• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan jenis penyakit jantung yang paling banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab kematian tertinggi di seluruh dunia (Fox et al., 2006). Di Asia Selatan PJK menjadi penyebab 10.6% kejadian fatal kardiovaskular dan sebagai penyebab 1.8 juta kematian atau lebih dari seluruh kematian penyakit kardiovaskular pada tahun 2010 (Lozano et al., 2012). World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2015 penyakit jantung dan pembuluh darah sebagai penyebab 30% dari seluruh kematian (WHO, 2004). Pada tahun 2020 diperkirakan 7,8 juta kematian dari 11,1 juta kematian disebabkan oleh PJK (Tardif, 2010). Di Indonesia, prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 9.2% dan menduduki peringkat pertama sebagai penyebab kematian (Delima, 2009).

Gambaran klinis penyakit jantung koroner beragam, diantaranya adalah angina pektoris stabil. Angina pektoris stabil adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan rasa tidak nyaman di dada, dagu, bahu, punggung atau lengan, yang secara tipikal dipicu oleh aktivitas fisik atau stress emosional, menghilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin. Angina pektoris stabil merupakan diagnosis yang didasarkan pada anamnesis atau riwayat yang digali dari pasien, karenanya diagnosis angina pektoris merupakan diagnosis subyektif (Fox et al., 2006).

Teknologi kedokteran untuk diagnosis dan tatalaksana penyakit jantung dan pembuluh darah berkembang pesat, namun Uji Latih Treadmill (ULT) tetap masih

(2)

2 menjadi metode yang penting dan sering dipergunakan. Uji Latih Treadmill merupakan tes yang paling banyak digunakan untuk evaluasi awal pasien dengan angina pektoris (Tardif, 2010). Selain kemudahan penggunaan, keamanan, biaya yang relatif murah dan pelaksanaan pemeriksaan yang relatif cepat, ULT menjadi penyaring ke arah tindakan invasif yang lebih mahal. Namun demikian, ULT memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang terbatas. Uji latih treadmill secara umum mempunyai sensitivitas antara 60% sampai 70% dan spesifisitas 85% (Kharabsheh et al., 2006).

Uji latih treadmill yang dilakukan pada populasi dengan risiko rendah akan banyak memberikan hasil positif palsu dan belum ada bukti dampak perbaikan luaran klinis pada kelompok pasien ini tanpa riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya. Namun, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Pignone et al. (2003) menyebutkan adanya manfaat uji latih pada kelompok pasien dengan penyakit jantung koroner yang berat karena manfaat dari tindakan revaskularisasi. Tindakan revaskularisasi baik dengan intervensi perkutan maupun bedah pintas pada pasien dengan angina pektoris stabil terbukti berdampak pada peningkatan kualitas hidup (Brorsson et al., 2001).

Laju jantung pemulihan (LJP) setelah ULT merupakan penanda prognosis yang sudah divalidasi baik pada kelompok pasien asimtomatik maupun pasien dengan keluhan nyeri dada. Dalam beberapa penelitian, LJP menit pertama yang abnormal berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan kejadian kardiovaskular, akan tetapi mekanisme serta klinis yang mendasari hubungan antara LJP dengan mortalitas maupun kejadian kardiovaskular ini belum sepenuhnya diketahui (Cole et al., 1999; Nishime et al., 2000; Watanabe et al., 2001).

(3)

3 Pada saat pemulihan, reaktivasi vagal memegang peranan penting dalam penurunan LJP terutama pada 30 detik sampai 1 menit pertama, sehingga semakin besar LJP menit pertama mengindikasikan semakin besar peran reaktivasi vagal (Arai et al., 1989). Pierpont et al. (2004) melaporkan bahwa fungsi vagal yang baik berhubungan dengan peningkatan survival, dan LJP menit pertama dianggap sebagai penanda kuat kebugaran yang diperantarai oleh saraf otonom. Dalam penelitian Po-Hsun et al. (2004) didapatkan bahwa LJP yang abnormal yang diperantarai oleh imbalance otonom berhubungan dengan disfungsi endothel pada PJK, dan LJP yang abnormal ini berhubungan secara signifikan dengan kekakuan pada arteri besar. Laju jantung pemulihan juga menunjukkan kesamaan dengan faktor risiko tradisional lain yang berhubungan dengan luaran klinis.

Hubungan antara LJP setelah ULT dengan lesi koroner juga sudah pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Ghaffari et al. (2011) menemukan bahwa LJP menit pertama yang abnormal setelah ULT pada pasien angina pektoris stabil berhubungan secara independen dengan keparahan lesi koroner. Berbeda dengan penelitian ini, Vivekananthan et al. (2003) dan Lipinski et al. (2004) menemukan bahwa LJP menit pertama berperan sebagai prediktor mortalitas, tetapi tidak berhubungan secara independen dengan lesi koroner. Dalam penelitian lain, Shetler et al. (2001) menemukan bahwa LJP menit pertama berperan sebagai prediktor mortalitas yang baik, namun tidak berperan dalam diagnosis lesi koroner.

Pada penelitian-penelitian di atas, LJP menit pertama selain berperan sebagai penanda prognosis mortalitas pada pasien angina pektoris stabil, LJP juga berperan sebagai prediktor lesi koroner. Namun dalam praktek klinis sehari-hari, LJP setelah ULT belum dimasukkan sebagai salah satu skor risiko atau faktor prognosis yang

(4)

4 dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan manajemen pasien angina pektoris stabil yang dilakukan ULT.

Strategi optimal dalam revaskularisasi menjadi bahan pertimbangan penting dalam manajemen pasien PJK. Skor Syntax (Synergy between percutaneous coronary intervention with Taxus and cardiac surgery) yaitu sistem nilai angiografi yang menilai kompleksitas lesi koroner berdasarkan anatomi koroner dan karakteristik lesi, memiliki nilai prognosis jangka panjang dan berhubungan dengan komplikasi tindakan yang juga dapat mempengaruhi luaran klinis. Skor Syntax merupakan suatu alat penilaian yang membantu pengambilan keputusan manajemen pasien PJK, terutama untuk menentukan pilihan tindakan berdasarkan anatomi koroner (Girasis et al., 2011; Madhavan et al., 2014; Mohr et al., 2013; Van Gal et al., 2009). Belum ada penelitian yang menyatakan hubungan antara LJP dengan kompleksitas lesi koroner yang dinilai dengan Skor Syntax.

B. Masalah Penelitian

Laju jantung pemulihan menit pertama yang abnormal setelah ULT telah terbukti dapat menunjukan prognosis pada populasi pasien angina pektoris stabil dan dapat berperan dalam stratifikasi risiko yang membantu klinisi dalam mengambil keputusan untuk mengevaluasi pasien lebih lanjut dengan angiografi koroner. Namun, hubungan antara LJP dengan kompleksitas lesi koroner masih kontradiktif, dan belum ada penelitian yang menyatakan hubungan antara LJP dengan kompleksitas lesi koroner yang dinilai dengan Skor Syntax. Nilai ini dapat menjadi suatu alat yang dapat membantu klinisi dalam memutuskan metode revaskularisasi pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang kompleks.

(5)

5 C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka dapat dibangun suatu pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Apakah pasien angina pektoris stabil dengan LJP menit pertama yang abnormal setelah ULT memiliki risiko kejadian Skor Syntax tinggi yang lebih tinggi (>1) dibanding pasien angina pektoris stabil dengan LJP menit pertama yang normal?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara LJP menit pertama yang abnormal setelah ULT dengan kompleksitas lesi koroner yang dinilai dengan Skor Syntax pada pasien angina pektoris stabil.

E. Manfaat Penelitian

E.1. Manfaat terhadap Ilmu Pengetahuan

Hubungan antara LJP menit pertama setelah ULT dengan kompleksitas lesi koroner sudah banyak diteliti baik sebagai penanda prognosis mortalitas maupun kejadian kardiovaskular. Laju jantung dalam patofisiologi PJK tidak hanya berperan sebagai penanda prognosis, tetapi berperan juga sebagai faktor risiko atherosklerosis.

E.2. Manfaat Terhadap Aplikasi Klinis

Dengan mengetahui hubungan antara LJP menit pertama setelah ULT dengan kompleksitas lesi koroner yang dinilai dengan Skor Syntax akan didapatkan suatu indikator yang dapat digunakan untuk memprediksi keparahan lesi koroner. Hal ini diharapkan dapat membantu klinisi dalam memperkirakan metode revaskularisasi

(6)

6 yang mungkin akan dilakukan pada pasien sehingga dapat menjadi salah satu pertimbangan klinis dalam merujuk pasien ke pusat yang mempunyai fasilitas revaskularisasi tersebut dan dalam memberikan edukasi kepada pasien.

F. Keaslian Penelitian

Dari studi literatur yang telah dilakukan oleh penulis, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang mengevaluasi hubungan antara LJP menit pertama setelah ULT dengan kompleksitas lesi koroner pada angiografi koroner, yaitu:

1. Ghaffari et al. (2011) pada publikasinya dengan judul Abnormal Heart Rate Recovery after Exercise predicts Coronary Artery Disease Severity, menilai hubungan antara LJP menit pertama dengan keparahan lesi koroner pada pasien angina pektoris stabil yang dilakukan ULT. Laju jantung pemulihan menit pertama pada penelitian ini diukur tanpa melalui fase pendinginan dan dinilai dalam posisi duduk. Laju jantung pemulihan menit pertama didefinisikan abnormal bila LJP ≤18 kali/menit. Keparahan lesi koroner didefinisikan sebagai keterlibatan dua atau lebih pembuluh darah koroner mayor dalam lesi. Pada penelitian ini didapatkan bahwa LJP menit pertama pada pasien angina pektoris stabil berhubungan dengan keparahan lesi koroner.

2. Vivekananthan et al. (2003) pada publikasinya yang berjudul Heart rate recovery after exercise is a predictor of mortality, independent of the angiographic severity of coronary disease, penelitian kohort yang menilai hubungan antara LJP menit pertama yang abnormal dengan kematian pada subyek laki-laki dan perempuan yang dilakukan ULT dan angiografi koroner. Laju jantung pemulihan menit pertama pada penelitian ini diukur melalui fase pendinginan dan dinilai dalam

(7)

7 posisi berdiri. Keparahan lesi koroner dinilai menggunakan Duke CAD Prognostic Severity Index, dikatakan berat bila nilainya 42. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa LJP menit pertama yang abnormal merupakan prediktor mortalitas, dan risiko kematian ini independen terhadap keparahan lesi koroner. Laju jantung pemulihan menit pertama yang abnormal merupakan faktor prognostik tambahan terhadap keparahan lesi koroner, dan bukan faktor prognostik independen.

3. Lipinski et al. (2004) dalam publikasi penelitian yang berjudul Importance of the first two minutes of heart rate recovery after exercise treadmill testing in predicting mortality and the presence of coronary artery disease in men, penelitian retrospektif yang menganalisa hubungan antara LJP dengan data angiografi dan mortalitas pada 2.193 subyek laki-laki. Laju jantung pemulihan diukur tanpa melalui fase pendinginan, diukur dalam posisi berbaring telentang pada menit pertama, kedua, ketiga dan kelima fase pemulihan. Keparahan lesi koroner didefinisikan sebagai keterlibatan lesi pada 2 pembuluh darah jika proksimal LAD terlibat, atau keterlibatan 3 lesi pembuluh darah koroner mayor, atau keterlibatan LM. Pada penelitian ini ditemukan bahwa LJP menit pertama yang abnormal tidak berhubungan secara independen dengan keberadaan atau keparahan lesi koroner.

4. Shetler et al. (2001) dalam publikasi penelitian yang berjudul Heart rate recovery: validation and methodologic issues, penelitian yang bertujuan untuk memvalidasi nilai prognostik LJP yang abnormal setelah ULT dibandingkan dengan respon ULT yang lain, serta mengevaluasi nilai diagnostik serta metodologi pengukuran LJP. Laju jantung pemulihan diukur pada menit pertama, kedua, ketiga dan kelima pada posisi berdiri. Keparahan lesi koroner didefinisikan sebagai keterlibatan 2

(8)

8 pembuluh darah koroner mayor jika melibatkan proksimal LAD, atau keterlibatan 3 pembuluh darah koroner mayor, atau keterlibatan LM dalam lesi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa LJP memiliki nilai prognostik yang penting terhadap mortalitas, namun tidak berperan dalam diagnostik adanya lesi koroner.

Dari data-data tersebut di atas, sepengetahuan penulis belum ada publikasi yang melaporkan hasil penelitian mengenai hubungan antara LJP menit pertama setelah ULT dengan kompleksitas lesi koroner yang dinilai dengan Skor Syntax pada pasien angina pektoris stabil. Penulis juga belum menemukan publikasi mengenai penelitian serupa di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

mendiami pada suatu permukaan di kulit sebagai flora

Tugas akhir ini membahas mengenai penaksiran parameter model regresi dengan metode EGEE untuk multiple- random effects pada kasus variabel respon yang berdistribusi Poisson..

anda analogikan seperti menepuk air di tengah ember, air akan beriak membentuk gelombang ke pinggir ember dan tumpah, itulah gelombang Tsunami dalam skala

Sebelum periode pertama validitas (5 tahun) habis dan setiap 10 tahun sesudahnya, sertifikasi dapat diperpanjang oleh LSP-BATAN untuk periode lima tahun berikutnya

Ada korelasi signifikan secara bersama-sama antara sifat-sifat kepemim- pinan, penggunaan kekuasaan, iklim organisasi sekolah, kriteria sukses, dan komitmen pemimpin

(Purnawan Junadi, 1982) Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin

Boiler atau boleh juga kita sebut juga dengan ketel uap adalah sebuah bejana tertutup yang dapat Boiler atau boleh juga kita sebut juga dengan ketel uap adalah sebuah bejana

1) Merencanakan kegiatan Seksi Pelayanan berdasarkan kegiatan tahun sebelumnya baik rutin maupun pembangunan serta sumber data yang ada sebagai bahan untuk