• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUBTITUSI TEPUNG PISANG KEPOK (Musa paradisiaca L. ) TERHADAP MUTU BROWNIS KUKUS SKRIPSI MASITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUBTITUSI TEPUNG PISANG KEPOK (Musa paradisiaca L. ) TERHADAP MUTU BROWNIS KUKUS SKRIPSI MASITA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

SUBTITUSI TEPUNG PISANG KEPOK (Musa paradisiaca L. ) TERHADAP MUTU BROWNIS KUKUS

SKRIPSI

MASITA 1322060034

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

(2)
(3)
(4)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama Mahasiswa : Masita

Nim : 1322060034

Program studi : D4 Agroindustri

Perguruan tinggi : Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Subtitusi Tepung Pisang

Kepok (Musa paradisiaca L.) Terhadap Mutu Brownis Kukus”. Adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Pangkep, Agustus 2017

(5)

MASITA. 13 22 060 34. Subtitusi Tepung pisang Kepok (Musa paradisiaca L. )

Terhadap Mutu Brownis Kukus. Dibimbing oleh SITTI NURMIAH and FIFI

ARFINI.

RINGKASAN

Tepung pisang kepok merupakan alternatif utama dengan prospek yang baik sebagai salah satu sumber karbohidrat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pengolahan produk seperti brownis kukus sehingga dapat mengurangi penggunaan tepung terigu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari proses pembuatan tepung pisang, mempelajari proses pembuatan brownis kukus tepung pisang dan mengetahui mutu brownis kukus dengan berbagai tingkat konsentrasi tepung pisang.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama yaitu pembuatan tepung pisang kepok dan tahap kedua yaitu pembuatan brownis kukus tepung pisang kepok dengan komposisi formula tepung pisang kepok dan tepung terigu, yaitu (1) 30%:70%, (2) 25%:75%, (3) 20%:80%, (4) 15%:85%, (5) 10%:90%, (6) 5%:95%. Parameter penelitian adalah uji kadar air, kadar lemak, kadar karbohidrat dan uji organoleptik yang dilakukan oleh 25 orang panelis tak terlatih.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktorial yaitu komposisi tepung pisang kepok dan tepung terigu yang dilakukan dengan 3 kali ulangan. Pengolahan data dilakukan di program Statistical Package

Science (SPSS) versi 16.0 dengan metode General Linear Model untuk melihat

taraf perlakuan yang berbeda dilakukan uji lanjut dengan menggunakan metode

Tukey.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air brownis, berkisar antara 21,09%-27,43%, kadar lemak brownis berkisar antara 16,34%-17,97%, kadar karbohidrat brownis berkisar antara 45,34%-51,40%. Hasil uji organoleptik menunjukkan tingkat kesukaan masyarakat terhadap rasa berasal dari formulasi 30%:70% dan terendah pada formulasi 10%:90%. Penilaian terhadap warna dengan nilai tertinggi berasal dari formulasi 20%:80%, dan terendah pada formulasi 5%:95%. Penilaian terhadap aroma dengan nilai tinggi berasal dari formulasi 20%:80%, dan terendah berasal dari 25%:75%. %. Penilaian terhadap tekstur dengan nilai tinggi berasal dari formulasi 10%:90%, dan terendah berasal dari 25%:75%. Sedangkan untuk uji kesukaan panelis secara umum terhadap rasa, warna, aroma, dan tekstur adalah formulasi 20:80%.

(6)

MASITA. 13 22 060 34. Substitution Kepok banana flour (Moses paradisiaca L.)

Against Brownish Quality. Guided by SITTI NURMIAH and FIFI ARFINI.

SUMMARY

Flour banana flour is the main alternative with good prospect as one source of carbohydrate that can be utilized as a mixture in processing products such as brownis steamed so as to reduce the use of wheat flour. The purpose of this study is to study the process of making banana flour, studying the process of making brownis steamed banana flour and know the quality of brownis steamed with various levels of concentration of banana flour.

This research consists of two stages, the first stage is making banana kepok flour and the second stage is the manufacture of brownish steamed banana kepok flour with the composition of banana flour and wheat flour formulas, namely (1) 30%: 70%, (2) 25%: 75%, (3) 20%: 80%, (4) 15%: 85%, (5) 10%: 90%, (6) 5%: 95%. The research parameters were water content test, fat content, carbohydrate level and organoleptic test conducted by 25 untrained panelists.

This research uses Completely Randomized Design (RAL) with one factorial that is the composition of banana flour and wheat flour made with 3 replications. Data processing was done in Statistical Package Science Program (SPSS) version 16.0 with General Linear Model method to see different level of treatment carried out further test by using Tukey method.

The results showed that brownis water content, ranging from 21.09% -27.43%, brownis fat content ranged between 16.34% -17.97%, brownis carbohydrate levels ranged between 45.34% -51.40%. The results of the organoleptic test showed that the level of public preference for the flavor came from the 30%: 70% formulation and the lowest was in the 10%: 90% formulation. Assessment of the highest-grade color came from the 20%: 80% formulation, and the lowest was in the 5%: 95% formulation. Assessment of high value aroma comes from the 20%: 80% formulation, and the lowest is from 25%: 75%. %. The high-value texture assessment came from the 10%: 90% formulation, and the lowest was from 25%: 75%. As for panelist preferential test in general to taste, color, aroma, and texture is 20% formulation: 80%.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya. Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhamad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman kepandaian.

Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Ayahanda Sanusi yang telah penuh ketulusan dan kasih sayang selama ini telah membimbing serta senantiasa memberikan dukungan moral maupun dukungan moril kepada penulis yang tak ternilai harganya. Juga tak lupa untuk ibuku Raisa dan Risna serta adik tercinta Muhammad Nabil atas motivasinya untuk penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Ir. Darmawan M.P,M.Si selaku Direktur Politeknik pertanian Negeri Pangkep.

3. Ibu Ir. Nurlaeli Fattah M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

4. Ibu Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP.MP. selaku Ketua Program Studi Agroindustri, Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

5. Ibu Dr. Ir. Sitti Nurmiah, M.Si selaku pembimbing pertama. 6. Ibu Fifi Arfini, S.Stp, M.Si selaku pembimbing kedua.

7. Dosen beserta staf dan segenap civitas akademik Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

8. Sahabat tercinta cabisyur dan penghuni pondok vikiy, terima kasih atas segala bentuk bantuan dan doanya dalam penyelesaian tugas akhir ini.

9. Seluruh rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Program studi Agro Industri

(8)

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Karenanya, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan tugas akhir ini. akhirnya penulis megucapkan banyak terima kasih, semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Pangkep, Agustus 2017

(9)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 2 1.4 Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang ( Musa paradisiaca L.) ... 3

2.1.1 Morfologi pisang Kepok ... 5

2.1.2 Kandungan Gizi Buah Pisang Kepok ... 6

2.2 Pengolahan Tepung ... 7

2.2.1 Tepung pisang ... 8

2.2.2 Proses Pengolahan Tepung Pisang ... 9

2.2.3 Syarat Mutu Tepung Pisang ... 10

2.3 Tepung Terigu ... 11

2.4 Brownis ... 12

2.5 Syarat Mutu Brownis ... 12

2.6 Bahan Tambahan Pembutan Brownis ... 13

2.6.1 Gula Pasir ... 13 2.6.2 Lemak ... 13 2.6.3 Telur ... 13 2.6.4 Cocoa Powder ... 13 2.6.5 Emulsifier (TBM) ... 13 2.6.6 Backing Powder ... 14 2.6.7 Bubuk Vanili ... 14

(10)

2.7 Parameter Pengamatan ... 14 2.7.1 Kadar Lemak ... 14 2.7.2 Kadar Karbohidrat ... 14 2.7.3 Kadar Air ... 15 2.8 Uji Organoleptik ... 15 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 17

3.2 Alat dan Bahan ... 17

3.3. Parameter Pengamatan ... 17

3.3.1 Kadar Air ... 17

3.3.2 Kadar Lemak ... 18

3.3.3 Kadar Karbohidrat ... 18

3.4 Metode Penelitian ... 19

3.4.1 Proses Pembuatan Tepung Pisang Kepok ... 19

3.4.2 Proses Pembuatan brownis ... 21

3.5 Rancangan Penelitian ... 22

3.6 Analisis Data ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air ... 23 4.2 Kadar Lemak ... 24 4.3 Kadar Karbohirat... 26 4.4 Uji Organoleptik ... 28 4.4.1 Rasa ... 28 4.4.2 Warna ... 29 4.4.3 Aroma ... 30 4.4.4 Tekstur ... 31 V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 33 5.2 Saran ... 33 DAFTAR PUSTAKA ... 34 LAMPIRAN ... 37 RIWAYAT HIDUP ... 48

(11)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Komposisi Kimia daging buah Pisang Kepok ... 7 Tabel 2. Syarat Mutu Tepung pisang (SNI 01-13841-1995) ... 9 Tabel 3. Syarat Mutu Brownis ... 12

(12)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Buah Pisang Kepok ( Musa paradisiaca L.) ... 4 Gambar 2. Morfologi Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) ... 5 Gambar 3. Tepung Pisang ... 8 ...

Gambar 4. Tepung Terigu ... 11 ...

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Pisang Kepok ... 20 ...

Gambar 6. Diagram Alir Proses Pembuatan Brownis ... 21 ...

Gambar 7. Grafik Kadar Air Brownis Kukus Tepung Pisang ... 23 Gambar 8. Grafik Kadar Lemak Brownis Kukus Tepung Pisang ... 25 ...

Gambar 9. Grafik Kadar Karbohidrat Brownis kukus Tepung pisang.. 26 ...

Gambar 10. Grafik Uji Organoleptik Terhadap Rasa Brownis ... 28 ...

Gambar 11. Grafik Uji Organoleptik Terhadap Warna Brownis ... 29 ...

Gambar 12. Grafik Uji Organoleptik Terhadap Aroma Brownis ... 30 Gambar 13. Grafik Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Brownis ... 31

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Proses Pembuatan Tepung Pisang Kepok ... 38

Lampiran 2. Proses Pembuatan Brownis Kukus ... 39

Lampiran 3. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Air ... 40

Lampiran 4. Hasil Uji Tukey Kadar Air ... 40

Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Lemak ... 41

Lampiran 6. Hasil Uji Tukey Kadar Lemak ... 41

Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Karbohidrat ... 42

Lampiran 8. Hasil Uji Tukey Kadar Karbohidrat ... 42

Lampiran 9. Uji Organoleptik (Warna) ... 43

Lampiran 10. Uji Organoleptik (Aroma) ... 44

Lampiran 11. Uji Organoleptik (Rasa)... 45

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis yang sangat popular dan cukup berpotensi di Indonesia khususnya di Kabupaten Pinrang Sulawesi selatan. Buah pisang merupakan hasil tanaman pertanian dari kelompok hortikultura dan termasuk salah satu tanaman pangan penting di Indonesia. Produksi buah pisang rata-rata 63.166 ton per tahun.

Pisang merupakan salah satu buah yang produksinya melimpah, menurut Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan pada tahun 2010, luas areal panen mencapai 101.276 ha, dengan jumlah produksi mencapai 5.755.073 ton (BPS, 2010). Pada tahun 2014, luas areal panen mencapai 100.600 ha, dengan jumah produksi mencapai 6.862.558 ton (BPS, 2014).

Sebagai komoditi hasil pertanian, buah pisang merupakan produk yang bersifat mudah rusak. Sedangkan umur simpannya juga sangat terbatas, sehingga diperlukan penggunaan teknologi yang tepat guna untuk mengolah buah pisang menjadi produk makanan yang lebih meningkat nilai tambah dan daya tahannya.

Buah pisang merupakan buah yang sangat digemari masyarakat. Bukan hanya para petani yang gemar menanam tanaman ini tetapi juga kalangan masyarakat. Pisang juga sangat digemari, bukan saja karena rasanya yang enak, namun juga kandungan gizi serta manfaatnya. Selain memberikan kontribusi gizi lebih tinggi, pisang juga dapat menyediakan cadangan energi dengan cepat bila dibutuhkan.

Kadar air buah pisang segar relatif tinggi sehingga dapat mempercepat terjadinya kerusakan, terutama akibat pengaruh bilogis (jamur dan bakteri ) yang mengakibatkan terjadinya kebusukan. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa simpan menjadi sangat penting. Salah satu olahan dari buah pisang adalah tepung pisang. Buah pisang memiliki kandungan karbohidrat yang relatif tinggi olehnya itu sangatlah berpeluang untuk diolah menjadi tepung. Tepung pisang dapat diolah menjadi beberapa produk salah satunya yaitu brownis

(15)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pembuatan brownis tepung pisang ?

2. Bagaimana pengaruh konsentrasi tepung pisang terhadap mutu brownis? 3. Bagaimana menentukan mutu brownis terbaik dengan berbagai tingkat

konsentrasi tepung pisang ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mempelajari proses pembuatan brownis tepung pisang

2. Mengetahui pengaruh konsentrasi tepung pisang terhadap mutu brownis 3. Mengetahui mutu brownis terbaik dengan berbagai tingkat konsentrasi

tepung pisang. 1.4 Manfaat Penelitian

1. Diperolehnya informasi mengenai pembuatan tepung pisang kepok. 2. Diperolehnya informasi mengenai pemanfaatan tepung pisang kepok

sebagai alternatif bahan pangan subtitusi terigu pada pembuatan brownis kukus.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang (Musa paradisiaca L.)

Pisang merupakan salah satu buah yang tumbuh di Indonesia. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang dikenal sebagai produsen pisang dunia. Indonesia telah memproduksi 6,20 % dari total produksi dunia, 50 % produksi pisang Asia berasal dari Indonesia (Satuhu dan Supriyadi, 2008). Menurut Rismunandar (1990), tanaman pisang merupakan suatu tumbuhan yang dari akar hingga daunnya dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia.

Klasifikasi tanaman pisang kepok menurut Tjitrosoepomo (1991), adalah sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Musales Famili : Musaceae Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca L.

Pisang kepok (Musa paradisiaca L.) merupakan jenis pisang olahan yang paling sering diolah terutama dalam olahan pisang goreng dalam berbagai variasi, sangat cocok diolah menjadi keripik, buah dalam sirup, aneka olahan tradisional, dan tepung. Pisang dapat digunakan sebagai alternatif pangan pokok karena mengandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian konsumsi beras dan terigu (Prabawati et al., 2008 )

Menurut Prabawati et al., (2008), pisang kepok memiliki kulit yang sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan kadang bernoda cokelat, serta daging buahnya manis. Pisang kepok tumbuh pada suhu optimum untuk pertumbuhannya sekitar 27℃ dan suhu maksimum 38℃. Bentuk buah pisang kepok agak gepeng dan bersegi. Ukuran buahnya kecil, panjangnya 10-12 cm dan beratnya 80-120 g. Pisang kepok memiliki warna daging buah putih dan kuning. Adapun Gambar buah pisang kepok (Musa paradisiaca L.) dapat dilihat pada Gambar 1.

(17)

Gambar 1. Buah pisang kepok (Sumber: pisang kepok.blogspot.com.2010) Tanaman pisang tumbuh di daerah beriklim tropis, dengan suhu antara 10°C sampai 40.5°C dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Tanaman ini akan tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, cukup air dan terhindar dari angin kencang (Loesecke 1950). Produktivitas pisang merupakan tertinggi kedua di antara jenis buah-buahan lainnya, yaitu 510.30 kuintal/Ha pada tahun 2005 (Deptan 2007).

Berdasarkan cara penggunaannya, menurut Simmonds (1966), pisang dibagi atas dua golongan, yaitu :

1. Banana, merupakan golongan pisang yang dapat langsung dimakan setelah buahnya matang. Jenis pisang yang termasuk golongan banana diantaranya adalah pisang ambon, pisang sereh, pisang raja, dan pisang badak.

2. Plantain, merupakan golongan pisang yang dapat dimakan setelah mengalami pengolahan terlebih dahulu. Jenis pisang yang termasuk golongan planatain diantaranya adalah pisang nangka, pisang tanduk, pisang uli, pisang kepok, dan pisang siam.

Karbohidrat pada pisang sebagian besar adalah pati dan gula. Jenis plantain memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dibanding jenis banana. Banana mengandung 80% (bobot kering) gula dan 5% pati, sedangkan pada jenis plantain kandungan patinya mencapai 17% dan gula sebesar 66% (prahasta, 2009)

Pisang termasuk dalam golongan buahan klimakterik, yaitu buah-buahan yang mengalami proses pematangan setelah dipanen sebagai hasil perubahan kimia di dalam jaringan secara biologis dan diawali dengan proses

(18)

pembentukan etilen. Menurut (Triyono, 2009) selama proses pematangan buah pisang, terjadi perubahan sifat-sifat fisiologis, kimia, dan fisik, sehingga dapat menyebabkan perubahan warna, tekstur, rasa, dan aroma. Perubahan nyata pada proses pematangan tersebut adalah perubahan laju respirasi, keasaman, kadar air, karbohidrat, pektin, protopektin, nisbah daging dan kulit, tanin, dan zat-zat volatil yang mudah menguap.

Selanjutnya Suyanti dan Supriyadi (2008) menyatakan bahwa perubahan kimia yang paling menyolok selama proses pematangan pisang adalah hidrolisis pati dan akumulasi gula. Akibat peristiwa tersebut, daging buah pisang yang kulitnya masih hijau akan memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah pisang yang telah masak. Pada buah pisang yang kulitnya masih hijau mengandung 20-25% pati, sedangkan buah yang matang, mengandung 1-2% pati.

2.1.1 Morfologi Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)

Tanaman pisang kepok (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman dalam golongan terna monokotil tahunan berbentuk pohon yang tersusun atas batang semu.

Gambar 2. Morfologi pisang kepok (Sumber: Sulut.litbang.pertanian.com. 2017) Daun pisang letaknya tersebar, helaian daun berbentuk lanset memanjang yang panjangnya antara 30-40 cm. Daun yang paling muda terbentuk di bagian

(19)

tengah tanaman, keluarnya menggulung dan terus tumbuh memanjang. Kemudian secara progesif membuka. Helaian daun bentuknya lanset memanjang, mudah koyak, panjang1,5-3m, lebar 30-70 cm, permukaan bawah daun berlilin, tulang tengah penopang jelas disertai tulang daun yang nyata, tersusun sejajar dan menyirip (Suyanti dan Supriyadi, 2008).

Pisang mempunyai bunga majemuk yang tiap kuncup bunga dibungkus oleh seludang berwarna merah kecoklatan. Seludang akan lepas dan jatuh ke tanah jika bunga telah membuka. Bunga betina akan berkembang secara normal, sedang bunga jantan yang berada diujung tandan tidak berkembang dan tetap tertutup oleh seludang dan disebut sebagai jantung pisang. Tiap kelompok bunga disebut sisir, yang tersusun dalam tandan. Jumlah sisir betina 5-15 buah, buahnya merupakan buah buni, bulat memanjang dan membengkok, tersusun seperti sisir dua baris, dengan kulit berwarna hijau, kuning, dan coklat. Tiap kelompok buah atau sisir terdiri dari beberapa buah pisang. Berbiji atau tanpa biji, bijinya kecil, bulat, dan warna hitam Bentuk buah pisang kepok agak gepeng dan bersegi.

Karena bentuknya gepeng, ada yang menyebutnya pisang gepeng. Ukuran buahnya kecil, panjangnya 10-12 cm dan beratnya 80-120 g. Kulit buahnya sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan kadang bernoda cokelat (Suhardiman, 1997). Tanaman pisang dapat ditanam dan tumbuh dengan baik pada berbagai macam topografi tanah, baik tanah datar ataupun tanah miring. Produktivitas pisang yang optimum akan dihasilkan pisang yang ditanam pada tanah datar pada ketinggian di bawah 500 m di atas permukaan laut (dpl) dan keasaman tanah pada pH 4,5-7,5. Suhu harian berkisar antara 25°- 27°C dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun (Edison, 2001).

2.1.2 Kandungan gizi buah pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)

Pisang adalah buah yang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, kalsium, dan besi. Bila dibandingkan dengan jenis makanan nabati lain, mineral pisang, khususnya besi, hampir seluruhnya (100 persen) dapat diserap tubuh. Berdasarkan berat kering, kadar besi pisang mencapai 2 milig per 100 g dan seng 0,8 mg. Kandungan vitaminnya sangat tinggi, terutama provitamin A, yaitu betakaroten, sebesar 45 mg per 100 g berat kering, sedangkan pada apel hanya 15

(20)

mg. Pisang juga mengandung vitamin B, yaitu tiamin, riboflavin, niasin, dan vitamin B6/piridoxin (Winarno, 2002).

Beberapa penelitian yang telah dilakuan terhadap kandungan gizi dalam buah pisang kepok, diantaranya dilaporkan Riana (2000) yang beberapa kandungannya tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia daging buah pisang kepok

Kandungan Nilai Air 70 g Karbohidrat 27 g Serat kasar 0,5 g Protein 1,2 g Lemak 0,3 g Abu 0,9 g Kalsium 80 mg Fosfor 290 mg Sodium - Β-Karotein 2,4 mg Thiamin 0,5 mg Riboflavin 0,5 mg Asam askorbat 120 mg Kalori (Kal) 104 Sumber : Riana (2000) 2.2 Pengolahan Tepung

Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung proses penggilingannya. Ada banyak macam jenis tepung yang kita ketahui, salah satunya adalah tepung terigu. Tepung terigu adalah terpung yang terbuat dari gandum, yang umumnya digunakan dalam pembuatan kue dan aneka makanan lainnya.Tepung terigu diperoleh dari hasil penggilingan biji gandum yang mengalami beberapa tahap pengolahan (Ferawati, 2014)

Menurut Ferawati (2014), ada beberapa tahap proses pengolahan tersebut adalah tahap persiapan dan tahap penggilingan. Tahap persiapan meliputi proses

cleaning (pembersihan), dampening (pelembapan), dan conditioning

(21)

seperti debu, biji-biji lain selain gandum (seperti jagung dan kedelai), kulit gandum, batang gandum, batu-atuan, kerikil, logam dan lain-lain.

2.2.1 Tepung Pisang

Pemanfaatan buah pisang kebanyakan masih sebatas konsumsi dalam bentuk asal dan pengolahan dari buah segarnya. Peningkatan pemanfaatan pisang dapat dilakukan dengan membuat tepung pisang. Tersedianya tepung pisang dalam jumlah yang cukup dan kualitas simpan yang baik akan membantu persediaan bahan pangan sebagai sumber kalori dan menambah nilai variasi penyediaan makanan sebagai sumber karbohidrat. Dengan demikian tepung pisang dapat membantu memperingan beban penyediaan kalori dalam bentuk beras (Hardiman 1982) dan dapat mendukung prog ketahanan pangan pemerintah.

Gambar 3. Tepung pisang (Sumber: Alibaba.com.2017)

Pisang dapat diproses menjadi tepung karena kandungan karbohidratnya yang tinggi. Karbohidrat pada pisang sebagian besar adalah pati dan gula. Jenis

plantain memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dibanding jenis banana. Banana mengandung 80% bk gula dan 5%bk pati, sedangkan pada jenis plantain

kandungan patinya mencapai 17% dan gula sebesar 66% .

Menurut Kuntarsih (2012), tepung pisang sebaiknya dibuat dari buah pisang dengan tingkat kematangan ¾ penuh, yaitu sekitar 80 hari setelah berbunga. Hal ini disebabkan karena pada kondisi tersebut pembentukan pati telah mencapai maksimum dan tanin sebagian besar telah berubah menjadi ester aromatik dan fenol, sehingga dihasilkan rasa asam dan manis yang seimbang.

Apabila buah pisang yang digunakan terlalu matang, maka pada proses pengeringannya akan mengalami kesukaran karena terbentuknya cairan.

(22)

Sebaliknya apabila pisang terlalu muda yaitu kurang dari ¾ penuh, akan menghasilkan tepung pisang yang mempunyai rasa pahit dan sepat. Hal ini disebabkan karena kadar asam dan tanin yang cukup tinggi sedangkan kadar patinya rendah. Judoamidjojo dan Lestari (2002) melaporkan bahwa kadar pati dari tiga jenis pisang plantain (nangka, siam dan uli) cukup tinggi yaitu berkisar antara 55-62%.

2.2.2 Proses Pengolahan Tepung Pisang

Buah pisang adalah salah satu buah yang mengandung gizi cukup tinggi dengan nilai kalori 120 kalori dan dilengkapi dengan berbagai macam vitamin dan mineral, selain itu juga mempunyai kandungan zat pati yang cukup tinggi 30mg/100g sehingga cocok untuk dibuat menjadi tepung (Naimah, 2010).

Tepung pisang sangat baik untuk pencernaan sehingga cocok sebagai menu makanan untuk bayi, selain itu sebagai produk setengah jadi (produk antara) dapat dijadikan berbagai macam olahan kue dan makanan sebagai pengganti atau subsitusi penggunaan tepung terigu yang selama ini produknya masih impor, dan juga untuk meningkatkan nilai jual buah pisang (Ningsih, 2014).

Proses pembuatan tepung pisang kepok terdiri dari beberapa tahap yaitu pengupasan, pencucian, pengirisan, pengeringan, penggilingan, serta pengayakan. Pengembangan produk baru menggunakan teknologi pengolahan diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah buah pisang dan memenuhi permintaan untuk olahan yang semakin meningkat. Pengolahan buah menjadi berbagai macam produk menjadikan daya simpan lebih lama.

(23)

2.2.3 Syarat Mutu Tepung Pisang

Menurut BSN (01-3841-1995), terdapat dua klasifikasi tepung pisang yaitu jenis A dan jenis B. Tepung pisang jenis A diperoleh dari penepungan pisang yang sudah matang melalui proses pengeringan dengan menggunakan mesin pengering sedangkan tepung pisang jenis B diperoleh dari penepungan pisang yang sudah tua, tidak matang melalui proses pengeringan.

Tabel 2. Syarat mutu tepung pisang BSN (01-13841-1995)

No Kriteria uji Satuan Persyaratan Jenis A Jenis B

1 Keadaan : -

1.1 Bau - Normal Normal

1.2 Rasa - Normal Normal

1.3 Warna - Normal Normal

2 Benda asing - Tidak ada Tidak ada

3 Serangga (dalam segala bentuk - Tidak ada Tidak ada stadia dan potongan-potongan)

4 Jenis pati lain selain tepung

pisang - Tidak ada Tidak ada

5 Kehalusan lolos ayakan 60 mesh %b/b Min. 95 Min. 95

6 Air %b/b Maks. 5 Maks. 12

7 Bahan tambahan makanan - SNI 01-0222-1987

8 Sulfit (SO₂) mg/Kg Negatif Maks. 10

9 Cemaran logam :

9.1 Timbal (Pb) mg/Kg Maks.1.0 Maks.1.0

9.2 Tembaga (Cu) mg/Kg Maks.10.0 Maks.10.0

9.3 Seng (Zn) mg/Kg Maks.40.0 Maks.40.0

9.4 Raksa (Hg) mg/Kg Maks.0.05 Maks.0.05

10 Cemaran Arsen (As) mg/Kg Maks.0.5 Maks.0.5

11 Cemaran mikroba :

11.1 Angka Lempeng Total Kol/g Maks. 10⁴ Maks. 10⁰

11.2 Bakteri pembentuk coli APM/g 0 0

11.3 E.coli Kol/g 0 Maks. 10⁶

11.4 Kapang dan khamir Kol/g Maks. 10² Maks. 10⁴

11.5 Salmonella/25 g - Negatif -

11.6 staphylococcus aurens Kol/g Negatif -

(24)

2.3 Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar aneka produk makanan yang berasal dari biji gandum. Kata terigu dala bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis , yaitu trigo yang berarti gandum. Selain banyak mengandung protein, tepung terigu juga mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang larut dalam air (Emil, 2011).

Gambar 4. Tepung Terigu (Sumber: ekowraps.blogspot.com. 2017)

Jenis tepung terigu dibedakan atas kandungan protein yang dimiliki oleh tepung terigu dan kandungan protein pada terigu menentukan gluten. Kualitas protein serta gluten menentukan kualitas jenis gandum. Protein sangat terkait dengan gluten dimana gluten sendiri adalah suatu zat yang ada pada tepung terigu. Zat ni bersifat elastis dan kenyal. Semaki tinggi kadar proteinnya, semakin banyak gluten yang ada pada tepung tersebut, demikia pula sebaliknya.

Menurut emil, 2011 berdasarkan kadar proteinnya, terigu diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Tepung berprotein tinggi (bread flour), memiliki kadar protein tinggi 11% - 13%, sangat baik sebagai bahan pembuat roti, mi, pasta, donat, dan roti yang membutuhkan kekenyalan tinggi.

2. Tepung berprotein sedang atau serbaguna (all purpose flour), memiliki kadar protein sedang, 8%-10%, cocok sebagai bahan pembuat cake.

3. Tepung berprotein rendah (pastry flour), memiliki kadar protein sekitar 6%-8%, sesuai untuk membuat kue renyah, seperti biskuit, kuliit gorengan, atau keripik dan lain-lain.

(25)

2.4 Brownis

Brownis merupakan salah satu jenis cake yang berwarna coklat kehitaman. Brownis dapat dibagi menjadi dua macam, yakni brownis kukus dan brownis oven. Struktur brownis sama seperti cake yaitu ketika dipotong terlihat keseragaman pori remah, berwarna menarik, dan jika dimakan terasa lembut, lembab, dan menghasilkan cita rasa yang baik (Sunarwati 2012). Tekstur yang dikehendaki dari brownis agak bantat sehingga ia tidak membutuhkan pengembangan gluten sebagaimana cake. Bahan penyusun utamanya antara lain telur, lemak, gula, dan terigu. Sebagai bahan tambahan dapat ditambahkan

emulsifier dan bahan pengembang (Sunarwati 2012).

Tepung yang umum digunakan sebagai bahan pembuat brownis adalah terigu. Tepung ini, di dalam adonan, berfungsi sebagai pembentuk struktur dan tekstur brownis, pengikat bahan-bahan lain, dan pendistribusi bahan-bahan lain secara merata, serta pembentuk citarasa (Matz 2005). Tepung terigu yang biasanya digunakan adalah terigu lunak . Alasan penggunaan terigu jenis lunak adalah kelebihannya dalam membentuk adonan yang lebih lembut dan lengket (Matz 2005).

2.5 Syarat Mutu Brownis

Syarat mutu brownis yang baik menurut Saragih (2011) disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3. Syarat mutu brownis

No Kriteria uji Persyaratan

1 Air % Maks 16.78 2 Abu % Maks 2.39 3 Protein % Maks 5.03 4 Lemak % Maks 26.93 5 Karbohidrat % Maks 51.72 6 Pati % Maks 7. 36

7 Kadar serat kasar % Maks 28.52

(26)

2.6 Bahan Tambahan Pembuatan Brownis 2.6.1 Gula Pasir

Bahan tambahan lain dalam pembuatan brownis adalah gula yang berfungsi memberikan rasa manis. Selain itu, ia juga berperan dalam pembentukan struktur, tekstur, keempukan, pengikat air, serta penjaga kelembaban (Fridayani 2006). Gula juga dapat berfungsi sebagai pengawet karena gula dapat mengurangi aw bahan pangan yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Effendi 2009).

2.6.2 Lemak

Lemak sebagai bahan penyusun utama brownis berfungsi melembutkan tekstur, membentuk citarasa, memacu pengembangan, membantu aerasi dan emulsifikasi adonan. Selain itu, lemak juga berperan meningkatkan nilai gizi. Adapun lemak yang biasa digunakan adalah mentega. Margarin lebih sering digunakan karena harganya lebih murah dari mentega. Margarin adalah lemak plastis yang dibuat dari proses hidrogenasi parsial minyak nabati (Haryadi et

al.2000). 2.6.3 Telur

Telur dalam pembuatan brownis berfungsi sebagai penggaanti air, pembentuk struktur, pelembut, pengikat udara (aerasi), dan pendistribusi adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, aroma, dan rasa. Lesitin pada kuning telur memiliki daya pengemulsi sedangkan putih telurnya membentuk tekstur yang lebih ringan (Widiyastuti, 2007).

2.6.4 Cocoa Powder

Sebagai pemberi warna dan rasa utama brownis adalah cocoa powder yang khusus digunakan untuk membuat produk-produk bakery. Selain ditambahkan

cocoa powder dapat juga ditambahkan coklat pasta. 2.6.5 Emulsifier (TBM)

Bahan tambahan lainnya adalah emulsifier seperti TBM. Fungsi emulsifier ini adalah sebagai pelembut tekstur dan menjaga kestabilan adonan dengan mengikat 2 emulsi minyak dan air pada adonan supaya adonan cake menjadi homogen dan stabil serta tidak mudah turun saat di mixer dan adonan dapat tercampur dengan baik.

(27)

2.6.6 Backing Powder

Backing powder dalam pembuatan brownis berfungsi sebagai pengembang

tekstur adonan. Sebagai pengembang kue, baking powder yang mengandung sodium bikarbonat ini akan aktif saat terkena cairan dan atau panas, sehingga kemudian menghasilkan karbondioksida. Karbondioksida inilah yang nanti membuat kue mengembang. Namun, menggunakan baking powder sebaiknya jangan terlalu banyak karena akan membuat kue terlalu mengembang dan akhirnya merusak tekstur. Umumnya, untuk 500 g tepung terigu, hanya dibutuhkan 1/2 sendok teh baking powder (Tirto, 2012).

2.6.7 Bubuk vanili

Vanili adalah suatu rempah yang sangat popular dalam pengolahan berbagai macam makanan dan minuman. Rempah ini memiliki aroma yang harum, khas, dan kuat. Bubuknya berwarna putih atau putih kecoklatan dengan tekstur yang agak kasar. Vanili yang segar sebenarnya aromanya tidak kuat bahkan tidak berbau. Untuk mengeluarkan aroma vanili yang khas itu, para petani vanili membutuhkan berbagai proses yang sangat panjang dan lama. Bubuk vanili dalam pembuatan brownis berfungsi sebagai pengharum dan menghilangkan bau amis dari telur yang ada pada adonan kue (Howard, 2003).

2.7 Parameter Pengamatan 2.7.1 Kadar Lemak

Peran lemak di dalam bahan makanan yang utama sebagai sumber energi. Lemak merupakan suatu sumber energi yang dapat menyediakan energi sekitar 2,25 kali lebih banyak daripada energi yang diberikan oleh karbohidrat (gula, pati) atau protein. Istilah lemak atau minyak lebih umum digunakan daripada istilah lipida. Lemak bersifat padat pada suhu ruang dan minyak bersifat cair. Semua lemak yang terdapat di dalam bahan pagan nabati terutama yang terdapat dalam bentuk minyak. Dalam serealia, contohnya jagung atau di dalam kacang kacangan, contohnya kedelai, lemak terdapat baik di dalam germ maupun di dalam

endospermnya. Sebagian besar buah dan sayuran secara praktis tidak mengandung

(28)

2.7.2 Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh setiap manusia. Hal ini dikarenakan karbohidrat memiliki begitu banyak fungsi. Menjadi sumber energi untuk tubuh merupakan peran utama dari karbohidrat yang setiap gnya mengandung 4 kalori. Pada sistem sirkulasi darah di dalam tubuh manusia, sumber energi dihasilkan dari keberadaan karbohidrat yang berperan sebagai glukosa (Ayu, 2011).

Selain itu, karbohidrat juga berperan sebagai glikogen yang diperlukan oleh hati juga jaringan otot. Sisanya, keberadaan karbohidrat berperan sebagai lemak yang disimpan di dalam jaringan lemak sebagai cadangan energi bagi tubuh. Dengan keberadaan karbohidrat, metabolisme lemak dalam tubuh pun akan teratur sehingga dapat mencegah ketidaksempurnaan proses oksidasi lemak. Karbohidrat juga mampu mengoptimalkan fungsi dari protein sebagai zat pembangun tubuh. Bila tak ada karbohidrat, maka tugas utama dari protein akan terganggu karena pengalihan fungsi protein sebagai cadangan energi yang seharusnya menjadi peran utama dari karbohidra (Irawan, 2007).

2.7.3 Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter penentu mutu bahan. Dalam simplisia, menentukan tingkat keamanan untuk disimpan. Dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan. Selain itu juga sebagai penentu dalam proses pengolahan maupun pendistribusian agar ditangani secara tepat. Penentuan kadar air dalam suatu bahan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia dan metode khusus. Daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air. Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut (Wulanriky, 2011).

(29)

2.8 Uji Organoleptik (Metode Hedonic)

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh panelis (konsumen). Metode

Hedonic (uji kesukaan ) meliputi tekstur, rasa, aroma, dan warna. Dalam metode

hedonik ini panelis diminta memberikan penilaian bedasarkan tingkat kesukaan. Skor yang digunakan dalam uji organoleptik ini adalah 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka ), 1 (sangat tidak suka) ( Kartika, 1992).

(30)

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Juni 2017 bertempat di Workshop Mini Plant dan Laboratorium Biokimia Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep .

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah pisau, wadah plastik, oven cabinet dryer (mesin pengering), sendok, mixer, loyang, mangkok, mesin penepung, ayakan (60 mesh), baskom, timbangan digital, kompor, panci kukusan, spatula, labu ekstraksi, kondensor, soxhlet, desikator, tissue homogenizer, lumpang porselin.

Bahan yang digunakan adalah pisang kepok yang berasal dari pasar tradisional Mandalle, Kabupaten pangkep, tepung terigu kompas protein sedang, gula pasir, telur, cocoa powder, backing powder, TBM, coklat pasta, vanili., kl, H2SO4, Natrium tiosulfat.

3.3 Parameter Pengamatan

3.3.1 Kadar Air BSN (01-2891-1992)

Penentuan kadar air dengan menggunakan metode oven dengan cara haluskan contoh dengan blender, kemudian timbang berat cawan porselin (A), catat dan nolkan timbangan. Kemudian masukkan contoh yang telah dihaluskan kedalam cawan porselin (A) ± 2 g kemudian timbang (B). keringkan cawan yang telah diisi dengan contoh kedalam oven pada suhu 100º C, dengan tekanan udara tidak lebih 100 mm Hg, selama 5 jam atau sampai berat konstan. Dinginkan cawan porselin kedalam desikator dengan menggunakan alat penjepit selama kira-kira 30 menit kemudian timbang (C).

Perhitungan : Kadar air = ( 𝐵−𝐶 )

( 𝐵−𝐴 )𝑥 100 % Dimana : A = berat cawan

B = berat cawan + contoh C= berat cawan + contoh kering

(31)

3.3.2 Kadar Lemak BSN (01-2891-1992)

Penentuan kadar lemak dengan metode soxhlet dengan cara sebagai berikut : ambil contoh yang mewakili dari lot dan simpan sedemikian sehingga intrgritasnya terpelihara. Keringkan sejumlah tertentu contoh. Kira – kira 2 g dalam oven vakum 100º C dan tekanan kurang dari 100 Hg selama kurang lebih 5 am atau sampai beratnya tetap. Timbang teliti ± 2 g tepung contoh yang kering dalam selubung ekstraksi, kemudian masukkan selubung ( yang sudah berisi contoh ) kedalam soxhlet. Panaskan soxhlet dan kondensor pada labu ekstraksi yang telah ditimbang terlebih dahulu. Tambahkan ± 50 ml dietil eter lalu pasang pada pemanas. Ekstraksi dijalankan selama 16 jam atau sampai ekstraksi selesai. Keluarkan contoh dengan selubung bila ekstraksi telah selesai, pisahkan pelarutnya. Dan keringkan residu dalam oven pada 100º C, selama 60 menit atau sampai beratnya tetap. Dinginkan dalam desikator, lalu ditimbang.

Perhitungan :

% lemak = ( 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑏𝑢−𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 )−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑏𝑢

( 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ )−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔 𝑥 100 % 3.3.3 Kadar Karbohidrat BSN (01-2891-1992)

Penentuan kadar karbohidrat metode Luff Schoorl dengan cara menimbang contoh sebanyak 5 g, masukkan kedalam gelas beaker 100 ml, kemudian tambahkan aquades sampai 100 ml. campur hingga rata, pipet sebanyak 5 ml kedalam erlenmeyer 250 ml dan tambahkan 25 ml reagen luff schoorl dengan pipet volumetrik. Panaskan diatas water bath yang sudah mendidih selama 10 menit tepat. Jika reagen berwarna merah contoh harus diencerkan. Dinginkan dengan cepat di bawah air kran dan tambahkan 15 ml larutkan Kl 20% dan 25 ml larutan H2SO4 4N dengan hati – hati, jika terlalu cepat larutan akan tumpah keluar. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 5H2O 0,1N sampai warna kuning muda. Tambahkan 2 ml indikator amilum 1 % dan lanjutkan titrasi tersebut sampai warna biru hilang.

(32)

3.4 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah proses pembuatan tepung pisang dan tahap kedua adalah proses pembuatan brownis kukus tepung pisang.

3.4.1 Proses Pembuatan Tepung Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)

Pembuatan tepung pisang dilakukan untuk memanfaatkan pisang kepok sebagai bahan pensubtitusi tepung terigu pada pembuatan brownis. Tepung pisang kepok dibuat dengan cara dilakukan pengupasan kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih. Setelah dicuci bersih, dilakukan pemotongan dengan ketebalan 0,4 cm untuk memudahkan pada saat proses pengeringan. Setelah di potong selanjutnya dilakukan perendaman dalam larutan CaCO3 selama 5 menit untuk menghilangkan getah, kemudian dimasukka kedalam tray dan dikeringkan dengan menggunakan oven pengering pada suhu 60-70°C selama 6-7 jam. Setelah kering, pisang kepok dihaluskan dengan menggunakan mesin penepung lalu diayak dengan menggunakan ayakan 60 mesh. Diagram alir pembuatan tepung pisang kepok dapat dilihat pada Gambar 5.

3.4.2 Proses Pembuatan Brownis

Proses pembuatan brownis dimulai dengan pencampuran bahan pendukung seperti telur, gula pasir, TBM, dan vanili dengan menggunakan mixer hingga adonan menjadi homogen dan mengembang. Setelah itu ditambahkan coklat bubuk dan coklat pasta sambil diaduk dengan menggunakan mixer sampai homogen. Setelah itu dilakukan penambahan tepung terigu dan tepung pisang dengan konsentrasi F1 (70:30%), F2 (75:25%), F3 (80:20%), F4 (85:15%), F5 (90:10%), F6 (95:5%) sambil diaduk hingga tercampur rata. Selanjutnya dilakukan pencetakan dengan loyang 20x10 cm kemudian dilakukan pengukusan selama 30 menit. Diagram alir proses pembuatan brownis tepung pisang dapat dilihat pada Gambar 5.

(33)

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Pisang Kepok dan Pembuatan Brownis Kukus

3.5 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan tingkat perbandingan tepung pisang dan tepung terigu dengan 3 kali ulangan dengan faktorial sebagai berikut :

F1= Tepung Pisang kepok : Tepung Terigu (30:70%) F2= Tepung Pisang kepok : Tepung Terigu (25:75%) F3= Tepung Pisang kepok : Tepung Terigu (20:80%) F4= Tepung Pisang kepok : Tepung Terigu (15:85%) F5= Tepung Pisang kepok : Tepung Terigu (10:90%) F6 = Tepung Pisang kepok : Tepung Terigu (5:95%)

Mixing (10’) Pencetakan Pengadonan Pengukusan 30’ Brownis Kukus PisangKepok Pengupasan Pencucian Pemotongan Perendaman selama 5’ ,(Larutan CaCO3) Pengeringan Suhu 70°C Penepungan Pengayakan (60 mesh) Spinner

Tepung

pisang

(34)

3.6 Analisis Data

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai kadar air, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Data tersebut dianalisis menggunakan prog statistical Package

Science (SPSS) versi 16.0 dengan metode unveriate general model dan untuk

Gambar

Gambar 1. Buah  pisang kepok (Sumber: pisang kepok.blogspot.com.2010)
Gambar 2. Morfologi pisang kepok (Sumber: Sulut.litbang.pertanian.com. 2017)  Daun  pisang  letaknya  tersebar,  helaian  daun  berbentuk  lanset  memanjang  yang  panjangnya  antara  30-40  cm
Gambar 3. Tepung pisang (Sumber: Alibaba.com.2017)
Gambar 4. Tepung Terigu (Sumber: ekowraps.blogspot.com. 2017)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membahas tentang kesalahan penulisan transliterasi Arab-Latin dalam skripsi mahasiswa prodi Bahasa Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penelitian

Untuk dapat mewujudkan pemerintahan yang baik dan jujur, bersih dan berwibawa dengan kata lain tidak terulang adanya pembusukan nilai-nilai etika dan moral,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor kualitas jasa yang terdiri dari cara belajar, tutor dan pengajaran, modul, layanan mahasiswa, program studi, biaya,

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan bagi perawat yang bekerja di RSUD Tugurejo Semarang yang masih tidak dapat menerapkan komunikasi yang efektif dengan pasien maupun

Kuliah Kerja Nyata (KKN) Merupakan bentuk pengabdian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar kepada masyarakat Desa

Perbedaan penelitian ini dengan jurnal terkait yaitu Penelitian Putriastuti (2016 ) dengan judul “ Analisis Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga dengan Kejadian

Menghilangkan semua sumber penyulut. Pisahkan dari bahan-bahan yang mengoksidasi. Jaga agar wadah tertutup rapat dan tersegel sampai siap untuk digunakan. Wadah yang sudah

Ayat (5) dan (6) : Pemberian bunga dalam ayat-ayat ini dimaksudkan untuk memberi daya-penarik bagi para pemilik dari surat-surat obligasi yang telah terundi dan