UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MELALUI LATIHAN MOTORIK HALUS PADA ANAK
TUNAGRAHITA KELAS D I C SEMESTER II DI SDLB NEGERI PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2008/2009 Skripsi Oleh : Zuhriyah X.5107707
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki akal budi dan kehendak bebas maka dari hari ke hari selalu ingin berkembang menuju taraf yang lebih baik .Setiap manusia mempunyai hak untuk mendapat pendidikan dan pengajaran yang layak .Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIII pasal 31, yang berbunyi :
1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Juga ditegaskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi bahwa “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.” (Depdiknas RI, 2003: 23).
Dengan undang-undang tersebut di atas pemerintah Indonesia telah menerapkan pendidikan dengan tidak membedakan bagi warga negara normal maupun yang mengalami kelainan atau ketunaan. Dalam penelitian ini subjek sasaran adalah anak tunagrahita. Anak tunagrahita disediakan SLB-C (Sekolah Luar Biasa Bagian C).
Sekolah untuk anak-anak tunagrahita dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. SLBC (Sekolah Luar Biasa Tunagrahita Ringan) b. SLBC1 (Sekolah Luar Biasa Tunagrahita Sedang)
Selain SLB tersebut diatas disediakan bentuk layanan pendidikan yang baru, yaitu Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Berbeda dengan SLB, SDLB menyelenggarakan pendidikan dasar bagi semua jenis ketunaan dalam satu
sekolah. Berkaitan dengan waktu dan sarana penelitian yang terbatas maka penulis mengarahkan diri pada anak tunagrahita ringan.
Anak tunagrahita ringan adalah anak luar biasa yang bisa juga disebut debil. Kelompok anak ini memiliki IQ diantara 68-52, pada skala Binet dan 69-55 menurut skala Weschler (WISC). Anak tunagrahita ringan masih dapat di didik belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana.
Kemampuan membaca dan menulis menjadi dasar utama. Dengan membaca dan menulis siswa akan memperoleh pengetahuan dan perkembangan daya pikir, sosial dan emosionalnya. Tanpa memiliki kemampuan membaca dan menulis yang memadai sejak dini, anak akan mengalami kesulitan belajar dikemudian hari.
Sehubungan dengan materi pembelajaran di sekolah-sekolah terutama anak tunagrahita ringan dilatih agar mampu membaca, menulis dan menghitung. Untuk keterampilan menulis kita tidak mengelak bahwa keterampilan menulis tersebut berhubungan dengan aktifitas motorik halus dari setiap orang.
Berdasarkan kenyataan yang ada siswa anak tunagrahita kelas D I C SDLB Negari Purworejo kemampuan motorik halusnya rendah. Hal ini menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam menulis permulaan.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas maka penulis mengadakan Penelitian Tindakan Kelas tentang Upaya Peningkatan Kemampuan Menulis Permulaan Melalui Latihan Motorik Halus Pada Anak Tunagrahita Kelas D I C Semester II di SDLB Negeri Purworejo Tahun Pelajaran 2008/2009.
Berdasarkan uraian latar belakang dan fakta di atas penulis menemukan indentifikasi masalah bahwa anak tunagrahita ringan mengalami hambatan dalam motorik halusnya yaitu dalam mempelajari gerak jari-jari tangan sehingga mempengaruhi kemampuan menulis permulaan untuk itu anak tunagrahita ringan perlu latihan motorik halus untuk meningkatkan kemampuan menulis permulaan.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas lebih singkat dan jelas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
Adakah peningkatan kemampuan menulis permulaan melalui latihan motorik halus pada anak tunagrahita kelas D I C di SDLB Negeri Purworejo?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan menulis permulaan melalui latihan motorik halus pada anak tunagrahita kelas D I C di SDLB Negeri Purworejo tahun pelajaran 2008/2009.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Mengembangkan dan penambahan khasanah ilmu tentang kemampuan menulis permulaan anak tunagrahita melalui latihan motorik halus. b. Peluang untuk penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Siswa merasa lebih senang dan termotivasi dalam mengikuti latihan motorik halus sehingga dapat menguasai materi yang disampaikan guru.
b. Upaya menemukan pembelajaran menulis permulaan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak tunagrahita ringan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Anak Tunagrahita a. Pengertian Anak Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mental retarted, mental deficiency, mental defective, dan lain-lain. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama, yang menjelaskan kondisi yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.
Tunagrahita adalah kata lain dari retardasi mental (mental retardation). Arti harfiah dari perkataan tuna adalah merugi. Sedangkan grahita artinya pikiran, seperti namanya tunagrahita ditandai ciri utamanya adalah kelemahan dalam berpikir atau bernalar. Akibat dari kelemahan tersebut anak tunagrahita memiliki kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya berada dibawah rata-rata.
Menurut Depdiknas (2003 : 6). Pengertian anak tunagrahita adalah : Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun social, dan karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus.
Menurut The American Association on Mental Deficiency (AAMD) bahwa : “Keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual umum yang berada dibawah rata-rata dan kelainan dalam perilaku adaptifnya yang diwujudkan selama masa perkembangan “ ( Kufman dan Hallahan, 1986 ) yang dikutip oleh Sutjihati Somantri, (1996 : 86)
Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata secara jelas. Maksudnya usia kecerdasannya berada di bawah usia kalendernya. Di samping itu mereka memperlihatkan kurang harga diri,
mudah rasa cemas, hiperaktif, hipoaktif dan lain sebagainya. (Astati, 1995: 203).
Berdasarkan batasan-batasn tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata atau bisa juga diartikan sebagai kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi, dan ketidakcakapan dalam adaptasi sosial yang diwujudkan selama masa perkembangan dan karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus. Karena keterbatasannya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus, yakni sesuai dengan kemampuan anak tersebut.
b. Faktor Penyebab Anak Tunagrahita
Menurut Bambang Suhendro (1994:30) bahwa : Penyebab anak menjadi tunagrahita atau reterdasi mental dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan usaha-usaha preventif.
Tunagrahita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu genetik, sebab pada masa prenatal, sebab pada masa perinatal, sebab-sebab pada masa postnatal, dan faktor-faktor sosio-kultural.
1) Faktor genetik
Penemuan di bidang biokimia dan genetik telah memberikan penjelasan tentang penyebab tunagrahita. Teknik khusus telah dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya studi jaringan kultur dan identifikasi beberapa kromosom. Penyebab tunagrahita berupa kerusakan biokimaiwi dan abnormalisasi kromosomal.
2) Pada Masa Prenatal
Terdapat beberapa kondisi yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan embrio dan yang menyebabkan kesalahan perkembangan sistem syaraf serta menyebabkan terardasi mental. Pada masa ini terdapat penyebab, antara lain :
a) Infeksi Rubella ( cacar )
Pada awal tahun 1940-an telah ditemukan bahwa virus rubella yang mengenai ibu hamil 3 bulan pertama kehamilan mungkin menyebabkan kerusakan kongenital dan kemungkinan retardasi mental pada anak.
Kerusakan-kerusakan yang dapat ditmbulkan oleh penyakit rubella misalnya gangguan penglihatan, tuli, penyakit hati dan retardasi mental.
b) Faktor Rhesus ( Rh )
Pada manusia 86% memiliki Rh-positif dan 14% memiliki Rh-negatif. Darah Rh-positif dan darah Rh-negatif merupakan pasangan yang saling menolak. Jika keduanya bertemu dalam satu aliran darah yang sama, maka akan terbentuk aglutinin yang menyebabkan sel darah menggumpal dan menghasilkan sel-sel darah yang tidak dewasa dan gagal menjadi sel yang dewasa di dalam sumsum tulang.
Hasil penelitian Yannet dan Liberman seperti dikutip oleh Kirk dan Gallagher ( 1979 :p.119) menunjukan adanya hubungan antara keberadaan Rh darah yang tidak kompatibel pada penderita retardasi mental.
Ketika janin ( fetus) memiliki Rh yang tidak kompatibel dengan darah ibunya, anak itu menjadi retardasi mental kecuali kalau dilakukan perbaikan ( tindakan medis ) pada usia yang sangat dini.
3) Pada masa perinatal
Penyebab ini terjadi pada saat kelahiran yaitu, a) Luka-luka pada saat kelahiran
b) Sesak nafas c) Prematuritas
Luka-luka pada saat kelahiran bisa menyebabkan anak menjadi retardasi mental. Proses kelahiran yang berhubungan dengan lamanya kelahiran dan kesulitan kelahiran, penggunaan alat kedokteran dan lahir sungsang bisa
menyebabkan kerusakan pada otak. Kerusakan pada otak menjadi penyebab adanya retardasi mental.
4) Pada Masa Postnatal
Penyebab retardasi mental pada masa ini bisa karena :
a) Penyakit-penyakit akibat infeksi, misal encephalitis dan meningitis. b) Malnutrisi.
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan resiko yang lebih tinggi terhadap infeksi dan penyakit berbahaya lain.
Kekurangan nutrisi biasanya kekurangan protein terutama pada masa perkembangan anak usia balita sehingga berpengaruh negatif terhadap perkembangan intelektual.
5) Penyebab Sosiokultural
Para psikolog dan pendidik umumnya mempercayai bahwa lingkungan social budaya berpengatuh terhadap kemampuan intelektual manusia.
c. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Pengelompokkan pada umumnya berdasar pada taraf intelegensinya, yang terdiri dari terbelakang ringan, sedang, dan berat. Kemampuan intelegensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan skala Weschler (WISC). Dalam Sutjihati Somantri, (1996:86) Psikologi Anak Luar Biasa.
1) Tunagrahita ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Menurut skala Binet kelompok ini memiliki IQ antara 68 – 52, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ antara 69 – 55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan.
Namun demikian anak terbelakang mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian social secara independen. Ia akan
membelanjakan uangnya dengan tolol tidak dapat merencanakan masa depan dan bahkan suka berbuat kesalahan.
Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal.
Bila dikehendaki mereka ini masih dapat bersekolah di sekolah anak berkesulitan maka ia akan dilayani pada kelas khusus dengan guru dari pendidikan luar biasa.
2) Tunagrahita sedang
Tunagrahita sedang disebut juga embisil. Menurut skala Binet kelompok ini memiliki IQ antara 51 – 36, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ antara 54 – 40. Mereka dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan dan sebagainya.
Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung, walaupun mereka masih dapat menulis secara social misalnya menulis namanya sendiri, alamatnya, dll, dapat dididik mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan pengawasan yang terus menerus.
3) Tunagrahita berat
Tunagrahita berat disebut juga idiot. Menurut skala Binet kelompok ini memiliki IQ antara 32 - 20, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ antara 39 – 25. Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.
d. Karakteristik Anak Tunagrahita
Secara umum karakteristik anak tunagrahita adalah sebagai berikut. 1) belajar dan ingatan
a) kemampuan belajar kurang,
b) mengalami kesulitan menangkap rangsangan,
c) memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan tugas,
d) memiliki kesanggupan yang rendah dalam mengingat dalam jangka waktu yang lama.
2) problem bahasa
a) tingkat kemampuan bahasanya berada di bawah tingkat usia mentalnya,
b) sering mengalami problem bicara (artikulasi, suara, dan gagap). 3) prestasi akademik
a) cenderung berprestasi kurang, terutama dalam bidang membaca, b) kemampuan penalaran hitungan juga rendah,
c) tingkat prestasi optimal kadang-kadang dapat dicapai setinggi anak SD kelas VI.
4) Kepribadian
a) anak yang memiliki intelegensi terbatas potensial memiliki berbagai problem sosial emosi,
b) miskin motivasi,
c) kurang berpandangan luas.
Karakteristik anak tunagrahita menurut penulis adalah: 1. daya ingat rendah
2. kurang dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan usianya 3. kurang perhatian terhadap lingkungan
4. koordinasi gerak kurang
5. perkembangan bicara atau bahasa terlambat.
Salah satu bidang pengajaran bahasa di sekolah dasar dan luar biasa yang memegang peranan penting adalah pengajaran membaca dan menulis. Tanpa memiliki kemampuan membaca dan menulis yang memadai sejak dini, anak akan mengalami kesulitan belajar dikemudian hari. Mengingat pentingnya peranan membaca menulis, maka sudah dilakukan di sekolah luar biasa maupun bukan sekolah luar biasa.
Anak tunagrahita ringan karena perkembangan mentalnya tergolong sub normal akan mengalami kesulitan dalam mengikuti program pengajaran di sekolah dasar. Meskipun demikian anak tunagrahita ringan dipandang masih memiliki potensi untuk menguasai
mata pelajaran akademik di sekolah luar biasa. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
2. Menulis Permulaan a. Pengertian Menulis
Banyak orang yang lebih menyukai membaca dari pada menulis karena menulis dirasakan lebih lambat dan sulit. Meskipun demikian kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian menulis maka penulis ketengahkan beberapa pengertian sebagai berikut.
1) Menurut Kamus Bahasa Indonesia Trisno Yuwono (1994: 440), “Menulis adalah membuat angka (huruf) dengan pena (pensil, kapur) pada sesuatu.” 2) Menurut Lerner dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 192) “Menulis
adalah menuangkan ide dalam suatu bentuk visual.”
3) Menurut Tarigan dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 192) mendefinisikan, “Menulis sebagai melukiskan lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang-orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulis tersebut.”
4) Menurut Poteet dan Hargrove dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 192). “Menulis merupakan penggambaran visual tentang pikiran, perasaan, dan ide dengan menggunakan simbol-simbol sistem bahasa penulisnya untuk keperluan komunikasi atau mencatat.”
Dari beberapa definisi tentang menulis yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa: menulis adalah merupakan salah satu komponen sistem komunikasi, dan menggambarkan pikiran, perasaan, ide ke dalam bentuk lambang-lambang bahasa grafis serta dilakukan untuk mencatat dan komunikasi dengan pena.
Menulis merupakan bagian dari alat komunikasi. Melalui tulisan kita dapat menyampaikan pesan, pikiran atau gagasan-gagasan yang ingin kita sampaikan kepada orang lain, sehingga orang lain mengerti apa yang kita maksud atau inginkan. Di dalam aktivitas menulis terjadi proses yang rumit
karena di dalamnya melibatkan berbagai modalitas, mencakup gerakan tangan, lengan, jari, mata, koordinasi pengalaman belajar, dan kognisi, semua modalitas itu bekerja secara terintegrasi. Oleh karena itu pelajaran menulis terasa begitu berat dan melelahkan. Tidak jarang anak yang belajar menulis menolak untuk menulis banyak-banyak atau bahkan ada juga anak yang kesulitan dalam belajar menulis. Menurut Lovitt (1989 : 225) yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (2003: 194) menyatakan bahwa pelajaran menulis mencakup tiga aspek yaitu:
a) menulis dengan tangan, b) mengeja,
c) menulis ekspresif atau komposisi.
Namun yang akan dibahas disini adalah pengajaran menulis pada aspek menulis dengan tangan (handwriting).
Pengajaran menulis dengan tangan (handwriting) sering disebut pola dengan pengajaran menulis permulaan. Menurut Lerner (1985 : 402 ) yang dkutip oleh Mulyono Abdurrahman ( 2003 : 196) ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak untuk menulis yaitu :
(1) faktor motorik;
(2) perilaku ketika menulis; (3) faktor persepsi;
(4) faktor memori;
(5) kemampuan cross modal; (6) penggunaan tangan ; dan
(7) kemampuan memahami instruksi.
Sebelum anak belajar dan mampu menulis huruf maka faktor-faktor kesiapan tersebut harus dimatangkan terlebih dahulu, terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam motorik, persepsi dan kognisi.
b. Strategi Pengajaran Menulis Permulaan
Modal utama untuk menulis permulaan adalah keterampilan menggerakkan tangan dan jari-jari. Latihan keterampilan menggerakkan tangan ini dengan jalan mencoret-coret di papan tulis, di kertas, dan sebagainya. Modal ini semuannya diberikan kepada anak sebagai persiapan dasar yang dijadikan bekal untuk menulis permulaan sebelum mereka belajar menulis lanjut.
1) Aktifitas kesiapan menulis permulaan a) membiasakan memegang alat tulis
(1) mewarnai dengan menggunakan kuas. Ukuran gagang kuas mulai dari kuas yang bergagang besar sampai yang terkecil. Dalam proses mewarnai ini menekankan pada pembiasaan bukan hasil mewarnainya.
(2) mencoret-coret dengan spidol besar (3) menggambar dengan kapur tulis
(4) mewarnai dengan pensil warna yang gagangnya bebentuk segitiga (5) bagi anak yang sulit untuk memegang alat tulis karena ada
hambatan pada motorik jarinya maka dapat menggunakan alat tulis bantu khusus, di mana alat tulis dapat terikat pada gengaman anak. b) Finger painting
Dalam aktifitas ini dapat digunakan berbagai media dan warna, dapat menggunakan tepung kanji, adonan kue, pasir, dan sebagainya. Aktifitas ini penting dilakukan sebab akan memberikan sensasi pada jari sehingga dapat merasakan control gerakan jarinya dan membentuk konsep gerak membuat halus.
c) menulis di udara
Anak diajak beraktifitas menulis atau menggambar sesuatu di udara dengan tanpa menggunakan media dan alat tulis. Anak mengacungkan telunjuk kemudian mulailah gerakan-gerakan menulis atau menggambar sesuatu di udara dengan telunjuk itu.
2) Kesiapan menulis huruf a) menarik garis
anak diarahkan untuk melakukan aktifitas menarik garis lurus, lengkung, dan melingkar. Pada awalnya arah tarikan garis tidak ditentukan, selanjutnya jika sudah terbiasa menarik garis tersebut, mulai diarahkan mulai menarik garis kiri ke kanan dan dari atas ke bawah.
b) membuat bentuk-bentuk bangun datar, persegi, segitiga, dan lingkaran c) menjiplak bentuk-bentuk huruf
d) menelusuri garis (tracing)
e) menyambungkan titik untuk membentuk huruf f) membuat huruf pada buku berpetak besar g) membuat huruf pada buku garis tiga.
Menurut Lerner (1988: 422), yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman ( 2003 : 198 ) ada lima belas perlunya anak diajar menulis huruf cetak dahulu pada awal belajar permulaan:
1) Aktifitas menggunakan papan tulis
Aktifitas ini dilakukan sebelum pelajaran menulis yang sesungguhnya. Kepada anak disediakan papan tulis dan kapur, dan pada papan tulis ersebut anak diberi kebebasan untuk menggambar garis, lingkaran, bentuk-bentuk geometri, angka, dan sebagainya. Aktifitas tersebut dapat melibatkan motorik kasar dan halus.
Kegunaan aktifitas ini adalah untuk mematangkan motorik kasar, motorik halus dan koordinasi mata-tangan yang merupakan ketrampilan prasyarat dalam belajar menulis.
2) Bahan – bahan lain untuk latihan gerakan menulis
Selain papan tulis, ada bahan-bahan lain yang dapat digunakan untuk melatih gerakan menulis, yang mencakup motorik kasar maupun motorik halus. Bahan-bahan tersebut antara lain adalah kertas yang ditempel pada papan atau dengan menggunakan bak pasir. Pada kertas atau bak pasir tersebut anak dapat berlatih membuat angka, huruf, atau bentuk-bentuk geometri.
Tujuannya yaitu untuk melatih gerakan menulis yang erat kaitannya dengan kematangan motorik halus dan koordinasi mata-tangan
3) Posisi
Untuk latihan menulis, anak hendaknya disediakan kursi yang nyaman dan meja yang cukup berat agar tidak mudah goyang. Kedua tangan anak diletakkan di atas meja, tangan yang satu untuk menulis dan tangan lain untuk memegang kertas bagian atas. 4) Kertas
Posisi kertas untuk menulis cetak sejajar dengan posisi meja, untuk menulis tulisan sambung 60 derajat ke kiri bagi anak yang menggunakan tangan kiri atau kidal.
5) Memegang pensil
Banyak anak memegang pensil dengan cara yang tidak benar. Untuk memegang pensil yang benar, ibu jari dan telunjuk di atas pensil, sedangkan jari tengah beradadi bawah pensil, dan pensil dipegang agak sedikit di atas bagian yang diraut. Bagi anak yang belum dapat memegang pensil dengan cara benar, bagian pensil yang harus dipegang dapat dibatasi dengan selotip. Bagi anak yang sulit memegang pensil dengan benar, pensil dapat dimasukkan ke dalam plastik yang berbentuk segitiga dan anak memegang segitiga tersebut. Bagi anak yang belum dapat memegang pensil latihan dapat dimuali dengan spidol besar, spidol sedang, spidol biasa, dan baru kemudian pensil.
6) Kertas stensil dan karbon
Kepada anak diberikan kertas stensil yang sudah digambari berbagai bentuk. Letakkan kertas polos di atas meja, letakkan karbon di atasnya, dan kemudian letakkan kertas stensil bergambar di atas kkarbon tersebut, diklip, dan selanjutnya anak diminta mengikuti gambar dengan pensil.
7) Menjiplak
Buat bentuk atau tulisan dengan warna hitam tebal di atas kertas yang agak tebal, letakkan di atasnya selembar kertas tipis, dan suruh anak menjiplak bentuk tau tulisan tersebut. Latihan dapat juga menggunakan OHP (Overhead Projector). Berbagai gambar bentuk atau tulisan di tulis di transparansi dan ditayangkan di papan tulis berwarna putih (white board), dan selanjutnya anak diminta menjiplak gambar bentuk atau tulisan tersebut dengan spidol di atas papan putih.
Gambar hendaknya berupa garis-garis tegak lurus (vertikal), horisontal, miring ke kiri, miring ke kanan, lengkung kiri, lengkung kanan, lengkung atas, dan lengkung bawah, dan baru kemudian bentuk segi empat, segitiga, lingkaran, angka, dan huruf. 8) Menggambar di antara dua garis
Anak diberikan selembar kertas bergaris dan anak diminta membuat ”jalan” yang mengikuti atau memotong garis-garis tersebut. Selanjutnya, anak diminta menulis berbagai angka dan huruf diantara garis-garis secara tepat.
9) Titik – titik
Guru membuat dua jenis huruf, huruf yang utuh dan huruf yang terbuat dari titik-titik. Selanjutnya, anak diminta untuk menghubungkan titik-titik tersebut menjadi huruf yang utuh.
10) Menjiplak dengan semakin dikurangi
Pada mulanya guru menulis huruf utuh dana anak diminta unuk menjiplak huruf tersebut. Lama kelamaan guru yang menulis sebagian besar hingga sebagian kecil huruf tersebut dan anak diminta untuk meneruskan penulisannya.
11) Buku bergaris tiga
Buku bergaris tiga sering disebut juga buku tipis-tebal. dengan buku bergaris semacam itu, anak dapat berlatih membuat dan meletakkan huruf-huruf secara benar. Garis dapat diberi warna yang mencolok untuk meningkatkan perhatian anak.
12) Kertas dengan garis pembatas
Anak yang mengalami kesulitan untuk berhenti menulis pada tempat yang telah ditentukan dapat dibantu dengan menggunakan pembatas berupa karton yang diberi ”jendela” atau dibatasi oleh selotip.
Jendela pada karton hendaknya disesuaikan dengan tinggi huruf; huruf a sama tingginya dengan c, e, i, m, n; huruf b sama tingginya dengan d, h, k, l, dan huruf-huruf yang memotong garis seperti f, g, j, dan p.
13) Memperhatikan tingkat kesulitan penulisan huruf
Ada huruf yang mudah dan ada pula huruf yang sulit untuk ditulis. Berbagai huruf yang mudah ditulis adalah m, n, t, i, u, r, s, dan e; sedangkan yang sulit adalah j, p, b, h, k, f, dan g. Anak hendaknya diajar menulis dengan huruf-huruf yang lebih mudah, meningkat ke yang lebih sulit, dan baru kemudian gabungan dari keduanya.
14) Bantuan verbal
Pada saat anak sedang menulis, guru dapat memberikan bantuan dengan mengucapkan petunjuk seperti ”naik”, ”turun”, ”belok”, ”stop”.
15) Kata dan kalimat
Setelah anak mampu menulis huruf-huruf, latihan ditingkatkan dengan menulis kata-kata dan selanjutnya kalimat. Penempatan huruf, ukuran, dan kemiringan hendaknya memperoleh perhatian.
c. Metode Menulis
Membaca dan menulis mempunyai hubungan yang erat. Metode membaca menulis permulaan yang pertama kali dikenal adalah metode SAS,
para guru di Indonesia umumnya mengajarkan huruf cetak lebih dahulu kepada anak, baru kemudian belajar huruf sambung.
Menurut Hagin (Lovitt, 1989: 227) yang dikutip oleh Mulyono Abdurahman ( 2003 : 198 ). Ada lima alasan perlunya anak diajar menulis huruf cetak dahulu pada awal belajar menulis.
1) Huruf cetak lebih mudah dipelajari karena bentuknya sederhana. 2) Buku-buku menggunakan huruf cetak sehingga anak-anak tidak perlu
mengakomodasikan dua bentuk tulisan.
3) Tulisan dengan huruf cetak lebih mudah dibaca daripada tulisan dengan huruf sambung.
4) Huruf cetak digunakan untuk kehidupan sehari-hari seperti mengisi formulir atau berbagai dokumen.
5) Kata-kata yang ditulis dengan huruf cetak lebih mudah dieja karena huruf-huruf tersebut berdiri sendiri-sendiri.
d. Tujuan Keterampilan Menulis
Keterampilan menulis diajarkan dengan tujuan agar siswa mempunyai kemampuan dalam menuangkan ide, pikiran, pengalaman dan pendapatnya dengan benar. Menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa. Untuk itu, menulis perlu dilatihkan secara sering dan ajeg.
Keseringan dan keajekan dalam latihan memberikan peluang agar tulisan siswa berkualitas lebih baik. Keterampilan menulis tidak bisa dikuasai secara otomatis, melainkan harus melalui latihan serta praktek berulang. Tarigan, (1986) dalam http://ardhana12.wordpress.com./2009/01/07 strategi-dalam-pembelajaran-menulis-2/
3. Motorik Halus a. Pengertian Motorik
Motorik adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku gerakan yang dilakukan oleh tubuh manusia. Sedangkan jenis gerakan motorik yaitu: motorik kasar dan motorik halus.
1) Motorik kasar
mencakup keseluruhan otot tubuh dan kemampuan menggerakkan berbagai bagian tubuh (...) seperti aktivitas berjalan, aktivitas balok keseimbangan dan aktivitas motorik kasar lainnya.
a) Aktivitas berjalan (1) berjalan ke depan (2) berjalan mundur (3) berjalan menyamping (4) berjalan bervariasi (5) berjalan meniru hewan
b) berjalan di bulan (meniru langkah astronot di bulan) c) Aktivitas balok keseimbangan
Balok keseimbangan dapat berupa papan datar berukuran 2x4 inci, dapat dibuat lebar atau sempit. Meniti balok yang sempit lebih sulit daripada meniti balok yang lebar.
Kephart dalam Lerner (1988: 294) menyarankan agar balok keseimbangan dibuat dari kayu berukuran 2x4 inci sepanjang 8 sampai 12 kaki. Letak balok harus dijaga agar tidak membahayakan anak.
d) Aktivitas motorik kasar lainnya (1) meloncat
(2) melambung (3) lari cepat bertahap
(4) permainan simpai. (Mulyono Abdurrahman, 2003 : 134). 2) Motorik Halus
Motorik halus berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan. Menurut Dedi Suhardi (1995: 67), yang dikutip oleh Edward Rahantokman (1988:9) “Motorik halus adalah koordinasi dan gerakan halus, serta manipulasi dan ketangkasan dalam menggunakan group otot-otot kecil terutama jari-jari tangan untuk mengontrol gerakan menulis dan mengambil benda.”
Berdasarkan batasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa motorik halus adalah koordinasi dan gerak halus, serta manipulasi dan ketangkasan dalam menggunakan group otot-otot kecil terutama jari-jari tangan untuk mengontrol gerakan menulis, mengambil benda, meletakkan sesuatu atau memegang suatu obyek.
b. Strategi Pengembangan Latihan Motorik Halus
Meskipun anak mungkin dapat melakukan aktifitas motorik kasar dengan baik, dalam melakukan aktifitas motorik halus belum tentu demikian.
Strategi pengembangan motorik halus menurut Mulyono Abdurrahman (2003 : 136 ) mencakup:
1) Melempar
Melempar dapat dilakukan dengan bola berbagai ukuran dan arah lemparan dapat ke guru atau anak lain, atau sasaran tertentu.
2) Menangkap
Menangkap merupakan keterampilan yang lebih sulit daripada melempar. Oleh karena itu, menangkap dapat dimulai dengan bola kain atau bola plastik yang kurang memantul, dan baru setelah anak terampil menangkap benda-benda seperti itu anak dilatih menangkap bola berbagai ukuran.
3) Bermain bola 4) Bermain ban dalam
Ban dalam bekas dapat digunakan untuk latihan menggelindingkan dan menangkap.
5) Bermain bola dari kain
6) Aktifitas koordinasi mata-tangan
Aktivitas koordinasi mata-tangan dapat dilakukan dengan menggabungkan dua titik yang berjauhan, mengarsir gambar, mewarnai gambar, dan sebagainya.
7) Menjiplak (tracing) 8) Menggunting
9) Latihan menggunting dapat mengembangkan kemampuan motorik halus jari tangan, koordinasi mata-tangan, keseimbangan, persepsi visual dan konsentrasi. Langkah pertama dalam latihan menggunting adalah anak diperkenalkan dengan cara kerja gunting. Sebagai awal gunakanlah gunting yang gagangnya ringan dan mudah dibuka-tutup. Awalnya anak boleh menggunakan kedua tangannya untuk memegang gagang gunting. Kedua, ajarkan anak menggunting diantara dua garis lurus. Setelah mahir menggunting diantara dua garis lurus kemudian tingkatkan dengan garis zig-zag, melengkung dan melingkar. Memotong bentuk-bentuk geometri seperti bujur sangkar, empat persegi panjang, segitiga dan sebagainya merupakan aktivitas yang lebih sulit. Ketiga, tahap mahir, yaitu anak menggunting bebas tetapi rapih. Perlu diperhatikan bagi anak yang mengalami hambatan motorik sehingga tidak bisa mengkoordinasikan tangannya untuk memegang kertas sambil menggunting maka ujung kertasnya diisolatif pada meja. 10) Menempel
11) Melipat
Melipat kertas untuk membentuk burung, perahu dan sebagainya merupakan sarana pengembangan motorik halus yang bermanfaat. Pengembangan motorik halus ini merupakan modal dasar anak untuk menulis.
c. Pentingnya Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Beberapa pengaruh perkembangan motorik terhadap perkembangan individu dipaparkan oleh Hurlock (1996) yang dikutip pada 3 Maret 2008 oleh parentingislami sebagai berikut :
1) Melalui keterampilan motorik anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat mainan.
2) Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang independent. Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri.
3) Melalui perkembangan motorik anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas-kelas awal sekolah dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis dan baris-berbaris.
4) Melalui perkembangan motorik memungkinkan anak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebayanya.
5) Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan
self-concept atau kepribadian anak.
B. Kerangka Berpikir
Dalam kehidupan sehari-hari gerak motorik merupakan dasar utama dalam kehidupan manusia, baik itu gerak motorik kasar maupun gerak motorik halus, karena semua itu tidak terlepas dari gerak. Bagi anak tunagrahita yang mempunyai hambatan yang cukup banyak, faktor penyebab dan hambatannya bervariasi. Hambatan itu disebabkan oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar.
Kerusakan pada jaringan susunan urat syaraf menyebabkan tidak berfungsinya susunan syaraf itu. Sehingga proses kerjanya tidak berjalan dengan baik.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka diperlukan suatu latihan motorik pada anak tunagrahita tersebut. Dimana latihan itu diberikan pada anak mulai masuk sekolah sebagai latihan dasar gerak motorik. Latihan ini dapat sebagai terapi sekaligus memberikan latihan penampilan yang baik. Dengan rajin dan tekun mengikuti latihan motorik diharapkan anak mampu untuk mengatasi kekakuan gerak yang mereka alami.
Salah satu bidang pengajaran di sekolah yang erat hubungannya dengan gerak tangan adalah menulis. Bagi anak tingkat persiapan dasar sebelum mereka diberikan materi keterampilan menulis lanjut, kepadanya terlebih dahulu anak diberikan keterampilan menulis permulaan, pada saat anak akan mulai aktivitas menulis permulaan gerak motorik halus diperlukan. Sedangkan latihan ini menggunakan atau menggerakkan jari-jari dan tangan.
Dengan rajin dan tekun mengikuti latihan motorik halus diharapkan kekakuan gerak motorik halus pada anak seperti waktu masih sekolah tidak dialami lagi. Dengan demikian anak-anak tidak akan mengalami kesulitan lagi dalam mengikuti aktivitas menulis.
Kondisi Awal : Kemampuan menulis permulaan siswa rendah Tindakan : Guru menggunakan latihan Motorik Halus Kondisi Akhir : Kemampuan menulis permulaan siswa meningkat
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. (Suharsimi Arikunto, 2006: 71).
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas maka hipotesis penelitian ini adalah :
Ada peningkatan kemampuan menulis permulaan melalui latihan motorik halus pada anak tunagrahita kelas D I C di SDLB Negeri Purworejo.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Setting dalam penelitian ini meliputi: tempat penelitian, waktu penelitian, dan siklus PTK sebagai berikut.
1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDLB Negeri Purworejo mengenai kemampuan menulis permulaan kelas D I C.
Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah anak tunagrahita kelas D I C tahun pel ajaran 2008/2009 dengan jumlah siswa sebanyak 7 anak, terdiri dari 5 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan.
Pemilihan sekolah ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran di sekolah tersebut.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2009.
Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah, karena PTK memerlukan beberapa siklus yang membutuhkan proses belajar mengajar yang efektif di kelas. Sedangkan jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.
3. Siklus PTK
PTK ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk melihat peningkatan kemampuan menulis permulaan melalui latihan motorik halus pada anak tuna grahita.
Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir Guru : Belum menggunakan latihan motorik halus
Siswa :
Hasil menulis meningkat Guru : Lebih kreatif Siswa : Hasil menulis rendah Siklus 1 : 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Pengamatan 4. Refleksi
Hasil menulis masih rendah Siklus 2 : 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Pengamatan 4. Refleksi
Hasil menulis ada peningkatan Siklus 3 : 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Pengamatan 4. Refleksi Hasil menulis meningkat
Bagan 2. Pelaksanaan Siklus Guru :
Menggunakan
latihan motorik halus I melempar bola,
menangkap bola, bermain ban dalam
Guru :
Menggunakan latihan motorik halus II mewarnai gambar, menggunting, menempel kertas warna menguhubungkan titik-titik menjadi huruf Guru : Menggunakan
latihan menulis huruf, kata dan kalimat sederhana
B. Subjek Penelitian
Dalam PTK ini yang menjadi subjek penelitian adalah anak tunagrahita kelas D I C SDLB Negeri Purworejo yang terdiri dari 7 anak dengan komposisi 5 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan.
C. Data dan Sumber Data
Data penelitian yang dikumpulkan berupa informasi tentang kemampuan siswa dalam menulis permulaan, motivasi siswa tentang menulis permulaan, serta kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran di kelas.
Data penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber yang meliputi : 1. informan atau narasumber yaitu siswa dan guru
2. tempat dan peristiwa berlangsungnya aktivitas pembelajaran
3. dokumen atau arsip yang antara lain berupa kurikulum, rencana pelaksanaan pembelajaran dan buku penilaian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan, kajian dokumen, dan tes.
1. Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap guru ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas maupun kinerja siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Pengamatan terhadap guru difokuskan pada kegiataan guru dalam melaksanakan pembelajaran menulis permulaan melalui latihan motorik halus.
Pengamatan terhadap kinerja guru juga diarahkan pada kegiatan guru dalam menjelaskan pelajaran, memotivasi siswa, mengajukan pertanyaan dan menanggapi jawaban siswa, mengelola kelas, memberikan latihan, dan melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Sementara itu pengamatan terhadap siswa difokuskan pada keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, mengerjakan tugas dan lain-lain.
2. Kajian Dokumen
Kajian juga dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip yang ada seperti kurikulum, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dibuat guru, buku atau meteri pelajaran, hasil tulisan siswa dan nilai yang diberikan guru. (ulangan harian).
3. Tes
Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh hasil yang diperoleh siswa setelah kegiatan pemberian tindakan.
Tes diberikan pada awal kegiatan penelitian untuk mengidentifikasi kekurangan atau kelemahan siswa dalam menulis permulaan dan setiap akhir siklus untuk mengetahui peningkatan mutu hasil menulis siswa. Dengan kata lain, tes disusun dan dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan menulis siswa sesuai dengan siklus yang ada.
E. Validitas Data
Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data adalah triangulasi. Lexy J. Moleong, (1995: 178) yang dikutip oleh Sarwiji Suwandi ( 2008 : 69). Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembandingan data itu. Teknik triangulasi yang digunakan antara lain berupa triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data.
Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak tunagrahita dalam kegiatan menulis dan faktor-faktor penyebabnya, peneliti memberikan tes menulis permulaan dan selanjutnya menganalisis hasil tulisan itu untuk mengidentifikasi kesalahan yang masih mereka buat.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik deskriptif komparatif (statistik deskriptif komparatif). Teknik statistik deskriptif komparatif digunakan untuk data kuantitatif yaitu dengan membandingkan hasil antar setiap siklus.
Peneliti membandingkan hasil sebelum penelitian dengan hasil pada akhir setiap siklus. Membandingkan rerata nilai kemampuan menulis siswa pada kondisi sebelum tindakan, setelah siklus I,siklus II dan setelah siklus III.
G. Indikator Kinerja
Dalam PTK ini yang akan dilihat indikator kinerjanya selain siswa adalah guru, karena guru merupakan fasilitator yang sangat berpengaruh terhadap kinerja siswa.
1. Siswa
a. Tes kemampuan menulis permulaan diberikan sebelum dan sesudah diberi tindakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis permulaan. Kriteria penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan menulis permulaan adalah sebagai berikut : baik, cukup, kurang di mana
Baik : 3 Cukup : 2 Kurang : 1
Sedangkan persentase perolehan skor setiap siswa dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
%
p
=
skor maksiskor perolehanmum´
100
Keterangan: p = persentase.Pembelajaran dikatakan berhasil apabila persentase yang diperoleh masing-masing siswa mengalami kenaikan minimal menjadi 60%.
b. Observasi : keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar menulis permulaan.
2. Guru
a. Dokumen : kehadiran siswa
b. Observasi : hasil observasi dalam melaksanakan pembelajaran menulis permulaan
H. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart yang dikutip oleh Suharsini Arikunto (2006: 90) yang terdiri dari 3 siklus dan masing-masing siklus menggunakan empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Siklus 1
1. Tahap Perencanaan (Planning)
Pada tahap ini peneliti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) lengkap dengan instrumen tes dan lembar tugas siswa, menyiapkan peralatan yang diperlukan untuk latihan motorik halus I.
2. Tindakan (Acting)
Melaksanakan pembelajaran menulis huruf, kata, dan kalimat sederhana di kelas atau ruangan dan mengadakan latihan motorik halus I.
Dengan materi sebagai berikut : a. Melempar bola
Peneliti menyediakan 2 bola mainan, satu bula kecil, satu bola besar. Bola tersebut digunakan untuk mainan dengan cara peneliti memberikan contoh melempar bola tersebut, kemudian siswa menirukan contoh.
b. Menangkap bola
Peneliti menyediakan bola kain atau bola plastik yang kurang memantul. Peneliti memberi contoh cara menangkap bola tersebut kemudian siswa menerimanya.
c. Bermain ban dalam
Peneliti menyediakan ban dalam bekas, kemudian peneliti memberikan contoh menggelindingkan dan menangkap. Siswa menirukan contoh. 3. Pengamatan (Observation)
Pada saat melakukan tindakan penelitian melakukan pengamatan terhadap semua kegiatan siswa, konsentrasi siswa selama pembelajaran menulis permulaan, keaktifan siswa dalam mengikuti latihan motorik I.
4. Refleksi (Reflecting)
Setelah kegiatan inti, berdasarkan hasil obervasi, peneliti melakukan refleksi untuk menilai sejauh mana kemampuan siswa mengikuti latihan motorik I dan kemampuan siswa dalam menulis permulaan setelah mendapat latihan motorik I tersebut.
Selain itu juga mencari solusi atas hambatan-hambatan yang muncul untuk diperbaiki pada siklus kedua.
Siklus 2
1. Perencanaan (Planning)
Pada tahap ini peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, lengkap dengan instrumen tes dan lembar tugas siswa, menyiapkan peralatan yang diperlukan untuk latihan motorik halus II.
2. Tindakan (Acting)
Pada kegiatan selanjutnya melaksanakan pembelajaran menulis huruf, kata, dan kalimat sederhana serta mengadakan latihan motorik halus II dengan kesulitan yang lebih tinggi dengan materi sebagai berikut :
a. Mewarnai gambar
Peneliti menyediakan gambar dan pensil warna kemudian siswa diminta untuk mewarnai gambar tersebut dengan baik.
b. Menggunting
Peneliti menyediakan kertas manila yang diberi sebuah gambar dan peneliti menyediakan 7 gunting, kemudian penulis memberi contoh terlebih dahulu pada sebuah pola gambar, kemudian siswa dianalisa untuk menggunting pola tersebut dengan baik dan lancar.
c. Menempel kertas warna
Peneliti menyediakan kertas manila putih yang sudah diberi gambar bunga, kemudian peneliti memberi contoh untuk menempel sebuah kertas warna yang sudah dibentuk gambar bunga pada kertas yang berwarna putih, kemudian siswa disuruh untuk mencontoh menempel kertas warna
tersebut pada kertas putih sehingga menjadi bentuk bunga yang indah. Ini dilakukan 2-3 kali cara untuk menempel.
d. Menghubungkan titik-titik sehingga menjadi bentuk huruf
Peneliti menyediakan bentuk huruf, siswa diminta untuk menghubungkan titik-titik sehingga menjadi bentuk huruf. Latihan ini dilakukan 2 kali. 3. Pengamatan (Observastion)
Saat melakukan pengamatan peneliti melakukan pengamatan terhadap semua kegiatan siswa bagaimana kesiapan siswa dalam pembelajaran, konsentrasi siswa selama pembelajaran menulis permulaan, keaktifan siswa dalam mengikuti latihan motorik halus II.
4. Refleksi (Reflecting)
Setelah kegiatan inti, berdasarkan hasil observasi,peneliti melakukan refleksi untuk menilai sejauh mana kemampuan siswa dalam menulis permulaan setelah mendapatkan latihan motorik II.
Mencari solusi dari hambatan-hambatan yang muncul untuk diperbaiki dalam siklus ke 3.
Siklus 3
1. Perencanaan (Planning)
Pada siklus ketiga ini peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, membuat instrumen tes dan menyiapkan lembar tugas siswa. 2. Tindakan (Acting)
Pada kegiatan ini peneliti melaksanakan tes menulis huruf vokal, menulis huruf konsonan, menulis kata dan menulis kalimat sederhana.
3. Pengamatan (Observation)
Saat melakukan pengamatan peneliti melakukan pengamatan terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam menulis permulaan.
4. Refleksi (Reflecting)
Setelah mengikuti latihan motorik I dan latihan motorik halus II kemampuan siswa dalam menulis permulaan meningkat.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan pada permasalahan yang dihadapi siswa dalam kegiatan menulis serta berbagai faktor penyebab munculnya permasalahan sebagaimana telah dikemukakan pada bagian pendahuluan dilakukan serangkaian tindakan guna mengatasi permasalahan tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa latihan motorik halus dipandang tepat dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis permulaan pada anak tunagrahita.
Prosedur penelitian yang ditempuh meliputi (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi ( reflecting). Dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan dalam tiga siklus sebagaimana pemaparan berikut ini.
A. Siklus Pertama
Siklus pertama terdiri dari empat tahap yakni: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
1. Perencanaan (Planning)
Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, membuat instrument tes dan lembar tugas siswa, menyiapkan peralatan yang diperlukan dalam latihan motorik halus I.
2. Tindakan (Acting)
Pada saat awal siklus pertama pelaksanaan belum sesuai dengan rencana. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a. sebagian siswa belum terbiasa mengikuti latihan motorik halus dengan menggunakan jari tangan terutama pada saat latihan menangkap bola sebagian siswa ada yang merasa takut ketika guru melemparkan bola kepada siswa dan siswa diminta untuk menangkap bola tersebut.
b. sebagian siswa belum terbiasa mengikuti latihan menggelingingkan dan menangkap ban dalam bekas. Sebagian siswa ada yang merasa takut ketika guru meminta siswa menangkap ban yang digelindingkan ke arahnya.
Untuk mengatasi masalah di atas dilakukan upaya sebagai berikut.
a. Guru dengan sabar memberi pengertian kepada siswa agar tidak takut ketika menangkap bola maupun menangkap ban dalam dan guru memberi contoh cara menangkapnya.
b. Guru membantu siswa yang belum mampu untuk menangkap bola maupun menangkap ban dalam..
Pada akhir siklus pertama dari hasil pengamatan guru dapat disimpulkan bahwa:
a. Siswa mulai terbiasa mengikuti latihan motorik halus yaitu menangkap bola dan menangkap ban dalam bekas.
b. Siswa mampu melakukan sendiri meskipun belum maksimal hasilnya. 3. Pengamatan (Observing)
a. Hasil pengamatan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar menulis permulaan selama siklus pertama
Dalam kegiatan belajar mengajar guru menugasi siswa membuat macam-macam garis terlebih dahulu di antaranya garis lurus, garis lengkung dan lingkaran. Selanjutnya guru menugasi siswa menulis huruf vokal, huruf konsonan, kata dan kalimat sederhana.
Guru memandu mereka cara menulis, cara memegang pensil dan menggoreskan pensil di lembar tugas siswa. Sebagian siswa dalam menulis hurufnya berubah tidak sesuai dengan contoh guru ada beberapa huruf yang terbalik penulisannya, misalnya:
n manjadi u, p menjadi b, d menjadi b, s menjadi z, m menjadi w, e menjadi 9, r menjadi n.
Berdasarkan hasil pengamatan tentang kemampuan menulis permulaan pada siklus pertama, maka dapat penulis sajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel 1. Perolehan Skor Rerata Menulis Permulaan Sesudah Diadakan Latihan Motorik Halus I
No. Nama Siswa Skor
Perolehan
Skor
Maksimal Persentase Ket.
1. DW 21 36 58 2. JF 16 36 44 Terendah 3. IT 22 36 61 4. AR 26 36 72 5. AJ 18 36 50 6. AF 27 36 75 7. RI 28 36 78 Tertinggi Rerata 22,57 36 63 0 10 20 30 40 50 60 70 80 P e rs e n ta s e DW JF IT AR AJ AF RI Nam a Sisw a
Grafik 1. Perolehan Skor Menulis Permulaan pada Siklus I
Dari hasil pengamatan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran masih tergolong rendah. Dari skor maksimal 36, skor perolehan rata-rata hanya mencapai 22,57 atau 63%.
b. Hasil pengamatan siklus I Aktivitas Guru dalam Proses Belajar Mengajar Dari pengamatan dapat dikemukakan bahwa baru sebagian siswa menunjukkan keaktifannya. Belum maksimalnya peran serta siswa dalam mengerjakan tugas tersebut terutama disebabkan oleh masih besarnya peran guru, guru banyak memberikan bantuan kepada siswanya.
4. Refleksi (Reflecting)
Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada siklus pertama adalah sebagai berikut.
a. Guru banyak memberikan bantuan kepada siswa.
b. Sebagian siswa belum terbiasa mengikuti latihan motorik halus I.
c. Sebagian siswa ada yang belum mampu menulis sesuai contoh, hal ini karena faktor tergesa-gesaan, kelelahan dan sebagainya.
B. Siklus Kedua
Seperti pada siklus pertama, siklus kedua ini terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
1. Perencanaan (Planning)
Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, membuat instrument tes, dan lembar tugas siswa, menyiapkan peralatan yang diperlukan untuk kegiatan latihan motorik halus II.
2. Tindakan (Acting)
Suasana pembelajaran sudah hampir sesuai dengan rencana. Hal ini disebabkan oleh:
a. Sebagian besar siswa sudah mampu mengikuti latihan motorik halus II. b. Hanya sebagian kecil siswa masih mengalami kesulitan mengikuti
latihan terutama menggunting pola, ada sebagian siswa dalam menggunting tidak sesuai dengan pola yang ada mereka menggunting tidak menurut garis.
3. Pengamatan (Observing)
Berdasarkan hasil pengamatan tentang kemampuan menulis permulaan pada siklus kedua, maka dapat penulis sajikan data hasil penelitian dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel 2. Perolehan Skor Rerata Menulis Permulaan Sesudah Latihan Motorik Halus II
No. Nama Siswa Skor
Perolehan
Skor
Maksimal Persentase Ket.
1. DW 26 36 72 2. JF 21 36 58 Terendah 3. IT 27 36 75 4. AR 28 36 78 5. AJ 23 36 64 6. AF 29 36 81 7. RI 30 36 83 Tertinggi Rerata 26,28 36 73 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 P e rs e n ta s e DW JF IT AR AJ AF RI Nam a Sisw a
Grafik 2. Perolehan Skor Menulis Permulaan pada Siklus II
a. Hasil Pengamatan kemampuan menulis permulaan siswa mengalami peningkatan dari siklus pertama. Yaitu dari skor maksimal 36, diperoleh skor rerata mencapai 26,28 atau 73%.
b. Guru nampak lebih mendorong siswa untuk lebih aktif mengikuti pembelajaran baik latihan motorik halus maupun pembelajaran menulis permulaan.
4. Refleksi (Reflecting)
Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus kedua ini adalah sebagai berikut.
a. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dan evaluasi terhadap tulisan siswa mengalami peningkatan.
b. Mayoritas siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan guru dengan baik.
c. Meningkatnya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar didukung oleh meningkatnya keaktifan guru dalam membimbing siswa saat siswa mengalami kesulitan selama proses belajar mengajar.
C. Siklus Ketiga
Sama seperti pada siklus pertama dan kedua, siklus ketiga ini terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
1. Perencanaan (Planning)
Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, membuat instrument tes, dan menyiapkan lembar tugas siswa.
2. Tindakan (Acting)
a. Suasana pembelajaran menulis huruf vokal, huruf konsonan, kata dan kalimat sederhana berlangsung lebih baik. Tugas yang diberikan guru kepada siswanya mampu dikerjakan lebih baik lagi.
b. Sebagian besar siswa kemampuan menulisnya mengalami peningkatan. 3. Pengamatan (Observing)
Hasil pengamatan selama siklus ketiga dapat penulis sajikan data hasil tes menulis permulaan adalah sebagai berikut..
Tabel 3. Perolehan Skor Rerata Menulis Permulaan Sesudah Diadakan Latihan Motorik Halus I dan II
No. Nama Siswa Skor
Perolehan
Skor
Maksimal Persentase Ket.
1. DW 30 36 83 2. JF 24 36 67 Terendah 3. IT 31 36 86 4. AR 33 36 92 5. AJ 28 36 78 6. AF 34 36 94 7. RI 35 36 96 Tertinggi Rerata 30,71 36 85
0 20 40 60 80 100 P e rs e n ta s e DW JF IT AR AJ AF RI Nam a Sisw a
Grafik 3. Perolehan Skor Menulis Permulaan pada Siklus III
a. Hasil pengamatan kemampuan menulis permulaan siswa mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kemampuan menulis mereka pada siklus-siklus sebelumnya. Dari skor rerata 22,57 pada siklus pertama, 26,28 pada siklus kedua dan 30,71 atau 85% pada siklus ketiga. Hal ini berarti menunjukkan peningkatan yang cukup berarti.
b. Guru telah mampu mengatasi segala hal yang menghambat kegiatan belajar-mengajar dengan mengadakan perbaikan yang dirasa masih kurang.
4. Refleksi (Reflecting)
Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus ketiga ini adalah sebagai berikut.
a. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dan evaluasi terhadap tulisan siswa mengalami peningkatan.
b. Mayoritas siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru dengan lebih baik lagi.
c. Meningkatnya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar didukung oleh meningkatnya keaktifan guru dalam membimbing siswa saat siswa mengalami kesulitan selama proses belajar mengajar.
Tabel 4. Perolehan Skor Menulis Permulaan Sebelum dan Sesudah Siklus I, II, dan III
Skor Perolehan No. Nama Siswa
Sebelum Siklus I Siklus II Siklus III
1. DW 53 58 72 83 2. JF 39 44 58 67 3. IT 56 61 75 86 4. AR 67 72 78 92 5. AJ 47 50 64 78 6. AF 69 75 81 94 7. RI 72 78 83 96 Rerata 58 63 73 85
Grafik 4. Perolehan Skor Menulis Permulaan Sebelum dan Sesudah Siklus I, II, dan III
0 20 40 60 80 100 120 Sebelum D W J F I T A R A J A F R I Siklus I Siklus II Siklus III
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas tentang upaya peningkatan kemampuan menulis permulaan melalui latihan motorik halus pada anak tunagrahita kelas D C I semester II di SDLB Negeri Purworejo tahun pela jaran 2008/2009 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Bahwa melalui latihan motorik halus dapat meningkatkan kemampuan menulis permulaan pada anak tunagrahita kelas D I C semester II di SDLB Negeri Purworejo tahun pelajaran 2008/2009.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas maka dikemukakan saran sebagai berikut. 1. Bagi siswa SDLB Negeri Purworejo kelas D 1 C karena adanya hasil yang
positif dari latihan motorik halus dengan menulis permulaan maka kepada semua siswa agar lebih giat dalam mengikuti latihan motorik halus yang dilaksanakan di sekolah maupun di rumah. Sehingga hasil dari latihan motorik halus tersebut dapat digunakan sebagai modal mengembangkan kemampuan menulis.
2. Bagi sekolah hendaknya menyediakan sarana berupa alat peraga yang dapat mendukung pelaksanaan latihan motorik halus bagi anak tunagrahita ringan.
DAFTAR PUSTAKA
“Aspek Perkembangan Motorik dan Keterhubungannya dengan Aspek Fisik dan Intelektual Anak (Part 2)”. 2008. Maret. 3.
Astati. 1995. Terapi Okupasi, Bermain, Dan Musik Untuk Anak Tunagrahita. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Bambang Suhendro. 1994. Ortopedagogik Umum. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Departemen Agama RI. 1971. Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta.
Depdiknas. 2003. Identifikasi Anak Luar Biasa. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa.
. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Dasar Luar
Biasa Tunagrahita Ringan (SDLB-C). Jakarta.
Edward Rahantokman. 1988. Belajar Motorik Teori Dan Aplikasinya Dalam
Pendidikan Jasmani Dan Olahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan.
http://ardhana12.wordpress.com. “Strategi Dalam Pembelajaran Menulis 2”. 2009. Januari. 7.
http://id.wikipedia.org. “Gerakan Motorik”. 2009. Februari. 23.
http://pembelajaranguru.wordpress.com. “Perkembangan Motorik Kasar dan Perkembangan Motorik Halus”. 2008. Mei. 25.
Iim Imandala. 2009. Pebruari. “Pengajaran Menulis”. http://www.plbjabar.com Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Rohmat Wahab. 1993. Mengenal Anak Berkelainan. Yogyakarta. IKIP.
Sarwiji Suwandi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Dan Penulisan Karya
Ilmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13.
Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Sunardi. 1995. Kecenderungan Dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sutjihati Somantri. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Trisno Yuwono dan Pius Abdullah. 1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Arkola.