• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tempat dan kondisi kerja yang kurang nyaman dapat menimbulkan kerugian bahkan kecelakaan pada karyawan. Akibat yang ditimbulkan dari kurangnya kenyamanan dan keamanan kondisi kerja salah satunya adalah keluhan musculoskeletal disorders.

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian–bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang danwaktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan (MSDs) atau cidera pada sistem muskuloskeletal.

Dampak langsung yang dirasakan mungkin hanya beberapa menit saja, namun jika dampak tersebut terjadi berulang kali maka dapat menimbulkan trauma dan menyebabkan kerusakan. Gejala-gejala yang muncul dapat berupa rasa kesemutan, sakit, timbulnya pembengkakan, mati rasa, dan rasa kaku. Sebagian musculoskeletal disorders disebabkan oleh pekerja itu sendiri atau lingkungan kerjanya. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan ini adalah pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang, sikap kerja yang tidak ergonomis, adanya vibrasi, kurangnya pengetahuan tentang tempat kerja, pengorganisasian kerja serta variasi kerja. Pada umumnya musculoskeletal

(2)

disorders dialami pada bagian punggung, leher, bahu, lengan atas, dan pinggang. Musculoskeletal disorders jarang dialami pada anggota tubuh bagian bawah.

2.1. Ergonomi

Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala aktivitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, dkk, 2004). Sedangkan menurut Nurmianto (1996), definisi ergonomi adalah studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan serta evaluasi dari sebuah produk.

Menurut Sutalaksana (1979), ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yan diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman.

Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam). Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi sengan tujuan utama yaitu menyesaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi juga disebut juga sebagai “human factor”. Ergonomi juga digunakan oleh berbagai macam ahli/profesional pada bidangnya misalnya : ahli anatomi, arsitektur,

(3)

fisika, perancangan produk industri. Selain itu ergonomic digunakan pada bidang analisis, evaluasi proses kerja, militer.

Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktifitas, merancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras misalnya perkakas kerja (tools). Bangku kerja (bhences), pegangan alat kerja (worksholders), sistem pengendalian (controls), alat peraga (display), jalan/lorong (acces ways), pintu (doors), jendela (windows), dan lain-lain. Masih dalam kaitan dengan hal tersebut diatas adalah bahasan mengenai rancang bangun lingkungan kerja (working environment), karena jika sistem perangkat keras berubah maka akan berubah pula lingkungan kerjanya.

Ergonomi digolongkan menjadi : 1) Ergonomi fisik

Ergonomi fisik berkaitan dengan anatomi manusi, anthropometri, karakteristik fisiologis dan biomekanis yang berkaitan dengan aktivitas fisik, Topik-topik yang relevan termasuk postur kerja, penanganan material, gerakan berulang-ulang, pekerjaan yang berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, tata letak tempat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja.

2) Ergonomi organisasi

Ergonomi organisasi berkaitan dengan optimalisasi sistem

sociotechnical, termasuk struktur organisasi, kebijakan, dan proses.

Topik-topik yang relevan meliputi komunikasi, manajemen sumber daya, desain pekerjaan, desain waktu kerja, kerja tim, desain partisipatif, ergonomi

(4)

masyarakat, kerja koperasi, paradigma kerja baru, budaya organisasi, organisasi virtual, telework, dan menejemen kualitas.

3) Ergonomi kognitif

Ergonomi kognitif berkaitan dengan proses mental, mencari sebagai persepsi, respon memori, penalaran, dan motor, karena mereka mempengaruhi interaksi antara manusia dan elemen lain dari sistem ini topik yang relevan meliputi beban kerja mental, pengambilan keputusan, kinerja terampil, manusia komputer interaksi, kehandalan desain manusia, stres kerja dan pelatihan seperti ini mungkin berhubungan dengan sistem manusia.

2.2. Tujuan Ergonomi

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi menurut Tarwaka, dkk (2004 : 7) adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas hidup yang tinggi.

(5)

2.2.1. Faktor Resiko Ergonomi

1) Postur janggal

Postur janggal merupakan postur sebagai orientasi rata-rata satu bagian tubuh terhadap bagian lainnya. Postur dan pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi. Postur janggal adalah posisi bagian tubuh yang menyimpang dari posisi normalnya. Postur janggal berhubungan dengan devisiasi tulang sendi dari posisi netralnya yang menyebabkan posisi tubuh menjadi tidak asimetris sehingga membebani sistem otot rangka sebagai penyangga tubuh. Berikut beberapa jenis postur janggal yang disarankan untuk dihindari dalam bekerja:

a) Menahan atatu memegang beban jauh dari tubuh

b) Menjangkau ke atas dan menangani beban di atas ketinggian bahu c) Membungkuk dan menangani beban di bawah pertengahan paha d) Berputar

e) Membungkuk ke samping dan menangani beban dengan satu tangan f) Mendorong

g) Menarik yang berlebihan 2) Beban atau tenaga (Force)

Pekerja yang melakukan aktivitas mengangkat beban berat memiliki resiko delapan kali lebih besar untuk mengalami low back pain dibandingkan pekerja yang bekerja statis. Penelitian lain membuktikan bahwa hernia diskus lebih sering terjadi pada pekerja yang mengangkat berat dengan postur tubuh

(6)

membungkuk dan berputar . Resiko cidera punggung akan meningkat jika beban yang ditangani lebih dari 16 kg pada posisi berdiridan lebih dari 4,5 kg pada posisi duduk. Seseorang pekerja tidak diperbolehkan mengangkat, menurunkan atau membawa beban lebih dari 55 kg.

Dalam berbagai penelitian dibuktikan cidera berhubungan degan tekanan pada tulang akibat membawa beban. Semakin berat benda yang dibawa maka akan semakin besar tenaga yang menekan otot untuk menstabilkan tulang belakang dan menghasilkan tekanan yang lebih besar pada bagian tulang belakang.

3) Durasi

Durasi merupakan jangka waktu seorang pekerja dalam bekerja secara terus-menerus. Pekerjaan yang memerlukan menggunakan otot yang sama atau gerakan dalam waktu yang cukup lama dapt meningkatkan kemungkinan kelelahan. Secara umum, semakin lama waktu bekerja yang terus-menerus maka akan memerlukan waku pemulihan atau waktu istirahat yang semakin lama. Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko adalah bila postur tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik.

4) Frekuensi

Frekuensi didefenisikan sebagai jumlah berapa kali objek ditangani dalam periode waktu tertentu. Frekuensi merupakan aktivitas berulang, pergerakan yang cepat dan membawa beban yang berat dapat menstimulasikan saraf reseptor mengalami sakit.

Alexander dan Pulat menyatakan beberapa akibat yang akan terjadi apabila ergonomi tidak diterapkan :

(7)

1. Berkurangnya output produksi 2. Meningkatnya waktu hilang

3. Meningkatnya biaya kesehatan dan material 4. Meningkatnya ketidakhadiran pekerja 5. Rendahnya kualitas pekerjaan

6. Timbulnya cedera dan ketegangan

7. Meningkatnya kemungkinan terjadi kecelakaan kerja 8. Meningkatnya turnover pekerja

9. Berkurangnya kapasitas kerja dalam menghadapi hal darurat

Sebagai disiplin ilmu yang bersifat multi disipliner dengan meggabungkan elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi, engineering, hygenic, sosial dan ilmu lainnya, maka ergonomi akan berkaitan dengan aktivitas kerja yng mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan fisik dan mental, khususnya untuk keamanan dan keselamatan, serta mengurangi atau menghilangkan beban fisik dan mental yang berlebihan untuk kenyamanan atau kesrasian operasional. 2. Pengintegrasian secara rasional aspek-aspek fungsional, teknis, ekonomis,

sosial budaya, dan lingkungan pada suatu sistem untuk peningkatan efisiensi hu

3. bungan timbal balik manusia dan mesin.

4. Mengorganisasikan suatu aktivitas kerja ke arah produktivitas untuk peningkatan kepuasan kerja operator, konsumen pekerja dalam memenuhi kesejahteraan sosial.

(8)

1. Pekerjaan lebih cepat selesai

2. Minimasi resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja 3. Berkurangnya kelelahan

4. Meningkatkan kualitas hidup

5. Gairah dan kepuasan kerja lebih tinggi 6. Produktivitas meningkat

7. Minimasi biaya

2.2.2. Postur Kerja

Pertimbangan-pertimbangan ergonomi berkaitan dengan postur kerja dapat membant mendapatkan posur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu postur kerja berdiri, duduk, angkat maupun angkut. Beberapa jenis akan memerlukan postur kerja tertentu yang terkadang tidak menyenangkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada postur kerja yang tidak alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, adanya keluhan rasa sakit pada bagian tubuh, cacat produk bahkan cacat tubuh. Untuk menghindari postur kerja yang demikian, pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal sebagai berikut :

a. Mengurangi keharusan pekerja untuk bekerja dengan postur kerja membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau dalam jangka waktu yang lama.

b. Pekerja tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum. Pengaturan postur kerja dalam hal ini dilalakukan dalam jarak jangkauan

(9)

normal (konsep/prinsip). Disamping itu pengaturan ini bisa memberikan postur kerja yang nyaman. Untuk hal-hal tertentu pekerja harus mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya agar memperoleh postur kerja yang lebih leluasa dalam bergerak.

c. Pekerja tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama, dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam postur kerja miring.

Postur duduk memerlukan lebih sedikit energi diri pada berdiri, karena hal ini dapat mengurangi banyaknya beban otostatis pada kaki. Seorang pekerja yang bekerja dalam postur duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif. Sedangkan postur berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktifitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan lebih banyak 10-15% dibandingkan duduk.

Beberapa masalah berkenaan dengan postur kerja yang sering terjadi sebagai berikut :

1. Hindari kepala dan leher yang mendongak 2. Hindari tungkai yang menaik

3. Hindari tungkai kaki pada posisi terangkat 4. Hindari postur memutar atau asimetris

2.2.3. Kerja Otot Statis dan Dinamis

Otot adalah organ yang terpenting dalam sistem gerak tubuh. Otot dapat bekerja secara statis (postural) dan dinamis (rhytmic). Pada kerja otot dinamis,

(10)

kontraksi dan relaksasi terjadi silih berganti sedangkan pada kerja otot statis otot menetap dan berkotraksi untuk suatu periode tertentu.

Pada kerja otot statis, pembuluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan dalam otot akibat kontraksi sehingga mengakibatkan peredaran darah dalam otot terganggu. Otot yang bekerja statis tidak memperoleh oksigen dan glukosa dari darah dan harus menggunakan cadangan yang ada. Selain itu sisa metabolisme tersebut menumpuk tidak dapat diangkut keluar akibat peredaran darah yang terganggu sehingga sisa metabolisme tersebut menumpuk dan menimbulkan rasa nyeri. Pekerjaan statis menyebabkan kehilangan energi yang tidak perlu. Pembebanan otot statis dikarakteristikan sebagai keadaan statis dari kontraksi otot yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, yang biasanya diimplikasikan sebagai sikap tubuh.

Beberapa contoh pembebanan otot statis yang sering terjadi adalah sebagai berikut.

1. Pekerjaan yang melibatkan penekukan (bendling) di pinggang belakang baik ke depan maupun ke samping

2. Menahan benda dengan lengan

3. Manipulasi dimana lengan harus menjangkau secara horizontal 4. Berdiri dengan satu kaki ketika kaki lain harus menginjak pedal 5. Berdiri dalam satu tempat yang lama

6. Mendorong atau menarik benda berat

Alat gerak atas tubuh sendiri terdiri dari cervical spine, kepala, bahu, lengan serta pergelangan tangan. Dari sudut pandang anatomikal, tiap-tiap

(11)

struktur ini dapat dipisahkan satu sama lain, tapi dilihat dari sudut pandang ergonomi, struktur-struktur dianggap sebagai kesatuan.

Faktor-faktor yang berbeda yang menyebabkan seseorang mengalami sakit paa alat gerak atas pada saat bekerja. Beberapa penyebab diluar pekerjaan adalah aktivitas santai, umur, jenis kelamin, iklim yang dingin. Gaya, postur dan pengulangan merupakan tiga variabel ergonomi utama yang dihubungkan dengan cedera muskuloskeletal pada saat kerja. Pekerjaan dengan resiko tinggi merupakan pekerjaan yang memerlukan pekerjaan yang diulang-ulang, bertenaga pada alat gerak yang bergerak di luar jangkauan kerjanya, seperti bekerja dengan pergelangan tangan melakukan gerakan flexion, extension, dan

pronation. Solusinya adalah dengan mengurangi pengulangan yang dilakukan,

gaya yang dilakukan, atau dengan mengubah metoda kerja atau merancang ulang peralatan utuk memperbaiki postur tubuh yang melakukan pekerjaan atau untuk memberikan keuntungan mekanikal kepada pekerja.

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon, keluhan dan kerusakan inilah yang dinamakan dengan keluhan

muskulosletal disorders (MDSS) atau keluhan pada sistem muskuloskeletal,

secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu : 1. Keluhan sementara (reversible)

(12)

Yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluahan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent)

Yaitu keluhan otot bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjdi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang.

Salah satu faktor yang menyebabkan keluhan muskuloskeletal adalah sikap kerja yang tidak alamiah. Di Indonesia, postur kerja yang tidak alami ini lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja maupun tingkah laku pekerja itu sendiri. Postur kerja yang tidak alami tersebut juga dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Peregangan Otot Yang Berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh para pekerja di mana aktivitas kerjanya menuntut pengarahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, membawa dan menahan beban yang berat. Apabila sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

(13)

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, angkut-angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan relaksasi.

3. Sikap Kerja Tidak Alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, pungung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya.

4. Faktor Penyebab Sekunder

a. Tekanan

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri pada otot.

2.2.4. Kelelahan

Pada dasarnya kelelahan menggambarkan tiga fenomena yaitu perasaan lelah, perubahan fisiologis tubuh dan pengurangan kemampuan melakukan kerja. Kelelahan merupakan suatu pertanda yang sebagai pengaman yang

(14)

memberitahukan tubuh bahwa kerja yang dilakukan telah melewati batas maksimal kemampuannya. Kelelahan pada dasarnya dapat dipulihkan dengan beristirahat. Tetapi jika dibiarkan terus-menerus akan berakibat buruk dan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja. Ada 2 (dua) jenis kelelahan yakni kelelahan otot dan kelelahan umum.

Kelelahan otot merupakan suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat konstraksi tulang. Otot yang lelah akan menunjukan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya koordinasi serta otot menjadi gemetar (Suma’mur, 1990).

2.2.5. Metode RULA dan Perkembangannya

RULA atau Rapid Upper Limb Assesment dikembangkan oleh Dr. Lynn McAtamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Occupational Ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomic pada tahun 1993 (Lueder,1996).

Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang dikembangkan dalam

bidang ergonomic yang menginvestigasi dan menilai posisi kerja yang dilakukan oleh tubuh bagian atas. Peralatan ini tidak memerlukan piranti khusus dalam memberikan suatu pengukuran postur leher, punggung, dan tubuh bagian atas, sejalan dengan fungsi otot dan beban eksternal yang ditopang oleh tubuh. Penilaian dengan menggunakan RULA membutuhkan waktu sedikit untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan

(15)

pengangkatan fisik yang dilakukan operator. RULA diperuntukan pada bidang ergonomi dengan bidang cakupan yang luas (McAtamney, 1993).

Teknologi ergonomic tersebut mengevaluasi posture (sikap), kekuatan dan aktivitas otot yang menimbulkan cidera akibat aktivitas berulang (repetitive

strain injuries). Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan yang

berupa skor resiko antara satu sampai tujuh, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini bukan berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazards (bahaya ergonomi) oleh sebab itu RULA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder, 1996). RULA dikembangkan untuk memenuhi tujuan sebagai berikut :

1. Memberikan suatu metode pemeriksaan populasi pekerja secara cepat, terutama pemeriksaan paparan (exposure) terhadap resiko gangguan bagian tubuh atas yang disebabkan karena bekerja.

2. Menentukan penilaian gerakan-gerakan otot yang dikaitkan dengan postur kerja, mengeluarkan tenaga, dan melakukan kerja statis dan repetitif yang mengakibatkan kelelahan otot.

3. Memberikan hasil yang dapat digunakan pada pemeriksaan atau pengukuran

ergonomic yang mencakup faktor-faktor fisik, epidemiologis, mental,

lingkungan dan faktor organisional dan khususnya mencegah terjadinya gangguan pada tubuh bagian atas akibat kerja.

(16)

Tujuan metode RULA adalah:

a. Mengidentifikasikan usaha yang dibutuhkan otot yang berhubungan dengan postur tubuh saat kerja

b. Memberikan hasil yang dapat dimasukan dalam penilaian ekonomi yang luas

c. Mendokumentasikan postur tubuh saat kerja, dengan ketentuan : tubuh dibagi menjadi dua grup yaitu A (lengan atas dan bawah pergelangan tangan) dan B (leher, tulang belakang dan kaki).

d. Jarak pergerakan dari setiap bagian tubuh diberi nomor. e. Scoring dilakukan terhadap kedua sisi tubuh, kanan dan kiri.

2.2.7. Metode Umum RULA

Metode ini digunakan diagram dari postur tubuh dari 3 tabel skor dalam menetapkan evaluasi faktor resiko yang telah diinvestigasi oleh McPhee sebagai faktor beban eksternal yaitu :

a. Jumlah gerakan b. Kerja otot statik c. Tenaga

d. Penentuan postur kerja oleh peralatan e. Waktu kerja tanpa istirahat

Perbedaan yang terdapat pada individu pekerja adalah : a. Postur tubuh

b. Umur dan pengalaman c. Kecepatan gerakan

(17)

d. Akurasi gerakan e. Faktor sosial

Dalam usaha untuk penilaian 4 faktor eksternal (jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga kekuatan dan postur), RULA dikembangkan untuk :

1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan cepat, yang berhubungan degan kerja yang beresiko yang menyebabkan gangguan pada anggota badan bagian atas.

2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja, penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang yang dapat menimbulkan kelelahan otot.

3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan metode penilaian ergonomi yaitu epidemiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi.

4. Tiga tahapan pengembangan RULA terdiri dari : 1. Mengidentifikasi postur kerja

2. Sistem pemberian skor

3. Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat resiko yang ada dan dibutuhkan dengan analisis yang didapat

2.2.8. Penilaian Skor Postur Tubuh Grup A dan Grup B

Postur tubuh grup A terdiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist) dan putaran pergelangan tangan (wrist twist). Sedangkan untuk grup B meliputi dari leher (neck), punggung (trunk), kaki (legs).

(18)

Gambar 2.1. Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm).

Tabel 2.1. Penilaian Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm).

Pergerakan Skor Skor perubahan

20° (kedepan maupun ke belakang dari tubuh)

1 + 1 jika bahu naik > 20° atau pun 20°-45° 2 + 1 jika lengan

berputar/bengkok

45 - 90° 3

> 90° 4

b. Lengan Bawah (Lower Arm)

Penilaian yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan bawah bawah saat melakukan aktivitas kerja.

(19)

Gambar 2.2. Lower Arm.

Tabel 2.2. Penilaian Skor Postur Tubuh Lengan Bawah (Lower Arm).

Pergerakan Skor Skor perubahan

60 °-100° 1 +1 jika lengan bawah

Bekerja melewati garis tengah atau keluar dari sisi tubuh > 60° atau 100° 2

c. Pergelangan Tangan (Wirst)

Penilaian yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk oleh

(20)

Gambar 2.3. Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (Wirst).

Tabel 2.3. Penilaian Skor Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (Wirst).

Pergerakan Skor Skor perubahan

Posisi netral 1 + 1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah 0-15°(ke atas atupun ke bawah) 2

>15 (ke atas ataupun ke bawah) 3

(21)

Gambar 2.4 Postur Tubuh Bagian Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist).

Tabel 2.4. Penilaian Skor Postur Tubuh Bagian Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist).

Pergerakan Skor

Posisi normal 1

(22)

Nilai dari postur lengan atas, bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan dimasukan pada tabel postur tubuh grup A.

Tabel 2.5. Penilaian Postur Tubuh Grup A

WRIST

1 2 3 4

Upper Arm Lower Arm

Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist

1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4 2 1 3 3 3 3 3 4 4 4 2 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 5 5 3 1 3 3 4 4 4 4 5 5 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5 4 1 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 5 5 5 6 6 5 1 5 5 5 5 5 6 6 7 2 5 6 6 6 6 6 7 7 3 6 6 6 7 7 7 7 8 6 1 7 7 7 7 7 8 8 9 2 8 8 8 8 8 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9

(23)

Terdiri dari atas leher (neck), punggung/batang tubuh (trunk), dan kaki (legs).

1. Leher

Penilaian yang dilakukan terhadap posisi leher pada saat melakukan aktivitas kerja apakah pekerja melakukan kegiatan ekstensi.

Gambar 2.5. Postur Leher (Neck)

Tabel 2.6. Penilaian Skor Postur Tubuh Bagian Leher.

Pergerakan Skor Skor perubahan

0 - 10° 1 + 1 jika leher

berputar/bengkok + 1 jika batang tubuh bungkuk

10 – 20° 2

> 20° 3

Ekstensi 4

(24)

Penilaian terhadap sudut yang dibentuk tulang belakang tubuh saat aktivitas dengan kemiringan yang telah diklasifikasikan.

Gambar 2.6. Bagian Batang Tubuh (Trunk).

Tabel 2.7. Penambahan Skor Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh

Pergerakan Skor Skor perubahan

0°s 1 + 1 jika leher

berputar/bengkok + 1 jika batang tubuh bungkuk

0-20° 2

20 – 60° 3

> 60 ° 4

3. Kaki (Legs).

Penilaian yang dilakukan terhadap posisi kaki saat aktivitas kerja, bekerja dengan posisi seimbang atau bertumpu pada satu kaki.

Gambar 2.7. Kaki (Legs)

(25)

Pergerakan Skor

Posisi normal/seimbang 1

Tidak seimbang 2

2.3. Penilaian Skor RULA Grup B

Tabel 2.9. Penilaian Skor Grup RULA B

Trunk

1 2 3 4 5 6

Legs Legs Legs Legs Legs Legs

Neck 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7 3 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7 3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7 4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8 5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

(26)

Setelah diperoleh hasil penambahan dari aktivitas grup A dan grup B, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor beban.

Tabel 2.10. Penambahan Skor Beban Aktifitas Grup A dan Grup B

Beban Jenis bentuk Skor

> 10 kg Otot(mucle) + 1 > 10 kg Tenaga (force) + 1

Tabel C RULA adalah tabel skor final dari hasil Grup A dan grup B dimasukan ke tabel ini

2.5. Penilaian Skor Final RULA

TABEL 2.11. Penilaian Skor Final RULA SCORE GROUP A SCORE GROUP B 1 2 3 4 5 6 7+ 1 1 2 3 3 4 5 5 2 2 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 5 5 4 3 3 3 4 5 6 6 5 4 4 4 5 6 7 7 6 4 4 5 6 6 7 7 7 5 5 6 6 7 7 7 8 5 5 6 7 7 7 7

Hasil skor kombinasi tersebut diklasifikasikan dalam kategori level resiko :

TABEL 2.12. Level Tindakan RULA

Kategori Level resiko Tindakan

1 – 2 Minimum Aman

3 – 4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan 5 – 6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat

7 Tinggi Tindakan sekarang juga

Gambar

Gambar 2.1. Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm).
Gambar 2.2. Lower Arm.
Tabel 2.3. Penilaian Skor Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (Wirst).
Gambar 2.4 Postur Tubuh Bagian Putaran Pergelangan Tangan (Wrist  Twist).
+5

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik Responden Pedagang Besar Berdasarkan Tingkat Umur di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tenda Kota Gorontalo, 2013... Berdasarkan Tabel

Tugas Akhir ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik

penerimaan sumber pendapatan negara yang diperoleh dari kontribusi wajib pajak.. rakyat, dimana peraturan pungutannya diatur dalam undang-undang

“I’m already seeing a half a dozen things I know we’re going to want at the inn when we start accessorizing.” She was still trying to scan when Avery pulled her out the

Lebih dari separuh ibu hamil tidak mendapatkan dukungan dari keluarga/suami untuk mengkonsumsi tablet Fe.Terdapat hubungan yang bermakna antara konseling dan

reduksi data, sajian data, dan kesimpulan. Hasil penelitian : 1) Kompetensi kepribadian guru di sekolah ini guru-guru memberikan contoh keteladanan yang baik

Implementasi Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan memegang peranan penting dalam proses menanamkan nilai religius terhadap siswanya. Untuk keberhasilan tersebut,

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedia Jasa dari Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014 Nomor