• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasta gigi

Dentifrice adalah bahan yang digunakan untuk meningkatkan kebersihan gigi dan mulut. Dentifrice biasa digunakan bersama dengan pasta gigi dengan tujuan mengangkat plak dan menghantarkan bahan terapetik untuk tujuan preventif (Lindhe et al 2003, p. 458). Dentifrice membantu membersihkan dan memulas permukaan gigi (Carranza et al 2002, p. 656). Dentifrice dapat berupa pasta, gel dan bubuk (Anusavice 2003, p. 373).

Dentifrice yang berupa pasta yaitu pasta gigi merupakan bahan yang sangat diperlukan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut (Ersoy et al 2008, p. 368). Pasta gigi biasanya mengandung bahan aktif seperti florida digunakan bersama dengan sikat gigi dengan tujuan mencegah penyakit gigi (Powers &Wataha 2008, p. 131). Pasta gigi juga memberikan rasa yang nyaman pada mulut dan menyegarkan nafas (Ireland 2006, p. 256).

2.1.1 Kegunaan pasta gigi

Pasta gigi digunakan bersama dengan sikat gigi dengan beberapa tujuan. Menurut Anusavice (2003, p. 373) pasta gigi memiliki tiga fungsi penting yaitu: 1. Kandungan bahan abrasif dan deterjen akan membantu pelepasan debris, plak

(2)

2. Pasta gigi memulas gigi untuk menambah pemantulan sinar dan mendapatkan faktor estetik yang baik. Pemulasan gigi juga bermanfaat untuk menghindari akumulasi mikroorganisme dan stains pada permukaan gigi yang kasar. 3. Pasta gigi juga merupakan media penghantar bahan-bahan terapetik seperti

florida, tartar control agents, desensitizing agents dan remineralizing agents. Pasta gigi akan meningkatkan kebersihan gigi dan mulut dengan meningkatkan efek mekanik saat menyikat gigi dan menghantarkan bahan yang bersifat terapetik dalam rongga mulut (American Dental Association 2001, p. 1147). Penggunaan pasta gigi dengan tujuan terapetik diharapkan dapat mengurangi proses penyakit di dalam mulut, yaitu dapat menurunkan insiden karies, gingivitis, dan mengurangi sensitivitas gigi (Harris & Garcia-godoy 2004, p. 123). Menurut Ireland (2006, p. 256) pasta gigi juga memberikan rasa yang nyaman pada mulut dan menyegarkan nafas.

2.1.2 Kandungan Pasta Gigi

Pasta gigi memiliki kandungan yang bervariasi. Menurut American Dental Association (2001, p. 1147) komposisi pasta gigi dapat dimodifikasi tergantung pada tujuan terapi. Tujuan utama dari efek terapi yang dihasilkan oleh pasta gigi yaitu mengurangi terjadinya karies dengan cara memberikan florida. Florida akan berikatan dengan kristal apatit pada enamel gigi dan membentuk ikatan fluoroapatit yang lebih tahan asam. Kandungan pasta gigi terdiri dari:

1. Bahan Abrasif

Derajat abrasi dentifrice tergantung pada kekerasan dari bahan abrasif, ukuran partikel abrasif dan bentuk partikel. Beberapa variabel lain juga dapat

(3)

mempengaruhi potensial abrasif dari dentifrice, yaitu teknik menyikat gigi, tekanan sikat, kekerasan bulu sikat, arah menyikat, dan banyak sikatan (Harris & Garcia-godoy 2004, p. 124).

Pasta gigi mengandung 30-40% bahan abrasif. Beberapa bahan digunakan sebagai bahan abrasif dalam pasta gigi adalah sodium bicarbonate, calcium carbonate, calcium sulphate, sodium chloride, silica particles, diatamaceous earth dan dicalcium phosphate (Ireland 2006, p. 256).

2. Air

Berfungsi sebagai bahan suspensi (Anusavice 2003, p. 374). Air melarutkan beberapa bahan pasta gigi serta menjaga konsistensi pasta (Ireland 2006, p. 256).

3. Humectants

Humectants membantu menjaga konsistensi pasta gigi. Pasta gigi yang hanya terdiri dari bubuk dan air akan menghasilkan produk dengan beberapa sifat yang tidak diinginkan. Bahan yang bersifat solid akan mengendap dan air akan menguap. Humectants ditambahkan pada pasta gigi untuk menjaga kelembaban. Humectants yang biasa digunakan adalah sorbitol, manitol, dan propylene glycol. Humectants sifatnya non-toxic, namun bakteri dapat tumbuh akibatnya. oleh karena itu pada pasta gigi ditambahkan pengawet seperti sodium benzoate (Harris & Garcia-godoy 2004, p. 125).

4. Foaming Agent

Foaming agent menghasilkan busa yang membantu menyingkirkan kotoran yang terlepas. Foaming agent yang biasa dipakai adalah SLS, namun deterjen yang biasa beredar di pasaran sebagai foaming agent memiliki beberapa

(4)

kekurangan antara lain dapat mengiritasi membran mukosa, rasa yang kurang enak, terkadang menyebabkan mual dan sering kali deterjen tidak kompatibel dengan kandungan lain seperti kalsium (Harris & Garcia-godoy 2004, p. 125). 5. Binding Agent

Binding agent berfungsi untuk mencegah terpisahnya komponen padat dan cair dalam suatu pasta gigi. Binding agent biasanya berasal dari selulosa, dan sodium carboxy-methyl cellulose merupakan binding agent yang paling banyak digunakan (The Dental Health Foundation 1999, p. 28). Kandungan binding agent pada pasta gigi adalah 1-5% (Ireland 2006, p. 256).

6. Flavouring, Sweetening dan Colouring Agent

Flavouring agent seperti peppermint, spearmint, cinnamon dan menthol ditambahkan pada pasta gigi untuk menutupi rasa tidak nyaman yang disebabkan kandungan pasta gigi lainnya. Sweetening agent seperti saccharine akan memberikan rasa manis pada pasta gigi (Kidd 2005, p. 79).

7. Pengawet

Pengawet pada pasta gigi berfungsi untuk mencegah kontaminasi bakteri dan menjaga kemurnian pasta gigi (Ireland 2006, p. 256). Bahan pengawet harus bersifat non toksik dan berfungsi untuk menjaga struktur fisik, kimiawi, dan biologi pasta. Misalnya adalah sodium benzoat atau sodium hidroxybenzoat. 8. Agen Terapetik

Bahan terapetik pada pasta gigi antara lain berupa florida, desensitising agents, antiplaque agents, anticalculus agents dan bicarbonates. Florida merupakan bahan anti-karies yang dapat menyebabkan remineralisasi pada lesi karies dini. Desensitising agents berfungsi untuk menurunkan atau

(5)

menghilangkan sensitivitas dentin. Antiplaque agents bersifat antibakteri untuk mengurangi pembentukan plak. Anticalculus agent akan menghambat mineralisasi plak dengan mengubah pH untuk menghambat pembentukan kalkulus. Bicarbonates berfungsi mengurangi keasaman plak gigi (Ireland 2006, p. 256).

2.1.3 Antibakteri pada pasta gigi

Antibakteri pada pasta gigi merupakan komponen yang penting dalam proses menghambat terbentuknya formasi plak pada gigi secara mekanis (Pratiwi 2005, p.64). Contoh bahan-bahan antibakteri yang terdapat pada pasta gigi antara lain chlorhexidin, triclosan, siwak, dan sodium lauryl sulfat (SLS).

Chlorhexidin merupakan salah satu formula yang paling efektif untuk mengontrol plak, tetapi penggunaannya dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek merugikan yaitu dapat menimbulkan diskolorisasi pada gigi dan jaringan lunak. Triclosan sudah dikenal sejak lama dan digunakan sebagai tambahan dalam kosmetika yang bersifat bakterisida. Apabila digunakan dalam mulut, bahan ini terlalu cepat hilang sehingga perlu digabungkan dengan zinc citrate supaya dapat bertahan dalam mulut dan dapat menghambat pembentukan plak gigi. Penggunaan triclosan dapat mempengaruhi jumlah mikroflora probiotik pada saluran gastrointestinal. (Pratiwi 2005, p.65)

Siwak sangat umum digunakan di timur tengah dan diketahui memiliki efek antiplak dan khasiat farmakologis lainnya. Beberapa peneliti melaporkan adanya efek antibakteri dari siwak terhadap bakteri kariogenik dan patogen periodontal khususnya spesies bakteriodes serta menghambat pembentukan plak (Pratiwi 2005, p.66).

(6)

Larutan SLS umumnya digunakan sebagai shampo, obat dan sebagai pembersih kulit karena mempunyai sifat bakteriostatik melawan bakteri gram positif (+) akan tetapi kurang efektif dalam melawan bakteri gram negatif (-). Efek antibakterinya dengan cara menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri dan mengganggu lipoprotein membran sel. Tapi penggunaan SLS di rongga mulut dapat menyebabkan efek negatif yakni dapat meningkatkan prevalensi terjadinya Reccurent Apthous Ulcer pada mukosa rongga mulut (Herlofson & Barkvoll 1996, p. 152).

2.2 Sapindus rarak DC

Buah lerak dalam bahasa latin disebut sebagai Sapindus rarak , adalah buah dari tanaman lerak yang secara tradisional telah lama digunakan masyarakat untuk mencuci, jauh sebelum produk sabun sintetis ditemukan. Masyarakat Sunda menyebut buah lerak dengan nama rerek, penduduk Jambi menyebutnya kalikea, masyarakat Minang menyebutnya kanikia. Di Palembang tanaman ini dikenal dengan nama lamuran, di Jawa tanaman ini dikenal dengan nama lerak atau werak, dan di Tapanuli Selatan dikenal dengan nama buah sabun (Laba 2009, p.7).

(7)

Buah lerak memiliki sifat yang sama dengan sabun, yaitu dapat membersihkan kotoran yang menempel pada pakaian. Buah lerak dikenal sebagai pembersih tradisional yang kerap dipakai mencuci kain batik yang mahal agar warnanya tetap cemerlang, sedangkan pada jaman dahulu buah lerak digunakan untuk mencuci keris maupun perangkat dari bahan emas, perak maupun kuningan. Kini buah lerak juga sering dipakai oleh pedagang perhiasan di toko untuk mengkilapkan barang dagangannya sehingga nampak seperti baru (Laba 2009, p.7)

2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Menurut taksonominya, Sapindus rarak dikalsifikasikan dalam (Heyne 1987,p.1250) : a) Divisi : Spermatophyta b) Subdivisi : Angiospermae c) Kelas : Dycotyledonae d) Bangsa : Sapindales e) Suku : Sapindacecae f) Marga : Sapindus g) Spesies : Sapindus rarak

Tumbuhan yang merupakan raksasa rimba ini tumbuh liar di hutan Jawa dan Asia lainnya pada ketinggian 450-1500 m diatas permukaan laut atau sengaja ditanam dikampung untuk diambil buahnya. Batangnya berkayu, bulat, percabangan monoploidal, berwarna putih kotor. Tinggi pohon ini mencapai 42 meter dengan diameter batang dapat mencapai 1 meter, pada umur kurang lebih

(8)

30 tahun dan mulai berbuah. Daun lerak majemuk, menyirip ganjil, anak daun bentuk lanset, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, panjang 5-18 cm, lebar 1,5-3 cm, bertangkai pendek dan berwarna hijau. Bunganya majemuk, bentuk malai, terdapat diujung ketiak daun, berwarna kuning. Tanaman ini mempunyai buah yang keras,bulat, diameter buah ± 1,5 cm dan berwarna kuning kecoklatan. Buah lerak terdiri dari 73% daging buah dan 27% biji (Heyne 1987, p.1251).

2.2.2 Kandungan kimia dan kegunaan buah lerak

Daging buah lerak sangat beracun sebab suatu rebusan 1 : 60.000 menyebabkan mabuk pada ikan dan disusul kematian (Heyne 1987, p.1252). Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Nunik (1998), disebutkan bahwa buah lerak mengandung senyawa saponin 12%, alkaloid 1%, steroid 0,036% dan triperten 0,029%.

Kandungan utama lerak adalah saponin yang dapat berfungsi sebagai deterjen. Struktur kimia saponin dari buah lerak yang terdiri atas glikosida (senyawa polar) dan triperten (senyawa non polar) (Harbone 1996, p.149). Saponin termasuk golongan surfaktan (senyawa permukaan aktif) yang bersifat seperti sabun yang dapat melarutkan senyawa polar dan non polar (Schlegel et al 1994, p.234). Buah lerak yang kandungan utamanya saponin, selain bersifat antibakteri juga bersifat antijamur terhadap Candida albicans dengan MIC 1,50 mg/ml (Dyatmiko et al, 1983) dan diameter zona hambat 32,48 mm (Udemlert et al 2000. pp. 772-773).

Di daerah pegunungan Kerinci, masyarakat menggunakan buah lerak ini untuk mencuci perhiasan yang terbuat dari emas, sebagai pengganti sabun mandi

(9)

dan sampo. Di Jawa orang menggunakan buah lerak sebagai pengganti sabun untuk mencuci berbagai macam kain lina, sebab bila buah ini dimasukkan ke dalam air panas dan digosok dengan tangan, bagian luar daging buah berlendir akan berbusa seperti sabun. Cairan ini dapat menghilangkan semua kotoran dari kain lina. Akan tetapi jika dalam jumlah banyak, buah ini juga dapat menimbulkan efek negatif yaitu kain akan lebih cepat rusak. Beberapa orang pernah mencuci rambutnya dengan menggunakan buah lerak, tetapi terbukti jika dalam jumlah banyak, buah lerak dapat menyebabkan rambut rontok. Di Jawa buah lerak juga digunakan untuk mencuci perhiasan yang terbuat dari logam mulia (Heyne 1987, p.1252).

2.3 Mikroorganisme Rongga Mulut 2.3.1 Streptococcus mutans

Bakteri yang diklasifikasikan dalam marga Streptococcus terbagi menurut ciri-ciri morfologi dan biokimia tertentu. Sifat organisme ini yang sangat khas adalah penampilannya. Organisme ini hanya membelah pada satu arah, tetapi belahan ini tidak menjadi masing-masing kokus melainkan masih mempunyai kecenderungan untuk tetap bersama dan membentuk rantai kokus.

(10)

S.mutans pertama kali diperkenalkan oleh Clark pada tahun 1924. Bakteri ini dapat dijumpai dalam rongga mulut setelah gigi geligi erupsi, terkonsentrasi pada crevice, pits dan fissure serta daerah disekitarnya. S.mutans termasuk dalam jenis bakteri Gram positif, berbentuk kokus, bersifat non-motile dan fakultatif anaerobik tetapi pertumbuhannya akan optimal apabila suasana anaerob yang mengandung Nitrogen dengan 5% CO2. S.mutans memiliki diameter 0,5-0,75

mikrometer, tidak memiliki kapsul dan selalu ditemukan berpasangan membentuk suatu rantai pendek. Dinding selnya terdiri dari berbagai bahan yang sangat berperan dalam proses karies gigi, yaitu protein, peptidoglikan, polisakarida, asam lipoteikhoik, glukan serta enzim glucosyltransferase (Slot and Taubman 2000, p.388,395).

S.mutans memiliki peranan penting dalam proses karies, hal ini berkaitan dengan aktivitasnya membentuk koloni pada permukaan gigi, membentuk plak, dan memiliki enzim glucosyltransferase yang dapat memecah sukrosa menjadi glukan serta menghasilkan asam laktat dari karbohidrat secara cepat, sehingga menghasilkan pH 5,5 yang merupakan pH kritis untuk terjadinya karies gigi (Slot and Taubman 2000, p.407).

Koloni S.mutans yang tumbuh pada media padat TYC (Tryptone Yeast Cystine) sebagai media selektif bagi Strepptococcus tampak jernih, keras, melekat, dapat bergerombol maupun sendiri. Bakteri Strepptococcus yang tumbuh pada media padat TYC terdiri dari berbagai jenis. Jenis Strepptococcus mutans dapat ditentukan dengan menggunakan tes gula-gula. Tes tersebut menggunakan 5

(11)

jenis bahan meliputi Sukrose, Manitol, Sorbitol, Eskulin dan Arginin (Slot and Taubman 2000, p.420).

Dari penelitian Soerodjo, 1989 didapatkan morfologi koloni Strepptococcus mutans pada media agar TYC dan media agar darah adalah sebagai berikut :

a) Ukuran koloni : 0 ± 1 mm b) Permukaan : kasar berbutir c) Potongan melintang : bertumpukan d) Konsistensi : keras

e) Warna : salju yang membeku, agak mengkilat

f) Tepi : tidak teratur

g) Daya lekat : melekat sekali pada TYC h) Haemolisis : haemolisis α pada agar darah

2.4 Uji kepekaan mikroba

Dalam memilih antibiotik untuk pengobatan, praktisi melakukan tes yang dinamakan tes sensitivity antibiotic. Tes ini digunakan dalam kondisi standar untuk mengukur kemampuan antibiotik menghambat pertumbuhan organisme yang diambil dari pasien. Penggunaan ukuran inokulum yang standar sama pentingnya dengan kemurnian kultur. Standar kekeruhan McFarland, disiapkan dengan cara mencampurkan berbagai macam volume dari 1% asam sulfat dan 1,175% barium klorida untuk mendapatkan kepadatan optikal. Standar McFarland 0,5, yang dipergunakan sebagi guide dalam spectrofotometer, menunjukkan

(12)

kepadatan optikal sebandingkan dengan kepadatan dari suspensi bakteri 1,5 x 108 koloni yang terbentuk (CFU)/mL (Forbes 2007, p.230).

2.4.1 Metode dilusi tabung

Metode ini terdiri dari larutan uji yang telah disiapkan dan menginokulasi organisme pada media dalam tabung. Media cair diinkubasi dalam waktu yang telah ditentukan untuk menumbuhkan organisme, akhirnya penentuan sensitivitas dari obat tersebut dilihat dari larutan antibiotik yang memiliki daya hambat paling besar (Forbes 2007, pp.235-236).

2.4.2 Metode difusi agar

Metode ini dipakai untuk menguji beberapa bahan antimikroba terhadap suatu bakteri. Metode ini lebih praktis karena sekaligus dapat menguji beberapa obat dalam suatu media padat. Kepekaan bakteri terhadap obat ditunjukkan dengan adanya zona hambatan. Zona hambatan dipengaruhi oleh media, umur, dan konsentrasi inokulum bakteri, metode inokulasi, waktu inkubasi, dan kondisi antibiotik yaitu masa berlaku dan cara penyimpanannya (Rahardjo 2008, p.15).

Cara melakukan metode ini dengan menginokulasi organisme pada plat bakteriologis yang mengandung media kultur. Kemudian diletakkan beberapa kertas saring bentuk cakram pada plat, masing-masing mengandung konsentrasi standar dari anribiotik yang berbeda. Selanjutnya plat diinkubasi untuk membiarkan organisme untuk tumbuh. Selama inkubasi, antibiotik dalam kertas saring bentuk cakram tersebut akan berdifusi ke kultur sekitarnya. Jika antibiotik mampu untuk menghambat organisme, organisme tersebut tidak dapat tumbuh pada area sekitar kertas saring tersebut, dan zona bebas bakteri yang berbentuk lingkaran akan muncul. Hal ini menunjukkan bahwa organisme sensitif terhadap

(13)

antibiotik. Sementara itu, bila pertumbuhan organisme tidak terpengaruh oleh antibiotik, pertumbuhan tidak akan terhambat (Forbes 2007, pp.236-238).

Referensi

Dokumen terkait

Apabila terjadi kekurangan oksigen, ada asap dan gas berbahaya, perangkat ini memberikan waktu lebih kepada pengguna untuk mencapai area yang aman atau untuk melarikan

Informasi dan pengetahuan akan diaplikasikan kedalam sebuah buku visual, Hal ini dikarenakan anak-anak usia dini seperti sekolah dasar masih tertarik dengan berbagai warna dan macam

9uru "ersama sis(a meluruskan kesalah pahaman4 mem"erikan penguatan dan

Company address Kantor Manajemen Universitas Airlangga, Kampus C UNAIR, Mulyorejo, Surabaya, Indonesia.. Company Representative Head of Quality Assurance Department

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan memudahkan dalam memahami pembahasan perlu terlebih dahulu dijelaskan mengenai istilah yang dipakai dalam penelitian yang

maka peristiwa delaminasi katodik (cathodic delamination) dapat terjadi. Delaminasi katodik merupakan peristiwa hilangnya adesi antara substrat dan lapisan

Pemutus Tenaga ( PMT ) merupakan peralatan saklar atau switching mekanis, yang mampu menutup, mengalirkan dan memutus arus beban dalam kondisi normal serta mampu menutup,

Sementara itu, di wilayah Indonesia bagian timur urutan IPM terendah terdapat di provinsi Papua (lihat Tabel 4.5). Ketimpangan pembangunan manusia antar kabupaten/kota juga