5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transportasi
Transportasi adalah suatu kegiatan pemindahan barang (muatan) dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan suatu sistem tertentu untuk maksud dan tujuan tertentu. Sejak dulu transportasi telah digunakan dalam kehidupan masyarakat, namun alat angkut yang dimaksud bukan seperti sekarang ini. Alat angkut yang digunakan misalnya angkutan darat, angkutan udara, angkutan laut dan lain-lain. Dengan adanya transportasi menyebabkan adanya spesialisasi atau pembagian pekerjaan menurut keahlian sesuai dengan budaya dan adat istiadat suatu daerah (Salim, 1993).
Kemajuan transportasi berkaitan erat dengan perkembangan perekonomian suatu negara. Peran transportasi sebagai dasar untuk pembangunan ekonomi dan pertumbuhan industrialisasi dapat menciptakan suatu barang komoditi yang berguna menurut waktu dan tempat. Fungsi transportasi pada umumnya, yaitu:
a. Memindahkan barang-barang atau hasil produksi dengan menggunakan alat angkut.
b. Mengangkut penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.
Pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang benar akan memberikan manfaat yang besar pada pertumbuhan ekonomi, mengurangi/memberantas kemiskinan dan meningkatkan pembangunan apabila memberikan pelayanan yang efektif dan efisien.
2.2 Angkutan Umum Penumpang
Angutan umum penumpang adalah angkutan penumpang dengan menggunakan kendaraan umum dan dilaksanakan dengan sistem sewa atau bayar. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Angkutan umum penumpang lebih dikenal dengan angkutan umum saja (Warpani, 2002).
6 Angkutan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Angkutan umum yang disewakan (Paratransit)
Yakni pelayanan jasa angkutan yang dapat dimanfaatkan oleh setiap orang berdasarkan ciri tertentu, misalnya tarif dan rute. Angkutan umum ini pada umumnya tidak memiliki trayek atau jadwal tetap, misalnya taksi. Ciri utama angkutan ini adalah melayani permintaan. 2. Angkutan umum massal (Masstransit)
Yakni layanan angkutan yang memiliki trayek dan jadwal tetap, misalnya bus dan kereta api. Jenis angkutan ini bukan melayani permintaan melainkan menyediakan layanan tetap, baik jadwal, tarif, maupun lintasannya. Masing-masing mempunyai pola layanan dan kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu keduanya dapat berfungsi secara bersama-sama di sebuah kota (Warpani, 2002).
2.3 Jenis-Jenis Angkutan Umum
Di Indonesia, berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan KM. 35 tahun 2003, Bab I Pasal 1, jenis-jenis angkutan umum adalah :
1. Angkutan Lintas Batas Negara
Adalah angkutan dari suatu kota ke kota lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. 2. Angkutan Antar Kota Antar Propinsi
Adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten atau kota yang melalui lebih dari satu daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek.
3. Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi
Adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten atau kota dalam suatu daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek.
4. Angkutan Kota
Adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam suatu daerah kota atau wilayah ibukota kabupaten atau dalam daerah khusus ibukota dengan
7 menggunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek.
5. Angkutan Perdesaan
Adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota yang berada pada wilayah ibukota kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek.
6. Angkutan Perbatasan
Adalah angkutan kota atau angkutan perdesaan yang memasuki wilayah kecamatan yang berbatasan langsung pada kabupaten atau kota lainnya baik yang melalui satu propinsi maupun lebih dari satu propinsi.
7. Angkutan Khusus
Adalah angkutan yang mempunyai asal dan tujuan tetap, yang melayani antar jemput penumpang umum, antar jemput karyawan, permukiman, dan simpul yang berbeda.
8. Angkutan Taksi
Adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan agrometer yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas.
9. Angkutan Sewa
Adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu, dengan atau tanpa pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas.
10. Angkutan Pariwisata
Adalah angkutan dengan menggunakan mobil bus umum yang dilengkapi dengan tanda-tanda khusus untuk keperluan pariwisata atau keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk keperluan keluarga atau sosial lainnya.
11. Angkutan Lingkungan
Adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang dioperasikan dalam wilayah operasi terbatas pada kawasan tertentu.
8
2.4 Rute dan Trayek
Rute merupakan ruas-ruas jalan yang dilalui dalam suatu trayek sehingga satu trayek dapat memiliki lebih dari satu rute. Rute angkutan umum biasanya ditempatkan di lokasi dimana memang diperkirakan ada calon penumpang yang akan dilayani. Sistem jaringan rute yaitu sekumpulan rute yang bersama-sama melayani kebutuhan umum masyarakat. Dalam sistem jaringan rute tersebut akan terdapat titik dimana akan terjadi pertemuan dua rute atau lebih. Pada titik-titik yang dimaksud dimungkinkan terjadinya pergantian rute, karena pada kenyataan seorang penumpang tidak selamanya dapat mengunakan hanya satu rute untuk perjalanan dari tempat asal ke tempat tujuan (Warpani, 2002).
Trayek merupakan pelayanan angkutan umum dari suatu tempat asal ke suatu tempat tujuan. Pada umumnya trayek angkutan umum yang melayani masyarakat dalam suatu wilayah jumlahnya lebih dari satu.
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan KM, 35 tahun 2003, Bab III pasal 2, ada bebrapa jenis trayek, yaitu:
1. Trayek lintas batas negara, yaitu trayek yang melalui batas negara. 2. Trayek antar kota antar provinsi, yaitu trayek yang melalui lebih dari
satu daerah provinsi.
3. Trayek antar kota dalam provinsi, yaitu trayek yang melaui antar daerah kabupaten dan kota dalam suatu daerah provinsi.
4. Trayek kota, yaitu trayek yang keseluruhannya berada dalam kota. 5. Trayek perdesaan, yaitu trayek yang keseluruhannya berada dalam
kabupaten.
6. Trayek perbatasan, yaitu trayek antar pedesaan yang berbatasan, yang keseluruhannya berada di daerah provinsi atau antar daerah provinsi. Kumpulan trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan orang disebut jaringan trayek (Menteri Perhubungan KM, 35 tahun 2003). Faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan jaringan trayek adalah pola tata guna lahan. Pelayanan angkutan umum penumpang diusahakan mampu menyediakan aksesibilitas yang baik. Aksesibilitas adalah ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lainnya dan ‘mudah’ atau ‘susahnya’ lokasi tersebut dicapai melalui sistem
9 jaringan transportasi (Tamin, 2000). Lintasan trayek angkutan umum diusahakan melewati tata guna lahan dengan potensial menjadi tujuan bepergian diusahakan menjadi prioritas pelayanan.
2.5 Terminal
Pada hakikatnya terminal merupakan simpul dalam sistem jaringan perangkutan jalan yang terdiri dari terminal penumpang dan terminal barang. Definisi dari terminal penumpang adalah prasarana perangkutan jalan untuk keperluan untuk menurunkan dan menaikkan penumpang dan atau barang, pepindahan intra dan atau antar moda angkutan, serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum.
Terminal dikelompokkan berdasarkan fungsi dan wilayah pelayanan (PP No. 43 Th. 1993). Fungsi pelayanan terminal dikelompokan dalam:
a. Terminal utama adalah terminal yang melayani angkutan utama, angkutan pengumpul/penyebar antar pusat kegiatan nasional, dari pusat kegiatan wilayah ke pusat kegiatan nasional serta perpindahan antar moda khususnya moda angkutan laut dan udara. Terminal utama dapat dilengkap dengan fungsi sekunder, yakni pelayanan angkutan lokal sebagai mata rantai akhir sistem perangkutan.
b. Terminal pengumpulan adalah terminal yang melayani angkutan pengumpul/penyebar antar pusat kegiatan wilayah, dari pusat kegiatan lokal ke pusat kegiatan wilayah. Terminal jenis ini dapar dilengkapi dengan pelayanan angkutan setempat.
c. Terminal lokal adalah terminal yang melayani penyebaran antar pusat kegiatan lokal.
Berdasarkan wilayah pelayanan, terminal dikelompokkan menjadi:
a. Tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota antar provinsi, angkutan dalam kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan perdesaan.
b. Tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan kota dan angkutan perdesaan.
10 c. Tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan kota dan
angkutan perdesaan.
Fungsi lain dari terminal adalah sebagai tempat yang tepat untuk kegiatan usaha perdagangan dan rekreasi yang merupakan kegiatan penunjang terminal. Dengan kata lain, terminal juga menyandang fungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat (Warpani, 2002).
2.6 Biaya Operasi Kendaraan (BOK)
Biaya operasi kendaraan didefinisikan sebagai biaya yang secara ekonomi terjadi dengan dioperasikannya kendaraan dengan kondisi normal untuk suatu tujuan tertentu. Pengertian biaya ekonomi yang terjadi disini adalah biaya yang sebenarnya terjadi. Komponen biaya operasi kendaraan terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).
2.6.1 Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang terjadi pada awal dioperasikannya suatu sistem angkutan umum. Biaya tetap tergantung dari waktu, dan tidak terpengaruh dengan penggunaan kendaraan. Komponen biaya tetap terdiri dari:
1. Biaya Penyusutan Kendaraan (Depresiasi)
Biaya penyusutan kendaraan adalah biaya yang dikeluarkan atas penyusutan nilai ekonomis kendaraan akibat kerusakan teknis karena melakukan operasi.
2. Biaya Administrasi
Biaya administrasi terdiri dari biaya yang dikeluarkan pemilik/pengemudi secara periodik.
Biaya periodik terdiri dari:
a. STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor), yaitu biaya setiap kendaraan yang dikeluarkan setiap lima tahun sekali tetapi pembayaran pajaknya dilakukan setiap tahun sesuai dengan peraturan yang berlaku.
11 b. Ijin usaha, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh ijin dalam pengusahaan kendaraan angkutan penumpang umum. Biaya ini dikeluarkan setiap satu tahun sekali.
c. Ijin trayek, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh ijin pengoperasian kendaraan untuk melayani suatu trayek tertentu. Biaya ini dikeluarkan setiap enam bulan sekali.
d. Iuran organda, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kendaraan umum sebagai anggota organda yang besarnya berdasarkan tarif resmi dari pemerintah daerah.
e. KIR, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan kendaraan secara teknis apakah layak atau tidak untuk beroperasi di jalan raya.
Selain biaya penyusutan kendaraan (Depresiasi) dan biaya administrasi, ada juga biaya tetap tambahan seperti biaya sewa kantor, gaji pegawai, administrasi, biaya telepon, biaya air dan listrik.
2.6.2 Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)
Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat kendaraan beroperasi. Biaya tidak tetap sangat bervariasi tergantung dari hasil produksi, seperti jarak tempuh.
Komponen biaya tidak tetap terdiri dari: 1. Biaya Pemakaian Bahan Bakar
Biaya pemakaian bahan bakar adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar kendaraan yang digunakan untuk mengoperasikan kendaraan dan tergantung dari jarak tempuh yang dilakukan untuk setiap liter bahan bakar yang digunakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian bahan bakar adalah: a. Ukuran Kendaraan/Jenis Kendaraan
Rata-rata pemakaian BBM meningkat hampir sebanding dengan berat kendaraan
12 Cuaca dan keadaan iklim secara nyata dapat mempengaruhi kinerja kendaraan dan tenaga kendaraan. Misalnya, hujan mempengaruhi permukaan jalan, angin secara langsung berpengaruh terhadap kinerja kendaraan dan suhu mempengaruhi tenaga kendaraan. Pengaruh yang lebih besar dari faktor ini adalah ketinggian.
c. Cara Mengemudi
Perbedaan yang signifikan dalam penggunaan BBM antar pengemudi yang berbeda terjadi pada saat kendaraan dijalankan pada verseneling yang rendah.
d. Kondisi Kendaraan
Pemakaian BBM akan meningkat dikarenakan kendaraan makin tua, tergantung bagaimana baiknya perawatan yang dilakukan. e. Kecepatan Kendaraan
Pemakaian BBM jelas berbeda pada jenis kendaraan berbeda dan dengan kecepatan yang berbeda pula.
2. Biaya Pemakaian Ban
Biaya pemakaian ban yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembelian ban luar dan ban dalam yang jangka waktu pengunaannya dihitung berdasarkan jarak tempuh kendaraan per kilometer.
Faktor-faktor yang mempengaruhi usia pemakaian ban adalah: a. Cara mengemudikan kendaraan.
b. Kualitas ban. c. Kondisi kendaraan.
d. Tingkat pengisian penumpang. e. Permukaan jalan.
f. Kecepatan kendaraan.
3. Biaya Perawatan dan Pemeliharaan Kendaraan
Biaya pemeliharaan dan perawatan kendaraan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan, perbaikan dan penggantian suku cadang (termasuk ongkos kerja).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan kendaraan, antara lain: a. Umur dan kondisi kendaraan.
13 b. Kondisi permukaan jalan.
c. Kecepatan kendaraan. 4. Biaya Minyak Pelumas (Oli)
Biaya minyak pelumas adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian minyak pelumas, misalnya minyak oli mesin.
5. Gaji Pengemudi
Biaya yang dikeluarkan untuk sopir dan kenek. Dalam praktek di lapangan gaji pengemudi bukan menjadi tanggung jawab pemilik kendaraan melainkan tanggung jawab sopir sendiri. Sebab upah tergantung dari saldo pendapatan per hari setelah dikurangi bermacam-macam BOK seperti BBM dan lain-lain.
6. Biaya Restribusi Terminal
Biaya yang dikeluarkan untuk membayar restribusi terminal.
Selain biaya tetap dan biaya tidak tetap, ada juga biaya tambahan seperti, biaya overhead, yang penting dalam pengoperasian kendaraan yang tidak dapat secara langsung dimasukkan dalam komponen-komponen di atas.
Untuk penelitian ini digunakan perhitungan BOK dengan metode Departemen Perhubungan, karena metode Departemen Perhubungan lebih mendekati kondisi di lapangan.
2.7 Analisis Biaya Operasi Kendaraan (BOK) per Tahun
Analisis BOK yang dilakukan adalah analisis BOK tetap per tahun dan analisis BOK variabel per tahun (Departemen Perhubungan, 2003).
2.7.1 Analisis BOK Tetap per Tahun
Analisis BOK tetap per tahun terdiri dari Biaya Penyusutan Kendaraan (Depresiasi), biaya bunga modal, biaya pajak kendaraan, biaya ijin trayek, biaya KIR kendaraan, biaya iuran organda dan biaya ijin usaha.
a. Biaya Penyusutan Kendaraan (Depresiasi)
Biaya penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight line depreciation) karena metode ini perhitungannya cukup
14 sederhana dan mengalokasikan depresiasi secara merata selama umur ekonomis. Biaya penyusutan kendaraan dihitung dengan rumus:
Biaya Penyusutan (BP) = Susut Masa Residu Nilai -Kendaraan Harga (2.1) Nilai residu diambil sebesar 20% dari harga kendaraan awal dan masa susut ditetapkan 7 tahun.
b. Biaya Bunga Modal
Biaya bunga modal dihitung dengan rumus: Biaya bunga modal (BM) =
Susut Masa i Kendaraan Harga 2 1 n (2.2) dimana:
n = pengembalian modal, diambil selama 5 tahun.
i = tingkat suku bunga per tahun, diambil sebesar 20% per tahun. c. Biaya Pajak Kendaraan
Biaya pajak kendaraan dihitung berdasarkan besaran tarif resmi dari pemerintah.
d. Biaya Ijin Trayek
Besarnya biaya ijin trayek dihitung berdasarkan jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan sesuai dengan hasil survai di lapangan.
e. Biaya KIR Kendaraan
Dalam analisis BOK besarnya biaya KIR per periode juga dihitung berdasarkan hasil survai di lapangan.
f. Biaya Iuran Organda
Besarnya biaya iuran organda pertahun yang dikenakan pada operator angkutan umum dihitung berdasarkan tarif resmi yang berlaku di daerah setempat.
g. Biaya Ijin Usaha
Biaya ijin usaha per tahun dihitung berdasarkan hasil survai di lapangan. Maka total BOK tetap per tahun didapat dari jumlah keseluruhan dari pengeluarannya biaya.
BOKT/thn = BP/thn + BM/thn + BPK/thn + BIT/thn + BK/thn + BIO/thn +
BIU/thn (2.3)
15 BOK/thn = biaya operasi kendaraan per tahun
Bp/thn = biaya penyusutan per tahun BM/thn = biaya bunga modal per tahun
BPK/thn = biaya pajak per tahun
BIT/thn = biaya ijin trayek per tahun
BK/thn = biaya KIR kendaraan per tahun
BIO/thn = biaya iuran organda per tahun
BIU/thn = biaya ijin usaha per tahun
Untuk BOK yang diperhitungkan dalam perusahaan ditambahkan biaya kantor yang terdiri dari: biaya sewa kantor, gaji pegawai administrasi, biaya telepon, biaya air dan biaya listrik.
2.7.2 Analisis BOK Tidak Tetap per Tahun
Analisis BOK tidak tetap per tahun terdiri dari biaya bahan bakar minyak (BBM), biaya restribusi, gaji pengemudi, biaya pemakaian suku cadang dan biaya overhaul.
a. Biaya Bahan Bakar Minyak (BBM)
Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar kendaraan, biaya ini menyangkut jarak tempuh yang dilakukan untuk tiap liter bahan bakar yang digunakan. Taksiran jumlah biaya BBM per tahun dihitung dengan rumus:
BBBM/thn = JPBBM/thn × HBBM/ltr (2.4)
dimana:
BBBM /thn = biaya BBM per tahun
JPBBM /thn = biaya pemakaian BBM per tahun
HBBM /ltr = harga BBM per liter
b. Biaya Restribusi
Biaya restribusi terminal dikenakan per hari kepada operator sehingga biaya restribusi per tahun dihitung dengan rumus:
BR /thn = BRH /hr × JHO/thn (2.5)
dimana:
16 BRH /hr = biaya restribusi per hari
JHO/thn = jumlah hari operasi per tahun
c. Gaji Pengemudi
Dalam penulisan ini gaji pengemudi diambil jumlah tetap tertentu minimum yang ditargetkan masing-masing sampel. Gaji pengemudi tersebut dianggap sama setiap harinya selama setahun agar dapat diperkirakan total gaji pengemudi per tahun. Untuk mikrolet gaji pengemudi terdiri dari satu sopir.
Sehingga gaji pengemudi dihitung dengan rumus:
GP /thn = GP /hr × JHO/thn (2.6)
dimana:
GP /thn = gaji pengemudi per tahun
GP /hr = gaji pengemudi per hari
JHO/thn = jumlah hari operasi per tahun
d. Biaya Pemakaian Suku Cadang
Biaya pergantian suku cadang adalah biaya pembelian suku cadang kendaraan yang secara teknis mengalami keausan akibat dioperasikan untuk jangka waktu atau jumlah jarak tempuh tertentu. Jenis suku cadang yang diperhitungkan terdiri dari ban, oli, busi, aki, kanvas rem, dan lain-lain. Rumus perhitungan masing-masing suku cadang per tahun adalah sebagai berikut:
1. Biaya Pemakaian Ban
Yaitu biaya untuk pembelian ban yang digunakan untuk pengoperasian kendaraan yang terdiri dari ban luar dan ban dalam. Biaya pemakaian ban per tahun dihitung dengan rumus:
BPB /thn = jumlah pemakaian ban per tahun×harga ban /unit (2.7)
dimana:
BPB /thn = biaya pemakaian ban per tahun
2. Biaya Pemakaian Oli (Pelumas)
Janis oli yang diperhitungkan terdiri dari oli mesin, oli gardan, oli rem dan oli verseneling. Jumlah biaya untuk masing-masing biaya dihitung
17 berdasarkan jumlah pemakaian per tahun dan tingkat harga satuan yang berlaku.
a. Biaya Oli Mesin
BOM /thn = JPOM /thn × HOM /ltr (2.8)
dimana:
BOM /thn = biaya oli mesin per tahun
JPOM /thn = jumlah pemakaian oli mesin per tahun
HOM /ltr = harga oli mesin per liter
b. Biaya Oli Gardan
BOG /thn = JPOG /thn × HOG /ltr (2.9)
dimana:
BOG /thn = biaya oli gardan per tahun
JPOG /thn = jumlah pemakaian oli gardan per tahun
HOG /ltr = harga oli gardan per liter
c. Biaya Oli Verseneling
BOV /thn = JPOP /thn × HOV /ltr (2.10)
dimana:
BOV /thn = biaya oli verseneling per tahun
JPOV /thn = jumlah pemakaian oli verseneling per tahun
HOV /ltr = harga oli verseneling per liter
d. Biaya Oli Rem
BOR /thn = JPOR /thn × HOR /ltr (2.11)
dimana:
BOR /thn = biaya oli rem per tahun
JPOR /thn = jumlah pemakaian oli rem per tahun
HOR /ltr = harga oli rem per liter
e. Biaya Gemuk
BG /thn = JPG /thn × HG /ltr (2.12)
dimana:
BG /thn = biaya gemuk per tahun
JPG /thn = jumlah pemakaian gemuk per tahun
18 Biaya total oli per tahun dihitung dengan rumus:
BPO /thn = BOM /thn + BOG /thn + BOV /thn + BOR /thn + BG /thn (2.13)
3. Biaya Busi
BB /thn = JPB /thn × HB /bh (2.14)
dimana:
BB /thn = biaya busi per tahun
JPB /thn = jumlah pemakaian busi per tahun
HB /ltr = harga busi per buah
4. Biaya Platina
BP /thn = JPP /thn × HP /bh (2.15)
dimana:
BP /thn = biaya platina per tahun
JPP /thn = jumlah pemakaian platina per tahun
HP /ltr = harga platina per buah
5. Biaya Plat Kopling
BPK /thn = JPPK /thn × HPK /bh (2.16)
dimana:
BPK /thn = biaya plat kopling per tahun
JPPK /thn = jumlah pemakaian plat kopling per tahun
HPK /ltr = harga plat kopling per buah
6. Biaya Kanvas Rem
BKR /thn = JPKR /thn × HKR /bh (2.17)
dimana:
BKR /thn = biaya kanvas rem per tahun
JPKR /thn = jumlah pemakaian kanvas rem per tahun
HKR /ltr = harga kanvas rem per buah
7. Biaya Filter Oli
BFO /thn = JPFO /thn × HFO /bh (2.18)
dimana:
BFO/thn = biaya filter oli per tahun
JPFO /thn = jumlah pemakaian filter oli per tahun
19 8. Biaya Accu
BA /thn = JPA /thn × HA /bh (2.19)
dimana:
BA/thn = biaya accu per tahun
JPA /thn = jumlah pemakaian accu per tahun
HA/ltr = harga accu per buah
9. Biaya Klahar Roda Depan dan Belakang
BK /thn = JPK /thn × HK /bh (2.20)
dimana:
BK /thn = biaya klahar per tahun
JPK /thn = jumlah pemakaian klahar per tahun
HK /ltr = harga klahar per buah
10. Biaya Kondensor
BKD /thn = JPKD /thn × HKD /bh (2.21)
dimana:
BKD /thn = biaya kondensor per tahun
JPKD /thn = jumlah pemakaian kondensor per tahun
HKD/ltr = harga kondensor per buah
11. Biaya Saringan Udara
BSU /thn = JPSU /thn × HSU /bh (2.22)
dimana:
BSU /thn = biaya saringan udara per tahun
JPSU /thn = jumlah pemakaian saringan udara per tahun
HSU/ltr = harga saringan udara per buah
12. Biaya Ball Joint
BBJ /thn = JPBJ /thn × HBJ /bh (2.23)
dimana:
BBJ /thn = biaya ball joint per tahun
JPBJ /thn = jumlah pemakaian ball joint per tahun
HBJ /ltr = harga ball joint per buah
Biaya total pemakaian suku cadang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
20 BPSC/thn = BPB/thn + BPO/thn + BB/thn + BP/thn + BKK/thn + BKR/thn +
BFO/thn + BA/thn + BK/thn + BKD/thn + BSU/thn + BBJ/thn
(2.24) e. Biaya Overhaul
Dalam penelitian ini, biaya servis berat dipandang sebagai biaya perbaikan mesin dan renovasi bodi. Memingat frekuensi overhaul jarang sekali dilakuknan secara periodik setahun sekali, melainkan kebanyakan dilakukan secara insidensial jika terjadi kerusakan. Dengan demikian maka jumlah biaya overhaul per tahun dari masing-masing sampel dihitung dengan membagi total biaya overhaul yang dikeluarkan selama umur kendaraan. BO/thn = U BT O (2.25) dimana:
BO /thn = biaya overhaul per tahun
BTO = biaya total overhaul selama umur kendaraan
U = umur kendaraan
Berdasarkan hasil perhitungan BOK variabel di atas maka total BOK tidak tetap per tahun, dihitung dengan rumus:
BOKTT /thn = BBBM /thn + BPSC /thn + BR /thn + BO /thn + GP /thn (2.26)
dimana:
BOKTT /thn = biaya operasi kendaraan tidak tetap per tahun
BBBM /thn = biaya bahan bakar minyak per tahun
BPSC /thn = biaya pemakaian suku cadang per tahun
BR /thn = biaya retribusi per tahun
BO /thn = biaya overhaul per tahun
21
2.7.3 Analisis BOK Total per Tahun
Dengan diketahui taksiran BOK tetap dan BOK tidak tetap per tahun di atas, maka estimasi total BOK per tahun untuk masing-masing sampel operator dihitung dengan rumus sebagai berikut:
a. Biaya Operasi Kendaraan Total
BOKTOT /thn = BOKT /thn + BOKTT /thn (2.27)
dimana:
BOKTOT /thn = total BOK per tahun
BOKT /thn = total BOK tetap per tahun
BOKTT /thn = total BOK tidak tetap per tahun
b. Biaya Operasi Kendaraan Total + Margin 15%
BOK total + margin 15% merupakan biaya operasi kendaraan yang telah memperhitungkan keuntungan pemilik dan operator yaitu sebesar 15% sehingga rumusnya:
BOKTOT+M15%= BOKT /thn + BOKTT /thn + K (2.28)
dimana:
BOKTOT+15% = total BOK per tahun dengan keuntungan 15%
BOKT /thn = total BOK tetap per tahun
BOKTT /thn = total BOK tidak tetap per tahun
K = keuntungan 15% dari total BOK total
2.7.4 Analisis BOK per Kilometer
Untuk mengetahui besarnya BOK per kilometer diperlukan data sebagai berikut:
1. Jumlah BOK per tahun masing-masing sampel
2. Taksiran jarak tempuh masing-masing sampel per tahun
Penaksiran jumlah kilometer jarak tempuh per hari dari masing-masing sampel didasarkan pada jumlah jarak tempuh per hari dan jumlah operasi per tahun. Dengan diketahuinya rata-rata jarak tempuh per hari dari masing-masing sampel operator maka total jarak tempuh per tahun ditaksirkan sebagai berikut: JT /thn = RJT /hr + JHO /thn
22 dimana:
JT /thn = jarak tempuh per tahun
RJT /hr = rata-rata jarak tempuh per hari
JHO /thn = jumlah hari operasi per tahun
Dengan diketahuinya jarak perjalanan per tahun dari masing-masing sampel operator maka taksiran BOK per kilometer dapat dihitung dengan rumus:
a.
JT/thn BOK/thn
BOK/km (2.30)
dimana:
BOK/km = total BOK per kilometer pada masing-masing sampel BOK/thn = total BOK per tahun pada masing-masing sampel JT/thn = jarak tempuh pada masing-masing sampel per tahun b. /thn J thn / BOK BOK T 15% T 15% T OT (2.31) dimana:
BOKTOT+M15% = total biaya operasi kendaraan dengan keuntungan 15%
per kilometer masing-masing sampel
BOKT+M15% /thn = total biaya operasi kendaraan dengan keuntungan 15%
per tahun masing-masing sampel
JT /thn = jarak tempuh per tahun masing-masing sampel
2.8 Metode Analisis Jumlah Permintaan
Berdasarkan buku Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum dan Teratur (Departemen Perhubungan, 2003), jumlah permintaan pelayanan angkutan umum penumpangkota pada kelurahan-kelurahan yang terletak disekitar batasan 400 m di kanan dan 400 m kiri rute yang dilalui angkutan umum. Unit kelurahan digunakan untuk mempermudah perolehan data.
a. Angka kepemilikan kendaraan pribadi dihitung dengan membandingkan jumlah kendaraan pribadi dengan jumlah kendaraan total per kelurahan atau desa.
Persamaan angka kepemilikan kendaraan pribadi adalah sebagai berikut: K =
P V
23 dimana:
K = angka kepemilikan kendaraan pribadi (knd/orang) V = jumlah kendaraan pribadi (knd)
P = jumlah penduduk seluruhnya (orang)
b. Kemampuan pelayanan kendaraan pribadi adalah kemampuan kendaraan pribadi untuk melayani jumlah penduduk potensial yang melakukan pergerakan.
Perhitungan kemampuan pelayanan kendaraan pribadi adalah sebagai berikut:
L = K × Pm × C (2.33)
dimana:
L = kemampuan pelayanan kendaraan pribadi (knd) K = angka kepemilikan kendaraan pribadi (knd/orang)
Pm = jumlah penduduk potensial yang melakukan pergerakan (orang)
C = jumlah penumpang yang diangkut kendaraan pribadi (orang)
c. Jumlah penduduk potensial yang melakukan pergerakan yang membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang sama dengan selisih antara jumlah potensial melakukan pergerakan dan kemampuan pelayanan kendaraan pribadi untuk penduduk tersebut.
Perhitungan jumlah penduduk potensial yang melaukan pergerakan dan membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang (M) adalah sebagai berikut: M = Pm - (L1 + L2 ) (2.34) M = Pm - (( P V1 × Pm × C1 ) + ( P V2 × Pm × C2 )) (2.35) M = Pm - (1 - ( P V1 × C1 ) + ( P V2 × C2 )) (2.36) dimana:
M = jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan dan membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang per kelurahan atau desa.
Pm = jumlah penduduk yang bepotensi melakukan pergerakan atau
24 P = jumlah penduduk total per kelurahan atau desa.
L1, L2 = kemampuan pelayanan angkutan pribadi penduduk baik mobil
atau roda empat maupun sepeda motor atau roda dua per kelurahan atau desa (L1 untuk mobil atau roda empat dan L2
untuk sepeda motor atau roda dua).
V1, V2 = jumlah kendaraan pribadi baik mobil atau roda empat maupun
sepeda motor atau roda dua (V1 untuk mobil atau roda empat
dan V2 untuk sepeda motor atau roda dua).
C1, C2 = kapasitas kendaraan pribadi baik mobil atau roda empat maupun
sepeda motor atau roda dua dimana C1 = 3 untuk mobil atau
roda empat dan C2 = 2 untuk sepeda motor atau roda dua
(Departemen Perhubungan, 2003).
d. Jumlah permintaan angkutan umum penumpang (D) adalah faktor pergerakan (ftr) dikali besarnya jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan yang membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang. Faktor ini tergantung pada kondisi atau tipe kota. Dengan anggapan setiap penduduk potensial melakukan pergerakan yang membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang untuk perjalanan pergidan pulang setiap hari, dapat digunakan faktor 2.
D = ftr × M (2.37)
Dimana:
D = jumlah permintaan angkutan umum penumpang
Ftr = faktor yang menyatakan pergerakan yang dilakukan oleh setiap penduduk potensial (faktor pergerakan pergi dan pulang adalah 2). M = jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan dan
membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang per kelurahan atau desa.
2.9 Metode Analisis Operasional Angkutan Umum
Pengguna angkutan umum menghendaki adanya tingkat pelayanan angkutan umum yang baik, baik waktu tunggu, waktu tempuh, keamanan maupun kenyamanan yang terjadi selam perjalanan. Hal tersebut dapat terpenuhi antara
25 lain apabila penyedia armada angkutan penumpang umum seimbang dengan permintaan jasa angkuatan umum.
Jumlah armada yang direncanakan dengan kebutuhan dapat ditentukan dengan menghitung jumlah aramada yang mendekati besarnya kebutuhan. Jumlah armada yang tetap sesuai dengan kebutuhan sulit dipastikan. Ketidakpastian itu disebabkan oleh pola pergerakan penduduk yang tidak merata sepanjang waktu, misalnya pada saat jam-jam sibuk terjadi permintaan yang tinggi dan pada saat jam sepi terjadi permintaan yang rendah. Oleh karena itu, digunakan jumlah armada yang mendekati besarnya kebutuhan.
Dalam perencanaan sistem operasiaonal angkutan penumpang umum, perlu diketahui hal-hal sebagai berikut:
1. Faktor Muat (load factor)
Faktor muat (load factor) adalah perbandingan antara permintaan (demand) dengan penyediaan (supply). Faktor muat (load factor) merupakan rasio antara kapasitas terjual dan kapasitas tersedia untuk satu perjalanan yang biasa dinyatakan dalam persen.
2. Kapasitas Kendaraan
Kapasitas kendaraan adalah daya muat penumpang pada setiap kendaraan angkutan umum, baik yang duduk maupun yang berdiri. Daya muat tipe angkutan umum dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kapasitas Kendaraan
Jenis Angkutan
Kapasitas Kendaraan Kapasitas penumpang per kendaraan /hari Duduk Berdiri Total
Angkutan penumpang umum 11 - 11 250-300
Bus kecil 14 - 14 300-400
Bus sedang 20 10 30 500-600
Bus besar lantai tunggal 49 30 79 1000-1200
Bus besar lantai ganda 85 35 120 1500-1800
26 Catatan:
Angka-angka kapasitas kendaraan bervariasi, tergantung pada susunan tempat duduk dalam kendaraan.
Ruang untuk berdiri per penumpang dengan luas 0,17 m2/penumpang
3. Jumlah Kendaraan
Dasar perhitungan jumlah kendaraan pada satu jenis trayek ditentukan oleh kapasitas kendaraan, waktu henti kendaraan di terminal dan waktu antara. Waktu sirkulasi, waktu henti kendaraan di terminial dan waktu antara dapat dihitung sebagai berikut (Departemen Perhubungan, 1996): a. Waktu sirkulasi dengan pengaturan kecepatan kendaraan rata-rata 20
km per jam dengan deviasi waktu sebesar 5% dari waktu perjalanan. Kecepatan yang digunakan yaitu kecepatan perjalanan. Persamaan waktu sirkulasi dihitung dengan rumus:
CTABA = (TAB + TBA) + ( σAB2 + σBA2 ) + (TTA + TTB ) (2.38)
dimana:
CTABA = waktu sirkulasi dari A ke B, kembali ke A
TAB = waktu perjalanan rata-rata dari A ke B
TBA = waktu perjalanan rata-rata dari B ke A
σAB2 = deviasi waktu perjalanan rata-rata dari A ke B
σBA2 = deviasi waktu perjalanan rata-rata dari B ke A
TTA = waktu henti kendaraan di A
TTB = waktu henti kendaraan di B
b. Waktu henti kendaraan di asal dan tujuan (TTA dan TTB ) ditetapkan
sebesar 10% dari waktu perjalanan antara A dab B c. Waktu antara ditetapkan berdasarkan rumus:
Persamaan waktu antara sebagai berikut:
P 60.C.Lf
27 dimana:
H = waktu antara (menit)
(catatan H ideal = 5 - 10 menit; h puncak = 2 – 5 menit) P = jumlah penumpang per jam pada seksi terpadat
C = kapasitas kendaraan
Lf = faktor muat, diambil 70% (pada kondisi dinamis)
4. Jumlah armada per waktu sirkulasi
Jumlah armada per waktu sirkulasi yang diperlukan dan dihitung berdasarkan suatu persamaan. Persamaan jumlah armada per waktu sirkulasi: H.fA CT K (2.40) dimana: K = jumlah kendaraan CT = waktu sirkulasi (menit) H = waktu antara (menit)
fA = faktor ketersediaan kendaraan 100%
2.10 Kecepatan
Kecepatan merupakan jarak yang dijalani pengemudi kendaraan dalam waktu tertentu. Pemakai jalan dapat menaikkan kecepatan untuk dapat memperpendek waktu perjalanan, atau memperpanjang jarak perjalanan. Kecepatan sebagai rasio jarak yang dijalani dan waktu perjalanan (Alamsyah, 2005). Adapun jenis kecepatan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kecepatan Setempat (spot speed)
Kecepatan setempat adalah kecepatan yang diukur pada saat kendaraan melintasi suatu segmen pengamatan di jalan.
a. Kecepatan Rata-Rata Waktu (time mean speed)
Kecepatan rata-rata waktu adalah kecepatan rata-rata hitung (aritmatika) dari kendaraan-kendaraan yang melintas di suatu segmen pengamatan selama periode waktu tertentu.
28 b. Kecepatan Rata-Rata Ruang (space mean speed)
Kecepatan rata-rata ruang adalah kecepatan rata-rata kendaraan menempuh ruas yang sedang dianalisis. Atau kecepatan rata-rata harmonik dari semua kendaraan yang menempati suatu segmen jalan selama periode waktu tertentu.
2. Kecepatan Perjalanan
Kecepatan perjalanan adalah rasio total jarak yang ditempuh dengan waktu perjalanan.
3. Kecepatan Gerak
Kecepatan gerak adalah rasio total jarak yang ditempuh dengan waktu selama bergerak.
2.11 Analisis Kelayakan Finansial Proyek
Analisis kelayakan finansial proyek dilihat dari sudut pandang lembaga atau individu yang menanamkan modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Dalam analisis ini, yang diperhatikan adalah hasil yang harus diterima oleh investor atau siapa saja yang berkepentingan dalam pembangunan proyek tersebut. Pada analisis finansial, komponen-komponen manfaat dan biaya yang diperhitungkan, sedangkan komponen-komponen manfaat yang bersifat langsung saja yang diperhitungkan. Pada dasarnya analisis finansial proyek dikembangkan dalam usaha mencari suatu ukuran yang menyeluruh yang dapat menggambarkan tingkat kelayakan proyek. Secara umum ada beberapa metode yang sering digunakan:
2.11.1 Metode Net Persent Value (NPV)
Metode ini berusaha untuk membandingkan semua komponen biaya dan manfaat dari suatu proyek dengan acuan yang sama agar dapat diperbandingkan satu dengan yang lainnya (LPKM-ITB, 1997). Dalam hal ini acuan yang dipergunakan adalah besaran net saat ini (net persent value), artinya semua besaran komponen didefinisikan sebagai selisih antara persent value dari komponen manfaat dan persent value dari komponen biaya. Secara sistematis rumusnya sebagai berikut:
29 (2.41) Dimana:
B(t) = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun ke –t C(t) = besaran total dari komponen biaya pada tahun ke –t
i = tingkat bunga yang diperhitungkan t = periode tahun
Dengan menggunakan kriteria ini maka proyek tertentu dikatakan layak jika NPV > 0. Sedangkan jika NPV = 0, maka proyek tersebut mengembalikan persis sebesar Opportunity Cost of Capital dan jika NPV < 0, maka proyek dikatakan tidak layak.
2.11.2 Metode Benefit Cost Ratio (BCR)
Prinsip dasar metode ini adalah mencari indeks yang menggambarkan tingkat efektifitas pemanfaatan biaya terhadap manfaat yang diperoleh. Indeks ini dikenal sebagai indeks Benefit Cost Ratio, yang secara sistematis dirumuskan sebagai berikut:
n t n t i t C 0 0 t ) 1 ( )) ( ( i) (1 (B(t)) BCR (2.42) Dimana:B(t) = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun ke –t C(t) = besaran total dari komponen biaya pada tahun ke –t
i = tingkat bunga yang diperhitungkan t = periode tahun
Suatu proyek dikatakan layak bila BCR ≥ 1 dan NPV>0. Sebaliknya bila BCR<1, NPV < 0, maka proyek dikatakan tidak layak.
n 0 t t n 0 t t i) (1 (C(t)) i) (1 (B(t)) NPV
n 0 t t i) (1 C(t)) -(B(t) NPV30
2.11.3 Metode Internal Rate Of Return (IRR)
IRR atau Internal Rate Of Return adalah besaran yang menunjukan harga discount rate pada saat besaran NPV = 0. Dalam hal ini IRR dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam proyek, secara sistematis dirumuskan sebagai berikut:
n 0 t t n 0 t t) (1 C(t)) -(B(t) IRR (2.43) Dimana:B(t) = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun ke –t C(t) = besaran total dari komponen biaya pada tahun ke –t
i = tingkat bunga yang diperhitungkan t = periode tahun
Besaran i yang menjadikan NPV = 0, itulah yang disebut IRR dari suatu proyek. Kriteria untuk menetapkan kelayakan suatu proyek ialah bila IRR lebih besar dari discount rate (tingkat bunga), atau IRR>i.
2.12 Analisis Sensitivitas
Karena nilai-nilai parameter dan studi kelayakan ekonomi biasanya diestimasikan besarnya, maka jelas nilai-nilai tersebut tidak bisa lepas dari kesalahan. Artinya, nilai-nilai parameter tersebut mungkin lebih besar atau lebih kecil dari hasil estimasi yang diperoleh, atau berubah pada saat tertentu. Perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai-nilai parameter tentunya akan mengakibatkan perubahan-perubahan pula pada tiingkat output hasil yang ditunjukkan oleh suatu alternative investasi.
Untuk mengetahui seberapa sensitif suatu keputusan terhadap perubahan faktor-faktor atau parameter-parameter yang mempengaruhinya, maka setiap pengambilan keputusan pada ekonomi teknik hendaknya disertai dengan analisis sensitivitas. Analisis ini akan memberikan gambaran sejauh mana suatu keputusan akan cukup kuat berhadapan dengan perubahan faktor-faktor atau parameter-parameter yang mempengaruhinya. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah nilai dari suatu parameter pada suatu saat, untuk selanjutnya dilihat
31 bagaimana pengaruhnya terhadap akseptibilitas suatu alternatif investasi. Parameter-parameter yang biasanya berubah dan perubahannya bisa mempengaruhi keputusan-keputusan dalam analisis kelayakan finansial adalah biaya investasi, nilai manfaat, tingkat suku bunga dan lain sebagainya.