ADAB MEMBACA AL-QURAN
Dikutip dari www.muslim.or.idABSTRAK
Al Qur'anul Karim adalah firman Alloh yang tidak
mengandung kebatilan sedikitpun. Al Qur'an memberi
petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada
umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya,
agar selamat di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan
dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat
dari Alloh Ta'ala. Untuk itulah tiada ilmu yang lebih
utama dipelajari oleh seorang muslim melebihi keutamaan
mempelajari Al-Qur'an. Sebagaimana sabda Nabi
shollallohu 'alaihi wa sallam, “Sebaik-baik kamu adalah
orang yg mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya.”
(HR. Bukhari).
Ketika membaca Al-Qur'an, maka seorang muslim
perlu memperhatikan adab-adab berikut ini untuk
mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur'an:
1. Membaca dalam keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan tenang.
Dalam membaca Al-Qur'an seseorang
dianjurkan dalam keadaan suci. Namun,
diperbolehkan apabila dia membaca dalam keadaan terkena najis. Imam Haromain berkata, “Orang yang membaca Al-Qur'an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.” (At-Tibyan,
2. Dianjurkan agar, membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca.
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang
membaca Al-Qur'an (khatam) kurang dari tiga hari,
berarti dia tidak memahami.” (HR. Ahmad dan para
penyusun kitab-kitab Sunan). Sebagian sahabat membenci pengkhataman Al-Qur'an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rasulullah SAW telah
memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk
mengkhatamkan Al-Qur'an setiap satu minggu
(HR.Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas'ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, mereka mengkhatamkan Al-Qur'an sekali dalam seminggu.
3. Membaca Al-Qur'an dengan khusyu', dengan
menangis, karena sentuhan pengaruh ayat yang dibaca bisa menyentuh jiwa dan perasaan.
Alloh Ta'ala menjelaskan sebagian dari
sifat-sifat hamba-Nya yang shalih, “Dan mereka
menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan
mereka bertambah khusyu'.” (QS:Al-Isra':109). Namun
demikian tidaklah disyariatkan bagi seseorang untuk pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuat-buat.
4. Membaguskan suara ketika membacanya.
Sabda Rasulullah SAW,“Hiasilah Al-Qur'an
dengan suaramu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan
Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, “Tidak
termasuk umatku orang yang tidak melagukan
Al-Qur'an.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini
adalah membaca Al-Qur'an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan
kaidah tajwid. Dan seseorang tidak perlu melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya.
5. Membaca Al-Qur'an dimulai dengan isti'adzah.
Allah berfirman yang artinya, “Dan bila kamu
akan membaca Al-Qur'an, maka mintalah
perlindungan kepada Alloh dari (godaan-godaan)
syaithan yang terkutuk.” (QS.An-Nahl:98). Membaca
Al-Qur'an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih secara
khusyu'. Rasulullah SAW bersabda, “Ingatlah
bahwasanya setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada
saat membaca (Al-Qur'an).” (HR. Abu Dawud, Nasa'i,
KESYIRIKAN DIZAMAN SEKARANG LEBIH PARAH Para pembaca yang budiman, diantara musibah besar yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah acuh terhadap urusan agama dan sibuk dengan urusan dunia. Oleh karena itu banyak diantara mereka yang terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan Alloh karena sedikitnya pemahaman tentang permasalahan-permasalahan agama. Dan jurang terdalam yang mereka masuki yaitu lembah hitam kesyirikan.
Perbuatan dosa yang paling besar inipun begitu samar bagi kebanyakan manusia karena kejahilan mereka dan rajinnya setan dalam meyesatkan manusia, sebagaimana yang dikisahkan Alloh tentang sumpah iblis, “Karena
Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang
lurus.” (Al-A'raf: 16). Bahkan kesyirikan hasil tipudaya iblis
yang terjadi pada masa kita sekarang ini lebih parah daripada kesyirikan yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW…!! Kenapa bisa demikian ?
KEMUSYRIKAN ZAMAN DAHULU HANYA DI WAKTU LAPANG
Sesungguhnya orang-orang musyrik pada zaman Rasulullah melakukan kesyirikan hanya ketika dalam keadaan lapang saja. Namun tatkala mereka dalam keadaan sempit, terjepit, susah dan ketakutan mereka kembali mentauhidkan Allah, hanya berdo'a kepada Allah saja dan melupakan segala sesembahan selain Allah. Hal ini sebagaimana dikabarkan oleh Allah tentang keadaan mereka, “Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan,
niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu
kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Alloh) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan
(manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah
:'Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu;
sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka'.”
(Az-Zumar: 8).
Itulah keadaan musyrikin zaman dahulu, lalu bagaimana keadaan musyrikin pada zaman kita ini? Ternyata lebih parah lagi orang-orang musyrik zaman kita ini, baik dalam waktu lapang ataupun sempit tetap saja mereka menjadikan bagi Allah sekutu.
Dalam keadaan senang, tatkala punya hajatan (misalnya pernikahan, membangun rumah ataupun yang lainnya) mereka memberikan sesajen ke tempat-tempat yang dianggap keramat. Sebaliknya dalam keadaan susahpun, seperti ketika terkena musibah, mereka beranggapan bahwa mereka telah kuwalat terhadap yang mbaurekso (jin penunggu) kampungnya kemudian meminta ampun dan berdoa kepadanya agar menghilangkan musibah itu atau pergi ke dukun untuk menghilangkannya. Ini adalah bentuk kesyirikan kepada Alloh yang amat nyata di zaman sekarang ini. Allah berfirman, “Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan sesuatu yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (Ar-Ra'du: 14)
SESEMBAHAN MUSYRIKIN DULU LEBIH MENDING SHOLEHNYA
Orang-orang musyrik pada zaman Rasulullah SAW menjadikan sekutu bagi Allah dari dua kelompok, yang pertama adalah hamba-hamba Allah yang sholeh, baik dari kalangan para nabi, malaikat ataupun wali. Dan yang kedua adalah seperti pohon, batu dan lainnya. Lalu bagaimana keadaan orang-orang musyrik zaman kita ? Saking parahnya keadaan mereka, orang-orang yang telah mereka kenal sebagai orang yang suka berbuat maksiatpun mereka sembah dan diharapkan berkahnya. Lihat betapa banyak orang yang berbondong-bondong ngalap berkah ke makam Pangeran Samudro dan Nyai Ontrowulan di Gunung Kemukus, Sragen. Diceritakan bahwa mereka berdua adalah seorang anak dan ibu tiri (permaisuri raja) dari kerajaan Majapahit yang berselingkuh, kemudian mereka diusir dari kerajaan dan menetap di Gunung Kemukus hingga meninggal. Konon sebelum meninggal Pangeran Samudro berpesan bahwa keinginan peziarah dapat terkabul, jika melakukan seperti apa yang ia lakukan bersama ibu tirinya. Sehingga sebagai syarat “mujarab”
untuk mendapat berkah di sana, harus dengan