• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Hutan Rakyat dan Dinamika Kelompok Tani Hutan (Kasus pada Kelompok Tani Hutan di Desa Sidamulih, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Hutan Rakyat dan Dinamika Kelompok Tani Hutan (Kasus pada Kelompok Tani Hutan di Desa Sidamulih, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis)"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini hutan rakyat terbukti memiliki manfaat yang besar bagi pemilik, masyarakat, serta lingkungannya (Darusman dan Hardjanto 2006). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Prabowo (2000) tentang manfaat ekonomis hutan rakyat yang ternyata memberikan efek pengganda yang besar terhadap industri rumah tangga dan mempunyai kontribusi rata-rata terhadap pendapatan petani sebesar 21,68%.

Pengelolaan hutan rakyat di Indonesia pada umumnya masih dikelola dengan metode yang sederhana, lebih menggantungkan terhadap alam dengan

teknik silvikultur yang minim, kurang mengutamakan kelestarian hasil, serta masih dijadikan sebagai usaha sampingan (Rengganis 2003). Sementara itu, pengelolaan hutan rakyat di Jawa pada umumnya mempunyai karakteristik yang berbeda dengan di luar Jawa, baik dari teknik silvikultur maupun status kepemilikannya. Teknik silvikultur dan pengelolaan hutan rakyat di Jawa pada umumnya lebih intensif dan lebih baik daripada di luar Jawa. Selain itu, hutan rakyat di Jawa memiliki status kepemilikan lahan dengan tata batas yang lebih jelas, luas lahan yang relatif sempit, pasar, informasi, dan aksessibilitas yang relatif lebih baik (Darusman dan Hardjanto 2006).

Salah satu bentuk pengelolaan hutan rakyat di Pulau Jawa dilaksanakan oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Girimukti yang berada di Desa Sidamulih, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Diniyati (2003) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengelolaan hutan rakyat adalah dengan membentuk kelembagaan KTH. Pengelolaan hutan rakyat oleh KTH Girimukti telah dilakukan sejak tahun 1982. Berdasarkan tingkat kemampuan kelompok, KTH Girimukti sudah tergolong kelas madya dan merupakan salah satu KTH percontohan di Kecamatan Pamarican (BP3K Pamarican 2011).

(2)

program kelompok. Dalam perjalanannya diharapkan dinamika kelompok sudah memiliki hubungan yang nyata dan positif terhadap pengelolaan hutan rakyat, sehingga perlu diadakan penelitian untuk menjelaskan dinamika kelompok tani hutan dalam pengelolaan hutan rakyat di lokasi penelitian.

1.2 Perumusan Masalah

Keberadaan kelompok tani hutan merupakan suatu faktor pendewasaan sistem pengelolaan hutan rakyat karena sifat dari sebuah kelembagaan kelompok tani hutan seharusnya bottom-up. Pada kasus-kasus tertentu sistem yang memiliki sifat bottom-up sangat diperlukan agar muncul berbagai kreativitas dari anggota kelompok tersebut, sebab kreativitas tidak akan muncul apabila petani terlalu diatur oleh pemerintah (Purwanto 2011).

Mengacu pada penelitian Yunasaf et al. (2008) menyatakan bahwa faktor mekanisme pembangunan selama ini lebih menjadikan petani sebagai objek pembangunan sehingga berdampak tidak berkembangnya para petani. Kemudian hal ini juga diungkapkan oleh Purwanto (2011) yang menyatakan bahwa besarnya peran pemerintah dalam kegiatan-kegiatan KTH menyebabkan adanya bias motivasi anggota untuk mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh KTH, misalnya mengharapkan bantuan langsung dari pemerintah apabila mengikuti

kegiatan KTH. Bahkan alasan tersebut dapat menjadi alasan utama bagi anggota KTH dan melupakan tujuan pendirian KTH yaitu untuk mengorganisir kepentingan petani dalam jangka panjang.

Suatu KTH pasti mengalami dinamika kelompok. Dinamika kelompok tani hutan yang ada pada daerah penelitian memberikan suatu hubungan terhadap pengelolaan hutan rakyatnya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Sejauh mana pengelolaan hutan rakyat di KTH Girimukti, Desa Sidamulih

Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis?

(3)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan pengelolaan hutan rakyat di KTH Girimukti, Desa Sidamulih, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis.

2. Menjelaskan dinamika KTH Girimukti, Desa Sidamulih, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis dalam pengelolaan hutan rakyat.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pemberdayaan kelompok tani hutan, yaitu:

1. Bagi masyarakat Desa Sidamulih, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk pengembangan KTH Girimukti.

2. Bagi anggota KTH Girimukti, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan untuk memperbaiki sistem di KTH Girimukti agar lebih efektif.

(4)

2.1 Pengertian Hutan Rakyat

Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999 Pasal 1 (E), hutan rakyat atau disebut juga hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Pengertian hutan rakyat berdasarkan pasal tersebut digunakan untuk membedakan hutan berdasarkan statusnya yang terdiri dari hutan negara dan hutan hak. Berdasarkan pengertian tersebut, maka walaupun hutan adat dikelola oleh rakyat tetapi tidak dapat disebut sebagai hutan hak atau hutan rakyat, karena status kepemilikan lahannya dimiliki oleh negara.

Hutan rakyat dapat dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga

walaupun hutan tersebut dimiliki oleh pegawai pemerintah maka tetap disebut hutan rakyat (Suharjito 2000). Istilah hutan rakyat belum lazim bagi sebagian masyarakat Indonesia. Hutan rakyat bagi sebagian masyarakat dikenal dengan sebutan, talun, tombak, wono, leuweung, simpukng, repong, limbo, dan lain-lain sebutan (Suharjito 2000).

Luas pemilikan hutan rakyat umumnya tidak seluas hutan negara seperti yang dinyatakan oleh Hardjanto (2003), luasan hutan rakyat yang dimiliki oleh petani, baik golongan petani kecil, menengah, maupun besar, sebagian besar relatif sempit (kurang dari 1 hektar). Walaupun tidak seluas hutan negara, namun hutan rakyat telah mampu menyumbangkan manfaat yang sangat besar bagi sektor perdagangan, pertanian, lingkungan, dan sosial-budaya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hardjanto (2003) yang menyatakan bahwa usaha hutan rakyat merupakan usaha kecil dan menengah. Usaha hutan rakyat dapat memberikan pengaruh positif bagi banyak sektor seperti, rumah tangga, ketenagakerjaan, industri, keuangan, angkutan, serta sektor lingkungan hidup.

(5)

perubahan-perubahannya belum diawasi dengan sangat baik (Tjondronegoro 1999). Hal ini berbeda dengan keadaan di luar Pulau Jawa, yang umumnya belum pernah diadakan penataan batas tanah secara menyeluruh, dan belum tersedia pola dan peta tata guna lahan yang berskala besar, kecuali daerah sekitar kota, pemukiman transmigran, dan perkebunan (Tjondronegoro 1999).

2.2 Sub Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

Pengelolaan hutan rakyat dapat dibagi menjadi tiga sub sistem yang saling terkait, yaitu sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil, dan sub sistem pemasaran hasil (KWLM 2010). Sub sistem produksi meliputi kegiatan persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan (KWLM 2010). Kegiatan persiapan lahan meliputi pengolahan tanah dan pembersihan lahan (Prabowo 2000). Persiapan bibit di hutan rakyat umumnya diupayakan dengan cara menyemai sendiri atau mengambil anakan alami. Dalam proses ini, petani tidak melakukan seleksi yang baik dalam memilih benih ataupun anakan alami karena keterbatasan jumlah benih ataupun anakan alami tersebut, sehingga tidak semua bibit yang terkumpul kualitasnya baik (Prabowo 2000).

Penanaman terdiri dari pengaturan jarak tanam, waktu penanaman, dan penetapan daur (Pramono 2010). Pemeliharaan terdiri dari kegiatan penyiangan,

pendangiran, pemupukan, pemangkasan cabang, dan pemberantasan hama dan penyakit (Pramono 2010). Pemanenan pada hutan rakyat umumnya diserahkan kepada tengkulak atau lembaga yang berusaha menanganinya seperti koperasi kayu, walaupun sudah ada juga kelompok tani hutan yang melakukan kegiatan tersebut secara mandiri. Pemanenan terdiri dari penebangan, penyaradan ke tempat penimbunan kayu, dan pengangkutan ke penggergajian atau pabrik kayu (Pramono 2010).

(6)

Sub sistem pemasaran hasil adalah kegiatan penjualan kayu rakyat dari petani (produsen) kepada pembeli (konsumen). Proses ini dapat dilakukan baik melalui perantara tengkulak ataupun tanpa perantara tengkulak (Hardjanto 2003).

2.3 Dinamika Kelompok dan Kelompok Tani Hutan 2.3.1 Dinamika Kelompok

Dinamika kelompok diartikan sebagai suatu studi ilmiah tentang interaksi dalam kelompok (Sudjarwo 2011). Dinamika kelompok juga diartikan sebagai suatu keadaan di dalam sebuah kelompok yang terdiri dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis yang jelas antara satu dengan yang lain dalam suatu waktu yang bersamaan. Perkembangan ilmu dinamika kelompok erat hubungannya dengan sifat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri untuk memenuhi kebutuhannya (Santoso 2006).

Pendekatan terhadap dinamika kelompok dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, a) Pendekatan sosiologis dan b) Pendekatan psikologis (Santosa 2006). Secara sosiologis disebutkan bahwa, dinamika kelompok terjadi karena antara anggota kelompok dipastikan memiliki jarak sosial. Seberapa jauh jarak sosial tersebut ditentukan oleh beberapa hal seperti, keakraban antara masing-masing anggota, pilihan setiap anggota, dan sikap setiap anggota (Santosa 2006).

Sedangkan menurut peninjauan psikologis, dinamika kelompok diamati karena dinamika kelompok memiliki pengaruh terhadap proses kejiwaan yang terjadi pada individu di dalam kelompok dan selanjutnya memberikan pengaruh terhadap efektivitas kelompok (Santosa 2006).

Unsur-unsur dinamika kelompok berdasarkan pendekatan sosiologis antara

lain: 1) tujuan, 2) keyakinan, 3) norma, 4) sanksi, 5) peranan kedudukan, 6) kewenangan atau kekuasaan, 7) jenjang sosial, dan 8) fasilitas (Wahid 2008).

Idealnya suatu kelompok harus memiliki kedelapan unsur tersebut, masing-masing unsur akan mempengaruhi interaksi anggota dalam kelompok, juga akan mempengaruhi perilaku individu dan perilaku kelompok (Wahid 2008).

(7)

kelompok, 7) ketegangan/tekanan kelompok, dan 8) efektivitas kelompok (Sudjarwo 2011).

Dari kedua pendekatan tersebut, pendekatan psikologis dipilih karena berdasarkan pendekatan ini, dinamika kelompok memiliki pengaruh terhadap kejiwaan masing-masing individu sebagai anggota kelompok yang selanjutnya akan memberikan pengaruh terhadap efektivitas kelompok (Santosa 2006). Berdasarkan pendekatan psikologis, uraian unsur-unsur dinamika kelompok menurut Sudjarwo (2011) adalah sebagai berikut:

1) Tujuan kelompok berarti hal yang ingin dicapai oleh kelompok. Tujuan kelompok harus mewakili seluruh keinginan anggota agar tercipta produktivitas kelompok.

2) Struktur kelompok didefinisikan sebagai model hubungan antar peran/status di dalam kelompok dalam hal wewenang mengambil keputusan. Serta berperan juga sebagai jaringan komunikasi untuk menyampaikan informasi baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas.

3) Fungsi tugas kelompok diartikan sebagai seperangkat tugas yang harus

dikerjakan oleh kelompok menyangkut bidang: 1) kepuasan anggota; 2) informasi; 3) koordinasi; 4) klarifikasi aturan-aturan kelompok; dan 5) komunikasi di dalam kelompok.

4) Pembinaan dan pemeliharaan kelompok adalah sejumlah hal yang harus dimiliki dan dipelihara oleh kelompok, yang terdiri dari: 1) spesialisasi kerja yang merata dan sesuai dengan peran dan kemampuan anggota; 2) kegiatan rutin yang sesuai dengan rencana dan aturan main yang telah ditetapkan di dalam kelompok; 3) norma kelompok; 4) sosialisasi norma kelompok; 5) penambahan anggota baru dan pemeliharaan kesetiaan anggota lama; dan 6) tersedianya fasilitas kelompok untuk kegiatan yang telah direncanakan atau yang akan dilakukan.

5) Kekompakan kelompok atau kesatuan kelompok adalah tingkat keterikatan antar anggota kelompok dalam mempertahankan struktur dan mekanisme keanggotaan.

(8)

kelompok mendorong seseorang untuk melakukan kerja sama di dalam kelompok. Secara psikologis, nilai suasana kelompok berbeda bagi setiap anggota kelompok. Oleh karena itu, suasana kelompok harus diukur berdasarkan batas-batas yang akan diamati.

7) Tekanan kelompok adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan desakan dalam kelompok yang berfungsi mengupayakan ketaatan anggota terhadap aturan kelompok dan sebagai faktor yang mempengaruhi keutuhan kelompok serta penyemangat bagi anggota.

8) Efektivitas kelompok adalah keberhasilan sistem di dalam kelompok untuk mencapai tujuannya, yang dapat dilihat pada tercapainya keadaan atau perubahan-perubahan (fisik maupun non fisik) yang memuaskan anggotanya.

2.3.2 Kelompok Tani Hutan (KTH)

Kelompok adalah tempat beberapa orang bergaul satu dengan yang lain dengan tujuan tertentu (Santosa 2006). Dalam hal ini kelompok tani hutan berarti orang yang bergaul satu dengan yang lain dengan tujuan utama memajukan hutan yang mereka kelola.

Santosa (2006) menyatakan, kelompok dapat bersifat terorganisir dan tidak terorganisir. Kelompok yang terorganisir memiliki struktur organisasi yang jelas

untuk mengorganisir tugas-tugas tertentu. Sebagai contoh, kelompok awak pesawat yang bertugas menyukseskan suatu penerbangan. Berbeda dengan kelompok yang tidak terorganisir. Kelompok ini sering terbentuk dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang sedang makan malam bersama di restoran.

Proses pembentukan kelompok ada dua macam, yaitu psikhe group dan socio group. Psikhe group artinya suatu kelompok yang terbentuk atas dasar rasa senang atau tidak, perhatian, atau antipati antar anggota kelompok. Socio group artinya suatu kelompok yang terbentuk atas dasar dorongan dari pihak luar (Santosa 2006).

(9)

tingkatan nilai kekuatan (Santosa 2006). Maka dalam kelompok tani hutan ada ketua, sekretaris, dan pengurus yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok tani hutan juga mengalami dinamika kelompok.

Santosa (2006) menyatakan bahwa, kepemimpinan dalam kelompok dapat dibagi kedalam tiga macam bentuk kepemimpinan, yaitu otokrasi, demokrasi, dan liberal. Kepemimpinan otokrasi ditandai dengan peranan pimpinan dalam hal membuat jejak peraturan kelompok, program atau kegiatan yang akan dilakukan kelompok, pemberian tugas kepada setiap anggota, dan pimpinan juga dapat mengkoreksi pekerjaan anggota secara subjektif. Kepemimpinan demokrasi ditandai dengan peranan pimpinan untuk memimpin musyawarah penentuan kegiatan kelompok, kebebasan antar anggota untuk bekerja dengan siapa saja, pimpinan mengkoreksi pekerjaan anggota secara objektif, pimpinan merakyat dalam berusaha, bersikap, dan bertingkah laku. Sedangkan kepemimpinan liberal ditandai dengan peranan pimpinan yang minim dalam kelompok, pimpinan berusaha menyiapkan kebutuhan anggota, agenda spesialisasi tugas diserahkan sepenuhnya kepada anggota, pimpinan tidak memberi komentar tentang kinerja tugas anggota apabila tidak diminta.

Pengetahuan mengenai komunikasi kepemimpinan juga diperlukan dalam pembinaan dan pemeliharaan kelompok, khususnya bagi pengurus kelompok.

Kemampuan komunikasi seorang pemimpin untuk mengorganisasi tim membutuhkan strategi yang kompleks. Karena pengurus organisasi atau kelompok menduduki tempat yang lebih tinggi daripada anggota yang lain, sehingga dia akan dianggap sebagai gambaran dari seluruh anggota kelompok (Barrett 2008).   Karisma dan image yang baik sangat dibutuhkan untuk keberhasilan

(10)

BAB III

METODE

PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sidamulih, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Desember 2011 dan Bulan Juni 2012.

3.2 Alat dan Sasaran Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain kuesioner, kamera digital, seperangkat komputer, Software Statistic Programme for Social Science (SPSS) 17.0, dan Software Microsoft Excel. Sasaran penelitiannya adalah KTH

Girimukti di Desa Sidamulih, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan survei. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden terpilih melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan untuk mengumpulkan data kuantitatif. Data sekunder diperoleh dari data sekunder KTH Girimukti, data statistik Desa Sidamulih, data Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis, dan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis.

3.4 Metode Pemilihan Responden

(11)

3.5 Kerangka Pemikiran Penelitian

Dinamika kelompok yang merupakan peubah bebas akan memiliki hubungan dengan pengelolaan hutan rakyat yang merupakan peubah terpengaruh. Hubungan tersebut disajikan pada Gambar 1.

Dinamika Kelompok Pengelolaan Hutan Rakyat

Gambar 1. Hubungan dinamika kelompok dengan pengelolaan hutan rakyat

Unsur-unsur dinamika kelompok tani hutan seperti yang disajikan pada Gambar 1 mengacu pada Sudjarwo (2011) yang meliputi: 1) tujuan kelompok; 2) struktur kelompok; 3) fungsi tugas kelompok; 4) pembinaan dan pemeliharaan kelompok; 5) kekompakan kelompok; 6) suasana kelompok; 7) tekanan kelompok; dan 8) keefektivan kelompok. Aspek yang dikaji dalam pengelolaan hutan rakyat yang optimal bisa dilihat dari kualitas sub sistem produksi (persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, serta pemanenan), sub sistem pengolahan hasil, dan sub sistem pemasaran hasil, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

3.6 Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan ke dalam empat tahap, yaitu 1) pengukuran terhadap unsur dinamika kelompok dan pengelolaan hutan rakyat, 2) uji validitas dan reliabilitas, 3) pengukuran tingkat kedinamisan kelompok dan tingkat keberhasilan pengelolaan hutan rakyat, dan 4) uji korelasi Spearman. Berikut akan dijelaskan keempat metode di atas.

Dilihat dari unsur-unsur: 1. Tujuan kelompok 2. Struktur kelompok 3. Fungsi tugas kelompok 4. Pembinaan dan

Dilihat dari sub sistem: 1. Produksi (persiapan

lahan, persiapan bibit, penanaman,

pemeliharaan, serta pemanenan)

(12)

Pengukuran Unsur Dinamika Kelompok dan Pengelolaan Hutan Rakyat Pengukuran terhadap dinamika KTH dan pengelolaan hutan rakyat digunakan statistik deskriptif yaitu terhadap unsur-unsur dinamika kelompok dan pengelolaan hutan rakyat dengan menggunakan opsi jawaban model skala Likert, dengan kuantifikasi penilaian:

Tabel 1. Tetapan nilai kuesioner dinamika kelompok terhadap pilihan jawaban responden

Nilai/Skor Jawaban Responden

4 Sangat setuju

3 Setuju

2 Tidak Setuju

1 Sangat Tidak Setuju

Tetapan nilai kuesioner pengelolaan hutan rakyat terhadap pilihan jawaban responden yaitu, diberikan nilai/skor 1 apabila jawaban responden ya dan diberikan nilai/skor 0 apabila jawaban responden tidak.

Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Validitas

Uji validitas menunjukkan tingkat keakuratan suatu instrumen penelitian dalam mengukur sesuatu. Ananto (2010) mengungkapkan seringkali peneliti sosial tidak membicarakan di dalam laporan penelitiannya tentang alat pengumpul data yang digunakannya, memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi atau tidak. Tanpa informasi tersebut, peneliti akan kurang yakin tentang data yang dikumpulkan, karena validitas menggambarkan fenomena yang sedang diukur.

Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17. Hasil uji coba kuesioner menunjukkan nilai koefisien validitas lebih besar dari r tabel, hal ini berarti kuesioner yang digunakan valid (Ananto 2010).

Uji Reliabilitas

(13)

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17. Hasil uji coba kuesioner menunjukkan nilai koefisien reliabilitas lebih besar dari 0,6, hal ini berarti kuesioner sudah reliable dan layak untuk digunakan. Ananto (2010) menyatakan bahwa instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang diperoleh >0,60.

Pengukuran Tingkat Kedinamisan Kelompok dan Keberhasilan Pengelolaan Hutan Rakyat

Tahapan pengukuran tingkat kedinamisan dan keberhasilan pengelolaan hutan rakyat disebut juga tahapan scoring. Skor yang diperoleh distandarisasi sehingga diperoleh skor minimum adalah nol dan skor maksimum adalah 100. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

100

X= skor yang diperoleh untuk setiap contoh

Pengkategorian yang digunakan adalah interval kelas dengan kategori rendah (0-33,33), sedang (33,34-66,67) dan tinggi (66,68-100). Kategori rendah,

sedang, dan tinggi diperoleh dengan menggunakan teknik scoring dengan menggunakan rumus berikut (Slamet 1993):

(14)

Analisis Hubungan Antar Peubah

Analisis hubungan antar peubah dilakukan untuk melihat keterkaitan antara peubah yang satu dengan peubah yang lainnya. Peubah yang dimaksud yaitu dinamika kelompok dengan pengelolaan hutan rakyat.

Pengujian hubungan (korelasi) antara satu peubah dengan peubah lainnya tersebut didasarkan atas hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat hubungan (korelasi) antara satu peubah dengan peubah lainnya.

H1 : Terdapat hubungan (korelasi) antara satu peubah dengan peubah lainnya.

Spearman telah menemukan cara mengetahui nilai keeratan hubungan antara dua peubah yang selanjutnya dikenal dengan uji korelasi peringkat Spearmandengan statistik uji sebagai berikut:

r s = 1 -

1) ² (n n

i d 6

Keterangan:

r s = Koefisien korelasi peringkat Spearman

d i = Selisih antara peringkat bagi X i dan Y i n = banyaknya pasangan data

(15)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografis

Berdasarkan data monografi Desa Sidamulih tahun 2010, Desa Sidamulih terletak di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis. Luas daerah untuk

peruntukan lahan di Desa Sidamulih adalah: 1) sawah seluas 172 hektar;

2) perkebunan seluas 19 hektar; 3) tanah kehutanan 998,5 hektar; 4) tanah kering 37 hektar; dan 5) fasilitas sosial seluas 3 hektar.

Jarak pemerintahan desa ke pusat kecamatan sejauh 11 km, ke pusat kabupaten/kota sejauh 51 km, dan ke pusat provinsi sejauh 173 km. Desa Sidamulih terdiri dari dua dusun, yaitu Dusun Cibayawak dan Dusun Legok Menol.

Adapun batas-batas Desa Sidamulih secara administratif adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Margajaya b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Neglasari c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mekarmulya d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukasari

4.2 Topografi

Desa Sidamulih memiliki topografi yang tidak seragam. Seperempat daerah Desa Sidamulih adalah datar berombak, sedangkan tiga perempatnya datar berbukit dengan ketinggian 400 m dpl. Daerah datar berbukit ada yang memiliki kemiringan 40-45% dengan kondisi berbukit sangat curam. Daerah yang memiliki topogrofi datar berombak ditanami padi, tebu, dan sayuran sedangkan daerah yang datar berbukit ditanami kelapa, kopi, mahoni, sengon, dan jati (Pemerintah Desa Sidamulih 2010).

4.3 Iklim

(16)

hujan mencapai 211,13 mm/bulan. Dengan demikian Desa Sidamulih merupakan daerah yang kaya akan air. Mata air yang besar dan dapat digunakan untuk umum yang ada di desa ini sebanyak sebelas titik (BP3K Pamarican 2011).

4.4 Pemerintahan dan Kependudukan

Berdasarkan data monografi Desa Sidamulih tahun 2010, penduduk di desa ini sebanyak 3.404 jiwa yang terdiri dari 1.686 jiwa laki-laki dan 1.718 jiwa perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 1.213 KK. Semua penduduk di desa ini adalah warga negara Indonesia asli.

Berdasarkan data Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Pamarican 2011, kelompok umur masyarakat di Desa Sidamulih terdiri dari: 1) 21,99% umur 0-14 tahun; 2) 59,99% umur 15-64 tahun; 3) 18,01% di atas umur 65 tahun. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sidamulih terdiri dari: 1) 5,00% belum sekolah; 2) 40,00% SD; 3) 29,99% SLTP; 4) 19,99% SLTA; 5) 3,00% akademi; dan 6) 2,00% perguruan tinggi.

Mata pencaharian di Desa Sidamulih didominasi petani sebesar 66,50%, kemudian diikuti buruh sebesar 25,70%, pegawai swasta sebesar 3,90%, pedagang sebesar 1,70%, wiraswasta sebesar 1,24%, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 0,50% (Pemerintah Desa Sidamulih 2010).

Kelembagaan yang ada di desa ini terdiri dari 7 Badan Permusyawaratan Desa (BPD), 10 Lembaga Masyarakat Peduli Desa (LMPD), 12 Karang Taruna,

9 Rukun Warga (RW), 31 Rukun Tetangga (RT), 31 Dasa Wisma, dan 23 Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Lembaga keuangan yang ada di

(17)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di KTH Girimukti

Pengelolaan hutan rakyat dapat dikelompokkan ke dalam tiga sub sistem, yaitu sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil, dan sub sistem pemasaran hasil (KWLM 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pengelolaan

hutan rakyat di KTH Girimukti mencakup ketiga sub sistem di atas. Berikut adalah deskripsi pengelolaan hutan rakyat di KTH Girimukti.

Tabel 2. Skor pengelolaan hutan rakyat di KTH Girimukti

Dimensi Pengelolaan Hutan Rakyat Persentase

(%)* Kategori

1. Sub Sistem Produksi 71,1 Tinggi

a. Persiapan Lahan 73,4 Tinggi

b. Persiapan Bibit 66,9 Tinggi

c. Penanaman 81,4 Tinggi

d. Pemeliharaan Tanaman 89,5 Tinggi

e. Pemanenan 61,7 Sedang

2. Sub Sistem Pengolahan Hasil 52,5 Sedang

3. Sub Sistem Pemasaran Hasil 55,0 Sedang

Total 65,4 Sedang

Keterangan: * Persentase pencapaian skor rataan terhadap skor maksimum

5.1.1 Sub Sistem Produksi

Sub sistem produksi yang dilakukan di KTH Girimukti terdiri dari: persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Temuan ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda (2003) yang menyatakan bahwa dalam pengelolaan hutan rakyat terdapat beberapa teknik silvikultur yang dilakukan oleh petani antara lain, persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman,

pemeliharaan, serta penebangan. Berikut dideskripsikan kegiatan-kegiatan sub sistem produksi yang dilakukan di KTH Girimukti.

Persiapan Lahan

(18)

Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan di KTH Girimukti terdiri dari pembersihan lahan dan pengolahan tanah. Dari data penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden telah melakukan persiapan lahan sebelum penanaman sesuai dengan kesepakatan bersama di dalam kelompok. Alat persiapan lahan yang digunakan anggota pada pembersihan lahan dan pengolahan tanah adalah cangkul, garpu, dan sabit. Apabila kegiatan persiapan lahan diupahkan kepada orang lain atau buruh tani, maka upah yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 20.000,- per hari per orang.

Kegiatan persiapan lahan di hutan rakyat berbeda metodenya dengan yang diterapkan di unit manajemen kehutanan lain, seperti di Hutan Tanaman Industri (HTI). Dalam membersihkan lahan, anggota KTH Girimukti hanya melakukannya pada sekitar areal yang akan ditanami karena penanaman bibit pohon umumnya tidak dilakukan sekaligus, seperti yang disajikan pada Gambar 2. Hal ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda (2003) yang mengungkapkan bahwa lahan hutan rakyat yang akan ditanami umumnya sudah berupa kebun yang memiliki tanaman lain dan relatif tidak mengandung tumbuhan liar. Oleh karena itu sebelum dilakukan penanaman, lahan hutan rakyat tidak perlu dibersihkan secara keseluruhan.

Hampir seluruh responden menyatakan, kelompok peduli terhadap

kegiatan persiapan lahan. Hal ini dilakukan kelompok melalui pembentukan bagian atau seksi di dalam kelompok yang mengurusi masalah persiapan lahan. Hampir seluruh responden merasakan adanya kerjasama di antara sesama anggota kelompok dalam persiapan lahan anggota. Hal ini dilakukan dengan kerja bakti dalam pembersihan lahan.

(19)

Gambar 2. Kegiatan pembersihan lahan di hutan rakyat anggota KTH Girimukti

Persiapan Bibit

Persiapan bibit merupakan bagian dari sub sistem produksi. Dari data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasakan manfaat

kelompok dalam kegiatan persemaian bibit yang dilakukan bersama di dalam kelompok. Usaha persemaian bibit di dalam kelompok pernah dilakukan, namun pada saat ini usaha persemaian tersebut memerlukan pemeliharaan, karena ada sebagian bibit yang tumbuh menjadi pepohonan di lokasi persemaian.

Sebagian besar responden menyatakan telah merasakan adanya kerjasama di antara sesama anggota kelompok dalam persiapan bibit. Manfaat lain keberadaan kelompok yang dirasakan anggota dalam hal persiapan bibit adalah adanya bantuan bibit. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari hampir seluruh responden pernah menerima bantuan bibit dari pihak luar yang disalurkan melalui kelompok. Bantuan bibit terakhir diperoleh pada tahun 2011 berupa bibit sengon sebanyak 10.000 bibit dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis, seperti yang disajikan pada Tabel 3.

(20)

Tabel 3. Data bantuan bibit di KTH Girimukti

Jenis tanaman Jumlah bantuan Tahun Sumber bantuan bibit

cengkeh 1200 bibit 2002 Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Kabupaten Ciamis

kapulaga Rp 30 juta 2010 Dinas Pertanian

Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat

mahoni dan sengon

25.000 bibit 2010 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis

sengon 10.000 bibit 2011 Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Kabupaten Ciamis

Sumber: data sekunder KTH Girimukti

Pedagang yang menjual bibit ke anggota KTH Girimukti antara lain, beberapa penggergajian kayu yang berada di sekitar Desa Sidamulih dan PT. Albasia Parahyangan yang terletak di Kota Banjar atau sekitar 15 km dari Desa Sidamulih. Harga bibit sengon dengan ukuran panjang 30 cm berkisar Rp 700,- sampai Rp 1.000,- per bibit, bibit mahoni ukuran panjang 30 cm seharga Rp 1000,- per bibit, dan bibit jati ukuran panjang 20 cm seharga Rp 3.000,- per

bibit.

Pemilihan metode persiapan bibit yang dilakukan oleh anggota KTH Girimukti dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah berdasarkan sifat dan jenis tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian

Djajapertjunda (2003) yang mengungkapkan bahwa, pengadaan bibit secara vegetatif dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya stek atau cangkokan,

sedangkan persiapan bibit secara generatif dilakukan dengan langsung menanamkan biji di lapangan atau di persemaian. Pemilihan metode ini tergantung pada sifat dan jenis tanaman. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan persiapan bibit yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori tinggi (66,9%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

(21)

Penanaman

Kegiatan penanaman merupakan bagian dari kegiatan produksi. Dari data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasakan manfaat dari adanya sosialisasi pengurus tentang pentingnya kegiatan penanaman serta adanya kesepakatan bersama di dalam kelompok untuk aktif melakukan penanaman. Hampir seluruh responden menyatakan telah melakukan penanaman berdasarkan kesepakatan kelompok tentang waktu/musim tanam yang tepat bagi anggota agar bibit yang ditanam tumbuh dengan baik. Waktu tanam yang disepakati di dalam kelompok adalah pada Bulan Desember hingga Bulan Maret dengan alasan pada bulan-bulan tersebut kondisi air untuk penyiraman tanaman mencukupi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Hadi dan Napitupulu (2010) yang menyatakan bahwa waktu terbaik untuk penanaman tanaman kehutanan seperti sengon dan jati adalah pada saat musim hujan.

Hampir seluruh responden merasakan adanya kerjasama di antara anggota kelompok dalam kegiatan penanaman, misalnya melalui saling tukar informasi tentang jenis bibit yang sebaiknya ditanam serta cara-cara penanamannya. Namun sebaiknya kelompok perlu membuat jadwal kerja bakti penanaman di lahan anggota yang membutuhkan bantuan tenaga kerja.

Himbauan kelompok kepada anggota tentang jarak tanam rata-rata untuk

tanaman kehutanan adalah sebesar 2 m x 5 m, namun kenyataannya anggota lebih memilih menggunakan jarak tanam sebesar 2 m x 3 m dan 3 m x 3 m. Penentuan jarak tanam sangat ditentukan oleh komposisi tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda (2003) yang menjelaskan bahwa, apabila tanaman kehutanan akan ditanami homogen maka jarak tanam yang digunakan lebih rapat misalnya 3 m x 3 m. Namun apabila akan dilakukan tumpang sari dengan jenis

tanaman lain, maka dapat dipilih jarak tanam yang lebih lebar, misalnya 4 m x 5 m, sedangkan di antara dua larikan pohon masih ada ruang untuk ditanami

palawija atau tanaman agroforestri lainnya sebagai tanaman campuran. Dengan jarak tanam yang benar, maka pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan secara campuran tidak akan saling mengganggu.

(22)

Girimukti akan menebang pohonnya jika kebutuhan mendesak seperti membeli kendaraan, berobat, dan naik haji. Namun pada umumnya anggota KTH Girimukti menerapkan daur sengon 3-5 tahun, jati 10-15 tahun, mahoni 10-15 tahun, dan suren 10 tahun.

Pemilihan jenis tanaman yang ditanam di hutan rakyat oleh anggota KTH Girimukti umumnya berdasarkan alasan ekonomis. Jenis tanaman bukan kayu yang dipilih anggota KTH Girimukti umumnya adalah tanaman kapulaga (Amomum cardamomum), kopi (Coffea sp.), jahe (Zingiber officinale), dan pisang (Musa sp.).

Tanaman kayu yang ditanam di hutan rakyat anggota umumnya adalah sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia mahagoni), jati (Tectona grandis), dan suren (Toona sureni). Pemilihan jenis tanaman sengon, mahoni, dan jati dikarenakan tanaman-tanaman kayu tersebut memiliki daur finansial dan permintaan pasar yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Hadi dan Napitupulu (2010) yang menyatakan bahwa, jati, mahoni, sengon, jabon, pinus, meranti, kemenyan, kemiri, gaharu, dan kayu manis sebagai tanaman investasi pendulang rupiah. Sementara itu untuk pemilihan jenis tanaman suren dilakukan, karena pohon suren memiliki fungsi ganda yaitu selain sebagai penghasil kayu juga sebagai anti hama bagi tanaman kehutanan (BPDAS 2010). Berdasarkan

kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan penanaman yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori tinggi (81,4%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Pemeliharaan Tanaman

(23)

Kegiatan penyiangan dilakukan tergantung kondisi lapangan. Umumnya pada umur satu hingga dua tahun disiangi sebanyak setahun dua kali, setelah umur dua tahun intensitas penyiangan dikurangi menjadi satu tahun sekali. Hal ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda (2003) yang menyatakan bahwa tanaman kayu yang masih muda harus dijaga dari gulma yang berlebihan seperti, semak dan alang-alang. Salah satu metode untuk mengurangi gulma adalah dengan menanam palawija yang tidak mengganggu, seperti kacang tanah, jagung, kedelai, kacang wijen, dan lain-lain. Pemeliharaan tanaman dengan melakukan penyiangan akan sangat membantu pertumbuhan tanaman kayu yang masih kecil.

Kegiatan pendangiran yang bertujuan untuk menggemburkan sekaligus membersihkan lahan di sekitar tanaman yang dipelihara dilakukan setahun sekali dengan menggunakan cangkul dan garpu. Kegiatan pemupukan yang dilakukan anggota KTH Girimukti adalah dua kali setahun. Pemupukan pada tanaman yang masih kecil biasanya dilakukan dengan membuat lubang di sekitar tanaman lalu dimasukkan pupuknya sedangkan pada tanaman yang sudah besar, pupuk cukup ditabur saja. Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea, TSP, dan NPK. Selain pupuk-pupuk kimia tersebut anggota juga lazim menggunakan pupuk kandang, seperti kotoran kambing. Pupuk kimia dapat diperoleh di pasar Desa Sidamulih yang terletak di tengah-tengah Desa Sidamulih.

Penjarangan pohon yang dilakukan pada pohon milik anggota KTH Girimukti akan dijelaskan sebagai berikut: 1) pohon sengon umumnya dijarangi pada umur tiga tahun; 2) pohon mahoni dan jati umumnya dijarangi pada umur lima hingga tujuh tahun; dan 3) pohon suren hanya akan dijarangi apabila ada yang terkena penyakit berat. Hal ini dikarenakan jumlah pohon suren yang ditanam di lahan hutan rakyat anggota KTH Girimukti umumnya hanya dua hingga lima pohon saja. Jenis pepohonan yang dominan di hutan rakyat milik anggota KTH Girimukti adalah jenis sengon, jati, dan mahoni.

(24)

pohon. Furadan dapat dibeli seharga Rp 24.000,- per kemasan (2 kg). Kemudian untuk mengatasi masalah gulma, mereka menggunakan herbisida merek roundup yang dapat dibeli seharga Rp 65.000,- per liter. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori tinggi (89,5%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Pemanenan

Setelah pemeliharaan, kegiatan sub sistem produksi selanjutnya adalah pemanenan. Dari data penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pemanenan sudah termasuk ke dalam tujuan kelompok, sehingga kelompok mengupayakan pemanenan yang semakin efektif. Sebagian besar responden menyatakan kelompok telah memberikan kemudahan bagi anggota untuk melakukan pemanenan, misalnya kelompok membantu anggota yang kesulitan untuk mengurus surat izin tebang. Sebagian besar responden menyatakan adanya kerja sama di antara sesama anggota KTH Girimukti dalam kegiatan pemanenan. Kelompok juga memfasilitasi penanaman kembali pada lahan bekas tebangan milik anggota. Hal ini didukung kuatnya minat masyarakat Desa Sidamulih untuk melestarikan lingkungan. Diniyati (2009) menyatakan bahwa, hampir tidak ada lahan kosong di Desa Sidamulih, sebagian besar lahan darat petani ditanami

dengan tanaman kayu-kayuan.

Sistem pemanenan hasil hutan rakyat yang dilakukan di KTH Girimukti umumnya adalah kelompok bermitra dengan penggergajian kayu di sekitar kelompok. Pada saat ini ada tiga penggergajian kayu yang dijadikan mitra kelompok. Keuntungan yang diperoleh kelompok adalah pihak penggergajian kayu akan memberikan bantuan materi secara cuma-cuma untuk memenuhi keperluan kelompok, misalnya pada saat ada kegiatan di kelompok, pihak penggergajian kayu akan memberikan bantuan dana atau barang agar acara tersebut dapat berlangsung lancar.

(25)

pekerja dengan upah sebesar Rp 210.000,- per hari untuk dua orang pekerja. Teknik pengangkutan pohon dilakukan dengan menggunakan motor dan ada juga yang menggunakan tenaga manusia dengan cara dipikul. Efektivitas kayu yang diangkut menggunakan motor akan lebih tinggi daripada dipikul oleh buruh tani, namun pemilihan alat pengangkutan yang dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, seperti pertimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Besarnya upah yang dikeluarkan untuk kegiatan pengangkutan menggunakan motor adalah Rp 130.000,- per hari per motor, sedangkan untuk

pengangkutan menggunakan tenaga manusia dengan cara dipikul adalah Rp 35.000,- per hari untuk satu orang pekerja.

Pengangkutan pohon yang dilakukan di KTH Girimukti diangkut melewati jalan desa, apabila melintasi pekarangan orang lain sudah tidak perlu minta izin, hanya saja akan dikenakan ganti rugi jika merusak tanaman atau bangunan di atas pekarangan yang dilewati tersebut. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan pemanenan yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori sedang (61,7%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

5.1.2 Sub Sistem Pengolahan Hasil

Pengolahan hasil merupakan kegiatan untuk meningkatkan mutu produk

(26)

Sebagian besar responden menyatakan adanya kerja sama di dalam kelompok dalam pengolahan hasil hutan rakyat, misalnya untuk kasus tertentu beberapa anggota bekerja sama mengolah kayunya menjadi papan dengan menggunakan chainsaw. Hal ini sejalan dengan penelitian Hardjanto (2003) yang menyatakan bahwa, petani hutan rakyat umumnya mampu membuat papan atau kaso dengan menggunakan peralatan sederhana seperti, kapak dan chainsaw baik untuk digunakan sendiri maupun untuk dijual.

Hasil hutan rakyat anggota KTH Girimukti terdiri dari dua macam, yaitu hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Pengolahan hasil hutan kayu yang dilakukan oleh sebagian besar anggota KTH Girimukti adalah dengan menyerahkannya ke penggergajian kayu. Keterbatasan kemampuan kelompok untuk membangun industri kayu/hasil hutan dan latar belakang ekonomi anggota yang belum mendukung menjadi beberapa alasan sehingga kayu anggota diolahkan ke penggergajian kayu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik penggergajian kayu Dua Sekawan, yaitu sebuah penggergajian kayu yang terletak di sekitar Desa Sidamulih, sekaligus mitra KTH Girimukti menyebutkan bahwa kayu yang masuk ke penggergajian kayu ini terdiri dari: jati, mahoni, sengon, dan kayu rimba campuran. Jika tidak ada pesanan khusus maka log jati tidak akan diolah di

penggergajian kayu ini karena pertimbangan analisis biaya usaha. Log jati akan dijual tanpa diolah ke pabrik yang lebih besar di Kota Surabaya dan Semarang. Sementara itu, jenis kayu yang lain akan diolah menjadi papan, reng, balok, palet, dan kaso. Apabila ada pemesanan akan dibuat juga kusen. Sebelum potongan pohon diolah di mesin penggergajian kayu yang disebut bensaw, maka dilakukan scalling dan grading ulang oleh pegawai penggergajian kayu.

(27)

Setelah potongan pohon diolah maka akan dihasilkan papan, balok, reng, kaso, kayu sisa gergajian, dan serbuk gergaji. Seluruh hasil ini bermanfaat bagi pemilik penggergajian kayu walaupun sebenarnya kayu sisa gergajian dan serbuk gergaji adalah limbah pabrik. Rendemen sengon sebesar 70% dan mahoni 55%. Artinya dalam setiap 1 m³ sengon yang digergaji akan dihasilkan 0,7 m³ papan, reng, balok, atau kaso dan 0,3 m³ lagi limbah pabrik. Demikian halnya dengan mahoni, dalam setiap 1 m³ mahoni yang digergaji akan dihasilkan 0,55 m³ papan, reng, balok, atau kaso dan 0,45 m³ lagi limbah pabrik.

Gambar 3. Lori pada salah satu penggergajian kayudi Desa Sidamulih

Hasil tanaman agroforestri di KTH Girimukti adalah kapulaga, kopi, jahe, dan pisang. Seluruh hasil tanaman agroforestri ini belum dapat diolah oleh anggota KTH, tetapi langsung dijual ke tengkulak di pasar Pamarican atau dikonsumsi sendiri. Produktivitas dari beberapa tanaman agroforestri tersebut dijelaskan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Produktivitas tanaman agroforestri anggota KTH Girimukti

Jenis Produktivitas

kapulaga Satu rumpun kapulaga berumur 2 tahun dengan luasan 1 m2 menghasilkan 3 kg buah kapulaga

kopi Satu pohon kopi mulai umur 2-3 tahun menghasilkan 0,5 kg buah kopi per tahun

jahe Satu rumpun jahe berumur 9-12 bulan dengan luasan 1 m2 menghasilkan 0,5 kg jahe

(28)

Tanaman agroforestri merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai penutup permukaan tanah dari terpaan air hujan secara langsung, sehingga akan mengurangi laju erosi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Muslich dan Krisdianto (2006), yang menyatakan bahwa sistem agroforestri pada hutan rakyat telah mampu mencegah erosi dan banjir serta meningkatkan kesuburan lahan dan upaya konservasi sumber air. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, sub sistem pengolahan hasil yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori sedang (52,5%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

5.1.3 Sub Sistem Pemasaran Hasil

Setelah kegiatan pengolahan hasil, kegiatan selanjutnya dalam pengelolaan hutan rakyat adalah pemasaran hasil. Dari data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan anggota lebih terarahkan untuk memasarkan kayunya. Hal ini disebabkan kelompok telah menjalin kerjasama dengan beberapa penggergajian kayu di Desa Sidamulih yang juga merupakan salah satu tempat pemasaran kayu anggota. Kegiatan pemasaran hasil sudah dimasukkan ke dalam tujuan kelompok, sehingga kelompok akan mengupayakan pemasaran hasil yang semakin efektif. Sebagian besar responden menyatakan adanya kerjasama di dalam kelompok dalam pemasaran hasil hutan rakyat,

misalnya sesama anggota KTH saling membantu untuk memberikan informasi harga dan hal lain yang dapat mempercepat bahkan meningkatkan nilai kayu tersebut di pasar.

(29)

Selain dijual ke penggergajian kayu, sebagian anggota ada yang menjual pohonnya secara borongan ke tengkulak. Hal ini sejalan dengan penelitian tentang petani hutan rakyat yang dilakukan Andayani (2003) yang menyatakan bahwa penjualan pohon/kayu oleh petani di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Wonosobo masih dijual dalam bentuk pohon berdiri. Hasil hutan bukan kayu digunakan sendiri untuk kebutuhan pribadi atau ada juga yang menjualnya ke tengkulak yang berada di pasar Kecamatan Pamarican tanpa diolah terlebih dahulu.

Dengan demikian, pada saluran pemasaran hasil, posisi petani hutan rakyat masih lemah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hardjanto (2003) yang menyatakan bahwa, lembaga perantara (pedagang penebas, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan industri) merupakan pihak yang lebih diuntungkan dalam saluran pemasaran hasil hutan rakyat. Sementara petani, masih berada pada posisi yang lemah.

Kegiatan penggergajian kayu akan menghasilkan limbah berupa sebetan kayu dan serbuk gergaji, seperti yang disajikan pada Gambar 4. Limbah berupa sebetan kayu dimanfaatkan oleh pembeli sebagai bahan bakar industri gula nira kelapa. Harga sebetan kayu sengon per pick up atau setara dengan 4 m³ adalah Rp 50.000,- sedangkan untuk mahoni dihargai sebesar Rp 100.000,-.

Sementara itu limbah penggergajian kayu berupa serbuk gergaji dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembuatan tempe dan tahu. Selain itu digunakan juga sebagai media pertumbuhan jamur. Setiap karung serbuk gergaji dihargai sebesar Rp 2.500,-.

(30)

Seluruh limbah kehutanan ini laku terjual di Desa Sidamulih dan desa-desa di sekitar Desa Sidamulih. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, sub sistem pemasaran hasil yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori sedang (55%), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

5.2 Dinamika KTH Girimukti 5.2.1 Karakteristik KTH Girimukti Sejarah

KTH Girimukti dibentuk untuk memperbaiki kehidupan ekonomi petani hutan rakyat di Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis. Keadaan ini didukung oleh potensi hutan rakyat di Desa Sidamulih yang sangat besar disebabkan minat masyarakat yang tinggi dalam menanam pohon. Hal ini sejalan dengan penelitian Diniyati (2009) yang menyatakan bahwa hampir seluruh lahan kosong di Desa Sidamulih telah ditanami pepohonan dan tanaman agroforestri.

Tujuan umum dibentuknya KTH Girimukti adalah “meningkatkan kerjasama petani dalam melakukan kegiatan pengelolaan hutan rakyat”. Tujuan khususnya adalah: 1) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota dalam bertani; 2) meningkatkan pendapatan keluarga anggota; dan 3) memupuk

kerjasama anggota dalam pemenuhan sarana produksi dan pemasaran hasil produksi.

Struktur

Anggota KTH Girimukti adalah petani hutan rakyat yang mengajukan diri sebagai anggota dan berdomisili di Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis. Sampai saat ini anggota KTH Girimukti telah mencapai 84 orang.

(31)

pembuatan pupuk organik/kompos oleh KTH Girimukti. Pada kegiatan persiapan bibit, KTH Girimukti membentuk panitia penerimaan bantuan bibit.

Program dan Kegiatan yang Pernah Dilakukan

Program kerja KTH Girimukti untuk saat ini antara lain, melakukan pertemuan rutin sebulan sekali, membuat pupuk organik/kompos tiga bulan sekali dalam jumlah yang besar untuk kebutuhan anggota kelompok dan untuk diperjualbelikan, menjalankan usaha peminjaman alat pengaduk semen (mesin molen) untuk menambah pemasukan kelompok, dan menyelesaikan proyek-proyek insidental yang datang dari pemerintah Desa Sidamulih, BP3K Kecamatan Pamarican, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis, dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat.

Kelompok telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan hutan rakyat anggota. Salah satunya adalah peningkatan kualitas bibit anggota yang dilakukan melalui penerimaan bantuan bibit sengon pada tahun 2010 dan tahun 2011, sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kegiatan yang pernah dilakukan KTH Girimukti

Jenis Kegiatan Jumlah Periode Sumber Dana - Bantuan bibit cengkeh 1200 bibit 2002 Dinas

Kehutanan dan

- Membeli mesin pembuat pupuk organic

1unit 2006 Kas KTH

Girimukti - Bantuan bibit kapulaga Rp 30 juta 2010 Dinas Pertanian

(32)

Tabel 5. Kegiatan yang pernah dilakukan KTH Girimukti (Lanjutan)

Jenis Kegiatan Jumlah Periode Sumber Dana - Bantuan bibit sengon 10.000 bibit 2011 Dinas

Kondisional 3 bulan sekali

Kas KTH Girimukti - Usaha peminjaman alat

pengaduk semen

1 unit Setiap hari Kas KTH Girimukti

- Pertemuan/rapat Sering Minimal 1

bulan sekali

Kas KTH Girimukti - Mengelola lahan

pemberian Pemerintah Desa Sidamulih ke KTH Girimukti untuk kegiatan hutan rakyat secara bersama di dalam kelompok

0,14 hektar 2012 Pemerintah Desa Sidamulih

Sumber: data sekunder KTH Girimukti

Fasilitas Kelompok

Kelompok memiliki beberapa fasilitas, antara lain mesin pembuat pupuk organik/kompos, mesin pengaduk semen, sprayer (alat penyiram bibit di lokasi persemaian), dan saung kelompok yang letaknya di sekitar rumah ketua KTH Girimukti. Kelompok juga memiliki persemaian, namun untuk saat ini tidak difungsikan dengan optimal.

KTH Girimukti merupakan kelompok yang sangat berjasa melestarikan lingkungan di Desa Sidamulih, kelompok ini pernah meraih penghargaan dari presiden RI di bidang lingkungan. Dalam rangka meningkatkan motivasi pengurus, setiap akhir tahun pengurus mendapatkan insentif dari sisa hasil tutup buku kas kelompok.

5.2.2 Karakteristik Anggota KTH Girimukti

Karakteristik contoh anggota KTH Girimukti (responden) yang diamati meliputi: usia anggota, tingkat pendidikan, pekerjaan utama dan sampingan, ukuran keluarga, masa keanggotaan, pendapatan dan pengeluaran keluarga, serta

(33)

Usia

Berdasarkan data yang diperoleh, umur responden paling banyak berada pada selang (41-49) tahun (40%) dengan sebaran usia antara 29-60 tahun dan rata-rata usia 43,9 tahun, seperti yang disajikan pada Tabel 6. Mengacu pada Statistik Indonesia (2006) usia di bawah 15 tahun umunya dianggap belum produktif dan di atas 65 tahun sudah tidak produktif lagi karena sudah melewati usia pensiun (56 tahun). Sebagian besar jumlah anggota KTH Girimukti berada pada usia produktif sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemandirian.

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan usia

Usia (tahun) N %

Tingkat pendidikan responden paling banyak (70%) hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD), dan sebanyak 13,33% menamatkan SMP, serta 3,33% menamatkan perguruan tinggi, seperti yang disajikan pada Tabel 7. Tingkat pendidikan formal bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh positif terhadap kegiatan pengelolaan hutan rakyat, karena petani dapat menambah pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan non formal seperti pelatihan dan penyuluhan (Witantriasti 2010).

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan N %

1. Sekolah Dasar (SD) 21 70,00

2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 4 13,33

3. Sekolah Menengah Atas (SMA) 4 13,33

4. Perguruan Tinggi 1 3,33

Total 30 100,00

Pekerjaan

(34)

buruh tani dan sisanya petani, buruh bangunan, pedagang, dan lain-lain (buruh pabrik, supir, dan pengurus PNPM), seperti yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan

1. Tidak Ada Pekerjaan Sampingan 15 50,00

2. Petani 3 10,00

3. Buruh Tani 6 20,00

4. Buruh Bangunan 2 6,67

5. Pedagang 1 3,33

6. Lain2 (Buruh Pabrik,Supir, Pengurus PNPM) 3 10,00

Total 30 100,00

Ukuran Keluarga

Menurut BKKBN (1998), pengelompokan besar rumah tangga keluarga dikelompokkan sebagai berikut: 1) keluarga kecil (≤ 4 orang); 2) keluarga sedang (5-7 orang); dan 3) keluarga besar (> 7 orang). Ukuran keluarga responden paling banyak (93,33%) tergolong keluarga kecil dan sisanya keluarga sedang, seperti yang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan ukuran keluarga

Ukuran Keluarga N %

(35)

Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan masa keanggotaan

Pendapatan adalah sejumlah dana yang dihasilkan responden per bulan yang dinilai dalam bentuk uang. Sebanyak 50% responden memiliki jumlah pendapatan per bulan sebesar >Rp 800.000,- sampai Rp 1.600.000,-. Namun ada 10% responden yang memiliki pendapatan di atas Rp 3.200.000,- seperti yang disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan pendapatan per bulan

Pendapatan (Rp) N %

Pengeluaran adalah sejumlah dana yang dikeluarkan responden per bulan yang dinilai dalam bentuk uang. Sebanyak 63,33% responden memiliki jumlah pengeluaran per bulan sebesar >Rp 500.000,- sampai Rp 1.000.000,-. Namun ada 6,67% responden yang memiliki pengeluaran di atas Rp 1.500.000,- seperti yang disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan pengeluaran per bulan

Pengeluaran (Rp) N %

(36)

kepemilikan lahan lebih besar dari 1 hektar, seperti yang disajikan pada Tabel 13. Hal ini sejalan dengan penelitian Hardjanto (2003) yang menyatakan bahwa luasan hutan rakyat yang dimiliki oleh petani kecil, menengah, maupun besar, sebagian besar relatif sempit (kurang dari 1 hektar).

Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan luas kepemilikan lahan

Luas Lahan (hektar) N %

1. ≤ 0,10 4 13,33

2. > 0,10 – 0,50 19 63,33

3. > 0,50 – 1,00 6 20,00

4. > 1,00 1 3,33

Total 30 100,00

5.2.3 Unsur dinamika KTH

Unsur-unsur dinamika kelompok yang diteliti terdiri dari: 1) tujuan kelompok; 2) struktur kelompok; 3) fungsi tugas kelompok; 4) pembinaan dan pemeliharaan kelompok; 5) kekompakan kelompok; 6) suasana kelompok; 7) tekanan kelompok; dan 8) efektivitas kelompok. Komponen-komponen ini memiliki hubungan dalam mencapai tujuan kelompok secara efektif. Skor dinamika KTH yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Skor dinamika kelompok

Dimensi Dinamika Kelompok Persentase

(%)* Kategori

1. Tujuan Kelompok 86,2 Tinggi

2. Struktur Kelompok 85,1 Tinggi

3. Fungsi Tugas Kelompok 86,3 Tinggi

4. Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok 81,6 Tinggi

5. Kekompakan Kelompok 88,4 Tinggi

6. Suasana Kelompok 84,0 Tinggi

7. Tekanan Kelompok 79,2 Tinggi

8. Efektivitas Kelompok 81,5 Tinggi

Total 84,0 Tinggi

Keterangan: * Persentase pencapaian skor rataan terhadap skor maksimum

Tujuan Kelompok

(37)

kelompok, yaitu: 1) sifat dan kejelasan tujuan kelompok dan 2) kesesuaian rencana kerja dengan keinginan dan kebutuhan anggota kelompok.

Kelompok sudah merumuskan tujuan bersama secara tertulis. Sebagian besar responden menyatakan bahwa tujuan kelompok ditetapkan melalui musyawarah dan sudah dipahami oleh anggota. Tujuan umum dibentuknya KTH Girimukti adalah meningkatkan kerja sama petani dalam melakukan kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Tujuan khususnya adalah: meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota dalam bertani, meningkatkan pendapatan keluarga anggota dan memupuk kerja sama anggota dalam pemenuhan sarana produksi dan pemasaran hasil produksi. Dengan demikian, KTH Girimukti akan lebih dinamis. Hal ini sesuai dengan penelitian Yunasaf (2008) yang menyatakan bahwa, kelompok tani yang memiliki tujuan yang lebih spesifik akan mendorong kedinamisan kelompok tani tersebut.

Kelompok telah memiliki rencana kerja dan rencana kebutuhan yang sejalan dan sesuai dengan keinginan anggota. Sebagian besar responden menyatakan rencana kerja dan rencana kebutuhan merupakan keinginan para anggota. Program kelompok sebagaimana dijelaskan sebelumnya telah ada dan telah berjalan, salah satunya adalah kegiatan pemeliharaan tanaman yaitu membentuk usaha pembuatan pupuk organik/kompos setiap tiga bulan sekali.

Kegiatan yang terjadwal telah diketahui oleh sebagian besar anggota, terbukti dari data penelitian hampir seluruh responden menyatakan bahwa penetapan waktu kegiatan telah ditetapkan bersama kelompok.

(38)

Struktur Kelompok

Struktur kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 3 sub indikator yang digunakan untuk melihat struktur

kelompok, yaitu: 1) struktur pengambilan keputusan di dalam kelompok; 2) struktur tugas di dalam kelompok; dan 3) struktur komunikasi.

Kelompok memiliki struktur pengambilan keputusan yang jelas, terbukti dari data penelitian sebagian besar responden menyatakan semua anggota kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam proses pengambilan keputusan di dalam kelompok. Salah satunya yaitu pembuatan pupuk organik yang merupakan hasil kesepakatan bersama di dalam kelompok.

Pengurus sering berinteraksi dengan anggota pada kegiatan rutin maupun kegiatan insidental dalam hal pelaksanaan perannya di dalam kelompok, seperti pada kegiatan penerimaan bantuan bibit sengon pada tahun 2011 yang lalu. Hal ini dibuktikan dari temuan, hampir seluruh responden menyatakan sering berinteraksi dengan pengurus kelompok, mulai dari ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok.

Kelompok sudah mengadakan pembagian tugas dengan jelas. Sebagai contoh, sekretaris kelompok memiliki tugas tertentu dan tidak mengurusi tugas ketua jika tidak dibutuhkan, demikian sebaliknya dengan ketua. Hal ini sejalan

dengan temuan, sebagian besar responden menyatakan setiap anggota termasuk pengurus telah mendapatkan serta memahami peran/tugas masing-masing di dalam kelompok.

Salah satu peran ketua kelompok adalah menjalin komunikasi dengan pihak luar seperti pemerintah Kabupaten Ciamis terkait usaha pengelolaan hutan rakyat. Sehingga KTH Girimukti sering mengikuti kegiatan di luar kelompok maupun dikunjungi oleh pihak lain. Berdasarkan informasi dari pengurus kelompok, pada tahun 2004 KTH Girimukti dikunjungi oleh Pemda Provinsi Lampung terkait usaha pengelolaan hutan rakyat.

(39)

Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, struktur kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (85,1%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Fungsi Tugas Kelompok

Fungsi tugas kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 3 sub indikator yang digunakan untuk melihat fungsi tugas kelompok, yaitu: 1) pemberian kepuasaan/kemudahan dalam berkelompok; 2) proses mendapatkan dan penyebaran informasi di dalam kelompok; dan 3) pemberian penjelasan oleh kelompok.

Kelompok memberikan kemudahan dalam memperoleh bibit, kemudahan memperoleh informasi mengenai pemeliharaan tanaman, dan kemudahan dalam sub sistem pemasaran melalui mitra kelompok yaitu penggergajian kayu yang berada di sekitar Desa Sidamulih. Hal ini sejalan dengan temuan, sebagian besar responden menyatakan kelompok telah berhasil memberikan kemudahan dan manfaat kepada anggota-anggotanya dalam pengelolaan hutan rakyat.

Sebagian besar responden menyatakan, kelompok juga memotivasi anggota untuk melaksanakan tugas dan perannya sebagai anggota dan pengurus. Hal ini dilakukan misalnya dengan memberikan insentif kepada pengurus pada

akhir tahun dan memberikan gambaran keuntungan yang besar bagi anggota jika mengelola hutan rakyatnya dengan baik, seperti menerapkan daur serta jarak tanam. Selain itu, hampir seluruh responden menyatakan, kelompok telah berusaha memberikan solusi terbaik terhadap masalah-masalah yang dialami dalam kelompok. Solusi tentang permasalahan tata batas lahan milik anggota diselesaikan dengan musyawarah dan solusi masalah penyaradan pohon yang melintasi lahan milik anggota lain diselesaikan dengan ganti rugi terhadap kerusakan yang terjadi pada lahan milik yang dilewati.

(40)

informasi. Hal ini sejalan dengan data penelitian, sebagian besar responden menyatakan informasi baru hampir selalu tersosialisasi dengan cepat dan tepat kepada seluruh anggota kelompok.

Kelompok berusaha menjelaskan usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan kelompok, misalnya menjelaskan perlunya kerjasama kelompok dalam usaha pemupukan dana (modal) kelompok, pengadaan sarana produksi, dan kegiatan pemasaran hasil secara bersama-sama. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil pengolahan data, fungsi tugas kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (86,3%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

KTH Girimukti harus tetap mempertahankan fungsi dan tugasnya bahkan kalau perlu ditingkatkan melalui pelatihan kepemimpinan bagi pengurus kelompok. Pelayanan yang baik kepada anggota kelompok akan meningkatkan kepuasan anggota, sehingga anggota akan merasa memiliki kelompok (Muhsinin 2000).

Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok

Pembinaan dan pemeliharaan kelompok yang dilakukan oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 4 sub indikator yang digunakan untuk melihat pembinaan dan pemeliharaan kelompok, yaitu: 1) upaya kelompok

dalam menumbuhkan aktivitas; 2) upaya kelompok dalam menyediakan fasilitas; 3) penciptaan norma kelompok; dan 4) upaya mendapatkan anggota baru.

Kegiatan yang dilaksanakan kelompok telah sesuai dengan kebutuhan anggota. Sebagaimana disampaikan pada bagian tujuan kelompok, anggota selalu dilibatkan dalam musyarawah yang menyangkut kepentingan bersama termasuk pelaksanaan kegiatan kelompok. Hal ini sejalan dengan temuan, sebagian besar responden merasa butuh dan selalu hadir dalam kegiatan kelompok. Hal ini dikarenakan penentuan kegiatan berdasarkan keinginan bersama. Anggota tidak hanya hadir ketika ada bantuan, namun ketika ada masalahpun anggota tetap peduli terhadap kelompok.

(41)

anggota, saung (tempat pertemuan), bantuan bibit dan pupuk, serta fasilitas lainnya yang bertujuan untuk membina dan memelihara fungsi kelompok. Selain itu, kelompok juga telah membuat ketentuan yang berfungsi untuk memelihara kehidupan berkelompok, misalnya membuat aturan tentang syarat-syarat keanggotaan dalam kelompok dan membuat ketentuan pertemuan rutin kelompok.

Kelompok terus berupaya melakukan regenerasi keanggotaan secara berkala. Sosialisasi kelompok ke masyarakat dilakukan melalui rapat desa dan ajakan langsung baik oleh pengurus maupun anggota kepada masyarakat Desa Sidamulih yang belum bergabung menjadi anggota KTH Girimukti. Upaya ini terbukti membuahkan hasil dilihat dari adanya peningkatan jumlah anggota kelompok pada beberapa periode belakangan ini, seperti dijelaskan pada bagian masa keanggotaan. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, pembinaan dan pemeliharaan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (81,6%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Upaya peningkatan peran kelompok dalam membuat ketentuan yang mengatur harga sarana produksi dan upaya kelompok membuat model kerjasama yang lebih baik dengan pihak lain masih perlu dilakukan dalam pembinaan dan pemeliharaan kelompok. Dengan demikian anggota akan semakin senang berada dalam kelompok (Santosa 2006).

Kekompakan Kelompok

Kekompakan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 3 Sub indikator yang digunakan untuk melihat kekompakan kelompok, yaitu: 1) kepemimpinan kelompok; 2) nilai tujuan kelompok; dan 3) kerukunan dan kerjasama kelompok.

Dalam hal kepemimpinan kelompok, hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh responden menyatakan pengurus mampu mengorganisir kelompok dengan baik. Pengurus bertanggung jawab karena terpilih melalui musyawarah dan mufakat. Hal ini menunjukkan telah terbentuk kekompakan kelompok dalam menjalankan peran/tugas masing-masing.

(42)

tersebut dapat tercapai. Kemudian dalam hal kerukunan dan kerjasama kelompok, yaitu sebagian besar responden menyatakan sudah terjalin kerjasama yang bagus di antara anggota, di antara pengurus serta di antara pengurus dan anggota. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan fungsi dan efektivitas kelompok. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, kekompakan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (88,4%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Suasana Kelompok

Suasana kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 2 sub indikator yang digunakan untuk melihat suasana kelompok, yaitu: 1) interaksi di dalam kelompok dan 2) lingkungan fisik kelompok.

Dalam hal interaksi di dalam kelompok, sebagian besar responden menyatakan suasana dalam setiap pertemuan berlangsung tertib dan lancar. Hal ini diperjelas dengan keterangan sekretaris kelompok yang menyatakan keseriusan anggota dan pengurus dalam mengikuti pertemuan, mulai dari pertemuan rutin kelompok sampai pada pelatihan pengelolaan hutan rakyat selalu dibuatkan daftar hadir dan dihadiri oleh sebagian besar anggota. Anggota KTH Girimukti

merasakan kekeluargaan dalam kelompok. Hal ini berhubungan dengan kondisi sosial di Desa Sidamulih yang masih sangat menjaga tradisi kebersamaan dan gotong royong. Hal ini sejalan dengan penelitian Kusumawati (2006) yang menyatakan bahwa, suasana kelompok dapat berupa rasa kekeluargaan, setia kawan, saling mewaspadai, sikap saling menerima apa adanya, dan sebagainya.

(43)

pusat kecamatan juga relatif bagus. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, suasana kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (84%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Tekanan Kelompok

Tekanan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Sebagian besar responden menyatakan adanya tekanan kelompok dari pihak luar kelompok, misalnya kelompok selalu mendapat pengawasan dari pemerintah daerah melalui BP3K Kecamatan Pamarican yang mengunjungi kelompok secara periodik dan insidental, baik itu memberikan pelatihan maupun mengawasi kegiatan proyek yang dilakukan kelompok. Kelompok juga pernah dikunjungi pihak lain sebagai acuan dalam pengelolaan hutan rakyat. Sebagaimana diinformasikan sebelumnya bahwa pada tahun 2004 Pemda Provinsi Lampung mengadakan studi banding tentang pengelolaan hutan rakyat ke Desa Sidamulih dan ke KTH Girimukti. Hal ini tentunya akan menjadi tekanan bagi kelompok untuk meningkatkan kinerjanya. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, tekanan kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (79,2%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Kelompok perlu melakukan beberapa kegiatan yang akan memberikan

tekanan dari dalam kelompok. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, kelompok belum pernah memberikan penghargaan bagi anggota yang berdedikasi tinggi pada kelompok. Penerapan sanksi bagi anggota yang pasif atau lalai dalam mengerjakan peran/tugasnya juga sering tidak diterapkan karena merasa sungkan terhadap pelanggar.

Efektivitas Kelompok

Efektivitas kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti dapat dijelaskan sebagai berikut: Ada 3 sub indikator yang digunakan untuk melihat efektivitas kelompok, yaitu: 1) tingkat peran serta anggota dalam kegiatan kelompok; 2) tingkat keberhasilan kegiatan kelompok; dan 3) moral anggota kelompok.

(44)

kelompok, beberapa anggota juga diikut sertakan dalam kegiatan di luar kelompok sebagai perwakilan kelompok, misalnya pertemuan di tingkat kabupaten. Selain itu, sebagian besar responden menyatakan bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan pertemuan berkala maupun pertemuan lainnya yang diselenggarakan oleh kelompok.

Dalam hal tingkat keberhasilan kegiatan kelompok, sebagian besar responden menyatakan pertemuan yang diadakan kelompok baik rutin maupun insidental dapat dikatakan selalu berlangsung tertib dan lancar, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kegiatan pertemuan anggota KTH Girimukti

Kemudian dalam hal moral anggota kelompok, sebagian besar responden menyatakan bahwa manfaat kelompok bagi mereka adalah sebagai tempat bergaul dan belajar bersama, khususnya dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Selain itu, sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka sangat peduli terhadap perkembangan kelompok dan merasa bangga atas keberhasilan dan prestasi kelompok yang dicapai selama ini. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, efektivitas kelompok yang dimiliki oleh KTH Girimukti termasuk ke dalam kategori tinggi (81,5%), seperti yang disajikan pada Tabel 14.

5.2.4 Hubungan dinamika KTH dengan pengelolaan hutan rakyat

(45)

Tabel 15. Hubungan dinamika kelompok dengan pengelolaan hutan rakyat PN = Penanaman; PT = Pemeliharaan Tanaman; PM = Pemanenan; Tot = Total Sub

Sistem Produksi; PH = Sub Sistem Pengolahan Hasil; PS = Sub Sistem Pemasaran

Hasil; PHR = Total Pengelolaan Hutan Rakyat; TUJ = Tujuan Kelompok;

STR = Struktur Kelompok; FGS =Fungsi Tugas Kelompok; BIN = Pembinaan dan

Pemeliharaan Kelompok; KPK = Kekompakan Kelompok; SUA = Suasana

Kelompok; TEK = Tekanan Kelompok; EFT = Efektivitas Kelompok

Hubungan antara dinamika KTH Girimukti dengan pengelolaan hutan rakyat sub sistem produksi adalah nyata karena hubungan antara keduanya signifikan pada α < 0,05, seperti yang disajikan pada Tabel 15. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan unsur-unsur dinamika kelompok menentukan sub sistem produksi berjalan, akan tetapi unsur-unsur dinamika kelompok yang berhubungan nyata dengan sub sistem produksi hanya tujuan kelompok, fungsi tugas kelompok, pembinaan dan pemeliharaan kelompok, serta efektivitas kelompok (p<0,05).

Tujuan, fungsi tugas, pembinaan dan pemeliharaan kelompok, serta efektivitas kelompok memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan pengelolaan hutan rakyat disebabkan sub sistem produksi telah tertuang dalam tujuan kelompok, kelompok telah memberikan berbagai kemudahan dalam sub sistem produksi, seperti bantuan bibit dan penyuluhan dari kelompok bekerjasama

dengan BP3K Pamarican, kelompok telah melakukan upaya pemupukan aktivitas dan penyediaan fasilitas terkait sub sistem produksi, serta keberhasilan kelompok pada sub sistem produksi, seperti pada acara penyuluhan pemeliharaan tanaman yang dilakukan kelompok bekerjasama dengan BP3K Pamarican yang berlangsung lancar.

Gambar

Gambar 2. Kegiatan pembersihan lahan di hutan rakyat anggota KTH Girimukti
Tabel 3. Data bantuan bibit di KTH Girimukti
Gambar 4. Limbah penggergajian kayu berupa sebetan kayu (kiri) dan serbuk
Tabel 5. Kegiatan yang pernah dilakukan KTH Girimukti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ibu Siti Maesyaroh Eka, S.Pd, selaku ibu, guru pembimbing, pengingat, penyemangat, dan sahabat yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah penulis dari awal

Kami bersyukur bahwa tahun ini, Perusahaan mampu membukukan penjualan regular di Bintaro Jaya sebesar Rp 692 milyar di tahun 2010, meningkat 63% dari Rp 424 milyar

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Dengan banyaknya jumlah kendaraan yang harus dilayani akan menimbulkan potensi antrian pada jembatan timbang tersebut. Penelitian ini

Berdasarkan hasil pemantauan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan sampai dengan bulan Maret 2014 total kejadian krisis yang terjadi sebanyak 112 kali

Penggunaan pupuk Tiens Golden Harvest dari hasil analis sidik ragam menunjukkan pada perlakuan 10 ml/tanaman memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah

Kajian ini dibuat bertujuan untuk mengesan kecenderungan keusahawanan di kalangan pesara tentera yang mengikuti program keusahawanan anjuran Jabatan Hal-Ehwal

Setelah validasi ahli media yang dilakukan oleh Bapak Drs Subagya M.Pd (Dosen Pendidikan Luar Biasa Universitas Sebelas Maret), diperoleh hasil untuk