• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosoh, yaitu beras sosoh lazimnya dan atau parboling (dikukus pada tekanan tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosoh, yaitu beras sosoh lazimnya dan atau parboling (dikukus pada tekanan tinggi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras

Tanaman padi (Oryza sativa L) diduga berasal dari Asia. Terdapat sekitar 20.000 varietas padi di dunia. Tanaman padi tradisional di Asia yang beriklim tropis bersifat tinggi dan lemah, dengan daun-daun yang melengkung ke bawah dan masa dormansinya lama (Haryadi, 2006).

Sebagian terbesar beras yang dikonsumsi secara garis besar berupa beras sosoh, yaitu beras sosoh lazimnya dan atau parboling (dikukus pada tekanan tinggi sebelum digiling). Beras juga dikonsumsi dalam bentuk bihun, hasil fermentasi beras ketan, dan makanan cemilan yang dibuat dengan cara pemasakan ekstruksi (Haryadi, 2006).

Beras adalah bahan pokok terpenting dalam menu makanan Indonesia. Sebagai makanan pokok, beras memberikan beberapa keuntungan. Selain rasanya netral, beras setelah dimasak memberikan volume yang cukup besar dengan kandungan kalori cukup tinggi, serta dapat memberikan berbagai zat gizi lain yang penting bagi tubuh, seperti protein dan beberapa jenis mineral (Moehyi, 1992).

Beras merupakan butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya) yang menjadi dedak kasar. Beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling serta alat penyosoh (Astawan, 2004).

Menurut Hadrian (1981), beras merupakan suatu bahan makanan yang merupakan sumber pemberi energi untuk umat manusia. Zat-zat gizi yang dikandung

(2)

oleh beras adalah sangat mudah untuk dicerna dan oleh karenanya beras mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Beras diperkirakan menyumbang kalori sebesar 60-80% dan protein 45-55% bagi rata-rata penduduk.

Menurut Timbul Haryono (1997) yang dikutip oleh Haryadi, Kebiasaan makan beras dalam bentuk nasi terbentuk melalui sejarah yang panjang. Beras berasal dari kata weas dalam bahasa Jawa kuno, seperti tertulis dalam prasasti Taji yang bertahun 901. Jenis pangan pokok dipilih antara lain berdasarkan pemikiran apakah pangan tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lama tanpa kerusakan yang berat. Beras dipilih menjadi pangan pokok karena sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap, dan aman dari segi kesehatan (Haryadi, 2006).

2.1.1 Proses Pasca Panen

Pada biji yang dipanen muda, karena ikatan antargranula patinya masih longgar dan kadar air seimbangnya tinggi, maka lebih mudah pecah oleh penggilingan dan lebih mudah rusak oleh serangan serangga dan jasad renik selama penyimpanan. Sebaliknya biji yang dipanen lewat tua, sudah banyak mengalami keretakan mulai dari sawah yang mengakibatkan mudah pecah pada saat penggilingan. Oleh sebab itu, pemanenan pada umur yang tepat diperlukan untuk mendapatkan beras dalam jumlah dan mutu yang optimal (Haryadi, 2006).

Selama penyimpanan, kerusakan dan kehilangan gabah dapat terjadi karena metabolisme jaringan biji, kegiatan jasad renik, dan serangan serangga dan tikus. Metabolisme dikatalisa oleh enzim-enzim yang masih aktif setelah padi dipanen.

(3)

Enzim-enzim ini diantaranya menghasilkan panas yang dapat meningkatkan suhu dan kemudian mengakibatkan penurunan viabilitas (kemampuan biji berkecambah), perubahan dan penurunan kandungan karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain. Kerusakan biji karena penyimpanan yang kurang baik atau karena serangan serangga dapat mengakibatkan biji pecah selama penggilingan (Haryadi, 2006).

Pengupasan gabah dengan alat pemecah kulit menghasilkan sekam dan beras pecah kulit yang berwarna kecoklatan (brown rice). Secara keseluruhan, sekam tersusun atas lemma, palea, lemma steril dan rachilla. Beras pecah kulit tersusun atas beberapa bagian pericarp, seed-coat, mucellus, lembaga dan endosperm. Penyososhan terhadap beras pecah kulit menghasilkan bekatul dan beras giling (Hadrian, 1981).

Penurunan mutu beras selama penyimpanan dapat disebabkan ketengikan. Beras pecah kulit lebih mudah rusak daripada gabah. Kegiatan enzim lipase memecah lemak menghasilkan asam lemak bebas. Oksidasi asam lemak bebas menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tengik. Pada penyimpanan biji utuh, ketengikan lebih banyak terjadi pada biji yang berkadar air tinggi. Biji yang rusak karena penggilingan juga rentan terhadap ketengikan (Haryadi, 2006).

Pada penggilingan gabah, kulit atau sekam dipisahkan. Dari penggilingan gabah, dihasilkan biji beras atau disebut beras pecah kulit. Beras ini jarang langsung digunakan untuk konsumsi tetapi perlu penyosohan lebih dahulu. Pada penyosohan beras, kulit ari dan lembaga terpisahkan yang berarti juga kehilangan protein, lemak, vitamin, dan mineral yang lebih banyak terdapat pada bagian luar tersebut (Haryadi, 2006).

(4)

2.1.2 Komposisi Gizi Beras

Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Beras sebagai bahan makanan mengandung nilai gizi cukup tinggi yaitu kandungan karbohidrat sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan kandungan mineral seperti kalsium dan zat besi masing-masing 6 dan 0,8 mg (Astawan, 2004).

Bagian gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75% karbohidrat dan 8% protein pada kadar air 14%. Penyusun lainnya adalah lemak, serat, dan abu yang terdapat dalam jumlah sedikit. Bagian endosperm atau bagian gabah yang diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling, mengandung 78% karbohidrat dan 7% protein (Haryadi, 2006).

Sebagian terbesar karbohidrat dalam beras ialah pati dan hanya sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering beras berupa pati. Kandungan pentosan berkisar 2,0 – 2,5% dan gula 0,6 – 1,4% dari berat beras pecah kulit. Dengan demikian jelaslah bahwa sifat fisikokimiawi beras terutama ditentukan oleh sifat-sifat patinya, karena penyusun utamanya adalah pati (Haryadi, 2006).

Berdasarkan kadar amilosanya, beras (tidak termasuk beras ketan) dapat dikelompokkan menjadi beras beramilosa rendah, yaitu kadar amilosanya 10-20%; beras beramilosa sedang, yaitu mengandung 20-25% amilosa; dan beras beramilosa tinggi yang lazim disebut “beras keras” mengandung amilosa 25-33% (Juliano, 1994).

Protein merupakan penyusun utama kedua beras setelah pati. Beras pecah kulit mengandung protein sekitar 8% pada kadar air 14% dan sekitar 7% pada beras

(5)

giling. Vitamin pada beras yang utama adalah tiamin, riboflavin, niasin, dan piridoksin, masing-masing terdapat dalam 4µg/g, 0,6 µg/g dan 50 µg/g. Vitamin-vitamin tersebut tidak semuanya dalam bentuk bebas, melainkan terikat. Misalnya riboflavin sebanyak 75% terdapat dalam bentuk ester. Beras mengandung vitamin A dan vitamin D sangat sedikit, tidak mengandung vitamin C. Kadar abu dari beras giling 0,5% atau kurang. Mineral pada beras terutama terdiri atas unsur-unsur fosfor, magnesium dan kalium. Selain itu terdapat kalsium, klor, natrium, silica, dan besi (Haryadi, 2006).

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Beras Giling (dalam 100 gr bahan)

No. Komposisi Gizi Beras Giling

1. Energi (kal) 360 2. Protein (gr) 6,8 3. Lemak (gr) 0,7 4. Karbohidrat (gr) 78,9 5. Kalsium (mg) 6 6. Fosfor (mg) 140 7. Besi (mg) 0,8 8. Vitamin A (SI) 0 9. Vitamin B1 (mg) 0,12 10. Vitamin C (mg) 0

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005

2.1.3 Sifat-Sifat Beras 2.1.3.1 Sifat Fisikokimia

Sifat-sifat fisikokimia beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa, kandungan protein, dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul setelah gabah atau beras disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan mutu beras. Kandungan amilosa berkorelasi positif dengan aroma nasi dan berkorelasi negatif

(6)

dengan tingkat kelunakan, kelekatan, warna dan kilap (Haryadi, 2006). Beras yang mengandung amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan kering, sebaliknya beras yang mengandung amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak (Juliano, 1994).

Selain kandungan amilosa dan protein, sifat fisikokimia beras yang berkaitan dengan mutu beras adalah sifat yang berkaitan dengan perubahan karena pemanasan dengan air, yaitu suhu gelatinasi padi, pengembangan volume, penyerapan air, viskositas pasta dan konsistensi gel pati. Sifat-sifat tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan bekerja sama dan saling berpengaruh menentukan mutu beras, mutu tanak, dan mutu rasa nasi (Haryadi, 2006).

Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin (Juliano, 1994).

2.1.3.2 Mutu Beras

Beras yang dijual di pasar bermacam-macam jenisnya dan berbeda-beda pula mutunya. Berikut dikemukakan secara umum kriteria dan pengertian mutu beras yang meliputi mutu pasar, mutu rasa, mutu tanak (Haryadi, 2006).

Tinggi rendahnya mutu beras bergantung pada beberapa faktor, yaitu spesies dan varietas, kondisi lingkungan, waktu dan cara pemanenan, metode pengeringan, dan cara penyimpanan (Astawan, 2004).

Di Indonesia, tingkat mutu didasarkan antara lain pada kesepakatan oleh sebagian besar pedagang beras. Tingkatan mutu yang berlaku di masyarakat sangat

(7)

beragam. Menurut Haryadi (2006), secara umum mutu beras dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi, mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji.

a. Mutu giling

Mutu giling merupakan salah satu faktor penting yang menentukan mutu beras. Mutu giling mencakup berbagai ciri, yaitu rendemen beras giling, rendemen beras kepala, persentase beras pecah dan derajat sosoh beras. (Balittan Sukamandi, 1987 dalam Damardjati dan Endang Y. Purwani, 1991). b. Mutu rasa dan mutu tanak

Di Indonesia, mutu tanak belum dijadikan syarat dalam menetapkan mutu beras. Lain halnya dengan dunia internasional, khususnya di Amerika Serikat, mutu tanak merupakan salah satu persyaratan terutama dalam pengolahan beras. Ciri-ciri umum yang memengaruhi mutu tanak ialah perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas pengalengan nasi parboiling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati.

c. Mutu gizi

Beras pecah kulit hanya disenangi oleh sejumlah persentase kecil konsumen meskipun beras pecah kulit mengandung protein, vitamin, mineral, dan lipid lebih banyak daripada beras sosoh.

d. Mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji

Ketampakan biji pada umunya ditemukan berdasarkan keburaman endosperm, yaitu bagian biji yang tampak putih buram, baik pada sisi dorsal

(8)

biji, sisi ventral, maupun tengah biji. Keburaman biji menentukan mutu beras yang dalam persyaratan mutu dikenal sebagai butir mengapur.

2.1.4 Beras Berklorin

Untuk mempercantik penampilan beras menjadi putih cemerlang, ada produsen nakal yang menambahkan klorin pada beras. Ciri-ciri beras berklorin adalah jika dicium berbau bahan kimia, sedangkan beras alami memiliki bau alami beras. Warnanya sangat putih atau putih bersih, sedangkan beras alami warna putihnya wajar bahkan sedikit kusam. Beras berklorin setelah dimasak menjadi nasi lebih cepat kuning dan lebih cepat basi dibandingkan beras alami (Ide, 2010).

Ada pabrik yang mencampur beras yang tidak baik kualitasnya yang telah diputihkan dengan klorin atau bahan pemutih tekstil atau oksidator seperti benzoil peroksida. Beras oplosan berklorin inilah yang menyebabkan kualitas nasi menurun drastis.

Dalam memilih beras, tentunya kita menginginkan beras yang putih, mengkilap, dan licin. Padahal beras yang baik adalah beras yang berwarna putih kekuningan. Sekarang banyak beredar beras berpemutih yang diduga mengandung zat yang dapat membahayakan kesehatan lambung. Adapun ciri-ciri beras yang mengandung pemutih sebagai berikut (Salim, 2008):

1. Warnanya putih bersih, mengkilap, licin dan tercium bau bahan kimia 2. Jika dicuci warna air hasil cuciannya agak putih bersih

3. Jika beras direndam dalam air selama 3 hari tetap putih dan tidak berbau 4. Ketika sudah dimasak dan ditaruh dalam penghangat nasi dalam semalam nasi

(9)

2.2 Program Raskin

Program Raskin adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyediaan beras bersubsidi. Program ini merupakan kelanjutan Program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998. Pada 2007, Program Raskin menargetkan penyediaan 1,9 juta ton beras bagi 15,8 juta rumah tangga miskin dengan total biaya Rp 6,28 triliun (Mawardi, dkk, 2008).

Raskin merupakan program bantuan pangan dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter 1997/1998. Program ini berlanjut hingga saat ini dengan tujuan utama mengurangi beban rumah tangga sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Program yang sebelum tahun 2002 bernama Operasi Pasar Khusus (OPK) ini awalnya merupakan program darurat bagian dari jaring pengaman sosial, namun kemudian fungsinya diperluas menjadi bagian dari program perlindungan sosial, khususnya program penanggulangan kemiskinan klaster pertama (Hastuti, dkk, 2012).

Menurut Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (2011), Program Raskin adalah program nasional yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Melalui program ini Pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat untuk mendapatkan hak atas pangan. Jika rata-rata kebutuhan beras sebesar 139 kg/jiwa/tahun dan setiap RTS-PM terdiri atas 4 (empat) jiwa, maka Program Raskin memberikan bantuan sebesar 32% dari kebutuhan beras setiap tahunnya.

(10)

Operasi Pasar Khusus (OPK) memberikan subsidi beras secara targeted kepada rumah tangga miskin dan rawan pangan. Pada tahun 2002 nama OPK diubah menjadi Program Beras untuk Keluarga Miskin (Program Raskin) yang bertujuan untuk lebih mempertajam sasaran penerima manfaat (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

Sejak 2006, RTS-PM raskin didefinisikan sebagai rumah tangga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 dan hasil verifikasinya, yang kemudian diperbarui melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008. Hingga pelaksanaan tahun 2007, RTS-PM raskin hanya mencapai 47% - 83% dari RTM terdata, dan baru sejak 2008 mencakup seluruh RTM terdata. Pada 2011, RTS-PM raskin berjumlah 17,5 juta rumah tangga atau mencakup 28,6% dari total rumah tangga di Indonesia (Hastuti, dkk, 2012).

Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran para RTS-PM dalam memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok, sebagai salah satu hak dasarnya (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

Pelaksanaan program raskin melibatkan berbagai lembaga di semua tingkat pemerintahan, dengan Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) sebagai penanggung jawab utama program. Secara teknis, penanggung jawab pelaksanaan distribusi beras sampai dengan titik distribusi (umumnya di kantor

(11)

desa/kelurahan) adalah BULOG dan penanggung jawab untuk menyampaikan beras dari titik distribusi ke setiap RTS-PM adalah pemerintah daerah (Hastuti, dkk, 2012).

Pemerintah Pusat berperan dalam membuat kebijakan program, sedangkan pelaksanaannya sangat tergantung kepada Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, peran Pemerintah Daerah sangat penting dalam peningkatan efektifitas Program Raskin. Pedoman Umum Raskin 2011 menyatakan bahwa indikator kinerja Program Raskin adalah tercapainya target “Enam Tepat”, yaitu Tepat Sasaran Penerima Manfaat, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi, dan Tepat Kualitas (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

Melalui program raskin, setiap RTS-PM dapat membeli sejumlah beras di titik distribusi dengan harga yang lebih murah dari harga di pasaran (bersubsidi). Selama pelaksanaan program, jumlah beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM mengalami beberapa kali perubahan, namun tetap pada kisaran 10-20 kg per distribusi dan pada tahun 2011 berjumlah 15 kg. Harga beras bersubsidi yang harus dibayar RTS-PM pada awal pelaksanaan program adalah Rp 1.000 per kg di titik distribusi. Sejak 2008 harganya dinaikkan menjadi Rp 1.600 per kg. Frekuensi distribusi juga mengalami perubahan antara 10-13 distribusi per tahun rata-rata satu kali setiap bulan (Hastuti, dkk, 2012).

Berdasarkan Pedum, beras Raskin adalah beras berkualitas medium kondisi baik dan tidak berhama sesuai dengan standar kualitas pembelian pemerintah yang diatur dalam perundang-undangan. Pembagian beras dikatakan tepat kualitas apabila terpenuhinya persyaratan kualitas yang sesuai dengan kualitas beras BULOG (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

(12)

2.3 Zat Pemutih (Klorin)

Klor adalah desinfektan kimia yang digunakan secara luas, terutama digunakan dalam klorinasi air untuk air minum dan tujuan pengolahan. Paling efektif bekerja pada harga pH yang rendah (Desrosier, 1988).

Klor yang biasa digunakan sebagai pemutih jenis dasar adalah Sodium Hipoklorit dan Kalsium Hipoklorit. Kedua senyawa tersebut juga bisa sebagai penghilang noda atau desinfektan. Pemutih jenis dasar terdiri atas dua yaitu padat dan cair. Pemutih padat adalah Kalsium Hipoklorit (CaOCl2) berupa bubuk putih atau

yang biasa dikenal sebagai kaporit. Sedangkan pemutih cair adalah Sodium Hipoklorit (NaOCl) yang merupakan cairan berwarna sedikit kekuningan, beraroma khas dan menyengat (Parnomo, 2003).

Menurut Suryatin (2008), Bahan pemutih dibedakan berdasarkan jenis penggunaannya. Terdapat beberapa jenis bahan pemutih yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya bahan untuk memutihkan pakaian, bahan pemutih kulit, dan bahan pemutih untuk makanan.

a. Bahan Pemutih Pakaian

Bahan pemutih untuk pakaian adalah senyawa klorin. Senyawa ini dapat mengoksidasi zat warna yang melekat pada pakaian sehingga pakaian menjadi putih. Zat warna yang melekat pada pakaian dapat berasal dari luar pakaian, dapat pula dari zat warna pada pakaian itu sendiri. Efek negatif bahan pemutih pakaian diantaranya dapat menyebabkan kita terbakar, bersifat racun, berbahaya jika terkena mata.

(13)

b. Bahan pemutih kulit

Bahan pemutih untuk kulit tubuh manusia biasanya digunakan para wanita agar kulitnya kelihatan lebih putih. Bahan pemutih untuk kulit sangat berbeda dengan bahan pemutih pakaian. Aluminium Stearat merupakan salah satu contoh bahan pemutih kulit.

c. Bahan pemutih makanan

Bahan pemutih untuk makanan biasanya digunakan untuk memutihkan terigu, tepung sagu, dan tepung jagung agar makanan yang dihasilkan kelihatan bersih dan tidak kusam warnanya.

Beberapa contoh pemutih makanan yaitu benzoil peroksida, kalium bromat, kalsium iodat, dan asam askorbat. Bahan pemutih makanan ini akan mengoksidasi pigmen karotenoid pada makanan sehingga makanan menjadi putih. Fungsi bahan pemutih makanan adalah mengoksidasi gugus sulfhibrid dalam gluten menjadi ikatan disulfide. Ikatan ini bersifat menahan gas pada roti atau kue sehingga roti atau kue itu mengembang dan berongga-rongga.

Penggunaan pemutih makanan juga ada ambang batasnya agar tidak berbahaya jika digunakan oleh manusia. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan rusaknya makanan.

2.3.1 Kegunaan Klorin

Klorin digunakan secara besar-besaran pada proses pembuatan kertas, zat pewarna, tekstil, produk olahan minyak bumi, obat-obatan, antiseptik, insektisida, pelarut, cat, plastik, dan banyak produk lainnya. Kebanyakan klorin diproduksi untuk digunakan dalam pembuatan senyawa klorin untuk sanitasi, pemutihan kertas,

(14)

desinfektan, dan proses tekstil. Lebih jauh lagi, klorin digunakan untuk pembuatan klorat, kloroform, karbon tetraklorida, dan ekstraksi brom (Anonim, 2009).

Klorin memiliki titik didih dan titik leleh/beku yang lebih rendah dari suhu kamar (250C). Oleh karena itu, ketika klorin berada dalam suhu kamar, maka klorin akan berwujud gas (Fitrah, 2008).

Kimia organik sangat membutuhkan klorin, baik sebagai zat oksidator maupun sebagai subtitusi, karena banyak sifat yang sesuai dengan yang diharapkan dalam senyawa organik ketika klor mensubtitusi hidrogen, seperti dalam salah satu bentuk karet sintetis (Anonim, 2009).

Menurut Sari (2011), adapun kegunaan dari klorin adalah sebagai berikut: 1. Desinfektan. Klorin digunakan untuk desinfeksi air termasuk air untuk mandi,

kolam renang dan juga air minum. Klorin digunakan sebagai desinfektan air minum karena mempunyai efek dapat membunuh bakteri E. Coli serta Giardia dan harganya murah. Penambahan klorin pada air minum menjadi standar yang harus dipenuhi penyedia layanan air minum hingga sekarang. Di bidang kesehatan, larutan klorin 0,5% telah sejak lama digunakan untuk dekontaminasi alat-alat bedah seperti jahit set dan partus set.

2. Pemutih. Pada proses produksi kertas dan pakaian, klorin digunakan sebagai cairan pemutih (bleaching). Di pasaran, klorin dikemas sebagai pemutih pakaian dengan berbagai merk. Bahan dasarnya dibuat dari natrium hidroksida dan gas klor (gas klorin dialirkan ke dalam larutan natrium hidroksida sehingga membentuk natrium hipoklorit (NaOCl) yang disebut zat pemutih).

(15)

3. Senjata kimia. Karena efeknya yang sangat iritatif, gas klorin telah digunakan sebagai senjata kimia pada perang dunia II.

2.3.2 Bahaya Klorin Tehadap Kesehatan

Selain memiliki banyak manfaat, ternyata klorin juga sangat berbahaya bagi kesehatan dan kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena klorin sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan segala jenis unsur untuk membentuk senyawa baru. Senyawa baru yang terbentuk antara lain adalah organoklorin yang bersifat toksik dan mempunyai efek karsinogenik.

Klorin merupakan zat asam yang korosif.Klorin akan berperan sebagai iritan kuat pada jaringan yang sensitif. Kontak jangka panjang dengan klorin dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah zat karsinogenik yang dapat menyebabkan kerusakan sel (Sari, 2011).

Klor dapat mengiritasi sistem pernafasan. Bentuk gasnya mengiritasi lapisan lendir dan bentuk cairnya bisa membakar kulit. Baunya dapat dideteksi pada konsentrasi sekecil 3,5 ppm dan pada konsentrasi 1000 ppm berakibat fatal setelah terhisap dalam-dalam. Klorin dapat masuk ke tubuh dengan cara (Sari, 2011):

1. Terhirup melalui saluran nafas. Klorin sangat berbahaya bila terhirup ke saluran pernafasan. Paparan klorin pada anak-anak dapat menyebabkan serangan asma. 2. Kontak dengan kulit atau mata. Efek klorin sangat negatif untuk kosmetik. Klorin

dapat menyebabkan hilangnya kelembaban kulit dan rambut sehingga terlihat keriput dan kering. Kontak dengan cairan klorin dapat menyebabkan kulit dan mata terbakar.

(16)

3. Masuk ke saluran cerna melaui air atau makanan yang terkontaminasi. Menurut U.S. Council of Environmental Quality, risiko terjadinya kanker meningkat sebesar 93% pada penduduk yang mengonsumsi air berklorinasi dibandingkan dengan yang tidak mengandung klorin. Pada penelitian binatang, tikus yang terpapar klorin dan kloramin menderita tumor ginjal dan usus.

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen (2008), dampak penggunaan klorin dalam beras bagi kesehatan tubuh manusia adalah dapat menimbulkan kanker darah, merusak sel-sel darah, mengganggu fungsi hati, dapat merusak sistem pernafasan dan selaput lendir dalam tubuh, dapat mengganggu kesehatan mata, kulit dan batuk-batuk serta dapat menyebabkan kematian apabila terlalu banyak klorin yang masuk ke dalam tubuh secara terus-menerus.

2.3 Kebiasaan Pencucian Beras

Beras mengandung bekatul meskipun dalam jumlah sedikit. Adanya bekatul ini yang menyebabkan air cucian beras menjadi keruh atau kotor. Bekatul berasal dari proses penyosohan beras atau gesekan antarbutir beras. Keberadaan bekatul pada beras sebenarnya tidak dikehendaki karena dianggap sebagai kotoran. Namun dalam jumlah sedikit, keberadaan bekatul pada beras dipandang wajar dan dapat diterima (Khalimah, 2010).

Dari aspek gizi, bekatul memang baik bagi tubuh. Oleh karena itu, sebenarnya beras dapat langsung dimasak tanpa harus mencucinya terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan terutama jika keadaan beras sudah bersih. Tetapi nasi yang dihasilkan dari beras yang dimasak tanpa dicuci kemungkinan memiliki aroma dan rasa yang kurang disukai karena masih mengandung bekatul. Selain itu, mungkin juga lebih cepat basi.

(17)

Proses pencucian beras akan menghilangkan bekatul. Hal itu berarti mengurangi zat gizi beras seperti vitamin B (Khalimah, 2010).

Beras yang bersih tidak perlu dicuci lagi. Namun, sudah merupakan kebiasaan ibu untuk mencuci beras sampai bersih baru ditanak. Mencuci beras akan membuang zat-zat gizi yang sangat diperlukan tubuh, terutama bagi anak-anak dalam masa pertumbuhannya (Sitorus, 2009).

Pada waktu membeli beras di pasar dianjurkan untuk membeli beras yang bersih. Jika beras itu ternyata kurang bersih juga, cukup mencucinya sekali saja. Itupun dengan cara menuangkan cukup air lalu menggoyang-goyang wadah beras itu, kemudian ditiriskan airnya. Sebaiknya jangan mengaduk-aduk beras dengan kedua tangan, karena hanya akan membuang segenap zat-zat gizi yang sangat diperlukan tubuh. Dalam suatu penelitian, mencuci beras berarti kehilangan 25% vitamin B-nya. Ini cukup besar artinya bagi yang menggunakan beras sebagai bahan makanan pokok (Sitorus, 2009).

Dengan pencucian yang berlebihan (digosok dengan kuat), vitamin B1 pada beras akan larut dan hilang bersama air pencuci. Dianjurkan, pencucian beras sebaiknya hanya untuk menghilangkan benda-benda asing yang terikut seperti sisa bekatul dan debu, bukan menggosoknya hingga nutrisi pada lapisan kulit ari larut dan hilang bersama air pencuci (Khomsan, 2009).

Klorin yang terdapat pada beras sebenarnya dapat hilang dengan pencucian yang berulang-ulang. Klorin akan larut di dalam air cucian beras. Semakin banyak pencucian yang dilakukan, maka kemungkinan akan hilangnya klorin pada beras juga

(18)

semakin besar. Hilangnya klorin pada beras bergantung juga pada kandungan klorin itu sendiri.

Kebiasaan ibu-ibu di masyarakat dalam mencuci beras adalah mencuci beras sampai airnya bersih. Pada beras berklorin, air cucian beras terlihat tidak keruh. Hal ini membuat para ibu merasa tidak perlu mencuci beras berulang-ulang. Beberapa ibu hanya mencuci beras sebanyak 1 sampai 3 kali. Padahal klorin pada beras akan larut ketika dicuci, untuk itu perlu dilakukan pencucian yang berulang-ulang pada beras berklorin meskipun hal itu akan mengurangi vitaminnya.

Kebiasaan ibu-ibu rumah tangga di Indonesia, beras dicuci sebelum dimasak. Pencucian dengan air yang banyak atau dengan air yang mengalir dengan diaduk keras-keras dengan tangan sampai air cuciannya bening, adalah cara yang tidak dianjurkan. Dengan cara mencuci demikian, banyak zat gizi yang larut dalam air akan terbuang percuma yang terpenting adalah berbagai vitamin dari kelompok vitamin B (Lukman, 2010).

Mencuci yang baik adalah beras diletakkan dalam wadah kemudian diberi air bersih, lalu diaduk dengan ringan saja, agar kotoran yang lebih ringan dari air akan terapung dan dapat dibuang bersama air pencuci itu. Mencuci cukup satu kali saja, tidak perlu diulang-ulang sampai air pencucinya menjadi bening (Lukman, 2010).

2.5 Kerangka Konsep

Pada kerangka konsep berikut dapat dilihat bahwa peneliti ingin mengetahui kebiasaan pencucian raskin di masyarakat dan residu klorinnya. Kebiasaan yang akan dilihat mulai dari bagaimana cara mencuci raskin dan berapa kali penggantian air

(19)

cucian raskin. Dengan adanya dugaan klorin pada raskin, maka akan dilihat kebiasaan pencucian raskin di masyarakat, dimana kandungan korin pada beras akan mengalami penurunan dengan perlakuan pencucian seperti cara mencuci raskin dan berapa kali penggantian air cucian raskin. Sebagaimana diketahui bahwa klorin memiliki sifat larut dalam air. Sehingga dari kebiasaan yang ada di masyarakat, akan dilihat seberapa besar residu klorin dalam beras.

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Kebiasaan pencucian di masyarakat: 1. Cara mencuci 2. Frekuensi penggantian air cucian Residu Klorin pada raskin

Referensi

Dokumen terkait

kabupaten tetangga, bahkan juga pengunjung dari provinsi-provinsi tetangga. Selain Rumah Godang dan pacu jalur, banyak lagi peninggalan sejarah, arsitektur dan

Page, lembaga sosial adalah prosedur atau tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia yang tergabung dalam suatu kelompok masyarakat.. 

Hal ini berarti tidak ada hubungan antara lama pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita usia 36-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Salah satu cara untuk mempertahankan karyawan yang berprestasi agar mau bekerja sama sampai pensiun adalah dengan memberikan kesejahteraan atau kopensasi pelengkap

Jadi, ketidakjujuran akademik dalam penelitian ini, merupakan tindakan yang tidak dilegalkan, yang dengan sengaja dilakukan oleh para mahasiswa dalam menyelesaikan tugas

PER mengukur apakah suatu saham berada pada keadaan underpriced dan overpriced ., Apabila PER terlalu rendah akan kurang diminati investor karena menstimulasi

Bisnis keripik udang rebon ini merupakan salah satu bisnis yang telah. berkembang dibeberapa daerah

Landasan yuridis adalah persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang akan diatur, sehingga perlu dibentuk RUU BI yang baru. Mungkin peraturan yang