• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN STRES PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN STRES PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN STRES

PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA

Oleh:

EKO ELLYYA. N

RATNA SYIFA’A RACHMAHANA

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

(2)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN STRES PADA

PENDERITA KANKER PAYUDARA

Telah Disetujui Pada Tanggal

_______________________________

Dosen Pembimbing Utama

(3)

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN STRES PADA

PENDERITA KANKER PAYUDARA

Eko Ellyya. N Ratna Syifa’a Rachmahana

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita kanker payudara. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita kanker payudara. Semakin tinggi semakin tinggi penerimaan diri, maka semakin rendah stres pada penderita kanker payudara, begitu sebaliknya. Semakin rendah stres, maka semakin tinggi penerimaan diri.

Subyek dalam penelitian ini adalah para penderita kanker payudara, yang berusia 20-80 tahun. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penerimaan diri yang disusun dengan mengacu pada aspek-aspek penerimaan diri dari Shereer (dalam Cronbach, 1963), sedangkan skala stres mengacu pada aspek-aspek dari Hardjana (1994).

Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis menggunakan analisis korelasi Product Moment dari Pearson. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar r = -0,486 dengan taraf signifikansi p = 0,000 (p < 0,01) untuk variabel bebas penerimaan diri dengan variabel tergantung stres. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi negatif yang sangat signifikan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita kanker payudara yang sehingga hipotesis yang diajukan diterima.

(4)

LATAR BELAKANG

Pada dekade terakhir ini, banyak penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan signifikan antara kesehatan dengan gaya hidup. Gaya hidup seseorang seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, kebiasaan merokok, dan kebiasaan hidup stres akan mempengaruhi keadaan fisiologis yang selanjutnya menciptakan masalah-masalah kesehatan. Salah satu masalah kesehatan saat ini yang banyak menjadi pembicaraan adalah penyakit kanker dan aspek-aspek psikologis yang menyertainya.

Menurut Ramli (1994), penyakit kanker payudara merupakan suatu penyakit sebagai akibat dari proses kemunduran bentuk dan atau fungsi tubuh yang berkembang selama kurun waktu lama. Sel-sel kanker tumbuh dengan pola yang tidak terkendali dan tidak dapat diramalkan. Pertumbuhan sel-sel ini tidak mempunyai tujuan psikologis yang bermanfaat dan sering menjadi ancaman bagi seluruh tubuh.

Sudah lama diketahui bahwa kanker payudara adalah ketidaknormalan dari sel-sel tubuh manusia sendiri yang menyebar atau menyerang seluruh organ tubuh sehingga berakhir dengan kematian (Soebandri, 1996). Namun dengan majunya ilmu pengetahuan, usia penderita kanker payudara dapat lebih panjang dengan cara-cara pengobatan yang mutakhir, penemuan kanker secara dini, dan ditunjang dengan pengelolaan aspek psikologis yang baik. Hal ini merupakan sesuatu yang penting untuk keberhasilan terapi, menurunkan kekambuhan, serta meningkatkan kualitas hidup.

Kanker payudara di banyak negara meningkat 1-2 % setiap tahunnya (De Velde, 1999). Kurva insidensi berdasarkan usia bergerak naik terus sejak usia 30

(5)

tahun. Angka tinggi kematian karena kanker payudara terdapat pada usia 44-66 tahun. Meskipun ada perbaikan diagnosis dan terapi bagi penderita kanker payudara, kematian karena penyakit kanker payudara ini tetap terus meningkat. Jadi penyakit ini merupakan penyebab kematian utama pada wanita berusia 35-50 tahun (De Velde, 1999).

Di Indonesia, penyakit kanker menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab kematian, 64 % penderitanya adalah perempuan, yaitu menderita kanker leher rahim dan kanker payudara. Kedua jenis penyakit kanker tersebut sangat berpengaruh terhadap kesempurnaan seorang wanita terutama kanker payudara, karena berkaitan dengan organ tubuh perempuan yang berhubungan dengan kecantikan dan kepuasan tubuh. Sebagian wanita beranggapan bahwa payudara yang besar adalah simbol seks dan wanita menerima sejumlah perhatian yang sangat besar karena ukuran dan keindahan payudaranya.

Salah satu contoh dibawah ini yang diungkapkan oleh X dalam wawancara dengan penulis pada tanggal 14 Juni 2008. Beliau adalah penderita kanker payudara stadium awal, memberikan gambaran bahwa penyakit kanker payudara ini juga membutuhkan pemikiran yang sangat serius. Hari-hari yang terkadang membuat beliau sulit adalah jika rasa sakit pada payudara itu muncul. Beliau harus menahan sakit. Jika hal tersebut terjadi beliau langsung melakukan pengecekan ke dokter. Sekitar setahun yang lalu beliau pernah melakukan pengangkatan payudara yang sebelah kanan. Operasi berjalan dengan lancar dan kondisi beliau sudah pulih kembali. Namun sejak delapan bulan terakhir X mengeluh merasakan rasa yang sangat sakit dan nyeri di payudara sebelah kiri. Beliau langsung periksa ke dokter, dan ternyata itu kanker payudara yang tumbuh lagi disebelah kiri. Beliau sangat stres

(6)

karena kenapa penyakit itu bisa muncul lagi disebelah kiri. Gejala stres yang beliau rasakan ialah merasa mudah putus asa, mudah emosi, merasa takut akan datangnya kematian karena mengira kanker payudara adalah penyakit yang belum ada obatnya dan sulit disembuhkan, takut jika suaminya meninggalkannya dan mencari wanita lain, merasa tubuhnya tidak sempurna lagi, sering sakit kepala/pusing, sering merasa lelah dan kehilangan tenaga, merasa tidak punya harapan dan semangat, merasa bersalah dan berfikir untuk bunuh diri. Dengan penyakit kanker payudara yang diderita telah membuat kehidupan X berubah.

Selain itu peneliti juga melakukan wawancara pada seorang pasien yang berinisial N, menurutnya selama menderita penyakit kanker payudara dia menjadi mudah emosi, sering marah-marah tidak jelas, pernah mencoba melakukan bunuh diri karena merasa payudaranya tidak indah lagi, suka melamun, sering merasakan pusing kepala, beliau sering minum air putih terus karena merasa kerongkongan kering. Beliau masih sangat muda sehingga ingin selalu berpenampilan menarik dihadapan orang lain. Namun pada akhirnya dia juga dapat menerima kenyataan bahwa penyakit yang diderita masih dapat disembuhkan dan masih mempunyai kesempatan untuk hidup normal lagi.

Sesuai dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan maka gejala-gejala stres yang ditimbulkan sesuai dengan teori Cooper dan Straw (1995) bahwa gejala-gejala stres dibagi menjadi dua, antara lain yaitu: 1) gejala fisik, seperti nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab dan berkeringat, otot tegang dan sakit kepala. 2) gejala perilaku, seperti merasa tidak berdaya, kehilangan semangat, sulit berkonsentrasi, cepat marah, ingin memukul orang lain, suasana hati mudah berubah, menarik diri, serta hilang gairah dalam tampilan.

(7)

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara peneliti pada tanggal 12 Juni 2008, menurut keterangan perawat bagian klinik kanker payudara (Bu Kaningsih), setiap harinya ada lima hingga 10 orang penderita kanker payudara yang berobat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Melalui observasi yang peneliti lakukan, ada lima dari sepuluh penderita kanker payudara mengalami gejala-gejala stres menghadapai kenyataan bahwa ia menderita penyakit tersebut. Adapun gejala-gejala stres yang mereka alami seperti gejala emosional berupa perubahan perasaan yang tidak menyenangkan ditandai oleh perasaan tertekan, sedih, malu, putus asa hingga muncul niat untuk bunuh diri karena merasa hidupnya sudah tidak berarti lagi, serta diikuti dengan penilaian diri yang negatif, selain itu mereka juga mengalami gangguan tidur dan gangguan makan. Stres yang mereka alami karena timbulnya rasa takut akan datangnya kematian yang tidak dapat diprediksikan. Mereka belum siap untuk meninggalkan orang-orang yang dicintainya seperti keluarga dan orang-orang terdekatnya. Gejala-gejala tersebut sesuai dengan teori Crider (1983).

Orang yang cenderung berfikir negatif, pesimis dan irasional akan lebih mudah mengalami stres daripada mereka yang cenderung berfikir positif, rasional, dan optimis. Membentuk sikap positif terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan, akan membuat seseorang melihat keadaan tersebut secara rasional, tidak mudah putus asa ataupun menghindar dari keadaan tersebut, tetapi justru akan mencari jalan keluarnya. Sehingga orang tersebut mempunyai mental yang kuat, yang akan membantunya dalam menghadapi stressor kehidupan (Hardjana, 1994).

Penderita kanker payudara memang dituntut untuk melaksanakan pelbagai rutinitas yang berkaitan dengan pengaturan makan, menghindari pikiran berat, rajin berolahraga. Bila seseorang telah menderita kanker payudara akan terjadi

(8)

perubahan-perubahan pada rutinitas kehidupannya, apalagi apabila sudah dialami dalam waktu yang cukup lama, biasanya perubahan-perubahan itu akan lebih dirasakan. Setiap individu akan merespon dan mempunyai persepsi yang berbeda-beda dalam menghadapi perubahan tersebut pada kepribadian dan ketahanan diri terhadap stres, konsep diri dan citra diri, serta penghayatan terhadap menjalani penyakit tersebut, misalnya ada yang merasa marah karena merasa tidak beruntung sehingga cenderung menyalahkan hal-hal atau orang lain di sekitarnya atau menyesali nasibnya telah mengidap penyakit kanker payudara, adapula yang merasa bersalah pada diri sendiri sehingga merasa sedih dan merasa masa depannya suram. Respon-respon tersebut merupakan beberapa ciri dari seseorang yang memiliki penilaian terhadap diri sendiri yang buruk, penerimaan diri sendiri pun menjadi negatif. Dilain pihak banyak pula individu yang dapat menerima kenyataan bahwa kanker payudara yang dialaminya sebetulnya tidak berbahaya, namun tetap harus dihadapi agar tetap hidup lebih nyaman (Novvida,2002).

Hjelle dan Ziegler (dalam Izzaty, 1996) menyatakan bahwa toleransi terhadap stres yang tinggi merupakan salah satu dari individu yang mampu menerima dirinya. Penerimaan diri terbentuk karena individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya dengan baik. Hurlock mengatakan bahwa penerimaan diri inilah yang membuat perilaku individu menjadi well-adjusted yang pada akhirnya memiliki daya tahan yang tinggi terhadap stres.

Sartain (Andromeda, 2006) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kesadaran seseorang untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan memahami dirinya seperti apa adanya. Individu yang memiliki penerimaan diri berarti telah menjalani

(9)

proses yang mengantarkan dirinya pada pengetahuan dan pemahaman tentang dirinya sehingga dapat menerima dirinya secara utuh dan bahagia.

Menurut Maslow (1994), penerimaan diri merupakan kemampuan untuk mengesampingkan kekurangan dan kesalahan, rasa malu yang merusak dan kecemasan yang ekstrim atau luar biasa. Individu yang dapat menerima dirinya sendiri, mampu menerima sifat manusiawi dengan segala kekurangan dan dengan segala yang tidak sesuai dengan cita-cita idealnya, serta puas akan keadaan dan sifat sebagimana adanya ciri-ciri orang yang memiliki penerimaan diri. Pada penderita kanker payudara, mereka memiliki keyakinan akan karakteristik dirinya dan mampu serta mau hidup dengan keadaan dirinya itu dapat dilihat dari bagaimana usaha untuk tetap berani menunjukkan identitas dan eksistensi diri mereka kepada orang lain. Jika ciri-ciri tersebut ditemukan pada diri mereka berarti penerimaan diri mereka dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Derogatis pada kelompok penderita kanker payudara, ditemukan adanya penurunan citra raga pada wanita penderita kanker payudara dikarenakan penerimaan keadaan tubuhnya yang tidak utuh lagi, setelah salah satu payudaranya diangkat (Derogatis, 1986). Pada umumnya penyakit kanker payudara sering menimbulkan perasaan yang tidak berdaya pada diri penderitanya. Suatu perasaan bahwa dirinya sudah tidak mampu lagi mengubah masa depannya. Perasaan tidak berdaya ini timbul karena berbagai macam sebab, antara lain karena kondisi kesehatan penderita yang tidak menentu yang diwarnai dengan kesembuhan dan kekambuhan, dan juga kemungkinan karena terjadinya kemunduran fisik. Hal itu akan banyak mempengaruhi motivasi penderita terhadap pengontrolan penyakitnya, sehingga banyak penderita kanker payudara yang mengalami stres.

(10)

Atas dasar asumsi uraian diatas, peneliti berasumsi bahwa kemampuan penerimaan diri memiliki hubungan dengan stres pada penderita kanker payudara. Pada penderita kanker payudara, penerimaan diri yang tinggi sangat diperlukan. Karena dapat menciptakan kondisi tubuh yang sehat. Jadi, jika penderita kanker payudara mengalami stres, sistem syaraf dan sistem hormonal di dalam tubuh akan mengalami gangguan. Akibatnya, sulit bagi penderita untuk mendapatkan kondisi tubuh dan jiwa yang sehat.

(11)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Stres

Kata “stres” bisa diartikan berbeda oleh tiap individu. Sebagian individu mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan atau respon emosional. Para psikolog juga mendefinisikan stres dalam berbagai bentuk. Stres merupakan hal yang tidak terhindarkan dalam kehidupan ini. Setiap orang pernah dan akan mengalami masalah ini. Stres dapat terjadi pada siapa saja tidak perduli ruang dan waktu. Setiap orang memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi stres, maka stres dapat dikatakan sebagai pengalaman pribadi dan subjektif.

Hardjana (1994), menjelaskan tentang definisi stres sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta apabila transaksi individu yang mengalami stres dan situasi yang dianggap mendatangkan stres membuat individu melihat ketidaksepadanan, entah nyata atau tidak nyata antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang ada dalam diri individu tersebut. Apabila individu melihat (percieve) ketidakcocokan, ketidakseimbangan atau ketidaksepadanan (discrepancy) antara tuntutan/keadaan dan sumber daya bilogis, psikologis dan sosial, maka individu mengalami stres karena tuntutan lebih besar daripada sumber daya yang tersedia. Stres diatas termasuk dalam stres yang merusak dan merugikan atau disebut distress. Sebaliknya, apabila individu melihat ada kesepadanan antara hal atau keadaan dan sumber daya yang tersedia dalam menghadapi tuntutan, maka kondisi yang akan menjadi daya dorong, semangat dan kegairahan dalam diri individu untuk menghadapi tuntutan tersebut. Stres yang terjadi dalam kondisi tersebut adalaah stres yang optimal karena berdampak positif serta konstruktif bagi individu, disebut eustress.

(12)

Gangguan yang dialami oleh individu tersebut meliputi empat aspek dengan ciri-ciri (Hardjana, 1994), yaitu: 1) aspek fisik seperti sakit kepala, insomnia atau susah tidur, sakit punggung, sulit buang air besar, gatal-gatal pada kulit, urat-urat tegang terutama pada leher dan bahu, berkeringat secara berlebihan, selera makan menurun dan mudah lelah, 2) aspek emosional seperti perasaan gelisah, cemas, depresi, sedih, suasana hati atau mood berubah-ubah dengan cepat, mudah sekali marah, gugup, merasa harga dirinya rendah, mudah tersinggung, gampang menyerang orang lain dan bermusuhan dengan orang lain, 3) aspek intelektual seperti susah berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa karena daya ingatnya menurun, pikiran kacau, kehilangan rasa humor, produktivitas kerja menurun dan sering berbuat kesalahan, 4) aspek interpersonal seperti kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, membatalkan janji atau tidak memenuhi janjinya, suka mencari-cari kesalahan orang lain, menyerang orang dengan kata-kata, tertutup dan terkesan menjauhi orang lain dan mendiamkan orang.

2. Pengertian Penerimaan Diri

Hurlock (1973) menganggap bahwa individu dengan memahami perilakunya maka ia akan menyukai dirinya dan merasa orang lain juga menyukai kualitas yang ada pada dirinya. Individu tersebut akan menyenangi dirinya, puas akan dirinya sehingga ia menganggap dirinya berharga. Individu akan melihat dirinya secara realistik dan akurat, tidak akan memusuhi dirinya dan juga orang lain. Salah satu alasan utama individu menerima dirinya walaupun ia tahu bukanlah yag sempurna, yaitu individu beranggapan orang lain menerima dirinya.

Menurut Shereer (dalam Cronbach 1963), penerimaan diri adalah sejauh mana seseorang menerima karakteristik personalnya dan menggunakannya untuk menjalani

(13)

kelangsungan hidupnya. Penerimaan diri merupakan sikap yang ada pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, pengakuan atas keterbatasannya sendiri (Chaplin, 1991).

Menurut Shereer (dalam Cronbach, 1963) ada beberapa ciri individu yang menerima dirinya:

a. Mempunyai keyakinan akan kemampuan untuk menghadapi kehidupan.

b. Menganggap dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan orang lain. c. Berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.

d. Menerima pujian dan celaan secara objektif.

e. Menyadari keterbatasan, tidak menyalahkan kekurangan dan mengingkari kelebihannya.

f. Tidak ada rasa malu terhadap kekurangan dirinya sendiri.

g. Tidak ada anggapan aneh terhadap diri sendiri atau ada harapan untuk diterima oleh orang lain.

3. Kanker Payudara

Kanker merupakan suatu kelompok penyakit yang berbeda dibandingkan dengan 100 penyakit yang lain, yang ditandai dengan adanya pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, penyerbuan jaringan lokal, dan menyebar ke jaringan lain di tubuh (Hamilton, 2006). Kanker mempunyai kemampuan untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, meyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel.

(14)

METODE PENELITIAN

A. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah para penderita kanker payudara, yang berusia 20-80 tahun.

B. Metode Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah menggunakan metode angket atau quosioner. Metode analisis data adalah suatu metode atau cara yang akan digunakan untuk mengolah dan menganalisis data hasil penelitian yang telah dilaksanakan, untuk diuji kebenarannya. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis korelasi Product Moment dari Pearson.

C. Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah suatu metode atau cara yang akan digunakan untuk mengolah dan menganalisis data hasil penelitian yang telah dilaksanakan, untuk diuji kebenarannya. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis korelasi Product Moment dari Pearson. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara penerimaan diri dengan stres. Analisa data penelitian yang diperoleh dalam bentuk angka dianalisis dengan menggunakan analisis statistik SPSS versi 12.0 for windows.

D. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian

1. Validitas

Validitas merupakan tingkat ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur untuk melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1997). Lebih jauh lagi dikatakan bahwa suatu alat ukur mempunyai validitas yang tinggi jika alat tersebut dapat memberi hasil sesuai

(15)

dengan tujuan dilakukannya pengukuran. Penghitungannya dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 12.0 for windows dengan menggunakan product moment untuk menguji validitas alat ukur yang telah disusun oleh peneliti.

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana alat ukur dapat dipercaya. Artinya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran teerhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek dalam diri subjek diukur memang belum pernah berubah maka alat ukur tersebut dapat dipercaya (Azwar, 1997). Koefisien reliabilitas pada penelitian ini, menggunakan teknik analisis koefisien reliabilitas alpha dari Cronbach.

(16)

HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Total responden penelitian ini berjumlah 50 subjek. Mereka adalah yang berusia antara 20 – 80 tahun, menderita kanker payudara. Gambaran selengkapnya mengenai subjek penelitian tersaji dalam tabel berikut ini.

Tabel 3

Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Usia

No. Usia subjek Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 20 – 30 tahun 31 – 40 tahun 41 – 50 tahun 51 – 60 tahun 61 – 70 tahun 71 – 80 tahun 4 6 22 10 6 2 Jumlah 50 Tabel 4

Deskripsi Rezponden Penelitian Berdasarkan Lama Menderita

No. Lama Menderita Jumlah

1. 2. 3. 1 bulan – 1 tahun 2 – 5 tahun 6 – 10 tahun 23 23 4 Jumlah 50

2. Hasil Analisis Statistik Deskriptif

Dari hasil perhitungan yang dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh dari alat pengumpul data, diperoleh fungsi-fungsi statistik dasar yang berupa data peneltian yang meliputi skor maksimal, skor minimal, rerata dan standar deviasi pada masing-masing skala, dari data yang terkumpul diperoleh deskripsi data sebagai berikut:

(17)

Tabel 7.

Deskripsi Data Penelitian

Data Hipotetik Data Empirik

Skor Skor Variabel M Max Min SD M Max Min SD Stres 67,5 108 27 13,5 59,18 82 40 10,678 Penerimaan Diri 60 96 24 12 70,98 92 44 9,929

Skala stres terdiri dari 40 aitem sehingga skor hipotetik minimal yang diperoleh subjek adalah 27 dan skor hipotetik maksimal yang diperoleh subjek adalah 108, rerata hipotetik sebesar ( 108+ 27 ) : 2 = 67,5, jarak sebaran hipotetiknya 108 – 27 = 81, dan standar deviasi bernilai 81 : 6 = 13,5

Berdasarkan data empirik diperoleh skor minimal 40, skor maksimal 82, mean 59,18, dan standar deviasi sebesar 10,678. Hal tersebut berarti diperoleh mean empirik stres lebih kecil dari mean hipotetik (59,18 < 67,5), artinya rata-rata subjek penelitian memiliki stres dalam kategori rendah.

Penelitian selanjutnya mengelompokkan skor skala stres pada penderita kanker payudara menjadi empat kategori, yaitu sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai, tidak sesuai. Ketegori jenjang bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2008). Berikut ini adalah kriteria skala: Tabel 8

Kriteria Kategori Skala

Kategori Nilai Sangat Tinggi X > ( µ + 1.8 σ ) Tinggi ( µ + 0.6 σ ) < X < ( µ + 1.8 σ ) Sedang ( µ - 0.6 σ ) < X < ( µ + 0.6 σ ) Rendah ( µ - 1.8 σ ) < X < ( µ - 0.6 σ ) Sangat Rendah X < ( µ - 1.8 σ )

(18)

Tabel 9

Kategoti Stres pada Penderita Kanker Payudara

Nilai Jumlah Kategori N % Sangat tinggi X > 91,8 0 0% Tinggi 75,6 < X ≤ 91,8 2 4% Sedang 59,4 < X ≤ 75,6 24 48% Rendah 43,2 < X ≤ 59,4 21 42% Sangat rendah X ≤ 43,2 3 6%

Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa sebagian besar (48%) subjek memiliki tingkat stres pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek mempunyai kecenderungan tingkat stres yang sedang.

Skala penerimaan diri terdiri dari 42 aitem sehingga skor hipotetik minimal yang diperoleh subjek adalah 24 dan skor hipotetik maksimal yang diperoleh subjek adalah 96, rerata hipotetik sebesar (96 +24) : 2 = 60, jarak sebaran hipotetiknya 96 – 24 = 72, dan standar deviasi bernilai 72 : 6 = 12

Berdasarkan data empirik diperoleh skor minimal 44, skor maksimal 92, mean 70, 98 dan standar deviasi sebesar 9,929. Hal tersebut berarti diperoleh mean empirik penerimaan diri lebih besar dari mean hipotetik ( 70,98 > 60 ), artinya rata-rata subjek penelitian memiliki penerimaan diri dalam kategori rendah. Kategorisasi subjek berdasarkan skor penerimaan diri terbagi dalam empat kategori, yaitu sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai, tidak sesuai.

(19)

Tabel 10

Kategoti Penerimaan Diri

Nilai Jumlah Kategori N % Sangat tinggi X > 81,6 6 12% Tinggi 67,2 < X ≤ 81,6 29 58% Sedang 52,8 < X ≤ 67,2 12 24% Rendah 38,4 < X ≤ 52,8 3 6% Sangat rendah X ≤ 38,4 0 0%

Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa sebagian besar (58%) subjek memiliki tingkat penerimaan diri pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besarsubjek mempunyai kecenderungan tingkat penerimaan diri yang tinggi.

3. Hasil Uji Asumsi

Sebelum dapat melakukan uji hipotesa, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu terpenuhinya asumsi-asumsi parametrik. Uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji homogenitas sebagai prasyarat uji hipotesis. Oleh karena itu, dilakukan uji normalitas dan uji linearitas terhadap sebaran data penelitian agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat normal atau tidaknya distribusi sebaran jawaban subjek pada suatu variabel yang dianalisis atau apakah sebaran skor subjek bervariasi secara normal. Dari analisis ini bisa diketahui apakah subjek penelitian dapat mewakili populasi yang ada atau tidak. Jadi, jika didapatkan sebaran yang normal bisa digambarkan bahwa data yang diperoleh telah mewakili keseluruhan data, atau subjek dalam penelitian ini telah mewakili populasi yang ada, sebaliknya apabila sebaran tidak normal maka dapat disimpulkan bahwa subjek tidak representatif sehingga tidak dapat mewakili populasi. Uji normalitas sebaran pada penelitian ini

(20)

menggunakan teknik analisis One Sample Kolmogorov Smirnov Test, yang digunakan untuk membandingkan frekuensi harapan dan frekuensi amatan, apabila ada perbedaan antara frekuensi harapan dan frekuensi amatan dengan taraf signifikansi 5% (p < 0,05) maka distribusi sebaran dinyatakan tidak normal, sebaliknya apabila (p > 0,05) maka distribusi sebaran dinyatakan normal. Hasil yang diperoleh nilai K-S Z untuk variabel stres sebesar 0,666 dengan nilai p = 0,767 (p > 0,05). Sedangkan untuk variabel penerimaan diri nilai K-S Z sebesar 0,737 dengan nilai p = 0,649 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data variabel stres, variabel penerimaan diri mempunyai distribusi normal, sehingga subjek dalam penelitian tergolong dapat mewakili populasi yang ada.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua variabel penelitian memiliki hubungan yang linear. Hubungan antara kedua variabel dikatakan linear apabila p < 0,05 begitu pula sebaliknya, hubungan antara kedua variabel dikatakan tidak linier apabila p > 0,05.

Hasil uji linearitas menunjukkan F = 22,828; p = 0,000. Berdasarkan hasil analisis ini, dapat dikatakan bahwa hubungan antara variabel stres dan penerimaan diri pada penderita kanker payudara liniear karena p < 0,05. Jadi dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa hubungan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita kanker payudara liniear dimana dari hasil yang didapat terlihat bahwa nilai p < 0,05.

4. Hasil Uji Hipotesis

Setelah memenuhi uji asumsi, dilakukan uji hipotesis. Syarat untuk melakukan uji hipoitesis terpenuhiu, yaitu uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas (data

(21)

normal) dan uji lineritas (data linier). Dengan demikian uji hipotesis pada penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik korelasi product moment dari Pearson.

Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien antara variabel penerimaan diri dan stres adalah r = -0,486 dengan p= 0,000 (P < 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita kanker payudara. Artinya, semakin rendah tingkat stres pada penderita kanker payudara, maka semakin tinggi penerimaan diri. Sebaliknya semakin tinggi tingkat stres pada penderita kanker payudara, semakin rendah penerimaan diri. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini diterima.

(22)

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis mengenai adanya hubungan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita kanker payudara. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita kanker payudara. Dengan demikian, maka hipotesis diterima dan ditunjukkan dengan nilai r = -0,486 dan p = 0,000 (p < 0,01), yaitu ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita kanker payudara.

Selain itu dari hasil analisi menunjukkan mean empirik stres dan penerimaan diri lebih rendah dari mean hipotetik. Berdasarkan hasil analisis data penelitian dapat diketahui nilai rata-rata skor stres yang diperoleh penderita kanker payudara (mean empirik = 59,18) lebih rendah dari rata-rata skor hipotetiknya (mean hipotetiknya = 67,5). Data tersebut menunjukkan bahwa penderita kanker payudara memiliki skor stres lebih kecil dari rata-rata yang diperkirakan. Sedangkan mean empirik penerimaan diri lebih besar dari pada mean hipotetik (70,98 > 60).

Pernyataan Hurlock (Izzaty, 1996) berikut juga sejalan dengan penelitian ini yaitu bahwa individu yang menerima dirinya memiliki penilaian yang realistik tentang sumber daya yang dimilikinya. Individu tersebut memiliki kepastian akan standar dan teguh dalam pendirian, serta mempunyai penilaian yang realistik terhadap keterbatasannya tnpa mencela diri. Orang yang memiliki penerimaan diri yang baik dapat mengetahui kemampuan yang dimilikinya dan bisa mengatasi cara mengelola.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kartika Novvida (2007) yang mengemukakan bahwa stres itu muncul tergantung dari

(23)

penerimaan individu tersebut. Seseorang yang senantiasa rendah diri, tidak berpuas hati dengan dirinya, tidak menerima apa yang ada pada dirinya, tidak akan merasa sejahtera hidupnya. Ini juga menimbulkan perasaan marah, benci kepada diri, tidak menghormati diri dan kadangkala mengurangi keyakinan individu untuk mencoba sesuatu yang baru dan menjadi penghalang kepada kemajuan didalam hidupnya. Individu seperti itu dapat mengalami stres sehingga merasa tidak bahagia di dalam dirinya dan menjadi tertekan. Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi sebesar r = -0,848. Angka tersebut menunjukkan kuatnya korelasi antara stres dan penerimaan diri pada penderita kanker payudara (diatas 0,05) menunjukkan bahwa semakin tinggi stres pada penderita kanker payudara maka semakin rendah penerimaan diri dan sebaliknya.

Jika dilihat antara kenyataan dilapangan dengan hasil penelitian keadaannya tidaklah sama atau terjadi perbedaan. Hali ini wajar saja terjadi karena ada beberapa faktor yang diluar kendali peneliti dan tidak dapat dikontrol sehingga mempengaruhi hasil penelitian. Adapun beberapa sebab yang menjadikan mengapa penelitian ini kurang dapat mengungkap fakta sebenarnya yang terjadi dilapangan : 1) saat melakukan penelitian, subjek sering melakukan perbincangan dengan teman sebelah, 2) waktu pengerjaan terkadang kurang kondusif karena subjek juga harus menunggu antrian yang terkadang tiba-tiba panggilan pemeriksaan terdengar, 3) usia subjek tergolong lanjut sehingga pemikiran yang terkadang tidak stabil mengharuskan peneliti untuk mendektekan pengisian quesioner satu persatu hingga selesai sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk satu subjeknya, 4) pernyataan-pernyataan yang dibuat peneliti dalam skala yang diberikan kurang mengungkap hal yang terjadi, 5) karena adanya bias dari diri individu ingin terlihat baik sehingga tidak

(24)

mengungkap fakta yang sebenarnya, 6) disamping itu pengisian kuesioner oleh penderita kurang bisa dilakukan dengan konsentrasi yang baik, karena dilakukan diruang tunggu dalam keadaan yang cukup ramai, 7) pada skala dicantumkan jenis variabel penelitian sehingga responden dalam memberikan jawabannya belum tentu yang sebenarnya mereka rasakan.

(25)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita kanker payudara. Artinya, semakin rendah tingkat stres pada penderita kanker payudara, maka semakin tinggi penerimaan diri. Sebaliknya semakin tinggi tingkat stres pada penderita kanker payudara, semakin rendah penerimaan diri. Hal tersebut berarti bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar r = -0,486 dengan p = 0,000 (P < 0,01). Artinya semakin tinggi penerimaan diri maka semakin rendah stres pada penderita kanker payudara. Dengan penerimaan diri yang tinggi maka penderita kanker payudara dapat mengatur dan mengarahkan perilakunya agar bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Dengan penerimaan diri yang tinggi maka akan mengantarkan penderita kanker payudara untuk dapat mencegah munculnya stres.

SARAN

Saran-saran yang dapat diberikan kepada pihak-pihak yang menangani penderita kanker payudara, penderita kanker payudara dan peneliti selanjutnya sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah :

1. Saran untuk Rumah Sakit

Sebaiknya pihak rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang lebih baik, tidak membedakan pasien yang ekonominya mampu maupun kurang mampu, sehingga dapat membuat pasien merasa lebih nyaman dan tidak tertekan terhadap penyakit yang dideritanya.

(26)

2. Saran Penderita Kanker Payudara

Penderita disarankan untuk bisa menerima dan menjalani penyakitnya dengan ikhlas, menerima diri apa adanya. Hal ini akan membuat penderita tidak terlalu berfikir keras dalam menghadapi penyakitnya dan berusaha agar penyakitnya dapat cepat sembuh. Mereka akan dapat menerima diri mereka apa adanya tanpa harus mengalami stres sehingga penderita dapat mengoptimalkan dalam mencari pengobatan sehingga sakitnya tidak sampai fatal. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya stres diperlukan penerimaan diri yang kuat sehingga mereka dapat berfikir positif tentang penyakitnya dengan ikhlas dalam menjalani pengobatannya. Penderita diharapkan dapat mengetahui sumber-sumber penyebab timbulnya stres, misalnya dapat lebih terbuka kepada orang lain terutama keluarga tentang kesulitan yang dihadapi, mempunyai keyakinan akan kemampuan dalam menghadapi kehidupan, menganggap dirinya sama sederajat dengan orang lain, menerima pujian dan celaan secara objektif, menyadari keterbatasan dan tidak menyalahkan keluarganya serta tidak mengingkari kelebihannya, tidak ada rasa malu terhadap keadaan dirinya sendiri, tidak ada anggapan aneh terhadap diri sendiri atau ada harapan untuk diterima oleh orang lain.

3. Saran Untuk keluarga maupun masyarakat

Penyakit kanker payudara seperti kita ketahui sampai detik ini merupakan salah satu penyakit yang sangat ditakuti. Bagi penderitanya akan diperlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga tidak mengherankan bahwa akan mengalami stres. Menghadapi situasi seperti ini sebaiknya keluarga maupun masyarakat menunjukkan perhatiannya dan memberikan dorongan hidup, sehingga si penderita dapat mengurangi segala stres dan memiliki semangat untuk sembuh dari penyakitnya.

(27)

4. Saran untuk peneliti selanjutnya

ƒ Peneliti memperbanyak subjek penelitian

ƒ Pengumpulan data hendaknya dapat dilakukan di tempat khusus yang cukup tenang ketika mengisi quesioner sehingga subjek dapat menilai dirinya dengan lebih baik dan menjawab pernyataan dengan lancar.

ƒ Peneliti diharapkan dapat membuat pernyataan dalam skala yang lebih mengungkap fakta yang ada di lapangan sehingga dapat diperoleh hasil yang akurat.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Andromeda, Y. 2006. Penerimaan Diri Wanita Penderita Kanker Payudara Ditinjau dari Kepribadian Tahan Banting (Hardiness) dan Status Pekerjaan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.

Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Peneribit Pustaka Pelajar. _______. 2008. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Chaplin, J. P. 1991. Kamus Lengkap Psikologi (terjemahan Kartini Kartono). Jakarta:

Erlangga.

Crider, A. B., Goesthals, G. R., Kavanough, R. D dan Solomon, P. R. 1983. Psychology. Illinois: Sott, Foresman & Company.

Cronbach, L. J. 1963. Educational psychology. New York: Harcourt, Brace & World, Inc.

Derogatis, I. R. 1986. The Unique of Breast and Gynecology cancer on Body Image and Sexual Identity in women: A Reassessment dalam J. M Vealth. Body Image, Self Esteem and Sexuality in cancer Patient. Switzerland. Kanger.

De Velde, 1999. Tumor Payudara dalam Onkologi. Edisi ke-5 revisi. Alih Bahasa: Arjono. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hamilton, C. W. 2006. Breast Cancer in Wells, B. G, Dipiro, J. T., Schwinghammer, T. I., Hamilton, C. W., Pharmachotherapy Handbook, 6th Internasional editio, (Eds), The MacGraw_Hill Companies, inc., USA, 614-621.

Hardjana, AM. 1994. Stres Tanpa Distres. Seni Mengolah Stres. Jakarta: Kanisius. Hurlock, E. B. 1973. Adolosence Development. Tokyo : Mc.Graw Hill. Kogakhusa,

Ltd.

Izzaty, R. E. 1996. Penerimaan Diri dan Toleransi Terhadap Stres pada Wanita Berperan Ganda. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Maslow, AH. 1994. Motivasi & Kepribadian 2: Teori Motivasi dengan Pendekatan Hierarki Kebutuhan Manusia. Jakarta: PT. Pustaka Inaman Press.

Novvida, K. 2007. Penerimaan Diri dan Stres pada Penderita Diebetes Mellitus. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.

(29)

Ramli, M & Pamoentjak, K. 1994. Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.

Soebandri. 1996. Depresi pada Keganasan. Anima. Indonesian Psychology Journal. Vol XI, No. 43, 294-299.

(30)

IDENTITAS PENELITI

NAMA : EKO ELLYYA. N

ALAMAT ASAL : Jln. Jaiman Rt. 24 Rw. 04, Ds. Jeruk Gulung, Kec. Balerejo,

Kab. Madiun, Jawa Timur NO. TELEPON : 085643221902 / 081804385722

Referensi

Dokumen terkait

Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yangb. mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan

Peran perawat dibutuhkan dalam menentukan pelayanan kesehatan yang optimal bagi penderita skizofrenia.Salah satu pelayanan keperawatan adalah perilaku caring perawat. Perilaku

Kesimpulan yang diperoleh adalah untuk mengatasi masalah yang terjadi, maka perlu dilakukan perbaikan dengan membuat standar warna mal posisi rivet , membuat

1) Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama, kadang-kadang anak mempunyai apresiasi unilitas. Untuk itu adakalnya keberatan terhadap pendidikan agama, adakalanya menerima

[r]

Pendahuluan Vagina spa merupakan perawatan daerah vagina melalui teknik penguapan dengan menggunakan ramuan tertentu, yang mempunyai manfaat merawat organ intim

Skor kesukaan panelis dengan nilai tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi dekstrin sebesar 5% dan penggunaan autoklaf pada suhu 100 o C dengan waktu 15 menit

Disain sistem/proses bisnis yang dibangun disesuaikan dengan proses bisnis yang telah berjalan pada Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas