• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. dan memberikan profit yang lebih bagi perusahaan. kesopanan), karakteristik sensori (bau, rasa) (Suardi, 2003).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. dan memberikan profit yang lebih bagi perusahaan. kesopanan), karakteristik sensori (bau, rasa) (Suardi, 2003)."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN PROPOSISI

2.1 Tinjauan Teoretis

Beberapa pandangan teoretis mengenai kualitas, biaya kualitas, efisiensi, biaya kualitas dan pengendalian kualitas. Tujuan dari semua itu tidak lain untuk menarik konsumen dan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap produk kita. Sehingga mereka tetap loyal kepada produk kita. Hal ini akan meningkatkan volume yang dapat dioperasikan dalam skala ekonomis dan memberikan profit yang lebih bagi perusahaan.

2.1.1 Definisi Kualitas

Kualitas menurut ISO 9000:2000 adalah derajat atau tingkat karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan/keinginan. Maksud derajat atau tingkat adalah selalu ada peningkatan setiap saat. Sedangkan karakteristik berarti hal-hal yang dimiliki produk, yaitu: karakteristik fisik (elektrikal, mekanikal, biologikal), karakteristik perilaku (kejujuran, kesopanan), karakteristik sensori (bau, rasa) (Suardi, 2003).

Menurut Blocher et al. (2007) kualitas (quality ) adalah produk atau jasa sesuai dengan desain atau spesifikasi dan memenuhi atau melebihi harapan pelanggan pada harga bersaing yang bersedia dibayar pelanggan.

(2)

Kualitas adalah derajat atau tingkat kesempurnaan. Dalam arti, kualitas merupakan sesuatu yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan (Hansen dan Mowen, 2009).

Dari banyak penjelasan diatas mengenai pengertian kualitas, semua memiliki tujuan yang sama yaitu menghasilkan atau membuat suatu barang yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan sehingga membuat pelanggan puas dengan produk yang dihasilkan.

2.1.1.1 Dimensi Kualitas

Harapan (ekspektasi) pelanggan dapat dijelaskan melalui atribut-atribut kualitas atau hal-hal yang sering disebut dimensi kualitas. Hansen dan Mowen (2009) mengungkapkan delapan dimensi kualitas agar produk atau jasa memenuhi atau melebihi harapan pelanggan:

1. Kinerja (Performance)

Tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk 2. Estetika (Aesthetics)

Berhubungan dengan penampilan wujud produk (misalnya, gaya dan keindahan) serta penampilan fasilitas, peralatan, personalia, dan materi komunikasi yang berkaitan dengan jasa.

3. Kemudahan perawatan dan perbaikan (Servicebility)

Berkaitan dengan kemudahan merawat dan memperbaiki produk. 4. Keunikan (Features)

(3)

Karakteristik produk yang berbeda secara fungsional dari produk-produk sejenis.

5. Reliabilitas (Reliability)

Probabilitas produk atau jasa menjalankan fungsi dimaksud dalam jangka waktu tertentu.

6. Durabilitas (Durability)

Umur manfaat dari fungsi produk.

7. Kesesuaian kualitas (Quality of conformance)

Ukuran mengenai apakah sebuah produk atau jasa lebih memenuhi spesifikasinya.

8. Ketepatan dalam penggunaan (Fitness for use)

Ketepatan dari sebuah produk menjalankan fungsi-fungsi sebagaimana yang diiklankan.

2.1.1.2 Faktor – Faktor Mendasar yang Mempengaruhi Kualitas

Faktor-faktor mendasar yang mempengaruhi kualitas adalah sembilan bidang dasar yang sering disebut 9M (Feigenbaum, 1992), yaitu:

1. Market (Pasar)

Pada masa sekarang pasar lebih luas ruang lingkupnya dan bahkan secara fungsional lebih terspesialisasi di dalam barang dan jasa yang ditawarkan. 2. Money (Uang)

(4)

Untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, perusahaan memerlukan adanya biaya. Biaya yang digunakan untuk usaha meningkatkan kualitas disebut biaya kualitas.

3. Management (Manajemen)

Manajemen yang berkualitas adalah manajemen yang mampu mengalokasikan tanggung jawab setiap manajer di bidangnya masing-masing secara tepat untuk mengoreksi penyimpangan dari standar kualitas yang telah ditentukan.

4. Men (Manusia)

Dengan adanya manusia yang mempunyai keahlian di bidangnya masing-masing, perusahaan akan merencanakan, menciptakan dan mengoperasikan berbagai sistem yang akan menjamin suatu hasil yang diinginkan.

5. Motivation (Motivasi)

Pemberian motivasi yang baik kepada para pekerja sehingga para pekerja bekerja dengan benar sesuai dengan yang diinginkan perusahaan, hal ini berakibat baik untuk peningkatan kualitas produksi perusahaan.

6. Material (Bahan)

Produk yang berkualitas akan diperlukan bahan yang berkualitas pula, maka dalam penyediaan bahan perlu diadakan pengujian yang lebih ketat. 7. Machines (Mesin) dan mechanization (mekanisasi)

(5)

Permintaan perusahaan untuk mencapai penurunan biaya dan volume produksi untuk memuaskan pelanggan dalam pasar yang bersaing ketat telah mendorong penggunaan perlengkapan pabrik beserta mekanisasinya. 8. Modern information methods (Metode informasi modern)

Informasi tentang tanggapan para pelanggan atas produk yang dihasilkan harus segera diperoleh perusahaan guna bahan pertimbangan pengambilan keputusan. Untuk itu diperlukan metode informasi modern guna memperoleh informasi secara cepat dan akurat.

9. Mounting product requirements (Persyaratan proses produksi)

Meningkatnya kerumitan dan persyaratan-persyaratan prestasi yang lebih tinggi bagi produk telah menjadikan keamanan dan keterandalan produk. 2.1.2 Definisi Biaya Kualitas

Dalam menghasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan maka perusahaan harus mengelurkan biaya-biaya yang berhubungan dengan kualitas tersebut. Definisi dari para ahli tentang biaya kualitas berbeda satu dengan yang lainnya. Biaya kualitas adalah biaya dari aktivitas yang berkaitan dengan pencegahan, pengidentifikasian, perbaikan dan pembetulan produk yang berkualitas rendah dan dengan opportunity cost dari hilangnya waktu produksi dan penjualan sebagai akibat rendahnya kualitas (Blocher et al., 2007)

(6)

Menurut Horngren et al. (2003) biaya kualitas didefinisikan:

“The cost of quality (COQ) refer to the costs incrurred to prevent, or costs arising as a result of, producing a low-quality product. This costs focus on conformance quality and are incurred in all business functions of the value chain”.

Berdasarkan definisi tersebut, yang termasuk biaya kualitas bukan hanya biaya-biaya yang terjadi karena kualitas yang tidak baik yang tidak memenuhi standar/spesifikasi. Tetapi juga mencakup biaya-biaya untuk mencegah timbulnya biaya karena kualitas yang buruk. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang cermat agar semua biaya-biaya tersebut dapat ditekan.

Menurut Hansen dan Mowen (2009) biaya kualitas adalah biaya-biaya yang timbul karena mungkin atau telah terdapat produk yang buruk kualitasnya. Biaya kualitas muncul untuk menjaga agar tidak ada produk yang kualitasnya di bawah standar atau dapat dikatakan biaya kualitas adalah biaya yang telah dikeluarkan karena ada produk yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Dari banyak definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya kualitas adalah biaya-biaya yang timbul karena adanya produk gagal/cacat serta biaya untuk mengatasi produk yang memiliki kualitas yang rendah yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan serta biaya yang berhubungan dengan masalah penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan pencegahan kerusakan.

(7)

2.1.2.1 Klasifikasi Biaya Kualitas

Menurut Blocher et al. (2007), biaya kualitas digolongkan menjadi empat kategori:

1. Biaya pencegahan (Prevention costs)

Yaitu biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan kualitas produk yang dihasilkan, biaya ini meliputi:

a. Biaya pengendalian mutu b. Biaya perencanaan mutu c. Biaya pemeliharaan peralatan d. Biaya penjaminan pemasok e. Biaya sistem informasi

f. Desain ulang produk dan perbaikan proses g. Perkumpulan mutu

2. Biaya penilaian/deteksi (Appraisal/detection cost)

Merupakan biaya yang terjadi dalam pengukuran dan analisis data untuk memastikan apakah produk dan jasa telah sesuai dengan spesifikasinya. Tujuan utama dari pengukuran, analisis dan pengawasan proses produksi serta pengujian produk dan jasa sebelum pengiriman adalah untuk memastikan bahwa semua unit melebihi atau sesuai dengan persyaratan yang diminta pelanggan. Pengeluaran atas biaya ini tidak menurunkan kesalahan atau mencegah cacat produksi ulang. Aktivitas ini hanya

(8)

mendeteksi unit-unit produk cacat yang sebelum dikirimkan ke pelanggan. Biaya penilaian meliputi:

a. Biaya pengujian dan inspeksi.

b. Biaya perolehan peralatan pengujian.

c. Audit mutu, meliputi gaji dan upah semua orang yang terlibat dalam proses penilaian mutu produksi.

d. Pengujian laboratorium. e. Pengujian evaluasi lapangan. f. Biaya informasi.

3. Biaya kegagalan internal (Internal failure costs)

Yaitu biaya yang terjadi akibat kualitas buruk yang ditemukan melalui penilaian sebelum produk diserahkan ke pelanggan. Beberapa biaya kegagalan internal adalah:

a. Biaya tindakan perbaikan.

b. Biaya pengerjaan ulang dan bahan sisa produksi. c. Biaya proses.

d. Biaya inspeksi ulang dan pengujian ulang

4. Biaya kegagalan eksternal (External failure costs)

Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan mutu setelah produk atau jasa yang tidak dapat diterima mencapai pelanggan, serta kehilangan peluang laba yang disebabkan oleh penyerahan produk barang

(9)

dan jasa yang tidak dapat diterima pelanggan. Biaya berikut merupakan biaya kegagalan eksternal:

a. Biaya perbaikan atau pergantian.

b. Biaya untuk menangani keluhan dan pengembalian atau retur dari pelanggan.

c. Biaya penarikan kembali dan pertanggungjawaban produk. d. Penjualan yang hilang karena produk tidak memuaskan. e. Biaya untuk memperbaiki reputasi.

Dari semua biaya-biaya kualitas, kategori biaya ini dapat menjadi yang paling merugikan. Biaya kegagalan eksternal, seperti juga biaya kegagalan internal, hilang jika tidak ada produk yang cacat.

2.1.2.2 Perhitungan Biaya Kualitas

Menurut Dunia dan Wasilah (2009) perhitungan biaya kualitas sangat beragam dalam setiap perusahaan, tergantung dengan tujuan manajemen dan jenis perusahaan. Biaya-biaya dimasukan ke dalam perhitungan biaya kualitas antara lain:

1. Bahan baku langsung

Merupakan biaya perolehan dari seluruh bahan langsung yang menjadi bagian integral yang membentuk barang jadi.

2. Tenaga kerja langsung

(10)

3. Overhead pabrik

Merupakan semua biaya untuk memproduksi suatu produk selain dari bahan langsung dan tenaga langsung. Biaya ini dapat diklasifikasikan dalam tiga unsur pokok:

a. Bahan tidak langsung. b. Tenaga kerja tidak langsung.

c. Biaya produksi tidak langsung lainnya, seperti: asuransi peralatan pabrik, penyusutan peralatan pabrik, dan lain-lain.

Dalam perhitungan biaya kalitas perlu dilakukan pengukuran waktu terhadap setiap kegiatan termasuk sebagai kegiatan kualitas. Sehingga dapat dilakukan kalkulasi biaya dari setiap kegiatan dengan mengalikan waktu yang digunakan dengan faktor biaya. Faktor biaya ini dapat berupa biaya tenaga kerja per jam dan biaya mesin per jam. Selain itu diketahui apakah bahan baku atau material terpakai termasuk bahan baku kegiatan kualitas.

2.1.2.3 Mengukur Biaya Kualitas

Program peningkatan kualitas perlu diukur agar diketahui apakah program tersebut berjalan dengan baik atau tidak. Pengukuran kualitas dapat dilakukan berdasarkan biayanya. Menurut Hansen dan Mowen (2005) biaya kualitas dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Biaya kualitas yang dapat diamati (Observable quality costs)

Biaya-biaya yang tersedia atau dapat diperoleh dari catatan akuntansi perusahaan.

(11)

2. Biaya kualitas yang tersembunyi (Hidden costs)

Biaya kesempatan atau oportunitas yang terjadi karena kualitas yang buruk. Biaya oportunitas biasanya tidak disajikan dalam catatan akuntansi.

Biaya-biaya yang tersembunyi seluruhnya berada dalam kategori kegagalan eksternal. Biaya-biaya kualitas yang tersembunyi ini dapat menjadi signifikan, untuk itu perlu diestimasi. Menurut Hansen dan Mowen (2005) ada tiga metode yang digunakan dalam mengukur biaya kualitas yang tersembunyi, yaitu:

a. Metode pengali (Multiplier method)

Metode ini mengasumsikan bahwa total biaya kegagalan adalah hasil pengalian dari biaya-biaya kegagalan yang terukur.

b. Metode riset pemasaran (Market research method)

Metode riset pasar formal adalah metode-metode yang digunakan untuk menilai efek dari kualitas buruk pada penjualan dan pangsa pasar.

c. Fungsi kerugian kualitas Taguchi (Taguchi quality loss function)

Fungsi kerugian Taguchi mengasumsikan bahwa setiap variasi dari nilai sasaran karakteristik kualitas menyebabkan biaya kualitas tersembunyi. Fungsi kerugian Taguchi dapat dijelaskan dalam persamaan berikut:

L(y) = k(y-T)²

k = Konstanta proporsionalitas yang besarnya bergantung pada struktur biaya kegagalan eksternal.

(12)

y = Nilai aktual dari karakteristik kualitas. T = Nilai target dari karakteristik kualitas. L = Kerugian kualitas.

Untuk menggunakan fungsi kerugian Taguchi, nilai k harus diestimasi. Nilai k dihitung dengan membagi estimasi biaya pada salah satu batas spesifikasi tertentu dengan kuadrat deviasi dari batas nilai target:

k = c/d²

c= Kerugian pada batas spesifikasi atas atau bawah d= Jarak batas dari nilai target

2.1.2.4 Pelaporan Biaya Kualitas

Sistem pelaporan biaya kualitas merupakan suatu yang penting bagi perusahaan sebagai alat untuk memperbaiki dan pengendalian biaya kualitas. Yang termasuk dalam pelaporan biaya kualitas adalah mendefinisikan data, mengidentifikasi sumber data, pengumpulan data, serta penyusunan dan pendistribusian laporan biaya kualitas (Blocher et al., 2007).

Tujuan utama laporan biaya kualitas menurut Hansen dan Mowen (2005) adalah untuk memperbaiki dan mempermudah perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan manajerial. Pentingnya biaya kualitas terhadap segi keuangan perusahaan dapat lebih mudah dinilai dengan menampilkan biaya-biaya kualitas sebagai prosentase dari penjualan aktual.

(13)

Dengan demikian, penggunaan informasi biaya kualitas sebagai upaya untuk mengendalikan biaya kualitas sehingga dapat menciptakan efisiensi biaya.

Menurut Kaplan dan Atkinson (1998), tujuan pelaporan biaya kualitas adalah sebagai berikut:

1. Pelaporan biaya kualitas berguna untuk perbaikan perencanaan, pengendalian, pengambilan keputusan.

2. Pelaporan biaya kualitas berguna sebagai masukkan bagi manajer mengenai hasil upaya pencegahan yang telah dilakukan.

3. Pelaporan biaya kualitas berguna untuk perbaikan kualitas terus-menerus dan untuk menekan biaya secara keseluruhan.

(14)

Tabel 1

Laporan Biaya Kualitas

Sumber: Hansen dan Mowen. Manajemen Akuntansi. (2005)

Garpersz (2005) berpendapat bahwa laporan biaya kualitas yang berguna sebagai indikator keberhasilan perbaikan kualitas dapat dikaitan dengan ukuran sebagai berikut:

1. Biaya kualitas dibandingkan dengan nilai penjualan.

2. Biaya kualitas dibandingkan dengan harga pokok penjualan.

3. Biaya kualitas dibandingkan dengan keuntungan atau laba perusahaan. Jensen Products

Laporan Biaya Kualitas

Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Maret 2006

Biaya kualitas Presentase (%) Dari penjualan

Biaya pencegahan: $115.000 4,11% Pelatihan kualitas $ 35.000

Rekayasa keandalan 80.000

Biaya penilaian: 68.000 2,43% Pemeriksaan bahan baku $ 20.000

Penerimaan produk 10.000 Penerimaan proses 38.000

Biaya kegagalan internal: 85.000 3,04% Sisa bahan $ 50.000

Pengerjaan ulang 35.000

Biaya kegagalan eksternal: 65.000 2,32% Keluhan pelanggan $ 25.000

Garansi 25.000 Perbaikan 15.000

(15)

2.1.2.5 Pengendalian Biaya Kualitas

Dalam strategi meningkatkan kualitas produk dengan harga yang bersaing tidak dapat lepas dari usaha pengendalian kualitas. Pengendalian kualitas merupakan usaha untuk memastikan suatu produk (barang/jasa) sesuai dengan harapan konsumen. Pengendalian yang baik mensyaratkan standar dan suatu pengukuran biaya sesungguhnya, yang dilaporkan dalam kinerja biaya kualitas. Pengendalian terhadap biaya kualitas dapat menghasilkan penghematan yang terjadi bagi kelangsungan hidup perusahaan.

Menurut Feigenbaum (1991) ada empat langkah dalam pengendalian tersebut:

1. Menetapkan standar

Menentukan standar biaya kualitas, kinerja kualitas yang diharapkan, jaminan kualitas, serta standar reliabilitas kualitas untuk produk yang dihasilkan.

2. Membandingkan kesesuaian produk

Membandingkan kesesuaian produk yang dihasilkan dengan standar yang ditetapkan sebelumnya.

3. Mengidentifikasi masalah

Mengidentifikasi masalah-masalah yang ada serta penyebabnya yang meliputi bagian pemasaran, desain teknik, produksi, dan pemeliharaan yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan.

(16)

Melakukan tindakan perbaikan secara berkelanjutan untuk memperbaiki standar biaya, kinerja, jamian kualitas, dan keandalan.

Tjiptono dan Diana (2001) mengemukakan bahwa elemen dasar dari proses perbaikan dan pengendalian terdiri dari empat tahap, yaitu:

1. Penetapan standar untuk pengendalian dan perbaikan

Standar dalam biaya kualitas tidak digunakan sebagai alat penilaian kinerja individu, tetapi digunakan manajer untuk tujuan mengkomunikasikan visi dan menetapkan tujuan yang realistis berdasarkan umpan balik menngenai kinerja yang ada.

2. Pengukuran

Dalam tahap ini ditetapkan pengukuran yang tepat dan data yang diperlukan untuk penilaian kinerja.

3. Studi

Dalam tahap ini manajer menganalisis data dengan menggunakan metode statistik dan alat serta teknik yang lain untuk mengetahui penyebab peyimpangan.

4. Tindakan

Tahap ini berarti melakukan tindakan koreksi berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari umpan balik.

Menurut Evans dan Lindsay (2007) sistem pengendalian kualitas memiliki tiga komponen:

(17)

Tujuan dan standar menetapkan apa yang harus dicapai. Hal ini dicerminkan oleh karakteristik kualitas yang dapat diukur.

2. Cara untuk mengukur keberhasilan

Pengukuran memberikan informasi mengenai apa yang sesungguhnya telah dicapai. Tingkat kegagalan yang tinggi terjadi karena beberapa alasan:

a. Kompleksitas. b. Tingkat kecacatan. c. Tingkat inspektasi

Faktor-faktor ini dapat diatasi atau setidaknya meminimalkan jumlah karakteristik kualitas yang harus diinspeksi, mengurangi tekanan waktu, mengulangi jumlah pemeriksaan, serta memperbaiki desain tempat kerja untuk menfasilitasi tugas inspeksi.

3. Perbandingan antara hasil sebenarnya dengan standar, serta umpan balik guna membentuk dasar untuk tindakan korektif, tindakan korektif jangka pendek biasanya harus dilakukan oleh para pelaku proses yang bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan tersebut, misalnya operator mesin, karyawan yang memenuhi pesanan.

Peningkatan biaya kualitas seharusnya diikuti oleh perbaikan-perbaiakan kualitas sampai pada titik optimum. Dalam rangka pengendalian kualitas, manajemen dari waktu ke waktu dapat membuat anggaran biaya ini sebagai dasar pengukuran kinerja dalam pencapaian kualitas yang diinginkan.

(18)

2.1.2.6 Analisis Biaya Kualitas

Banyak alat yang dapat digunakan untuk membantu menentukan masalah kualitas yang signifikan (Blocher et al, 2007) antara lain:

1. Grafik Kendali (Control Chart)

Menggambarkan titik-titik hasil observasi yang berturut-turut dari suatu operasi pada interval yang konstan, untuk menentukan apakah seluruh operasi berada pada rentang tertentu. Operasi dapat berupa mesin, stasiun kerja (workstation), pekerjaan individu, sel kerja, bagian, proses atau departemen. Interval berupa waktu, bacth, proses produksi, atau batasan pemisah operasi lainnya.

2. Histrogram

Penyajian grafik dari frekuensi atribut atau kejadian pada kelompok data tertentu.

3. Diagram Pareto (Pareto diagram)

Histrogram dari frekuensi faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap masalah kualitas, disusun mulai dari frekuensi terbesar hingga terkecil. Analisis pareto dapat dengan mudah diaplikasikan ke dalam biaya kualitas.

4. Tukar Pikiran (Brainstroming)

Merupakan suatu cara untuk mendapatkan gagasan dari sekelompok orang dalam jangka pendek. Tukar pikiran adalah salah satu cara untuk mengidentifikasi, menemukan penyebab, dan mengembangkan solusi untuk masalah kualitas dalam sesi kelompok yang rileks tapi tersetruktur

(19)

dengan anggota kelompok yang memiliki latar belakang dan tanggung jawab yang berbeda-beda.

5. Diagram Sebab Akibat

Mengorganisasikan rantai penyebab dan akibat untuk menentukan akar penyebab masalah dan hubungan sebab akibat. Beberapa pemakai menyebutkan kategori utama sabagai 4 M, yaitu:

a. Mesin (Machine)

b. Bahan Baku (Materials) c. Metode (Methods)

d. Tenaga Manusia (Manpower) 2.1.3 Biaya Produksi

Pengertian biaya produksi menurut Hansen dan Mowen (2009) menyatakan bahwa biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa, sedangkan menurut yang dijelaskan oleh Garrison et al. (2009) bahwa pengertian biaya produksi adalah: “Manufacturing costs divide into three broad categories: direct materials, direct labor, and manufacturing overhead.”

Berdasarkan pengertian-pengertian biaya produksi yang telah dikemukakan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membuat suatu barang atau jasa yang terdiri dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya tidak langsung yang biasa dikenal sebagai biaya overhead pabrik.

(20)

2.1.4 Value Added Activity dan Non Value Added Activity

Dalam proses produksi suatu perusahaan, tidak semua aktivitas memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Kadang ada beberapa bagian aktivitas yang kurang atau tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Inilah yang kemudian menjadi sasaran dalam menganalisis biaya kualitas untuk mencapai efisiensi biaya produksi yang diharapkan aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah tersebut dapat diminimalkan.

Menurut Hansen dan Mowen (2005) value added activity adalah merupakan aktivitas yang diperlukan agar dapat bertahan dalam bisnis. Jika aktivitas ini dihilangkan, pasti akan menurunkan kualitas dari produk yang dihasilkan yang akan berpengaruh terhadap konsumen dalam jangka panjang. Menurut Blocher et al (2000), aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas yang memberi kontribusi terhadap nilai konsumen dan memberikan kepuasan kepada pelanggan atau organisasi yang membutuhkan. Supriyono (1999) menyebutkan bahwa terdapat dua macam aktivitas bernilai tambah, yaitu:

1. Aktivitas yang diperlukan (required activity), merupakan aktivitas yang harus dilaksanakan.

2. Aktivitas diskrusioner (discretionary activity), merupakan aktivitas kebijakan. Aktivitas ini disebut aktivitas bernilai tambah jika secara bersamaan memenuhi kondisi berikut:

a. Aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan keadaan b. Perubahan itu tidak dapat dicapai oleh aktivitas sebelumnya

(21)

c. Aktivitas ini memungkinkan aktivitas lainnya dapat dilakukan

Menurut Blocher et al. (2000), aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas yang tidak memberikan kontribusi terhadap nilai konsumen atau terhadap kebutuhan organisasi. Menurut Hansen dan Mowen (2005), aktivitas tidak bernilai tambah adalah semua aktivitas selain dari aktivitas yang penting dilakukan untuk bertahan dalam bisnis atau aktivitas yang perlu namun tidak efisien dan dapat diperbaiki. Menurut Kusnadi (2000), beberapa macam aktivitas tidak bernilai tambah yang biasanya terdapat pada industri:

1. Penjadwalan.

Penjadwalan merupakan kegiatan yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk menentukan bilamana produk yang berbeda itu diproses dan berapa banyak yang akan diproduksi.

2. Pemindahan.

Pemindahan adalah kegiatan yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk memindahkan bahan mentah, barang dalam proses, dan barang jadi dari suatu departemen ke departemen lain.

3. Menunggu.

Menunggu adalah suatu kegiatan saat bahan mentah atau bahan dalam proses menggunakan waktu dan sumber daya dalam menunggu proses selanjutnya.

(22)

Inspeksi merupakan suatu kegiatan yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk menjamin agar produk sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

5. Penyimpanan.

Penyimpanan adalah suatu kegiatan yang menggunakan waktu dan sumber daya sementara barang atau material masih disimpan sebagai persediaan.

Dari pengertian-pengertian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas kunci bagi perusahaan untuk melangsungkan hidup perusahaan yang mana aktivitas ini dapat memberikan nilai tambah dan dapat menambah laba perusahaan. Sebaliknya, aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas dalam perusahaan yang tidak efisien dan tidak memberikan kontribusi bagi perusahaan sehingga aktivitas ini perlu untuk dihilangkan agar tidak terjadi pemborosan dalam perusahaan.

2.1.5 Manajemen Berbasis Kegiatan dan Biaya Kualitas Optimal

Manajemen berdasarkan aktivitas (ABM) adalah penggunaan informasi yang diperoleh dari ABC untuk membuat perbaikan dalam suatu perusahaan. Informasi ABC membantu manajemen memposisikan perusahaan guna mengambil keuntungan yang lebih baik atas kekuatan perusahaan. Menurut Hansen dan Mowen (2009) bahwa manajemen berbasis kegiatan ( activity-based management – ABM) mengklasifikasikan berbagai kegiatan sebagai nilai tambah dan tidak bernilai tambah serta hanya mempertahankan kegiatan-kegiatan yang memberikan nilai tambah. Prinsip ini dapat diaplikasikan pada

(23)

kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kualitas. Kegiatan-kegiatan kegagalan dan penilaian serta biaya-biaya yang terkait tidak menghasilkan nilai tambah dan harus dihilangkan. Kegiatan pencegahan yang dilakukan secara efisien dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan bernilai tambah dan harus dipertahankan. Walaupun begitu, pada awalnya kegiatan pencegahan mungkin tidak dilakukan secara efisien, dan pengurangan kegiatan serta pemilihan kegiatan (atau bahkan pembagian kegiatan) dapat digunakan untuk mencapai sasaran nilai tambah yang diinginkan.

2.1.6 Hubungan Antara Analisis Biaya Kualitas dengan Biaya Produksi Setelah analisis biaya kualitas dilakukan, maka dapat diperoleh informasi yang penting mengenai aktivitas pegendalian yang telah dilakukan. Informasi ini dapat digunakan sebagai umpan balik bagi manajemen perusahaan untuk mengidentifikasikan kesempatan untuk mengoptimalkan kualitas dan menekan biaya kualitas, yang pada akhirnya akan menekan biaya produksi (Darmadi dan Martusa, 2011).

Menurut Kaplan dan Atkinson (1998), sebagian besar perusahaan mengeluarkan biaya kualitas sebesar 10% - 20% dari pendapatan penjualannya. Hal ini dapat digunakan untuk menarik perhatian manajer perusahaan untuk mengurangi biaya yang besar ini dengan melakukan alokasi biaya kualiatas yang lebih bijaksana pada keempat kategori biaya kualitas, sehingga biaya produksi dapat diusahakan untuk mencapai titik optimum.

(24)

Besterfield (1998) mengemukakan tiga teknik untuk mencapai tingkat yang optimum ini:

1. Membuat perbandingan dengan perusahaan lain. Kebanyakan perusahaan menguraikan penjualan bersih sebagai indeks sehingga membuat perbandingan menjadi lebih mudah. Tetapi kesulitan timbul karena banyak perusahaan memperlakukan pengumpulan biaya kualitasnya dengan cara yang berbeda-beda.

2. Mengoptimalkan kategori individual. Biaya kegagalan sudah optimal jika tidak ada lagi usaha yang dapat diidentifikasi untuk mengurangi biaya tersebut tanpa meningkatkan total biaya kualitas. Biaya pencegahan sudah optimal jika tidak ada lagi yang dapat diidentifikasi untuk menguranginya tanpa meningkatkan total biaya kualitas. Biaya pencegahan optimal jika sebagian besar uang yang dikeluarkan untuk biaya tersebut digunakan untuk proyek perbaikan yang dapat mengurangi biaya kegagalan.

3. Menganalisis hubungan antara kategori-kategori biaya. Ketika kualitas yang sesuai mendekati 100% biaya kegagalan menurun sampai mendekati nol. Dengan kata lain, jika produk atau jasa sempurna, tidak ada biaya kegagalan. Untuk mengurangi biaya kegagalan, sangat perlu meningkatkan biaya penilaian dan biaya pencegahan.

Selanjutnya Besterfirld (1998) mengusulkan strategi sebagai berikut: 1. Reduce failure costs by problem solving.

(25)

3. Reduce appraisal costs where appropriate and in a satisfically sound manner

4. Continuously evaluate and redirect the prevention effort to gain further quality improvement

Dengan melakukan analisis biaya kualitas, perusahaan dapat membuat trend prediksi biaya kualitas yang terjadi. Hal itu akan mendorong manajemen untuk menekan biaya kualitas, terjadi penurunan biaya kegagalan internal dan eksternal, sedangkan biaya pencegahan meningkat. Dengan melakukan analisis biaya kualitas dapat dilihat bahwa peningkatan biaya pencegahan lebih kecil dari penurunan biaya kegagalan, jadi perusahaan dapat mengefisiensikan biaya kualitasnya. Jika biaya kualitas sebagai bagian dari biaya produksi menurun, maka biaya produksi akan semakin efisien (Darmadi dan Martusa, 2011).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang mengangkat topik biaya kualitas telah banyak dilakukan sebelumnya dan menghasilkan simpulan-simpulan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penulisan skripsi ini. Penelitian-penelitian yang dijadikan acuan antara lain Himmatulina (2011) dengan judul penelitian “Penyusunan Laporan Biaya Kualitas sebagai Alat Pengendalian Kualitas produk Pada PT X.” Penelitian tersebut membahas mengenai masalah penyusunan laporan biaya kualitas sebagai alat pengendalian kualitas produk. Persamaan dari penelitian ini adalah perusahaan belum melaksakan perencanaan pembuatan

(26)

laporan biaya kualitas . Perbedaannya dengan penelitian tersebut adalah membahas analisis biaya kualitas yang dikaitkan dengan penjualan aktual, sedangkan pada penelitian ini lebih menitik beratkan analisis biaya kualitas yang dikaitkan dengan biaya produksi.

Penelitian lain dilakukan oleh Darmadi dan Martusa (2011) dengan judul penelitian “Peranan Analisis Biaya Kualitas dalam Meningkatkan Efisiensi Biaya Produksi Pada PTP Nusantara VIII Kebun Ciater”. Penelitian ini membahas mengenai peranan analisis biaya kualitas guna meningkatkan efisiensi biaya. Persamaan penelitian ini adalah perusahaan sudah memiliki bagian pengendalian kualitas (quality control). Perbedaannya dengan penelitian ini adalah objek penelitiannya dan dasar perhitungannya menggunakan ABC.

2.3 Rerangka Pemikiran

Di dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin meningkat, perusahaan dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas. Proses produksi yang tidak efektif dan efisien akan menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan perusahaan (produk cacat), bahkan lebih jauhnya akan mengakibatkan kerugian yang mengancam keberlangsungan hidup perusahaan.

Perusahaan perlu melakukan pengendalian terhadap kualitas. Pengendalian tersebut dimaksudkan untuk menekan kemungkinan terjadinya kegagalan produk yang mengakibatkan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan

(27)

standar. Pengendalian terhadap kualitas produk ini perlu dilakukan pada setiap tahap dalam proses produksi, mulai dari perencanaan hingga tahap pengemasan hasil produksi. Program pengendalian kualitas yang dilakukan oleh perusahaan memerlukan usaha yang tidak mudah serta biaya yang tidak murah.

Biaya kualitas yang terjadi adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan kegiatan pengendalian kualitas dalam menjaga dan meningkatkan kualitas, serta biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan terjadinya kegagalan atau cacat pada produk yang dihasilkan. Dengan adanya biaya kualitas, diharapkan produk cacat dapat ditekan seminimal mungkin dan sumber daya dapat digunakan sebaik mungkin sehingga dapat tercipta suatu efisiensi biaya pada baiya produksi.

Dengan pengendalian kualitas yang berjalan dengan baik seiring dengan menurunnya biaya kualitas, berarti perusahaan dapat memenuhi keinginan pelanggan sekaligus secara tidak langsung dapat meningkatkan profit dari dua segi, yaitu segi biaya dan pendapatan.

Secara garis besar kerangka berpikir untuk memecahkan masalah digambarkan pada gambar 1 di bawah ini:

(28)

Gambar 1

Kerangka Pemikiran Teoritis

Pengendalian kualitas Hasil produksi Biaya kualitas Analisis Rekomendasi 1. Biaya pencegahan 2. Biaya penilaian 3. Biaya kegagalan internal 4. Biaya kegagalan eksternal Biaya Kualitas Biaya Produksi

(29)

2.4 Proposisi Penelitian

Tabel 2 Proposisi

Rumusan Masalah Proposisi Pertanyaan Protokol

Bagaimana analisis biaya kualitas berperan dalam meningkatkan efisiensi biaya produksi? Analisis biaya kualitas dapat digunakan untuk membantu meningkatkan pengendalian terhadap biaya kualitas sehingga dapat tercipta efisiensi biaya produksi.

Apakah analisis biaya kualitas dalam berperan meningakatkan efisiensi biaya produksi?

Gambar

Tabel 2  Proposisi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja (X2) terhadap produktivitas kerja karyawan Perum Perhutani Industri

Hala ere, iraupen edota eragin txikiagoko beste hainbat gertakari hipertermal ere gertatu dira Lurraren historian; adibidez, Paleogeno hasiera (duela 65 eta 35 milioi urte

Sintesis asam oksalat dari getah batang tanaman Sri Rejeki menggunakan metode hidrolisis secara optimum terjadi pada penggunaan larutan asam fosfat konsentrasi 5 M dan suhu

barangan tidak semata mata bertujuan memaksimumkan kepuasan, tetapi selalu memperhatikan apakah barang itu halal atau haram, islaf atau tabzir, memudaratkan

  ?u6ang kompartemen dialisat ditutup   <eluarkar air tadi, posisi dialiser tegak   Ukur volumen;a.   Pengukuran 9 volume ;ang dikeluarkan di6agi volume

Dapat dilihat pada Gambar 3.1 tentang blok diagram kondisi manajemen jaringan LABKOM saat ini masi menggunakan cara manual dimana admin atau staff yang

Sewaktu RNA polimerase berinteraksi dengan promotor di daerah pengawalan dari suatu gen, maka sintesis RNA dimulai pada titik berangkat ( startpoint ), bergerak sepanjang DNA

Tujuan dari mempelajari petunjuk denah adalah siswa mampu mendeskripsikan tempat sesuai dengan denah atau gambar dengan kalimat yang runtut, namun di kelas IV SDN