari, sehingga prodtech selalu lama menunggu untuk mencari mechanic atau electrician. Usulan perbaikan untuk hal tersebut adalah dengan menggunakan sistem paging, dimana dengan paging tersebut mechanic atau electrician dapat langsung menghampiri mesin yang breakdown.

Inventory Waste

Inventory waste yang terdapat pada proses produksi A terdiri dari beberapa material, yaitu material L BI yang berada di DIM storage, BL L maupun R pada cold storage, inventory dekat mesin. Material-material tersebut merupakan tiga Material-material dengan lead time tertinggi. Inventory waste yang terdapat di dekat mesin diberikan satu kali setiap shift, apabila material yang diberikan terlalu banyak dapat membuat lead time inventory menjadi besar. Usulan perbaikan untuk inventory waste tersebut adalah dengan melakukan perhitungan untuk inventory di dekat mesin.

Safety stock = standard deviasi x service level (7) Service level yang digunakan adalah 95%, yang kemudian dicari pada tabel z dan ditemukan nilai 1,65. Perhitungan kebutuhan material tiap shift didapatkan dari perhitungan berikut:

Perkiraan kebutuhan material/shift = Mb x Ds x

Uptime x T (8)

Dimana:

Mb = Kebutuhan material tiap batang Ds = Desain speed

T = Waktu satu shift (480 menit)

Kebutuhan material tiap shift akan ditambah dengan safety stock material sehingga didapatkan jumlah material tiap shift yang baru.

Total Material = Perkiraan kebutuhan material/shift

+ safety stock (9)

Total material adalah jumlah maksimum yang ada di material staging. Masing-masing material tersebut kemudian dilakukan pembulatan sesuai kemasan masing-masing material. Kebutuhan material di shift berikutnya (Q):

Q = total mat- stock akhir periode sebelumnya (10) Stock akhir ini kemudian dihitung lead timenya dan dirubah ke bentuk batang. Total lead time WIP material yang baru kemudian dibandingkan dengan total lead time WIP yang lama. Lead time WIP material yang lama dengan jumlah sekitar 171 jam dan lead time WIP material yang baru dengan jumlah sekitar 34 jam. Hal ini dapat menurunkan sekitar 80% dari lead time yang baru.

Gambar 6. Perbandingan lead time WIP material beside machine

Future State Value Stream Mapping

Future state value stream mapping adalah kondisi ke depannya suatu proses setelah dilakukan perbaikan-perbaikan. Kondisi future state didapatkan melalui perhitungan-perhitungan yang telah diterima dan dapat di realisasikan. Berikut ini adalah future state value stream mapping:

Production Scheduler PPIC Customer 1 Operator + 2 Helper 1 Maker 1 Operator + 1 Helper 9 Over Rolling 2 Operator + 1 Helper 3 Perforation 1 Operator + 2 Helper 1 Over Tipping 1 Operator +3 Helper 1 Packer DIM

Warehouse Filter Cut Filler

Team Leader Material Scheduler Shift Manager Shiftly Shiftly DailyDaily Bobinized Leaf Weekly Daily 1 Operator Unloading 398 sec c2 se54 58 5 sec 19.28 sec

Double Bunch in Tray LT = 12,870.61 sec Q = 263,333 stick 1 Helper 1 Dehumidifier 38 sec 20.14 sec 75.67 sec

Double Bunch in Tray LT = 81,400 sec Q = 1209600 stick

66.71 sec 25.71 sec 10.28 sec

1 Helper Palletizing Manual 5 sec FG Staging Area LT = 13009.24 sec Q = 7582000 stick 35.62 sec 1 Operator Loading 40 .87 sec Weekly Weekly 1 Team Leader + 6 Helper Sortir 19 sec

Double Bunch in Tray LT = 4,349.23 sec Q = 120960 stick 1 Operator + 1 Helper 1 Boxer 6.42 sec

Double Bunch in Tray LT = 7,176.07 sec Q = 241920 stick Cigarette in Tray LT = 4,587.18 sec Q = 420000 stick Cigarette in Tray LT = 3,064.28 sec Q = 168000 stick

Deep Freeze Chamber 3 / 4 LT = 11550.8 sec Q = 6732000 stick QA Pack in tray LT = 0.25 sec Q = 237 stick C/T = 272.22 sec Uptime = 61.01 % C/T = 488.75 sec Uptime = 48.71 % C/T = 672.9 sec C/T = 324.3 sec Uptime = 66.21 % C/T = 296.63 sec Uptime = 50.6 % C/T = 218.437 sec C/T = 182.39 sec Uptime = 64.24 % C/T = 157.32 sec Uptime = 64.24 % C/T = 13.35 sec SCM Weekly 75.5 sec C/T = 2.64 sec C/T = 16.30 sec

25 sec 35 sec 13.78 sec 22.12 sec

Lem Binder LT = 453703.8 sec Q = 16667000 stick Lem Binder LT = 33428.4 sec Q = 2046651 stick

Lem Bobinized Leaf LT = 5418.4 sec Q = 184772 stick

Lem Tipping (outer) LT = 5528.8 sec Q = 310646 stick Inner Frame LT = 764.4 sec Q = 42947.5 stick TTR Sloff LT = 57918.9 sec Q = 6135999 stick Sloff in Box LT = 0.53 sec Q = 67433 stick Ribbon LT = 17707.3 sec Q = 22106515 stick QA QA Check Visual, Circumference and Weight Check OV QA QA Check Visual

2.64 sec 38 sec 320617.3 sec 33428.4 sec 12,870.61 sec

272.22 sec 5418.4 sec 81,400 sec 488.75 sec 4,349.23 sec 672.9 sec 7,176.07 sec 324.3 sec LT = 5528.8 sec 4,587.18 sec 296.63 sec

3,064.28 secLT = 764.4 sec 0.25 sec

182.39 sec 57918.9 sec 0.53 sec 157.32 sec 17707.3 sec 35.62 sec 13.35 sec 11550.8

sec 40.87 sec 13009.24 sec75.5 sec 16.30 sec

Core product and material flow

Core Product flow 12,870.61 sec

272.22 sec 4,349.23 sec 672.9 sec 7,176.07 sec 324.3 sec 81,400 sec 488.75 sec 3,064.28 sec 218.437 sec 0.25 sec 182.39 sec 0.53 sec 157.32 sec 35.62 sec 13.35 sec 11550.8

sec 40.87 sec13009.24 sec75.5 sec 16.30 sec

Material Flow 2.64 sec 38 sec 320617.3 sec 19.28 sec

20.14 sec 75.67 sec 66.71

sec 25.71 sec 10.28 sec 19 sec 6.42 sec 5 sec

218.437 sec Waste Binder CGS Various Dehum Processing Time Loose End

5418.4 sec LT = 5528.8 sec LT = 764.4 sec 57918.9 sec 17707.3 sec

Sales and Marketing Monthly QA Check Visual QA Check Visual and Weight QA Check Visual Inventory Material Staging Inventory Maker

Inventory Over rolling

Inventory Over Tipping Inventory Packer

Inventory Boxer Inventory Palletizing

4,587.18 sec 296.63 sec

20.14 sec 75.67 sec 66.71

sec 25.71 sec 10.28 sec 19 sec 6.42 sec 5 sec

Waiting time

cleaning Motion Waste

Code Date

Gambar 4.1 Current State Value Stream Mapping Terdapat 18 material di

material staging dengan Lead Time Terbesar pada material Lem Binder

Terdapat 6 material dengan Lead time terbesar di Lem Binder

Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di Lem

Bobinized leaf Terdapat 2 material dengan Lead time terbesar di Lem Tipping (outer)

Terdapat 4 material dengan Lead time terbesar

di Inner Frame

Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di TTR Sloff

Terdapat 3 material dengan Lead time terbesar di Ribbon WIP material Pergantian Binder C/T = 35.7 sec 35.7 sec 35.7 sec 35.7 sec Code Date Changeover C/T = 120 sec 120 sec 120 sec 120 sec

(7)

Gambar 7. Future state value stream mapping

Perhitungan future state value stream mapping dihitung dengan mengurangi nilai non value added. Nilai non value added terbesar terdapat pada inventory, sehingga lead time pada inventory harus diturunkan. Inventory terbesar terdapat pada DIM storage, akan tetapi terdapat kebijakan-kebijakan dari perusahaan yang tidak dapat diubah sehingga nilai inventory pada DIM storage tidak bisa dirubah. Lead time inventory yang bisa dirubah terdapat pada inventory di dekat mesin. lead time untuk menghasilkan finished goods adalah 715732,9 detik atau sama dengan 198,8 jam. Perhitungan waktu tersebut adalah waktu yang dibutukan untuk memproduksi sepuluh ribu batang rokok. Perhitungan lead time tersebut merupakan perhitungan lead time yang baru untuk keadaan ke depannya setelah dilakukan perbaikan-perbaikan. Lead time pada kondisi future tersebut berbeda dengan lead time pada kondisi current, dimana lead time pada kondisi current adalah 336,3 jam dan lead time kondisi future adalah 198,8 jam. Berikut adalah grafik perbandingan lead time kondisi current dengan kondisi future:

Gambar 9. Perbandingan Total Lead Time Current dan Future

Simpulan

Berdasarkan penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan pada PT. X untuk produk A, dilakukan perancangan current state value stream mapping. Terdapat lima jenis waste yaitu motion waste, over processing waste, inventory waste, waiting waste, dan defect waste. Waste terbesar yang ditemukan pada keseluruhan proses adalah inventory. Usulan perbaikan yang dilakukan adalah dengan melakukan perhitungan inventory berdasarkan uptime dan minimum stock pada proses produksi A. Lead time WIP material yang

lama dapat turun sekitar 80% dari lead time yang baru. Perancangan future state value stream mapping dilakukan berdasarkan usulan pengurangan waste dari current state value stream mapping. Penurunan lead time current state value stream mapping yang semula 336,2 jam menjadi 199,2 jam. Hal ini menurunkan lead time sebesar 41% dari current state value stream mapping.

Daftar Pustaka

1. Liker, Jeffrey K. (2006). The toyota way: 14 Prinsip Manajemen dari Perusahaan Manufaktur Terhebat di Dunia. Jakarta: Erlangga

2. Liker, Jeffey K. and Meier, David. (2007). The Toyota Way Fieldbook: A Practical Guide for Implementing Toyota’s 4Ps. Jakarta:Erlangga

(8)

Gambar

Tabel 1. Prodtech yang bertugas di PT. X
Gambar 4.1 Current State Value Stream MappingTerdapat 18 material di
Tabel 5. Data waktu pergantian BI  Not Continuous
Gambar 0. Fishbone loose end
+3

Referensi

Dokumen terkait

Koleksi adalah sekumpulan rekaman informasi dalam berbagai bentuk tercetak (buku, majalah, surat kabar) dan bentuk tidak tercetak (bentuk mikro, bahan audio visual, peta) ( Darmono

Kondisi demikian disebabkan oleh luasan pelat penyerap meningkat sesuai dengan jumlah tingkat yang digunakan, selain itu luasan kaca penutup yang berfungsi

 Dipercayai Hukum Kanun Melaka (HKM) atau Undang-undang Melaka yang tertua, lebih tua daripada Undang-undang Laut Melaka dan Undang-undang Pahang. Acuan bagi membuat

Permasalahan yakni tingkat suku bunga berpengaruh terhadap penyaluran kredit konsumtif pada Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) TbkcabangGowa.Tujuan Penelitian untuk

Pengumpulan data merupakan tahap dimana dilakukan proses pengumpulan data berupa wawancara terhadap pengguna untuk menentukan konteks apa saja yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Kompetensi pegawai tidak berpengaruh signifikan terhadap promosi jabatan pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dengan menggunakan integrasi metode servqual dan model kano di Rumah sakit bunda thamrin. Depok : FT

Hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe the learning cell lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang mengikuti