• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Kondisi bak penelitian

Kondisi bak yang digunakan selama penelitian dikontrol, sehingga keadaannya mendekati habitat asli ikan kerapu macan di alam. Menurut Indonesia Coral Reef Foundation (2004), kerapu termasuk ikan jenis crepuscular, yang merupakan ikan yang aktif di antara waktu siang dan malam hari, oleh karena itu selama pemeliharaan kondisi dari bak pemeliharaan dibuat redup. Bak pemeliharaan dilengkapi dengan sistem filtrasi. Sistem filtrasi yang digunakan merupakan sistem filtrasi eksternal karena menggunakan akuarium filter yang terpisah dari bak pemeliharaan. Akuarium filtrasi ini mencakup filtrasi fisik, biologi dan kimia. Pembuatan sistem filtrasi dibutuhkan waktu kurang lebih tiga minggu untuk menumbuhkan bakteri baik pengurai nitrat dan nitrit. Selama bakteri tersebut belum muncul maka sistem filtrasi dapat dikatakan belum siap digunakan untuk pemeliharaan.

Suhu merupakan salah satu parameter yang penting dalam mengontrol kondisi lingkungan pemeliharaan ikan. Suhu air selama pemeliharaan dijaga agar berkisar pada suhu 28-30°C. Suhu tersebut merupakan suhu optimum untuk kelangsungan hidup dari ikan kerapu macan. Apabila suhu lingkungan berada di bawah kisaran suhu optimum, maka ikan akan mengalami penurunan nafsu makan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Sudjiharno (1998) yang diacu dalam Irawati (2002) yang menyatakan jika suhu air turun sampai di bawah 15°C akan menyebabkan metabolisme tubuh ikan menurun sehingga aktivitasnya berkurang dan ikan tidak mau makan.

Salinitas air laut di bak pemeliharaan dikontrol sehingga berada pada kisaran 30-31 ppt. Selama pemeliharaan ikan, air laut mengalami sirkulasi dan terjadi penguapan sehingga terjadi perubahan salinitas. Apabila salinitas air laut meningkat maka perlu ditambahkan air tawar untuk mengembalikan air laut pada salinitas yang optimal.

pH atau kadar asam selama pemeliharaan dikontrol pada kisaran 7-8. Menurut Kuncoro (2004) pada umumnya pH dari air laut bersifat basa antara

(2)

8,1-8,4 oleh karena itu pH dari air laut selama pemeliharaan dikontrol sehingga tidak melibihi kisaran tersebut. Perubahan pH air laut ditandai dengan berubahnya warna dan bau air laut.

Selain suhu, salinitas dan pH parameter lain yang perlu dikontrol selama pemeliharaan adalah kadar amonia. Kadar amonia air laut dijaga pada kisaran 0-0,25 mg/l. Jika kadar ammonia melebihi angka tersebut, maka dapat membahayakan kelangsungan hidup ikan bahkan dapat menyebabkan kematian. Amonia yang tinggi diakibatkan oleh banyaknya sekresi ikan yang dikeluarkan namun bakteri pengurai yang berada pada filter air belum mencukupi. Dalam menjaga tingkat amoniak ini juga dapat dibantu dengan protein skimmer namun alat ini sebenarnya kurang banyak membantu karena yang dapat diurai hanya sebagian kecil.

Perubahan kondisi lingkungan yang drastis dapat menyababkan ikan menjadi stres dan tidak mau makan. Kondisi bak pemeliharaan sudah dibuat sedemikian rupa agar mendekati dengan kondisi habitat asli ikan namun masih terdapat perbedaan kondisi. Ikan yang biasanya dapat bergerak bebas di perairan selama pemeliharaan hanya dibatasi pada bak pemeliharaan yang sempit. Ikan yang mengalami stres mudah terjangkit penyakit baik bakteri, jamur ataupun parasit. Apabila pada tubuh ikan kerapu sudah mulai timbul jamur maka ikan tersebut membutuhkan perlakuan khusus, yaitu dilakukan perendaman dalam air tawar selama kurang lebih lima menit. Lama perendaman bisa lebih dari lima menit tergantung daya tahan ikan.

Ikan kerapu macan juga dihinggapi parasit. Parasit ikan kerapu macan berbentuk seperti cacing kecil yang pada bagian mulutnya terdapat alat penghisap. Biasanya cacing ini hidup pada insang dan sirip ikan. Parasit ini dapat diatasi secara manusal yaitu dengan mengambil satu persatu cacing tersebut. Jika jumlah parasit ini cukup banyak, maka ikan dapat direndam pada air laut yang telah diberi larutan formalin dengan takaran tertentu. Ikan mengalami stress selama pemindahan dari laut ke darat, penanggulangan dilakukan dengan cara pemberian larutan elbaju agar ikan bisa kembali tenang. Kondisi lingkungan dari bak pemeliharaan selama penelitian disajikan pada Tabel 7.

(3)

Tabel 7 Kondisi lingkungan bak pemeliharaan selama penelitian Parameter Nilai Suhu 28 - 30°C Salinitas 30 – 31 ppt pH 7 - 8 Amoniak 0 – 0,25 mg/l

4.1.2 Tingkah laku ikan kerapu macan selama pemeliharaan

Ikan kerapu macan merupakan ikan nokturnal. Pada malam hari aktif bergerak di kolom perairan untuk mencari makan sedangkan pada siang hari lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang (Valenciennes, 1828). Selama pemeliharaan ikan kerapu macan bersifat pasif, cenderung bersembunyi dan tidak melakukan aktifitas, selalu berada pada sudut-sudut bak atau bersembunyi di bawah pompa dan protein skimmer. Dalam mencari tempat persembunyian, ikan harus saling bersaing untuk mendapatkan tempat persembunyian yang nyaman. Bak pemeliharaan tidak dipasang shelter (tempat persembunyian) sehingga tempat persembunyian yang nyaman adalah berada di bawah pompa dan protein skimmer. Ikan biasanya menggunakan bagian depan mulutnya untuk saling mendorong dengan ikan lainnya dalam memperebutkan tempat persembunyian.

Tingkah laku makan ikan kerapu sama seperti saat ikan saling memperebutkan tempat persembunyian. Ikan saling bersaing untuk lebih cepat mendapatkan pakan. Pada awal pemeliharaan biasanya ikan tidak langsung menyukai pakan yang diberikan. Pakan yang telah dilempar ditunggu sampai berada pada dasar bak. Ikan mulai mendekati pakan dan berhenti sejenak. Ikan mengidentifikasi benda yang berada di depannya. Bila ikan menyukainya maka tidak lama ikan akan memakan pakan tersebut. Setelah makan ikan akan kembali pada tempat persembunyian. Setelah dua hari dipuasakan ikan merasa lapar. Pola tingkah laku ikan adalah dengan berenang pada permukaan dengan posisi mulut dan mata menghadap ke atas mencari-cari makanan. Jika ada orang datang maka ikan akan mendekati dan mulai berenang meminta makanan. Jika hanya diberikan satu pakan saja ikan akan saling bersaing untuk mendapatkannya.

(4)

4.1.3 Tingkah laku ikan mendekati umpan buatan

Selama perlakuan dilakukan dengan dua kondisi pencahayaan, tanpa pencahayaan dan pencahayaan yang redup. Pada kondisi ada pencahayaan ikan mengunakan indera penglihatan dan penciuman dalam mendeteksi umpan. Sedangkan pada kondisi tanpa pencahayaan ikan diharapkan hanya mengunakan indera penciuman dalam mendeteksi umpan. Tingkah laku ikan dalam mendekati umpan dapat kita bagi menjadi dua, yakni:

1) Tingkah laku ikan mendekati umpan dalam kondisi pencahayaan redup

Perlakuan diawali dengan memasang sekat. Ikan digiring ke ujung bak kemudian dipasangi sekat. Pada ujung bak lain umpan yang akan diuji mulai dipasang. Setelah itu sekat mulai diangkat perlahan. Posisi awal ikan sebelum sekat dibuka berada di pojok dan sudut bak perlakuan. Setelah sekat dibuka, ikan masih tetap dalam kondisi diam di pojok. Ikan satu demi satu mulai berenang menyusuri sisi bak perlakuan kurang lebih tiga menit setelah sekat dibuka. Ikan berenang menyusuri sisi dari ujung bak satu ke ujung bak yang lain dan ada pula yang berenang menyilang. Hal ini bisa dikarenakan karena ikan mulai beraksi terhadap umpan atau ikan hanya mulai mengadaptasikan diri dengan lingkungannya setelah sekat dibuka. Tingkah laku ikan ini dapat kita lihat pada Gambar 6a, 6b, dan 6c.

Gambar 6a Pola tingkah laku ikan (1). umpan

aerator

arousal searching

identifikasi

searching searching searching

U1 U2 U3 U4

(5)

Gambar 6b Pola tingkah laku ikan (2).

Gambar 6c Pola tingkah laku ikan (3).

Pola gerak tingkah laku ikan yang pertama dapat dilihat pada Gambar 6a, yang digambarkan dengan anak panah, dimulai dengan melakukan pergerakan menyusuri dinding bak perlakuan hingga kembali ke tempat semula. Dalam pendataan waktu yang diperoleh dimasukan ke dalam fase arousal ketika ikan mulai melewati area start dan fase searching ketika ikan mulai berada di sekitar umpan.

Pada Gambar 6b pola tingkah laku ikan berbeda dengan pola tingkah laku ikan yang pertama. Ikan tidak sampai melewati umpan, hanya berenang maju tidak jauh dari area start lalu kembali lagi ke posisi awal. Pada pola tingkah laku ikan ini data waktu yang didapatkan hanya sampai dengan fase searching.

Pola tingkah laku ikan yang ke tiga juga berbeda dengan yang lainnya. Pada pola ini menunjukan ikan menyentuh namun tidak sampai memakan umpan buatan warna putih. Setelah menyentuh umpan ikan kembali ke ujung bak. Ikan merespon sampai dengan fase finding. Pola tingkah laku ikan ini hanya terjadi sekali pada pengambilan data awal.

umpan aerator umpan aerator arousal arousal searching searching identifikasi finding U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4

(6)

Pergerakan ikan mulai melewati area start disebut dengan fase arousal. Fase ini dimulai pada saat ikan mulai bereaksi terhadap rangsangan bau atau melihat umpan (Ferno dan Olsen, 1994). Hampir selama pengujian dengan umpan buatan ikan hanya sampai pada tahap searching yakni fase dimana ikan mulai mencari keberadaan umpan. Hanya pada pengujian awal ikan menyentuh umpan tetapi tidak sampai memakannya atau bisa disebut dengan fase finding. Hal ini dimungkinkan karena ikan mengunakan organ penglihatanya dalam mendeteksi umpan. Untuk membuktikan hal di atas dilakukan pengujian dengan dengan kondisi tanpa pencahayaan.

2) Tingkah laku ikan mendekati umpan dalam kondisi tanpa pencahayaan

Persiapan yang dilakukan saat perlakuan tanpa pencahayaan hampir sama dengan perlakuan dengan pencahayaan redup. Pembeda dari kedua perlakuan ini adalah bila tanpa pencahayaan bak perlakuan dipasangi plastik mulsa untuk menciptakan kondisi yang gelap. Pada kondisi tanpa pencahayaan ikan berenang menyusuri dinding-dinding bak dari ujung yang satu ke ujung yang lain. Hal ini diduga untuk mempermudah ikan dalam mengorientasikan diri dalam kondisi gelap.

Selama perlakuan dengan kondisi tanpa pencahyaan ikan hanya maju dan mundur berenang menyusuri dinding. Ikan tidak pernah menyentuh umpan. Akan tetapi selama pendataan kegiatan ini tetap dimasukan sampai dengan fase searching. Pada perlakuan kontrol, kondisi tanpa pencahayaan dan tanpa umpan setelah sekat dibuka ikan berenang maju dan mundur menyusuri dinding. Pergerakan ikan dalam kondisi tanpa pencahayaan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pola tingkah laku ikan. umpan

aerator

searching arousal

searching identifikasi

(7)

4.1.4 Respons ikan kerapu macan terhadap umpan buatan

Pendataan hasil pengujian respons ikan kerapu macan dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan fase, yakni:

1) Waktu rata-rata arousal

Waktu respons arousal adalah waktu pada saat ikan bergerak keluar dari area start. Pada penelitian ini dilakukan dua pengujian dengan kondisi yang berbeda yakni: kondisi tanpa pencahayaan dan kondisi dengan pencahayaan yang redup. Waktu rata-rata arousal tercepat pada kondisi dengan pencahayaan terdapat pada umpan A, yaitu 2,17 ± 0,03 menit. Selanjutnya umpan C yaitu 3,30 ± 0,05 menit, umpan E yaitu 3,33 ± 0,03 menit, umpan B yaitu 3,50 ± 0,02 menit dan terakhir umpan D yaitu 3,66 ± 0,06 menit. Sedangkan jika tanpa pencahayaan waktu rata-rata arousal tercepat pada umpan C, yaitu 3,52 ± 0,02 menit. Selanjutnya umpan A yaitu 4,06 ± 0,11 menit, umpan D yaitu 4,15 ± 0,01 menit, umpan E yaitu 4,40 ± 0,02 menit dan terakhir umpan B yaitu 5,00 ± 0,11 menit. Grafik data waktu arousal pada kondisi dengan pencahayaan dan tanpa pencahayaan dapat dilihat pada Gambar 8a dan 8b.

Keterangan: A= Arginin 0,38gr dan leusin 0,42gr; B= Arginin 0,38g dan leusin 0,54gr; C= Arginin 0,50 dan leusin 0,29gr; D= Arginin 0,50gr dan leusin 0,42gr; dan E= Arginin 0,50gr dan leusin 0,54gr.

Gambar 8a Grafik data waktu arousal kondisi dengan pencahayaan.

2,17 ± 0,03

3,50 ± 0,02

3,30 ± 0,05

(8)

Gambar 8b Grafik data waktu arousal kondisi tanpa pencahayaan.

2) Waktu rata-rata searching

Waktu searching adalah waktu yang dicatat pada saat ikan mulai bergerak kembali untuk menemukan keberadaan umpan. Setelah sebelumnya melakukan arousal dan berhenti sejenak di depan area start untuk identifikasi umpan. Waktu rata-rata searching tercepat pada kondisi dengan pencahayaan terdapat pada umpan A, yaitu 19,65 ± 0,12 menit. Selanjutnya umpan B yaitu 20,36 ± 0,04 menit, umpan E yaitu 20,57 ± 0,10 menit, umpan D yaitu 21,94 ± 0,11 menit dan terakhir umpan C yaitu 23,14 ± 0,12 menit. Sedangkan jika tanpa pencahayaan waktu rata-rata searching tercepat pada umpan C, yaitu 4,00 ± 0,24 menit. Selanjutnya umpan D yaitu 4,19 ± 0,03 menit, umpan E yaitu 4,44 ± 0,09 menit, umpan A yaitu 4,16 ± 0,10 menit dan terakhir umpan B yaitu 5,00 ± 0,37 menit. Grafik waktu searching pada kondisi dengan pencahayaan dan kondisi tanpa pencahayaan dapat dilihat pada Gambar 9a dan 9b.

4,06 ± 0,11

(9)

Gambar 9a Grafik waktu searching kondisi dengan pencahayaan.

Gambar 9b Grafik waktu searching kondisi tanpa pencahayaan.

3) Data waktu finding

Waktu finding adalah waktu yang dicatat pada saat ikan telah menemukan umpan yang kemudian langsung memakannya atau hanya menyentuhnya saja. Pada saat perlakuan dengan kondisi tanpa pencahayaan ikan hanya merespons sampai dengan tahap searching. Ikan tidak memakan atau bahkan menyentuh umpan. Fase finding ikan hanya terjadi satu kali selama pengujian, yaitu pada waktu pengujian awal dengan kondisi terdapat pencahayaan. Pengujian selanjutnya ikan tidak pernah sampai pada tahap finding. Waktu finding 23,39

19,65 ± 0,02 20,36 ± 0,04 23,14 ± 0,12 21,94 ± 0,11 20,57 ± 0,10 4,16 ± 0,20 5,00 ± 0,37 4,00 ± 0,24 4,19± 0,03 4,44 ± 0,09

(10)

menit terhadap umpan A. Tabel data waktu respons ikan kerapu macan terhadap umpan buatan pada kondisi dengan pencahayaan dan tanpa pencahayaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Data yang didapatkan dari hasil pengujian memperlihatkan ikan kurang merespon umpan buatan yang terdiri dari arginin dan leusin. Pengujian tambahan dilakukan untuk lebih meyakinkan bahwa ikan kurang menyukai umpan buatan perlakuan. Perlakuan dilakukan dengan melemparkan pakan dan umpan buatan ke dalam bak perlakuan. Pada awal perlakuan umpan buatan yang dilempar lebih dahulu kemudian setelah itu pakan yang dilemparkan. Hasil pengamatan terlihat ikan langsung menyambar pakan dan umpan buatan, namun terdapat perbedaan respons, jika yang dilemparkan adalah pakan ikan maka ikan langsung menyambar dan memakannya. Sedangkan jika yang dilemparkan umpan buatan ikan hanya menyentuh saja tidak sampai memakannya.

4.1.5 Pengaruh perbedaan jenis umpan terhadap waktu respons penciuman

Perbedaan waktu rata-rata waktu respons penciuman ikan belum cukup untuk mengatakan bahwa perbedaan umpan memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu respons penciuman. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis ragam untuk masing-masing perlakuan. Nilai perhitungan analisis ragam disajikan pada Tabel 8 sampai 12.

Tabel 8 Uji ANOVA berdasarkan perbedaan waktu arousal kondisi dengan pencahayaan.

Sumber keragaman Jumlah kuadrat Kuadrat bebas Kuadrat tengah Fhit. Ftabel Sig.

Perlakuan 5,56 4,00 1,39 51,26 3,06 0.00

Galat 0,41 15,00 0,03

Total 5,97 19,00

Tabel 9 Uji ANOVA berdasarkan perbedaan waktu arousal kondisi tanpa pencahayaan.

Sumber keragaman Jumlah kuadrat Kuadrat bebas Kuadrat tengah Fhit. Ftabel Sig.

Perlakuan 2,97 4,00 0,74 9,46 3,06 0.00

Galat 1,18 15,00 0,08

(11)

Tabel 10 Uji ANOVA berdasarkan perbedaan waktu searching kondisi dengan pencahayaan.

Sumber keragaman Jumlah kuadrat Kuadrat bebas Kuadrat tengah Fhit. Ftabel Sig.

Perlakuan 31,23 4,00 7,81 45,91 3,06 0,00

Galat 2,55 15,00 0,17

Total 33,78 19,00

Tabel 11 Uji ANOVA berdasarkan perbedaan waktu searching kondisi tanpa pencahayaan.

Sumber keragaman Jumlah kuadrat Kuadrat bebas Kuadrat tengah Fhit. Ftabel Sig.

Perlakuan 2,85 4,00 0,71 9,71 3,06 0,00

Galat 1,10 15,00 0,07

Total 3,95 19,00

Tabel 12 Uji ANOVA berdasarkan perbedaan waktu finding kondisi dengan pencahayaan.

Sumber keragaman Jumlah kuadrat Kuadrat bebas Kuadrat tengah Fhit. Ftabel Sig.

Perlakuan 109,42 4,00 27,36 1,00 3,06 0,44

Galat 410,32 15,00 27,36

Total 519,74 19,00

Hasil uji ANOVA menunjukkan adanya pengaruh nyata antara jenis umpan baik dengan waktu arousal maupun waktu searching. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikasi yang lebih kecil dibandingkan 0,05 (sig. < 0,05) dan Fhitung

yang lebih besar daripada Ftabel (Fhitung > Ftabel). Perbedaan yang tidak

berpengaruh nyata hanya terjadi pada pengaruh jenis umpan terhadap waktu finding kondisi dengan pencahayaan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai signifikasi yang lebih besar dari 0,05 (sig. > 0,05) dan nilai Fhitung yang lebih kecil

dibandingkan Ftabel (Fhitung < Ftabel).

4.1.6 Komposisi kimia umpan

Kandungan kimia umpan merupakan komponen yang dapat merangsang organ penciuman ikan (Fujaya, 2004). Besarnya kandungan asam amino dalam tiap komposisi umpan buatan yang diujikan dan pakan yang digunakan selama pemeliharaan disajikan pada Tabel 13.

(12)

Tabel 13 Kandungan asam amino umpan buatan dan pakan

No Jenis A. Amino Hasil (%)

Kontrol A B C D E Pelet 1. A. aspartat 0,11 0,79 0,71 0,13 0,86 0,84 1,18 2. A. Glutamate 0,27 1,10 1,75 0,38 2,34 2,41 2,69 3. Serin 0,05 0,28 0,21 0,05 0,34 0,33 0,45 4. Glisin 0,09 0,66 0,64 0,13 0,80 0,79 1,05 5. Histidin 0,05 0,33 0,27 0,07 0,40 0,36 0,61 6. Arginin 0,03 0,33 0,21 0,07 0,30 0,33 0,59 7. Treonin 0,06 0,29 0,28 0,08 0,49 0,34 0,79 8. Alanin 0,10 0,65 0,55 0,13 0,77 0,64 1,05 9. Prolin 0,05 0,31 0,19 0,07 0,35 0,33 0,68 10. Tirosin 0,04 0,24 0,28 0,06 0,35 0,31 0,70 11. Valin 0,07 0,54 0,30 0,09 0,55 0,67 0,83 12. Methionin 0,09 0,45 0,28 0,12 0,58 0,56 0,61 13. Sistein 0,03 0,17 0,13 0,04 0,22 0,26 0,51 14. Isoleusin 0,06 0,38 0,29 0,07 0,33 0,35 0,42 15. Leusin 0,14 0,76 0,67 0,17 0,92 0,78 1,08 16. Phenilalanin 0,05 0,30 0,19 0,05 0,33 0,33 0,46 17. Lisin 0,11 0,53 0,48 0,12 0,74 0,71 0,93 Total 1,40 9,00 7,41 1,83 10,66 10,33 14,62

Sumber: Hasil uji Laboratorium Balai Besar Pasca Panen Cimanggu, Bogor (2007).

Sampel umpan yang diuji memiliki berat 4gr. Sampel yang diuji ada 7 buah. Berdasarkan hasil pengujian terdapat perbedaan nilai arginin dan leusin yang seharusnya terkandung dalam tiap komposisi umpan buatan. Nilai yang didapatkan dari hasil pengujian lebih besar dibandingkan dengan yang seharusnya terkandung.

Tabel 13 terdapat nilai yang berbeda pada umpan C. Nilai kandungan arginin dan leusin pada umpan C lebih kecil dibandingkan dengan nilai kandungan arginin dan leusin yang seharusnya ada di dalam umpan buatan tersebut. Hal ini bisa disebabkan kesalahan selama penimbangan saat pembuatan umpan atau kesalahan pada saat pengujian asam amino. Perbandingan nilai arginin dan leusin hasil pengujian dan nilai arginin dan leusin yang seharusnya terkandung dalam umpan disajikan pada Tabel 12 dan disajikan dalam bentuk grafik yang disajikan pada Gambar 10 dan 11.

(13)

Tabel 14 Perbandingan nilai arginin dan leusin yang seharusnya dan hasil uji

Umpan

Persentase (%)

Komps. kimia A B C D E

Arginin 0,23 0,19 0,30 0,26 0,23

Arginin hasil uji 0,33 0,21 0,07 0,30 0,33

Leusin 0,25 0,28 0,17 0,22 0,25

Leusin hasil uji 0,76 0,67 0,17 0,92 0,78

Gambar 10 Grafik nilai arginin sebenarnya dan hasil uji.

Gambar 11 Grafik nilai leusin sebenarnya dan hasil uji.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Hubungan perbedaan umpan dan waktu respons ikan

Pengujian dilakukan dalam dua kondisi pencahayaan, yakni: kondisi dengan pencahayaan redup dan tanpa pencahayaan. Hasil respons yang didapat

A B C D E

(14)

dari kedua kondisi ini memiliki perbedaan. Pada kondisi dengan pencahayaan ikan dan tanpa pencahayaan ikan merespons umpan sampai dengan fase searching. Pada saat kondisi dengan pencahayaan ikan menggunakan organ penglihatan dan penciuman.

Hasil penelitian dari umpan buatan A, B, C, D dan E pada kondisi dengan pencahayaan menunjukkan ikan merespons umpan buatan karena adanya indera penglihatan dan penciuman. Ikan hanya menyentuh umpan namun karena bau umpan tersebut tidak disukai maka ikan tidak memakannya. Untuk membuktikan lebih lanjut dilakukan pengujian tanpa pencahayaan. Pada penelitian dengan kondisi tanpa pencahayaan ikan dianggap hanya mengunakan organ penciuman dalam merespons umpan. Hasil yang didapatkan ikan hanya berenang menyusuri dinding bak tanpa sekalipun menyentuh umpan. Hal ini membuktikan ikan tidak menyukai umpan karena bau yang tidak menarik bagi ikan.

Berdasarkan hasil uji ANOVA didapatkan perbedaan umpan memberikan pengaruh nyata terhadap waktu respons arousal dan searching baik pada kondisi dengan pencahayaan maupun tanpa pencahayaan. Jika kita bandingkan dengan waktu rata-rata arousal dan searching yang disajikan pada Gambar 8a dan 9a didapatkan waktu rata-rata arousal dan searching pada umpan A memiliki waktu tercepat dibandingkan keempat umpan lainnya. Pengujian selanjutnya waktu rata-rata arousal dan searching mengalami penurunan hal ini mungkin disebabkan oleh ikan yang sudah terbiasa dengan umpan yang diberikan.

Perbedaan umpan terhadap waktu respons finding tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini disebabkan oleh data waktu finding yang didapat memiliki nilai yang hampir seluruhnya sama. Ikan tidak merespons umpan buatan sampai dengan fase finding. Ikan merespons sampai menyentuh umpan pada awal pengambilan data dan hanya sekali selama penelitian.

Pengujian terakhir yang dilakukan untuk membuktikan ikan tidak menyukai umpan buatan adalah dengan mencoba melemparkan umpan buatan, tidak digantung seperti pengujian sebelumnya. Pada waktu umpan buatan mulai menyentuh permukaan air ikan langsung mendekati ke arah umpan tersebut jatuh. Namun ikan tidak sampai memakannya, hanya menyentuh kemudian kembali ke tempat semula. Kemudian dicoba dilempar pelet ke dalam bak. Pada waktu pelet

(15)

mulai menyentuh permukaan air ikan langsung mendekat kemudian memakan pelet tersebut.

Semua tahapan pengujian umpan buatan terhadap respons ikan menunjukkan ikan kerapu macan mengunakan indera penglihatan dan penciuman dalam mendeteksi umpan. Bau dari umpan buatan yang digunakan tidak menarik indera penciuman ikan. Jarak pemasangan umpan buatan yang diujikan masih terlalu dekat dengan area start menyebabkan ikan merespon umpan dikarenakan indera penglihatannya. Jarak maksimum penglihatan ikan kerapu macan sejauh 4m (Natsir, 2008).

Menurut Bone dan Marshall (1982) otak merupakan cerminan berkembang tidaknya fungsi organ-organ sensoris pada hewan. Otak ikan memiliki bagian-bagian yang menunjukan susunan yang berbeda pada kelompoknya. Hasil penelitian Sejati (2008) dan Fitri (2008), otak Epinephelus fuscoguttatus memiliki bagian telencephalon berukuran besar, demikian juga pada bagian optic tectum. Cerebellum melengkung ke atas dan di belakang cerebellum ditemukan medulla oblongata. Telencephalon merupakan pusat penciuman pada bagian otak depan dan optic tectum merupakan merupakan bagian otak yang berhubungan dengan penglihatan (Bone dan Marshall, 1982). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan ikan kerapu macan mengandalkan kedua organ baik penglihatan maupun penciuman.

4.2.2 Komposisi kimia umpan buatan

Dalam pembuatan umpan buatan berat dari arginin dan leusin sudah diukur sesuai dengan komposisi yang diinginkan. Bila terdapat perbedaan dalam hasil bisa dikarenakan adanya penambahan kandungan arginin dan lusin yang terdapat di dalam tepung CMC. Tepung CMC merupakan media sebagai perekat antara arginin dan leusin. Pada awal sebelum menggunakan tepung CMC digunakan tepung terigu dan tepung tapioka namun setelah diuji tepung terigu dan tapioka memiliki kandungan protein yang cukup besar. Setelah pengujian ternyata CMC juga memiliki kandungan protein akan tetapi nilainya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan tepung terigu dan tapioka. Oleh sebab itu maka tepung CMC digunakan sebagai perekat antara arginin dan leusin

(16)

Hasil pengujian asam amino umpan buatan didapatkan nilai arginin dan leusin yang lebih besar dibandingan dengan nilai arginin dan leusin yang diinginkan pada setiap umpan. Akan tetapi terdapat perbedaan pada umpan C. Umpan C memiliki nilai arginin dan leusin yang lebih kecil dibandingkan dengan yang diinginkan. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan penimbangan sewaktu membuat sampel umpan atau kesalahan sewaktu pengujian umpan buatan.

Selain umpan buatan, pelet yang biasa digunakan untuk pakan ikan sehari-hari juga diuji kandungan asam aminonya. Hasil yang didapat tiga kandungan tertinggi yang terdapat pada pelet yang pertama adalah asam glutamat, kedua asam aspartat dan yang ketiga leusin. Sedangkan arginin menempati peringkat tiga belas dari tujuh belas jenis asam amino.

Umpan yang mengandung asam amino diidentifikasi dapat menjadi stimulus dan atraktor makan pada ikan dan crustacea (Engas dan Lokkerborg, 1994 dikutip oleh Fitri, 2008). Berdasarkan hasil beberapa analisis elektrofisiologi bahwa asam amino merupakan atraktan (stimuli) yang efektif untuk organ penciuman dan rasa pada ikan (Sola dan Tongiorgi, 1998 dikutip oleh Fitri, 2008). Asam amino yang sangat efektif sebagai stimulus pada sistem penciuman ikan atlantik salmon adalah glutamin dan alanin (Caprio, 1982 dikutip oleh Fitri, 2008). Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa efektifitas relatif stimulus organ penciuman dari kandungan asam amino sebanyak 10-4 M adalah alanin, glutamin, lystein dan methionin. Kandungan alanin terdapat pada jaringan organisme cacing, moluska, crustacea dan ikan teleostei. Sedangkan untuk arginin terdapat pada jaringan organisme moluska dan crustacea. Pengetahuan yang mendasari bahwa untuk ikan catfish reseptor penciuman sangat besar responsnya pada kandungan lystein dan methionin dan pada reseptor rasa sangat besar reseptornya pada kandungan alanin dan arginine masih belum diketahui. Nukkleosid, nukleotid dan tiga jenis asam amino aromatik (phenylalanine, tryptophan dan tyrosan) dan histidin diidentifikasi sebagai stimulan makanan (Lokkerberg, 1990 dikutip oleh Fitri, 2008).

Asam amino yang dapat menstimuli ikan cod adalah leusin, metionina, asparagin, glutamin, alanin dan threonin menurut Yacob et al (2004). Menurut

(17)

Hara (2006) dikutip oleh Fitri (2008) yang asam amino yang dapat menstimuli ikan air tawar adalah sistein, arginin dan glutamin.

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya didapatkan arginin dan leusin dapat dijadikan rangsangan kimia. Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan ikan benar merespons terhadap umpan buatan yang mengandung arginin dan leusin. Berdasarkan hasil pengujian umpan buatan (arginin dan leusin) terhadap ikan kerapu macan didapatkan ikan tidak merespons bau dari umpan buatan yang mengandung arginin dan leusin. Respons ikan terhadap umpan buatan dikarenakan rangsangan penglihatan. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lebih lanjut asam amino yang dapat dijadikan rangsangan kimia untuk menarik perhatian ikan kerapu macan.

Gambar

Tabel 7  Kondisi lingkungan bak pemeliharaan selama penelitian  Parameter  Nilai  Suhu  28 - 30°C  Salinitas  30 – 31 ppt  pH  7 - 8  Amoniak  0 – 0,25 mg/l
Gambar 8b  Grafik data waktu arousal kondisi tanpa pencahayaan.
Gambar 9a  Grafik waktu searching kondisi dengan pencahayaan.
Tabel  11    Uji  ANOVA  berdasarkan  perbedaan  waktu  searching  kondisi  tanpa  pencahayaan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini diperiihatkan pada gambar 4-9 yaitu pada reaktor dengan konsentrasi air buangan dari 25% sampai 100% memberikan hasil yang cukup baik dengan tingkah laku tanaman yang

Pada gambar 8 dapat dilihat bahwa struktur spermatozoa ikan pada umumnya terdiri dari kepala dan ekor spermatozoa dan morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang, baik

Ikan cupang jantan memiliki pola perilaku yang lebih aktif dibandingkan dengan ikan cupang betina, hal tersebut terlihat dari jumlah tingkah laku yang dilakukan oleh ikan

Perubahan tingkah laku ikan tersebut dimulai dari ikan mulai bernafas dengan cepat yang diindikasikan dengan pergerakan operculum ikan semakin cepat, ikan mulai gelisah

Secara umum ikan bandeng dengan perendaman inhibitor dan ikan bandeng tanpa perendaman inhibitor (kontrol) mempunyai pola kemunduran mutu yang sama karena analisis organoleptik,

Fenomena vortex (depresi tropis) dimulai tanggal 23 Januari 2002 hingga berakhir 26 Januari 2002 dan tanggal 1 Februari untuk periode tahun 2007 sebagaimana Gambar IV.3a,

 Sharman : Pendidikan jasmani merupakan bagian pendidikan berupa aktivitas yang mencakup mekanisme gerak dari tubuh manusia yang menghasilkan pola tingkah

Contoh pola penyebaran ikan pada saat hauling dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23. Pada Gambar 22 terlihat bahwa pola penyebaran ikan pada saat hauling pertama trip I menyebar