• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN DAN PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-9%Si BERBASIS PISTON BEKAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN DAN PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-9%Si BERBASIS PISTON BEKAS"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN

DAN PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS

TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-9%Si

BERBASIS PISTON BEKAS

SKRIPSI

Oleh :

AGUNG DWI WIBOWO K 2508001

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Nopember 2012

(2)

commit to user ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Agung Dwi Wibowo

NIM : K2508001

Jurusan/Program Studi : PTK/Pendidikan Teknik Mesin

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “PENGARUH VARIASI JENIS

CETAKAN DAN PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-9%Si BERBASIS PISTON BEKAS” ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri. Selain itu

informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan dengan skripsi ini hasil japlakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, 31 Oktober 2012 Yang membuat pernyataan

(3)

commit to user iii

PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN

DAN PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS

TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-9%Si

BERBASIS PISTON BEKAS

Oleh :

AGUNG DWI WIBOWO K2508001

SKRIPSI

Dijadikan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Jurusan Pendidikan

Teknik dan Kejuruan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Nopember 2012

(4)

commit to user iv

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sekripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(5)

commit to user v

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari : Jumat

Tangal : 9 Nopember 2012

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Suwachid, M.Pd., M.T

Sekretaris : Drs. Yadiono, M.T

Anggota I : Danar Susilo Wijayanto, S.T., M.Eng.

Anggota II : Budi Harjanto, S.T., M.Eng.

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon H., M.Pd.

NIP. 19600727 198702 1 001

(6)

commit to user vi

ABSTRAK

Agung Dwi Wibowo. “PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN DAN

PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-9%Si BERBASIS PISTON BEKAS”. Skripsi,

Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell bekas terhadap porositas hasil remelting Al-Si berbasis piston bekas dengan kandungan Si sebesar 9%. Penelitian ini menggunakan tiga jenis cetakan yaitu cetakan pasir basah, cetakan pasir kering dan cetakan logam. Variasi penambahan serbuk dry cell yang digunakan adalah sebanyak 0,30%; 0,50% dan 0,70% berat.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan analisis data deskriptif analitis. Data diperoleh dengan cara menghitung besar porositas pada setiap spesimen serta pengambilan foto makro. Dari hasil perhitungan porositas dibuat grafik untuk menganalisisnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa porositas tertinggi terjadi pada variasi cetakan pasir basah dan penambahan serbuk dry cell bekas sebanyak 0,50% berat dengan porositas sebesar 3, 1447%. Porositas terendah terjadi pada variasi cetakan logam dan penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,70% berat dengan besar porositas sebesar 0,1635%. Berdasarkan hasil foto makro cetakan logam yang dapat menghasilkan permukaan coran yang halus dibandingkan dengan cetakan pasir.

Setelah dilakukan penelitian ini penggunaan cetakan logam dapat menghasilkan coran dengan permukaan yang halus dan rendah porositas. Pada penambahan serbuk dry cell 0,30% dan 0,50% menyebabkan peningkatan porositas, sedangkan pada penambahan serbuk dry cell 0,70% dapat mengurangi terjadinya porositas pada hasil coran. Hal tersebut terjadi pada semua jenis cetakan.

(7)

commit to user vii ABSTRACT

Agung Dwi Wibowo. EFFECT OF VARIATION TYPE MOLD AND

ADDITION OF POWDER DRY CELL PRODUCTS USED TO POROSITY REMELTING OF Al-9%Si BASED PISTON USED. Skripsi, Surakarta:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ocktober 2012.

The purpose of this study is to determine the effect of variations in the type of mold and the addition of dry cell powder marks on the porosity results remelting of Al-Si piston-based scars with 9% Si.This study used three different types of mold there were wet sand mold, dry sand mold and metal mold. Variations addition of dry cell powder is used as much as 0,30%, 0,50% and 0,70% by weight.

The research method that used in this research is experiment method with analytical descriptive data analysis. Data obtained by calculating the porosity on each specimen and taking macro photos. From the calculated porosity created graphs to analyze.

The results of this study show that the highest porosity occurs in the variations wet sand mold and additions powder dry cell by weight as much as 0.50% porosity by 3,1447%. The lowest porosity occur in variations metal molds and adding powder dry cell as much as 0,70% by the porosity of 0,1635%. Trought macro photos, metal mold can product smooth surface than sand mold.

By this research, the use of metal molds can produce castings with a smooth surface and low porosity. In addition dry cell powder 0,30% and 0,50% led to increased porosity, while the addition cell dry powder 0,70% can reduce the porosity in castings results. This happens in all kinds of molds.

(8)

commit to user viii

MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

(Q.S. Ar Ro’du :11)

“Waktu yang terbaik adalah sekarang dan waktu yang terburuk adalah nanti. Maka awali dan kerjakanlah sekarang.”

“Orang tua adalah segalanya, maka berikanlah yang terbaik buat orang tua kita”

“Jangan membayangkan hal-hal yang berlebihan, mungkin itu hanya rasa ketakutan yang muncul dipikiran anda, berpikirlah positif kawan!”

(9)

commit to user ix

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk :

 ALLAH SWT yang telah memberikanku rahmat, jalan, kemudahan, petunjuk, kesehatan dan hidayahNya dalam menyelesaikan tugas ini..

 Bapak dan Ibu Tercinta yang telah memberikan yang terbaik kepada ku. Terimakasih Bapak Ibuku yang aku sayangi.

 Kakak dan Adikku

Terimakasih semangat dan dukungannya.

 Betty W

Terimakasih atas semangat, motivasi dan doa yang kau berikan.

 Diaz, Dhiah, Insan dan Dian.

Terimakasih sahabat – sahabat terbaikku yang selalu ada dalam hidupku. Kalian memang bagian yang terbaik dalam hidupku.

 Darsono, Nur First, Isa, Febrian dan Roziq

Terimakasih atas semangat, perjuangan dan kerjasamanya.

 Teman – teman Pendidikan Teknik Mesin’ 08.

(10)

commit to user x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rohmat, taufik, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “PENGARUH VARIASI JENIS

CETAKAN DAN PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-Si BERBASIS PISTON BEKAS”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan atas permohonan penyusunan skripsi.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Teknik Mesin JPTK FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan atas permohonan penyusunan skripsi.

4. Drs. Suwachid, M.Pd., M.T. selaku Pembimbing Akademik.

5. Danar Susilo Wijayanto, S.T., M.Eng selaku Dosen Pembimbing I, yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran. 6. Budi Harjanto, S.T., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing II, yang memberikan

motivasi dan bimbingan dengan penuh kesabaran.

7. Maruto Adhi P., S.T. Laboratorium Material, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang telah membantu dalam pengujian spesimen penelitian ini.

8. Teman-teman seperjuangan PTM’08 terima kasih atas kerjasama dan bantuannya.

(11)

commit to user xi

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Apabila dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini terdapat kesalahan dan hal yang tidak berkenan, penulis sampaikan mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Surakarta, Oktober 2012

(12)

commit to user xii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PENGAJUAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN ABSTRAK ... vi

HALAMAN MOTTO ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 3 C. Pembatasan Masalah ... 3 D. Rumusan Masalah ... 4 E. Tujuan ... 4 F. Manfaat ... 4

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka dan Penelitian yang Relevan ... 6

B. Kerangka Berfikir ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

1. Tempat Penelitian... 29

2. Waktu Penelitian ... 29

(13)

commit to user xiii

C. Alat dan Bahan Penelitian ... 30

D. Pengumpulan Data ... 36

E. Prosedur Penelitian ... 39

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 44

B. Pembahasan ... 65

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 68

B. Implikasi ... 68

C. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(14)

commit to user xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Penelitian Kandungan Kimia Serbuk Dry cell Bekas ... 14

3.1. Jadwal Penelitian ... 29

3.2. Jumlah (gr) Penambahan Serbuk Dry Cell Bekas ... 40

3.3. Jumlah Al-Si (gr) ... 41

4.1. Perhitungan Porositas Cetakan Pasir Basah ... 45

4.2. Perhitungan Porositas Cetakan Pasir Kering... 46

4.3 Perhitungan Porositas Cetakan Logam ... 46

(15)

commit to user xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Dry Cel ... 13

2.2. Cacat Porositas Gas ... 22

2.3. Cacat Porositas Shrinkage ... 23

2.4. Struktur Mikro Spesimen Aluminium Daur Ulang dengan Cetakan Logam, dengan Perbesaran 200x ... 25

2.5. Struktur Mikro Spesimen Aluminium Daur Ulang dengan Cetakan Pasir, dengan Perbesaran 200x ... 25 2.6. Kerangka Berpikir ... 28 3.1. Dapur Kowi ... 30 3.2 .Kipas Angin ... 31 3.3. Ladle ... 31 3.4. Termometer Digital ... 32 3.5. Temperature Probe ... 32 3.6. Timbangan Digital ... 33

3.7. Spectrometer Metal Scane... 34

3.8. Canon EOS 60D ... 34

3.9. Mesin Bubut ... 35

3.10. Piston Bekas ... 35

3.11. Dry Cel ... 36

3.12. Penimbangan Spesimen di Udara... 37

3.13. Penimbangan Spesimen di Air ... 38

3.14. Diagram Alir Penelitian ... 40

3.15. Spesimen Uji ... 43

4.1. Proses Penimbangan Spesimen di Udara ... 45

4.2. Proses Penimbangan Spesimen di Air ... 45

(16)

commit to user xvi

4.4. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan Penambahan Serbuk

Dry Cell 0% ... 48 4.5. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan Penambahan Serbuk

Dry Cell 0,30% ... 49 4.6. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan Penambahan Serbuk

Dry Cell 0,50% ... 51 4.7. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Basah dan Penambahan Serbuk

Dry Cell 0,70% ... 52 4.8. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan Penambahan Serbuk

Dry Cell 0% ... 53 4.9. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan Penambahan Serbuk

Dry Cell 0,30% ... 55 4.10. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan Penambahan Serbuk

Dry Cell 0,50% ... 56 4.11. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Pasir Kering dan Penambahan Serbuk

Dry Cell 0,70% ... 58 4.12. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan Penambahan Serbuk Dry

Cell 0% ... 59 4.13. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan Penambahan Serbuk Dry

Cell 0,30% ... 61 4.14. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan Penambahan Serbuk Dry

Cell 0,50% ... 62 4.15. Foto Makro Spesimen pada Cetakan Logam dan Penambahan Serbuk Dry

(17)

commit to user

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Logam merupakan salah satu materi alam yang memiliki peranan penting dalam mendukung berbagai sektor kehidupan manusia. Untuk itu banyak hal yang harus diketahui dan dipahami karena ternyata logam sangat kompleks dan bervariasi dari jenis hingga sifat dan karakteristiknya. Bahan logam dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu logam besi (ferro) dan logam bukan besi (non ferro). Logam ferro yaitu suatu logam paduan yang terdiri dari campuran unsur karbon dengan besi, misalnya besi tuang, besi tempa dan baja. Logam non ferro yaitu logam yang tidak mengandung unsur besi (Fe) misalnya tembaga, aluminium, timah dan lainnya. Bahan bukan logam antara lain asbes, karet, plastik dan lainnya.

Penggunaan logam ferro seperti besi dan baja masih mendominasi dalam perencanaan-perencanaan mesin maupun dalam bidang konstruksi. Begitu pula pada penggunaan logam non ferro yang terus meningkat dari tahun ke tahun yaitu logam aluminium (Smith, 1995 :400). Hal ini terlihat dari urutan pengunaan logam paduan aluminium yang menempati urutan kedua setelah pengunaan logam besi atau baja, dan diurutan pertama untuk logam non ferro (Smith,1995). Sekarang ini kebutuhan Indonesia pada aluminium per tahun mencapai 200.000 hingga 300.000 ton dengan harga US$ 3.305 per ton (Noorsy, 2007).

Sejak tahun 1980 kebutuhan aluminium pada komponen otomotif seperti piston, blok mesin, kepala silinder dan katup terus meningkat sampai sekarang. Khususnya di Indonesia limbah piston per tahun mencapai 6.765,5 ton. Untuk mengurangi konsumsi aluminium tersebut perlu dilakukan daur ulang limbah aluminium. Apabila bisa didaur ulang akan menghemat material aluminium baru dan memberi masukan bagi pengembangan bidang ilmu teknologi material.

Remelting merupakan salah satu metode pengecoran daur ulang dengan

melebur kembali material logam yang telah ada. Keuntungan remelting ini di antaranya harganya yang relatif murah dan dapat dilakukan oleh industri

(18)

commit to user

meskipun hanya skala home industry. Kendala yang sering terjadi dalam proses

remelting adalah kecacatan (porositas). Kecacatan yang sering terjadi adalah

cacat porositas gas maupun cacat porositas shrinkage yang disebabkan karena adanya pembentukan gas ketika logam cair dituang dan adanya hidrogen yang ikut terlarut. Porositas disebabkan pula oleh cairan logam yang kotor oleh terak (slag).

Proses pengecoran merupakan proses pencairan logam yang selanjutnya dituang ke dalam cetakan dan kemudian dibiarkan membeku, sehingga terbentuk suatu benda yang sesuai dengan bentuk model atau pola cetakan. Penggunaan jenis cetakan yang tepat dapat meningkatkan hasil produksi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Jenis cetakan yang sering digunakan dalam industri pengecoran antara lain cetakan pasir dan cetakan logam.

Jenis cetakan pasir yaitu jenis cetakan dengan menggunakan pasir sebagai bahan cetakan. Proses pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir ini sendiri tidak lain adalah menuangkan logam cair kedalam rongga dari cetakan pasir. Cetakan ini dibuat dengan jalan memadatkan pasir yang berupa pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Cetakan logam (permanent) adalah jenis cetakan dengan menggunakan logam sebagai bahan cetakan. Logam yang digunakan sebagai bahan cetakan adalah besi cor paduan.

Inklusi merupakan problem serius dalam memproduksi hasil coran (Neff, 2002). Inklusi yang dimaksud adalah gas hidrogen yang dapat larut pada Aluminium cair yang dapat menyebabkan porositas pada pengecoran. Dari hasil pengamatan sebuah home industry pengecoran aluminium di Karanganyar, Jawa Tengah dijumpai penggunaan serbuk dry cell bekas sebanyak 150 gram pada 70 kilogram logam aluminium cair hasil remelting. Penambahan serbuk dry cell bekas berdampak pada kebersihan cairan logam aluminium dari terak (slag) sehingga produk coran yang dihasilkan lebih bersih dan terlihat halus. Telah ada penelitian-penelitian logam yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan dry cell sebagai degasser. Namun belum diketahui manfaat secara fisis maupun mekanis dampak penambahan dry cell tersebut pada proses

(19)

commit to user

Berdasarkan beberapa permasalahan di atas, maka penulis mengadakan penelitian yang berjudul “PENGARUH VARIASI JENIS CETAKAN DAN

PENAMBAHAN SERBUK DRY CELL BEKAS TERHADAP POROSITAS HASIL REMELTING Al-9%Si BERBASIS PISTON BEKAS”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Penggunaan material logam aluminium yang mengalami peningkatan, sehingga diperlukan solusi untuk mengurangi penggunaan material logam tersebut.

2. Remelting merupakan salah satu solusi untuk mengurangi penggunaan material logam aluminium yang mempunyai kendala yaitu terjadinya kecacatan porositas.

3. Setiap jenis cetakan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda yang berpengaruh pada kecacatan pada hasil coran.

4. Penambahan serbuk dry cell bekas berdampak pada kebersihan cairan logam aluminium dari terak (slag) sehingga produk coran yang dihasilkan lebih bersih dan terlihat halus. Belum diketahui pengaruh penambahan serbuk dry

cell terhadap cacat porositas hasil remelting aluminium silikon berbasis piston

bekas.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu luas dan menyimpang dari permasalahan, maka ada beberapa pembatasan masalah dalam penelitian masalah ini, yaitu: 1. Serbuk dry cell yang dipakai adalah jenis dry cell tipe R 20 S.

2. Bahan remelting aluminium adalah dari limbah piston sepeda motor. 3. Sifat fisis yang dianalisis adalah cacat porositas.

4. Cetakan yang digunakan adalah cetakan pasir basah, cetakan pasir kering dan cetakan logam.

(20)

commit to user

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh variasi jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell

bekas terhadap porositas hasil remelting Al-Si berbasis piston bekas?

2. Adakah jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell bekas yang optimal terhadap porositas hasil remelting Al-Si berbasis piston bekas?

E. Tujuan

Tujuan penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui pengaruh jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell bekas terhadap porositas hasil remelting Al-Si berbasis limbah piston bekas.

2. Mengetahui jenis cetakan dan penambahan serbuk dry cell bekas yang optimal terhadap porositas hasil remelting Al-Si berbasis limbah piston bekas.

F. Manfaat

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu:

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pengecoran dalam rangka memperbaiki kualitas produk-produk pengecoran.

b. Sebagai inovasi dalam pengembangan metode pengecoran dengan metode

remelting.

(21)

commit to user

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini yaitu:

a. Memberikan ilmu pengetahuan tentang dampak variasi jenis cetakan terhadap terhadap porositas hasil remelting Al-Si dengan bahan piston bekas.

b. Memberikan informasi tentang pengaruh penambahan dry cell bekas terhadap porositas hasil remelting Al-Si dengan bahan piston bekas.

(22)

commit to user

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori

a. Pengecoran

1) Pengertian Pengecoran

Pengecoran adalah suatu proses pembuatan benda kerja dari logam dengan jalan mencairkan logam tersebut pada temperatur tertentu, kemudian dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan mendingin dan membeku.

Ada empat faktor yang merupakan ciri-ciri pengecoran: a) Adanya aliran logam cair ke dalam rongga cetak.

b) Terjadinya perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari logam dalam rongga cetak.

c) Adanya pengaruh material cetakan. d) Pembekuan logam dari kondisi cair.

2) Alur Pengecoran

Secara garis besar, proses pengecoran logam memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

a) Proses Peleburan Logam dalam Dapur Peleburan

Proses peleburan logam adalah proses memasak bahan logam ke dalam dapur peleburan hingga mencair. Dalam pelaksanaannya memerlukan kalor yang sangat tinggi untuk mencairkan logam tersebut. Titik lebur masing-masing logam juga berbeda-beda. Macam-macam dapur peleburan logam secara umun yaitu:

(1) Dapur Kowi

(2) Dapur Siemens Martin (3) Dapur Bessemer (4) Dapur Kupola

(23)

commit to user

Dalam pemilihan dapur perlu mempertimbangkan jenis bahan logam yang dicairkan, bahan bakar yang dipakai, dan kapasitas yang dibutuhkan.

b) Proses Pembuatan Model/Pola

Pola adalah benda tiruan benda kerja yang akan dicetak, dengan memberikan toleransi ukuran untuk pengerutan, memberi kelebihan ukuran untuk proses penyesuaian (allowance for

machining), dan memudahkan pelaksanaan pengecoran serta

sudut kemiringan untuk memudahkan menarik model dari rangka bawah( draft), maupun rangka atas (cup).

Pola memiliki peranan yang sangat penting dalam pembuatan benda coran, karena pola sangat mempengaruhi hasil coran yang inginkan. Salah satunya adalah pola mempengaruhi berhasil tidaknya kita dalam membuat cetakan. Pembuatan pola merupakan langkah awal dalam membuat produk yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Pembuatan pola biasanya menghabiskan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan proses-proses lainnya dalam pengecoran. Dalam pembuatan pola memerlukan ketelitian dan kecematan. Ketelitian dan kecermatan tersebut merupakan kunci utama yang menentukan kualitas dan spesifikasi produk yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, pembuatan pola tidak boleh dikerjakan dengan tergesa-gesa dan kasar.

Bahan-bahan yang sering digunakan dalam proses pembuatan pola sangat beragam antara lain kayu, resin sintesis dan logam. Pada pengecoran khusus sering menggunakan plaster atau sering disebut dengan paraffin.

c) Proses pembuatan cetakan

Bahan untuk pembuatan cetakan adalah pasir yang mengandung kadar lempung tertentu, air, tepung tapioka, dan bentonik. Beberapa pasir cetak mengandung tanah liat sebagai pengikat,

(24)

commit to user

sedangkan yang lain mengandung pengikat khusus. Cetakan pasir dibuat dengan tangan dapat pula dengan mesin pencetak.

Pemilihan jenis cetakan dan proses pembuatannya mempunyai beberapa faktor yang perlu diperhatikan, di antaranya:

(1) Biaya peralatan dan bahannya.

(2) Biaya kerja akhir cetakan agar siap pakai. (3) Ketepatan ukuran dan dimensi coran.

(4) Pengendalian cetakan (polusi dan daur ulang bahan).

(5) Biaya akhir coran, pemotongan, pengelasan, perlakuan panas dan pemesinan.

(6) Hasil guna dari cetakan.

(7) Luas lokasi bengkel pengecoran.

Secara garis besar cetakan pasir tersebut dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

(1) Cetakan jenis basah dengan cara sand casting sistem press. (2) Cetakan kering terdiri dari cetakan sistem tempel (tapel;

Jawa) dan Sand casting.

d) Proses Penuangan

Penuangan adalah proses memasukkan cairan logam kedalam rongga cetak yang terdapat pada cetakan. Proses ini merupakan puncak dari pembuatan tuangan walaupun berlangsung dalam waktu yang sangat pendek. Dalam proses ini logam cair yang dikeluarkan dari tanur akan diterima oleh ladel pembawa dan kemudian dituangkan kedalam cetakan dengan nggunakan kowi (gayung) penuang. Kowi penuang biasanya berbentuk kerucut atau silinder. Ladel pembawa dan kowi penuang tersebut terbuat dari plat baja dan bagian dalamnya dilapisi dengan batu tahan api.

e) Pembongkaran dan Pembersihan Coran

Setelah proses penuangan selesai dan logam mengalami pembekuan dalam waktu yang cukup di dalam cetakan selanjutnya kotak-kotak cetakan dikosongkan atau dibongkar dan

(25)

commit to user

benda-benda coran dibersihkan dari pasir, serta tukang cetak menyingkirkan saluran tuang dan penambah dengan martil atau untuk benda coran yang besar digunakan alat potong mesin. Benda-benda tuang dibawa ke tempat-tempat pembersihan untuk menyingkirkan bram-bram yang melekat pada benda hasil coran.

f) Pemeriksaan Hasil Coran

Pemeriksaan hasil coran dilakukan untuk memelihara kualitas dari coran, untuk menekan biaya dengan mengetahui terlebih dahulu produk yang cacat. Menurut Surdia (2000: 195-202), Pemeriksaan coran yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan rupa yang bertujuan untuk meneliti: ketidakteraturan, inklusi retak, retakan dan sebagainya yang terdapat pada permukaan. Pemeriksaan cacat dalam yang bertujuan untuk meneliti adanya cacat seperti rongga udara, rongga penyusutan, inklusi, retakan dan sebagainya dalam hasil coran dengan jalan tanpa merusak atau mematahkan yaitu dengan (sinar radiografi, kekuatan supersonik, dan magnit). Pemeriksaan bahan yang bertujuan untuk memeriksa ketidak teraturan bahan yang diteliti dengan cara pengujian yang telah ditetapkan. Pemeriksaan merusak yang dilakukan dengan cara mematahkan atau memotong produk hasil coran untuk memastikan kualitas produk.

b. Cetakan

Cetakan adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat cairan logam yang akan dibentuk oleh model. Pembuatan cetakan dalam proses pengecoran merupakan hal yang sangat penting dan harus sesuai dengan modelnya masing-masing.

Proses pembuatan cetakan dapat dilakukan dengan menggunakan tangan sampai mesin yang paling modern. Pembuatan cetakan dengan menggunakan tangan dilakukan apabila produksinya dalam jumlah yang kecil, sedangkan untuk bentuk coran yang sulit dan dalam jumlah yang besar dapat dilakukan dengan menggunakan mesin. Pasir cetak harus lebih

(26)

commit to user

halus, karena untuk mendapatkan permukaan yang rata. Pasir cetak tidak perlu tahan panas yang tinggi karena suhu pengecoran untuk paduan aluminium rendah. Untuk memperkuat cetakan atau mempermudah operasi pembuatan cetakan, pasir dicampur dengan pengikat khusus yaitu tanah liat, air-kaca, semen, resin fenol, resin furan atau minyak pengering. Untuk menghindari terjadinya oksidasi pada cairan paduan aluminium pada waktu penuangan, kadar air dalam cetakan harus serendah mungkin.

Dalam pembuatan cetakan diperlukan pola yang digunakan untuk pembuatan cetakan benda coran, pola ini dibuat dengan menyerupai benda yang diinginkan, pola dibuat dari kayu, karena dengan kayu memudahkan pembuatan pola dan ongkos pembuatan yang murah. Kadang-kadang pola dibuat dari logam seperti magnesium, aluminium, maupun besi atau baja. Pola logam digunakan agar dapat menjaga ketelitian ukuran benda cor, terutama dalam masa produksi, sehingga unsur pola bisa lebih lama dan produktifitas lebih tinggi.

Menurut Suhardi (1987: 35), untuk jenis cetakan ditinjau dari bahan cetakan yang dipakai dibagi menjadi dua yaitu cetakan pasir dan cetakan logam.

1) Cetakan Pasir

Pengecoran dengan cetakan pasir adalah proses pengecoran dengan menggunakan pasir sebagai bahan yang digunakan untuk membuat cetakan. Proses pengecoran ini merupakan suatu proses yang paling dikenal dan dipakai. Proses ini sendiri tidak lain adalah menuangkan logam cair kerongga dari cetakan pasir, sehingga diperlukan bahan cetakan yang mampu menahan temperatur yang lebih tinggi dari temperatur logam yang dituangkan. Cetakan ini dibuat dengan jalan memadatkan pasir yang berupa pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung.

Cetakan pasir merupakan cetakan yang paling banyak digunakan, karena memiliki beberapa keunggulan antara lain:

(27)

commit to user

a) Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi, seperti baja, nikel dan titanium

b) Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai dengan ukuran besar

c) Dapat mencetak benda cor dengan bentuk yang sangat rumit. Klasifikasi cetakan pasir yaitu:

a) Cetakan pasir basah

Cetakan pasir basah adalah yang paling murah karena berikatan dengan tanah liat. Tanah liat adalah Aluminium silika yang terdehidrasi dengan sebuah struktur berlapis. Bahan ini cukup kuat, namun akan menjadi getas dalam kondisi kering. Bahan ini mudah dibentuk jika ditambah air. Air terserap pada lapis-lapis pasir sehingga memungkinkan terjadinya gerakan realtif.

Proses pembuatan cetakan pasir basah adalah dengan mencampur pasir dengan tanah liat dalam presentase yang diperlukan, namun kualitas yang superior biasanya dicapai ketika tanah liat berkualitas ditambahkan pada pasir kuarsa murni. Dengan 2% sampai dengan 3% air dan melalui pencampuran didapatkan campuran pasir yang sudah siap diubah dan dicetak. Kata “basah” dalam cetakan pasir basah berati pasir cetak itu masih cukup mengandung air atau lembab ketika logam cair dituangkan ke cetakan itu.

Keunggulan cetakan pasir basah adalah mempunyai karakteristik yang mudah dibentuk dan proses pembuatannya lebih cepat. Kelemahan cetakan pasir basah adalah uap lembab dalam pasir dapat menyebabkan kerusakan pada beberapa coran, tergantung pada logam dan geometri coran.

b) Cetakan pasir kering

Cetakan pasir kering, dibuat dengan menggunakan bahan pengikat tanah liat, kemudian cetakan dikeringkan dalam sebuah oven atau dengan bantuan panas lain sehingga cetakan

(28)

benar-commit to user

benar kering. Pengeringan cetakan dalam oven dapat memperkuat cetakan dan mengeraskan permukaan rongga cetakan.

Cetakan pasir kering menghasilkan benda-benda coran yang sangat bersih dan sedikit gas yang dihasilkan. Hal ini merupakan suatu metode yang lebih aman, terutama pada pengecoran dengan suhu yang lebih tinggi.

2) Cetakan Permanen atau Cetakan Logam

Pengecoran dalam cetakan logam dilaksanakan dengan menuangkan logam cair ke dalam cetakan logam seperti pada cetakan pasir (Tata Surdia dan Kenji Chijiiwa, 1976: 248). Proses penuangannya, logam cair mengalir melalui pintu cetakan, dimana tidak menggunakan tekanan kecuali tekanan yang berasal dari tinggi cairan logam dalam cetakan. Pada umumnya logam cair dituangkan dengan penuh gaya berat walaupun kadang-kadang diperlukan tekanan pada logam cair selama atau setelah penuangan.

Bahan cetakan terutama dipakai besi cor, namun paduan baja paling banyak digunakan. Cara ini dapat membuat coran yang mempunyai ketelitian dan kualitas yang tinggi. Akan tetapi, biaya pembuatan cetakan adalah tinggi sehingga apabila umur cetakan itu dibuat panjang, baru produksi yang ekonomis mungkin dilaksanakan.

Di dalam cetakan logam perlu memberikan bahan pelapis permukaan cetakan agar memudahkan proses pembebasan cetakan dan mengurangi keausan cetakan serta menurunkan kecepatan coran sehingga terhindar dari cacat-cacat. Bahan pelapis yang digunakan untuk melapisi permukaan cetakan logam adalah bahan anorganik yang bersifat tahan api, seperti tanah lempung atau grafit.

Cetakan logam merupakan cetakan yang dapat memberikan hasil coran dengan ketelitian ukuran coran yang sangat baik kalau dibanding pengecoran dengan cetakan pasir dan memiliki permukaan coran yang halus, menghasilkan struktur yang rapat serta sifat mekanis dan sifat tahan tekanan yang sangat baik.

(29)

commit to user

Secara metalurgi pengaruh pendinginan cetakan logam menghasilkan logam coran dengan butir-butir yang halus, sehingga memberikan kekuatan maksimum. Hal ini karena semakin cepat pendinginannya maka semakin halus butir kristal dendrite, sehingga semakin kuat baik kekerasan maupun kekuatan tariknya. Kekurangan dari cetakan logam adalah tidak sesuai dengan jumlah produksi yang kecil karena biaya produksi yang mahal, sukar untuk membuat coran yang berbentuk rumit, pembutan cetakan logam sukar dan mahal, ukuran benda kerja terbatas, serta tidak dapat dipakai untuk pengecoran baja.

c. Dry cell (Baterai Kering)

Baterai kering adalah suatu sumber energi listrik yang diperoleh dengan konversi langsung dari energi kimia dan memiliki elektrolit yang tidak dapat tumpah, dan dapat dipakai dalam segala posisi.

Baterai adalah perangkat yang mampu menghasilkan tegangan DC, yaitu dengan cara mengubah energi kimia yang terkandung di dalamnya menjadi energi listrik melalui reaksi elektro kimia, Redoks (Reduksi– Oksidasi). Baterai terdiri dari beberapa sel listrik, sel listrik tersebut menjadi penyimpan energi listrik dalam bentuk energi kimia. Komposisi yag terkandung dalam baterai kering dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:

(30)

commit to user

Baterai kering ditemukan oleh Leclanche yang mendapat hak paten atas penemuan itu pada tahun 1866. Sel Leclanche terdiri atas suatu silinder zink yang berisi pasta dari campuran batu kawi (MnO2), salmiak (NH4Cl), karbon (C), dan sedikit air (jadi sel ini tidak 100% kering). Zn berfungsi sebagai anoda, sedangkan katoda digunakan elektroda inert, yaitu grafit yang dicelupkan di tengah-tengah pasta. Pasta itu sendiri berfungsi sebagai oksidator.

Tabel 2.1 berikut ini menunjukan hasil penelitian kandungan pada serbuk dry cell .

Tabel 2.1. Penelitian Kandungan Kimia Serbuk Dry cell Bekas (Agita Wirasmara, 2006)

Hasil Penelitian Kandungan Serbuk Dry cell Bekas

No. Kandungan Jumlah

1 NH4Cl 5,95 % berat 2 NH3 0,25 % berat 3 MnO2 7,86 % berat 4 MnO2O3 62,28 % berat 5 Zn 0,18 % berat 6 C 2,76 % berat 7 ZnCl2 15,6 % berat 8 H2O 4,85 % berat d. Aluminium (Al) 1) Sejarah Aluminium

Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy dalam tahun 1809 sebagai suatu unsur, dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh H.C. Oersted. tahun 1825. Secara industri tahun 1886, paul Herbult di Perancis dan C.M. Holl di Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh logam Aluminium dari alumina dengan cara elektrolisis dari garamnya yang terfusi. Sampai sekarang proses Heroult masih dipakai untuk memproduksi aluminium. Penggunaan aluminium sebagai logam setiap tahunnya adalah pada urutan yang kedua setelah besi dan baja, yang tertinggi di antara logam non ferro. Produksi

(31)

commit to user

aluminium tahunan di dunia mencapai 15 juta ton per tahun pada tahun 1981.

Aluminium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik . Untuk meningkatkan kekuatan mekanik aluminiun digunakan dan fisisnya, aluminium sering digunakan dalam bentuk paduan seperti dengan menambahkan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, dan Ni. Secara satu persatu atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dan sebagainya. Material ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, dan konstruksi.

2) Paduan Aluminium

Aluminium banyak digunakan secara luas sebagai bahan industri, juga dalam industri pengecoran logam. Aluminium merupakan logam non

ferro yang memiliki ketahanan korosi yang baik serta sebagai

penghantar panas dan listrik yang baik pula. Dalam bidang teknik aluminium memiliki kelemahan yaitu kekerasan, batas cair dan regangannya rendah, sehingga menyebabkan aluminium murni tidak dapat dipakai sebagai bahan konstruksi. Pembuatan aluminium paduan merupakan salah satu solusi untuk mengurangi kelemahan tersebut. Aluminium dipakai sebagai paduan berbagai logam murni, sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat – sifat mekanisnya dan mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur–unsur lain. Unsur–unsur paduan itu adalah tembaga, silikon, silisium, magnesium, mangan, nikel, dan sebagainya yang dapat mengubah sifat paduan aluminium. Macam–macam unsur paduan aluminium dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(32)

commit to user a) Paduan Al-Si

Paduan Al-Si ditemukan oleh A. Pacz tahun 1921. Paduan Al-Si yang telah diperlakukan panas dinamakan Silumin. Sifat – sifat silumin sangat diperbaiki oleh perlakuan panas dan sedikit diperbaiki oleh unsur paduan. Paduan Al-Si umumnya dipakai dengan 0,15% sampai dengan 0,4%Mn dan 0,5 % Mg. Paduan yang diberi perlakuan pelarutan (solution heat treatment),

quenching, dan aging dinamakan silumin γ, dan yang hanya

mendapat perlakuan aging saja dinamakan silumin β. Paduan Al-Si yang memerlukan perlakuan panas ditambah dengan Mg , Cu dan Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas. (Tata Surdia dan Saito Shinroku, 1992).

b) Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ditemukan oleh A. Wilm dalam usaha mengembangkan paduan aluminium yang kuat yang dinamakan duralumin. Paduan Al-Cu-Mg adalah paduan yang mengandung 4% Cu dan 0,5% Mg serta dapat mengeras dengan sangat dalam beberapa hari oleh penuaan dalam temperatur biasa atau natural aging setalah solution heat treatment dan quenching. Studi tentang logam paduan ini telah banyak dilakukan salah satunya adalah Nishimura yang telah berhasil dalam menemukan senyawa terner yang berada dalam keseimbangan dengan Al, yang kemudian dinamakan senyawa S dan T. Ternyata senyawa S (Al2CuMg) mempunyai kemampuan penuaan pada temperatur biasa. Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg dipakai sebagai bahan dalam industri pesawat terbang (Tata Surdia dan Saito Shinroku, 1992). c) Paduan Al-Mn

Mangan (Mn) adalah unsur yang memperkuat aluminium tanpa mengurangi ketahanan korosi dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan terhadap korosi. Paduan Al-Mn dalam penamaan standar AA adalah paduan Al 3003 dan Al 3004. Komposisi

(33)

commit to user

standar dari paduan Al 3003 adalah Al, 1,2 % Mn, sedangkan komposisi standar Al 3004 adalah Al, 1,2 % Mn, 1,0 % Mg. Paduan Al 3003 dan Al 3004 digunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan panas (Tata Surdia dan Saito Shinroku, 1992).

d) Paduan Al-Mg

Paduan dengan 2% sampai dengan 3 % Mg dapat mudah ditempa dan dirol. Paduan Al 5052 adalah paduan yang biasa dipakai sebagai bahan tempaan. Paduan Al 5052 adalah paduan yang paling kuat dalam sistem ini, dipakai setelah dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan Al 5083 yang dianil adalah paduan antara ( 4,5 % Mg ) kuat dan mudah dilas oleh karena itu sekarang dipakai sebagai bahan untuk tangki LNG (Tata Surdia dan Saito Shinroku, 1992).

e) Paduan Al-Mg-Si

Sebagai paduan Al-Mg-Si dalam sistem klasifikasi AA dapat diperoleh paduan Al 6063 dan Al 6061. Paduan dalam sistem ini mempunyai kekuatan kurang sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduan – paduan lainnya, tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya untuk penempaan, ekstrusi dan sebagainya. Paduan 6063 dipergunakan untuk rangka – rangka konstruksi, karena paduan dalam sistem ini mempunyai kekuatan yang cukup baik tanpa mengurangi hantaran listrik, maka selain dipergunakan untuk rangka konstruksi juga digunakan untuk kabel tenaga (Tata Surdia dan Saito Shinroku, 1992).

f) Paduan Al-Mn-Zn

Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Iragashi dan kawan-kawan mengadakan studi dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan dengan penambahan kira – kira 0,3 % Mn atau Cr dimana butir kristal padat diperhalus dan mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi tegangan tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut

(34)

commit to user

dinamakan ESD atau duralumin super ekstra. Selama perang dunia ke dua di Amerika serikat dengan maksud yang hampir sama telah dikembangkan pula suatu paduan yaitu suatu paduan yang terdiri dari: Al, 5,5 % Zn, 2,5 % Mn, 1,5% Cu, 0,3 % Cr, 0,2 % Mn sekarang dinamakan paduan Al7075. Paduan ini mempunyai kekuatan tertinggi diantara paduan Pengggunaan paduan ini paling besar adalah untuk bahan konstruksi pesawat udara, disamping itu juga digunakan dalam bidang konstruksi (Tata Surdia dan Saito Shinroku, 1992).

Adapun pengaruh unsur-unsur yang terkandung dalam paduan aluminium di antaranya:

a) Unsur Si (silikon)

Unsur Si pada paduan aluminium dapat meningkatkan kekerasan dan mereduksi cacat cracking (retak).

b) Unsur Mn (mangan)

Unsur Mn pada paduan aluminium dapat mereduksi unsur cacat

shrinkage dan meningkatkan hasil coran tanpa cacat.

c) Unsur Fe (besi)

Unsur Fe pada paduan aluminium dapat meningkatkan kekuatan,

machinability, dan mengurangi cacat cracking (retak) serta

menambah kekuatan terhadap beban kejut. d) Unsur Cu (tembaga)

Unsur Cu pada paduan aluminium dapat menambah ketahanan korosi dan menurunkan castability.

e) Unsur Mg (magnesium)

Unsur Mg pada paduan aluminium dapat menambah ketahanan terhadap korosi, mengurangi cacat cracking (retak) serta menambah kekuatan.

f) Unsur Zn (seng)

Unsur Zn pada paduan aluminium dapat meningkatkan fluiditas logam.

(35)

commit to user g) Unsur C (karbon)

Unsur C pada paduan aluminium berperan meninkatkan sifat mekanik pada logam yang hampir dua kali lipat dari keadaan murni.

h) Unsur S (sulfur)

Unsur S pada paduan aluminium bermanfaat sebagai perlindungan terhadap korosi.

i) Unsur Pb (Timbal)

Unsur Pb pada paduan aluminium sebagai unsur paduan untuk meningkatkan machinability.

(Davis, 1988: 744).

3) Peleburan Al

Temperatur tuang pada aluminium cair sangat penting untuk diperhatikan, karena aluminium yang terlalu tinggi temperaturnya sangat rentan terjadi oksidasi. Oksidasi ini dapat menyebabkan terjadinya gelembung udara yang memicu terjadinya porositas coran. Sebaliknya bila aluminium cair temperaturnya terlalu rendah akan cepat terjadi pembekuan sehingga rongga cetakan tidak dapat terisi penuh. Hal tersebut mengakibatkan produk yang gagal (reject

product).

Aluminium cair ketika memiliki temperatur yang tinggi menghasilkan hidrogen. Menurut reaksinya: 2Al + 3HO2 2AlO3 + 3H. Hidrogen ini diperoleh dari udara yang banyak mengandung uap air. Hidrogen yang terjadi dari reaksi tersebut di atas akan terlarut dalam aluminium cair, dan kelarutan hidrogen tersebut akan meningkat seiring dengan laju kenaikan suhu dari aluminium. Hidrogen ini mengakibatkan cacat porositas pada coran aluminium. Oleh karena itu, temperatur aluminium yang akan dituangkan perlu diperiksa suhunya untuk mencegah semakin meningkatnya cacat pada produk cor.

Temperatur tuang sangat perlu untuk diperhatikan. Pada beberapa jenis logam, Temperatur tuang ini sangat berpengaruh signifikan

(36)

commit to user

terhadap kualitas hasil coran. Seperti halnya Aluminium bila suhu tuang sekitar 700°C sampai dengan 800°C maka logam cair tersebut akan mengalami proses oksidasi sehingga slag yang dihasilkan lebih banyak. Dalam hal ini akan merugikan pihak yang melakukan proses pengecoran karena slag ini merupakan kotoran logam yang tidak terpakai.

4) Pembekuan Al

Proses yang ada dalam pembekuan logam ini adalah adanya kontak langsung maupun tidak langsung karena adanya perpindahan panas. Misalnya perpindahan panas tersebut adalah secara konveksi antara coran dengan udara di luar karena rongga permeabilitas cetakan. Dan secara konduksi adalah antara coran dengan cetakan. Dalam hal ini cetakan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pembekuan logam. Untuk setiap jenis cetakan memiliki kecepatan membekukan logam berbeda-beda. Pada cetakan logam, cetakan pasir, dan cetakan kering. Faktor yang lain yang mempengaruhi pembekuan logam adalah aliran logam dalam cetakan dan perpindahan panas selama pembekuan. Pendinginan logam ini sangat berpengaruh terhadap ukuran, bentuk, keseragaman dan komposisi butiran Kristal selama proses pembekuan. Ketika cairan logam dituangkan ke dalam cetakan maka akan terjadi penyerapan panas antara dinding cetakan dengan logam. Laju pembekuan diawali dari sisi paling luar yang kontak langsung dengan cetakan. Panas laten yang dilepas selama pembekuan melambat seiring dengan kecepatan pembekuan. Bagian dari pembekuan tergantung tipe paduan yang dicor. Logam paduan akan mambeku dengan rentan waktu tertentu, hal itu tidak sama dengan logam murni. Dengan kata lain pembekuan diawali dari daerah di bawah garis

liquidus dan pembekuan berakhir bila temperatur logam cair berada

pada garis solidus. Logam cair yang berada dalam rentang tersebut dinamakan kondisi fase bubur (mushy zone).

(37)

commit to user

e. Remelting

Bahan baku pengecoran pada industri kecil tidak selamanya menggunakan bahan murni (aluminium ingot), tetapi menggunakan aluminium skrap atau reject materials dari pengecoran sebelumnya. Proses peleburan logam yang sebelumnya pernah dicor dinamakan remelting.

Remelting merupakan salah satu metode pengecoran daur ulang dengan

melebur kembali material logam yang telah ada. Keuntungan dari remelting ini diantaranya harganya yang relatif murah dan dapat dilakukan oleh industri meskipun hanya skala home industry. Reject materials juga lebih efisien memanfaatkan bahan aluminium yang telah ada. Hasilnya tidak sebagus pengecoran dengan bahan murni namun masih dapat digunakan untuk benda coran yang mendapat perlakuan gaya yang tidak begitu besar. Untuk benda coran pelek misalnya, dalam penggunaannya sering mendapatkan beban kejut.

Peleburan aluminium paduan dengan metode remelting dapat dilakukan di dalam dapur kowi karena aluminium mempunyai titik lebur yang tidak terlalu tinggi. Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena oksidasi, maka perlu dilakukan pemotongan logam menjadi potongan kecil yang diberi panas mula.

f. Porositas

Porositas merupakan cacat produk cor yang dapat menurunkan kualitas hasil coran. Salah satu penyebab terjadinya porositas pada penuangan Aluminium adalah perbedaan suhu yang sangat tinggi antara cetakan dengan logam cair yang dituang. Proses pembekuan diawali pada bagian logam cair yang lebih dahulu mengenai dinding cetakan. Hal ini diakibatkan oleh suhu dinding cetakan yang sangat rendah dibandingkan dengan suhu logam cair. Pembekuan yang cepat dan proses pendinginan yang tidak merata mengakibatkan sejumlah gas terperangkap, sehingga terbentuk pori. Porositas oleh gas dalam benda cetak paduan aluminium silikon akan memberikan pengaruh yang buruk pada kesempurnaan dan kekuatan dari benda tuang tersebut.

(38)

commit to user

Cacat ini dapat dihindari dengan penuangan logam yang cukup temperaturnya, mengontrol jumlah gas yang dihasilkan oleh material (pengurangan unsur Si dan P akan sangat membantu), dan pemberian

degasser. Cacat porositas yang terjadi pada pengecoran logam yaitu: 1) Cacat Porositas Gas

Davis (1988) menyatakan, “Cacat porositas gas disebabkan karena adanya pembentukan gas ketika logam cair dituangkan. Cacat porositas gas berbentuk bulat akibat tekanan gas ini pada proses pembekuan” (hlm. 457). Ukuran cacat porositas gas sebesar ± 2 mm sampai 3 mm, lebih kecil bila dibandingkan dengan cacat porositas

shrinkage. Bentuk cacat gas seperti yang terlihat pada gambar 2.2

berikut:

Gambar 2.2. Cacat Porositas Gas

2) Cacat Porositas Shrinkage

Cacat porositas shrinkage mempunyai bentuk yang tidak bulat (irregular) seperti yang ditunjukan pada gambar 2.3. Ukurannya lebih besar jika dibandingkan dengan cacat porositas gas. Penyebab adanya cacat porositas shrinkage adalah adanya gas hidrogen yang terserap dalam logam cair selama proses penuangan, gas yang terbawa dalam logam cair selama proses peleburan, dan pencairan yang terlalu lama.

(39)

commit to user

0,5 mm

Gambar 2.3. Cacat Porositas Shrinkage

g. Piston

Piston yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah torak adalah komponen penting dalam kendaraan bermotor, karena piston memegang peranan penting dalam proses pembakaran dalam ruang bakar. Material untuk piston merupakan material dengan spesifikasi khusus dan biasanya digunakan bijih aluminium untuk membuat paduannya.

Piston bekerja tanpa henti selama mesin hidup. Komponen ini menerima temperatur dan tekanan tinggi sehingga mutlak harus memiliki daya tahan tinggi. Oleh karena itu, pabrikan kini lebih memilih paduan auminium silikon (Al-Si). Paduan ini diyakini mampu meradiasikan panas yang lebih efisien dibanding material lainnya, karena paduan ini memiliki daya tahan terhadap korosi dan abrasi, koefisien pemuaian yang rendah, dan juga mempunyai kekuatan yang tinggi.

Sementara penyebab utama kerusakan komponen ini adalah ausnya piston yang disebabkan oleh kurang disiplinnya pemakai kendaraan dalam merawat kendaraan terutama dalam pengecekan oli mesin. Jika oli mesin di bawah standar volume yang harus dipenuhi maka piston akan mudah aus karena pelumasannya kurang. Piston yang mengalami kerusakan pada akhirnya tidak dapat bekerja sesuai fungsinya sehinnga akan menjadi limbah.

(40)

commit to user

Untuk mengurangi penggunaan logam aluminium maka limbah piston bekas tersebut dapat dimanfaatkan dengan cara mendaur ulang (remelting).

2. Penelitian yang Relevan

Adapun beberapa penelitian yang relevan dan dijadikan referensi pada penelitian ini antara lain:

a. Penelitian deskriptif analisis Masyrukan (2010) yang menganalisis sifat fisis dan mekanis aluminium (Al) paduan daur ulang dengan menggunakan cetakan logam dan cetakan pasir. Bahan yang digunakan adalah daur ulang aluminium bekas dan pengujian yang dilakukan adalah kekerasan, struktur mikro dan komposisi kimia. Pada penelitian tersebut menyatakan bahwa dari pengamatan struktur mikro pada kedua spesimen uji, terbentuk beberapa fasa yang dapat diamati, yang antara lain: fasa Al (berwarna terang), fasa AlSi (kelabu terang) dan fasa CuAl2 (berwarna kelabu gelap kecoklatan). Terlihat pada aluminium paduan yang dicetak dengan cetakan logam distribusi fasa AlSi dan CuAl2 lebih merata, dengan struktur butiran lebih halus (kecil) dan jarak antar butiran yang rapat. Dengan distribusi dan struktur butiran demikian maka akan dapat meningkatkan nilai kekerasan dari coran yang dihasilkan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa metode pengecoran dengan menggunakan cetakan logam menghasilkan distribusi fasa yang lebih merata bila dibandingkan dengan menggunakan cetakan pasir. Hasil pengujian struktur mikro dapat dilihat pada gambar 2.4 dan 2.5 di bawah ini:

(41)

commit to user

14 µm

Al-Si

Gambar 2.4. Struktur Mikro Spesimen Aluminium daur Ulang dengan Cetakan Logam, dengan Perbesaran 200x

14 µ m

Gambar 2.5. Struktur Mikro Spesimen Aluminium Daur Ulang dengan Cetakan Pasir, dengan Perbesaran 200x

b. Pada penelitian yang dilakukan oleh Agita Wirasmara (2006) tentang studi pengaruh penambahan serbuk baterai bekas pada pengecoran aluminium dengan cetakan pasir. Penelitian ini menggunakan spesimen Al seri 413.0 dan penambahan serbuk dry cell dengan persentase berat yaitu 0,15%, 0,25%, dan 0,30%. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa belum ada penambahan serbuk dry cell yang optimal untuk menciptakan produk cor tanpa cacat. Serbuk baterai cenderung berperan sebagai fluxing berupa higroscopic flux yang lembab, hal tersebut dikarenakan di

(42)

commit to user

dalam serbuk baterai bekas mengandung hidrogen sebanyak 4,85 % berat. Higroscopic flux yang lembab menyebabkan penyerapan hidrogen yang dapat menimbulkan timbulnya cacat porositas shrinkage. Pengamatan struktur mikro pada spesimen penambahan serbuk baterai bekas ditemukan ukurun butir relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran butir ingot.

c. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyudin (1997) yang meneliti sifat kuat tarik paduan Al-Cu-Si dengan cetakan permanen (logam) dan cetakan pasir. Paduan aluminium yang digunakan mengandung 5%Si sampai dengan 10% Si, 0,5 sampai dengan 1% Zn, 3% Cu dan 0,4% Mg. pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik. Pada penelitian ini menyatakan bahwa dengan cetakan logam baik melalui proses aging atau tanpa aging menghasilkan sifat yang lebih baik dari cetakan pasir. Fenomena ini sangat erat hubungannya dengan perbedaan butir dendrit, makin cepat pendinginan cetakan logam makin halus kristal dendrit dan makin kuat. Untuk mengetahui pengaruh jenis cetakan (cetakan logam dan cetakan pasir), semua spesimen dibuat melalui proses pengecoran selain dengan cetakan logam juga dengan cetakan pasir. Spesimen dibagi menjadi dua bagian yaitu untuk proses aging dan sebagai as-cast (non

aging). Perlakuan selanjutnya seluruh spesimen dilakukan pengujian kuat

tarik dan metalografi.

d. Penelitian yang dilakukan oleh Ferencz Peti dan Lucian Grama (2011) yang meneliti kemungkinan penyebab terjadinya cacat porositas pada proses die casting. Ada dua cacat prositas yang diteliti dalam penelitian ini yaitu cacat porositas gas dan cacat porositas shrinkage. Faktor penyebab cacat porositas dikelompokan pada beberapa kategori diantaranya parameter penuangan, volume logam, permukaan cetakan, konstruksi cetakan dan suhu tuang logam. Untuk mengetahui cacat porositas adalah dengan memotong spesimen dan menggosoknya sampai mengkilat, kemudian diberi sinar-X. Cara menganalisisnya menggunakan mikroskop dengan tomografi komputer. Cacat porositas dapat dicegah

(43)

commit to user

dengan cara yang simple yaitu dengan melakukan proses yang baik dan

setup sejak awal untuk tetap di bawah kontrol dengan menjamin stabilitas

proses. Kestabilan proses dapat dijamin dengan memonitor dan menjaga di bawah kontrol proses parameter.

Hubungan beberapa penelitian di atas dengan penelitian ini adalah penggunaan cetakan pasir dan cetakan permanen yang mempunyai pengaruh terhadap sifat fisis dan mekanik paduan Aluminium daur ulang. Hasil penelitian penambahan serbuk dry cell belum menunjukkan perbandingan yang signifikan dan belum diketahuinya penambahan serbuk dry cell yang optimal untuk menghasilkan produk cor tanpa cacat, sehingga pada penelitian ini menambahkan variasi penambahan serbuk dry cell yaitu sebesar 0,30%; 0,50% dan 0,70% berat Aluminium. Cacat porositas dapat menurunkan kualitas hasil coran yang disebabkan oleh beberapa faktor, sehingga juga perlu untuk diteliti.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian pada kajian pustaka maka dapat ditentukan kerangka berpikir sebagai berikut:

Aluminium merupakan jenis logam yang jumlahnya terbesar nomor dua di dunia. Aluminium termasuk unreinforces resources maka perlu dilakukan penghematan. Remelting adalah mengolah kembali logam bekas yang merupakan satu dari terobosan penghematan bahan aluminium dengan konsekuensi hasil coran yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan minim terjadi cacat porositas. Sebagai alternatifnya di home industry memakai serbuk dry cell bekas sebagai bahan degasser. Dalam dry cell terdapat unsur Mn yang dikenal sebagai oksidator kuat yang mereduksi unsur lain. Selain itu terdapat unsur C yang mempengaruhi kekerasan logam, namun masih banyak unsur lain yang terdapat di

dry cell yang dimungkinkan mempengaruhi hasil remelting selain keuntungan di

atas karena secara fisik bahan bekas lebih kotor karena unsur ikutan. Proses pengecoran merupakan proses penuangan logam yang sudah dicairkan ke dalam cetakan. Penggunaan jenis cetakan yang tepat dapat meningkatkan hasil produksi

(44)

commit to user

baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Jenis cetakan yang sering digunakan dalam industri pengecoran antara lain cetakan pasir dan cetakan logam. Suhu penuangan yang ideal, persentase degasser alternatif yang tepat, dan keadaan cetakan akan sangat berpengaruh terhadap hasil remelting dari limbah piston bekas dalam penelitian ini.

Ada dua variabel pokok yang dipakai dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi penambahan serbuk dry cell dan jenis cetakan. Variabel terikatnya adalah sifat fisis hasil remelting piston bekas, meliputi cacat porositas. Untuk lebih jelasnya hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini: X X X X Y 1 11 12 13 X X X X2 21 22 23

Gambar 2.6. Kerangka Berfikir Keterangan :

X1 = variasi jenis cetakan (variabel bebas 1) X11 = jenis cetakan pasir basah X12 = jenis cetakan pasir kering X13 = jenis cetakan logam

X2 = variasi penambahan serbuk dry cell (variabel bebas 2)

X21 = penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,30% berat X22 = penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,50% berat X23 = penambahan serbuk dry cell sebanyak 0,70% berat Y = cacat porositas (variabel terikat)

(45)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di:

a. Pembuatan spesimen uji di Laboratorium Pendidikan Teknik Mesin JPTK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Pengujian persentase berat dan porositas spesimen uji di Laboratorium Material, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Pengujian komposisi bahan di Laboratorium Logam Ceper, Politeknik Manufaktur Ceper.

2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai dengan bulan 0ktober 2012. Jadwal pelaksanaan penelitian seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 berikut ini:

Table 3.1. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Penelitian Tanggal Penelitian

1 Pengajuan Judul 11 April 2012

2 Pembuatan Proposal 21 April 2012 sampai 27 Juli 2012

3 Seminar Proposal 2 Agustus 2012

4 Revisi Proposal 3 Agustus 2012 sampai 16 Agustus 2012

5 Perijinan 27 Agustus 2012 sampai 6 September 2012

6 Penelitian 17 Agustus 2012 sampai 20 September 2012

7 Analisis Data 22 September 2012 sampai 7 Oktober 2012

8 Penulisan Laporan 8 Oktober 2012 sampai 23 Oktober 2012

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang dilakukan di laboratorium dengan perlengkapan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Menurut Sudjana “Desain eksperimen adalah langkah-langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan supaya data yang semestinya

(46)

commit to user

diperlukan dapat diperoleh, sehingga akan membawa kepada analisa obyektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan-persoalan yang sedang dibahas” (1991): 1). Penelitian ini menggunakan desain eksperimen faktorial, diamana eksperimen yang semua taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan dalam eksperimen itu. Pada penelitian ini ada dua variable bebas, maka yang digunakan yaitu X1 dan X2.

Faktor pertama (X1) adalah variasi jenis cetakan yang terdiri dari cetakan pasir basah, cetakan pasir kering, dan cetakan logam. Faktor yang kedua (X2) merupakan variasi penambahan serbuk dry cell bekas yaitu 0,30%; 0,50%; dan 0,70% berat. Pada masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali replikasi (r = 3). Replikasi dilakukan pada kesembilan sampel yang diujicobakan, maka secara umum jumlah data pengukuran dapat ditentukan dari hubungan r x 3 x 3 = 27 data.

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian

Dalam penelitian ini alat yang digunakan adalah :

a. Dapur Peleburan Al

Dapur ini menggunakan dapur sistem kowi, yaitu dapur yang terbuka dengan bahan bakar yang tidak tertutup. Kowi terbuat dari bahan baja yang dilas. Bahan bakar dapur ini menggunakan arang kayu. Dapur peleburan dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini:

(47)

commit to user

b. Kipas Angin

Kipas angin seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.2 berikut berfungsi untuk meniupkan udara bertekanan untuk membantu pada proses pembakaran. Pada proses peleburan dengan bahan bakar padat (kokas atau arang kayu) diperlukan udara yang bertekanan untuk asupan gas oksigen pada proses pembakarannya sehingga panas pada dapur peleburan dapat merata.

Gambar 3.2. kipas Angin

c. Ladle

Ladle adalah alat bantu untuk mengambil logam cair dari tungku dan

menuangkan cairan logam ke dalam cetakan. Bahan untuk membuatnya dari stainless steel atau baja. Alat tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3 di bawah ini:

(48)

commit to user

d. Termometer Digital

Termometer digital seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.4 di bawah digunakan untuk mengetahui suhu aluminium cair pada proses peleburan. Termometer digital yang digunakan adalah termometer digital dengan dual

input KRISBOW tipe KW06-283. Termometer digital ini mampu

mengukur suhu -500C sampai dengan 13000C.

Gambar 3.4. Termometer Digital

e. Temperature Probe

Temperature probe adalah kabel untuk mendeteksi suhu aluminium cair

yang dihubungkan dengan termometer digital. Alat ini merupakan bagian dari termometer digital sebagai kabel input. Temperature probe yang digunakan adalah KRISBOW tipe KW06-298 dengan kemampuan deteksi suhu antara 00C sampai dengan 8000C. Gambar temperature probe pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.5 berikut:

(49)

commit to user

f. Cetakan

Pada penelitian ini cetakan yang diguanakan adalah cetakan pasir basah, cetakan pasir kering dan cetakan logam.

g. Timbangan Digital

Timbangan digital yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital dengan ketelitian 0,001 gr dan beban maksimal penimbangan 500gr. Timbangan ini digunakan untuk meninmbang serbuk dry cell dan menimbang spesimen dalam pengujian porositas,Gambar timbangan dapat dilihat pada Gambar 3.6 di bawah ini:

Gambar 3.6. Timbangan Digital

h. Spectrometer Metal Scane

Spektrometer Metal Scan merupakan alat untuk mengetahui komposisi

unsur-unsur penyusun bahan. Unsur yang dapat terdeteksi base aluminium, yaitu Si, Fe, Cu, Mn, Mg, Cr, Ni, Zn, Sn, Ti, Pb, Be, Ca, Sr, V, Zr. Dengan menggunakan alat ini dapat diketahui kadar silikon pada hasil remelting Al-Si piston bekas yang hasilnya nanti digunakan untuk menentukan densitas teoritisnya. Alat Spektrometer Metal Scan dapat dilihat pada Gambar 3.7 berikut:

(50)

commit to user

Gambar 3.7. Timbangan Digital

i. Kamera

Kamera yang digunakan pada penelitian ini adalah Canon EOS 60D seperti pada Gambar 3.8 dibawah ini. Kamera digunakan untuk pengambilan foto makro permukaan spesimen Al-Si hasil remelting. Hasil foto makro permukaan tersebut digunakan untuk mendukung dalam menganalisis porositas.

Gambar 3.8. Canon EOS 60D

j. Arang

Arang kayu merupakan bahan bakar yang digunakan pada proses peleburan piston bekas dalam dapur peleburan.

k. Mesin Bubut

Mesin bubut adalah suatu mesin perkakas yang dalam proses kerjanya bergerak memutar benda kerja dan menggunakan mata potong pahat (tools) sebagai alat untuk menyayat benda kerja tersebut. Penelitian ini menggunakan mesin bubut “GAP BED LATHE - GUANGZHOU MACHINE TOOLS WORKS” buatan China menggunakan kecepatan

(51)

commit to user

spidel sebesar 700 rpm dan pahat jenis baja HSS untuk menghaluskan permukaan atas dan bawah spesimen yang nantinya akan di foto makro. Mesin bubut yang digunakan dilihat pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9. Mesin Bubut Konvensional

2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Piston Bekas

Piston bekas merupakan salah satu komponen dalam suatu kendaraan bermotor yang sudah tidak dipakai sebagaimana fungsinya. Dalam penelitian ini, menggunakan piston bekas sepeda motor seperti pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10. Piston Bekas

b. Dry cell

Dry cell yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan dry cell

Gambar

Gambar 2.1. Dry Cell
Tabel  2.1  berikut  ini  menunjukan  hasil  penelitian  kandungan  pada  serbuk dry cell
Gambar 2.4. Struktur Mikro Spesimen Aluminium daur Ulang dengan  Cetakan Logam, dengan Perbesaran 200x
Gambar 2.6. Kerangka Berfikir  Keterangan :
+7

Referensi

Dokumen terkait

MBK itu sendiri perlu memenuhi syarat mengikuti program pendidikan inklusif agar tidak menghalang proses pembelajaran dan pengajaran dan tidak melakukan pengubahsuaian yang

Mengkaji semula Laporan Barnes serta melayan kehendak masyarakat Cina yang menganggap laporan tersebut bertujuan menghapuskan bahasa dan budaya orang Cina.. Terdapat beberapa

Dengan menggunakan SWiSH v2.0 tampilan dari aplikasi ini menjadi lebih menarik karena merupakan penggabungan dari elemen-elemen multimedia yaitu gambar, teks, suara, musik, dan

Secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan dan pelatihan serta motivasi kerja terhadap kinerja, tetapi variabel budaya organisasi tidak

Tahap revisi dilakukan apabila hasil penilaian validator ditemukan beberapa bagian yang perlu diperbaiki. LKS yang telah direvisi diberikan kembali kepada validator

Bank Kustodian akan menerbitkan dan mengirimkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan jumlah Unit Penyertaan yang dibeli dan dimiliki serta

Tindakan siklusII yang dilaksanakan selama 80 menit menunjukan hasil yang lebih baik, yaitu nilai rata-rata kelas mencapai 87,50% dan siswa telah mampu berdiskusi dengan baik,

membuktikannya, Kühn menyusun sebuah contoh siklus ilmu pengetahuan yang di dalamnya terdapat hal yang disebutnya dengan “paradigma”, komunitas ilmiah dan revolusi