• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PENCABUTAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGATURAN PENCABUTAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN PENCABUTAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

A. Alasan Pencabutan Pailit

Mengenai pencabutan kepailitan diatur dalam pasal 18 UUKPKPU yaitu apabila:

1. harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan 2. atas usul hakim pengawas

3. setelah mendengar panitia kreditor sementara

4. setelah memanggil dengan sah atau mendengar debitor

Pencabutan ini karena nilai kewajiban tergugat yang telah jatuh tempo.Mengenai alasan pencabutan permohonan pailit karena meski telah dicabut, namun persidangan akan tetap berjalan. Sidang yang semula diagendakan pemberian jawaban dari pihak termohon yang akan berlangsung di Pengadilan Niaga ini akan dimanfaatkannya dengan alasan pencabutan permohonan gugatan pailit dihadapan majelis hakim. Pihaknya telah menerima berkas pencabutan permohonan pailit terhadap kliennya tersebut pada hari yang sama langsung dari pihak pemohon. Seperti diketahui sebelumnya, perseroan terbatas menghadapi permohonan pailit dari salah satu krediturnya,terkait kewajiban utang.12

B. Para Pihak dalam Pencabutan Pernyataan pailit

Lebih lanjut Pasal 17 Undang-undang kepailitan menentukan bahwa Debitor dan para Kreditor dibolehkan mengajukan perlawanan terhadap permohonan pencabutan kepailitan dengan cara dan dalam jangka waktu yang sama pula seperti yang telah ditetapkan mengenai putusan yang menolak pernyataan pailit. Yang

(2)

menjadi pertanyaan adalah “Apakah bisa setelah Pengadilan Niaga menetapkan pencabutan terhadap suatu kepailitan, masih dimungkinkan diajukan lagi permohonan pernyataan pailit terhadap Debitor yang bersangkutan?”. Hal tersebut dapat dilakukan, hal tersebut diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Kepailitan

Apabila pencabutan kepailitan telah diputuskan diajukan lagi laporan dan permohonan untuk pernyataan pailit, maka Debitor/pemohon (selain Debitor sendiri, perlu wajib menunjukkan bahwa terdapat hasil yang cukup untuk membiayai kepailitan yang kedua. Maksud ketentuan ini adalah untuk menghindari terjadinya keadaan dimana ternyata biaya kepailitan yang menurut ketentuan Pasal 15 ayat (3) UUK harus dibayarkan mendahului pembayaran tagihan para Kreditor konkuren lebih besar jumlahnya dari pada nilai harta pailit. Kalau sampai terjadi hal yang demikian itu, maka putusan pernyataan pailit yang kedua kali setelah putusan pernyataan pailit yang pertama dicabut oleh Pengadilan Niaga, akan sia-sia saja. Undang-Undang Kepailitan tidak menentukan batas pencabutan kepailitan debitor dilakukan, jadi sah-sah saja itu terjadi berulang kali.13

1. Pihak pemohon pailit

Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak pemohon pailit, yaitu pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan, yang dalam perkara biasa disebut sebagai pihak penggugat.14

Menurut Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 (Pasal 2) maka yang dapat menjadi pemohon dalam suatu perkara pailit adalah salah satu dari pihak berikut ini : 13 http://bisnisradif.blogspot.com/2011/01/proses-permohonan-dan-putusan_28.html (diakses tanggal 20 April 2013) 14

Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Edisi Revisi, (Bandung ; Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hlm 20.

(3)

a. Pihak debitur itu sendiri.

b. Salah satu atau lebih dari pihak kreditur.

c. Pihak Kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum d. Pihak Bank Indonesia jika debiturnya adalah suatu bank.

e. Pihak Badan Pengawas Pasar Modal jika debiturnya adalah suatu perusahaan efek.

f. Menteri Keuangan jika debiturnya yang bergerak di bidang kepentingan publik. Misal : Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun atau Badan Usaha Milik Negara.

2. Pihak Debitur Pailit.

Pihak debitur pailit adalah pihak yang memohon atau dimohonkan pailit ke Pengadilan yang berwenang. Yang dapat menjadi debitur pailit adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat dilakukan penagihan.

3. Hakim Niaga.

Perkara kepailitan diperiksa oleh Hakim Majelis (tidak boleh Hakim tunggal) baik untuk tingkat pertama maupun untuk tingkat kasasi. Hanya untuk perkara perniagaan lainnya yakni yang bukan perkara kepailitan untuk tingkat Pengadilan pertama yang boleh diperiksa oleh Hakim tungal dengan penetapan Mahkamah Agung (Pasal 302 Undang-undang Kepailitan). Hakim Majelis tersebut merupakan Hakim-hakim pada Pengadilan Niaga, yakni Hakim-hakim Pengadilan Negeri yang telah diangkat menjadi Hakim Pengadilan Niaga berdasarkan keputusan Mahkamah Agung. Disamping itu terdapat juga Hakim Ad Hoc yang diangkat dari kalangan para ahli dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.

(4)

4. Hakim Pengawas.

Dalam pengawasan pelaksanaan pemberesan harta pailit, maka dalam keputusan kepailitan, oleh Pengadilan harus diangkat seorang Hakim Pengawas di samping pengangkatan Kurator. Di antara tugas dan wewenang dari Hakim Pengawas menurut Undang-undang Kepailitan sebagai berikut :

a. Menetapkan jangka waktu tentang pelaksanaan perjanjian yang masih berlangsung antara debitur dengan pihak krediturnya, jika antara pihak kreditur dengan pihak Kurator tidak tercapai kata sepakat tersebut (Pasal 36 Undang-undang Kepailitan).

b. Memberikan putusan atas permohonan kreditur atau pihak ketiga yang berkepentingan yang haknya ditangguhkan untuk mengangkat penangguhan apabila Kurator menolak permohonan pengangkatan penanggunan tersebut (Pasal 56 Undang-undang Kepailitan).

c. Memberikan persetujuan kepada Kurator apabila pihak Kurator menjaminkan harta pailit kepada pihak ketiga atas pinjaman yang dilakukan Kurator dari piahk ketiga tersebut (Pasal 69 ayat (3) Undang-undang Kepailitan).

d. Memberikan izin bagi pihak Kurator apabila ingin menghadap di muka Pengadilan, kecuali untuk hal-hal tertentu (Pasal 69 ayat (5) Undang-undang Kepailitan).

e. Menerima laporan dari pihak Kurator tiap tiga bulan sekali mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya (Pasal 74 ayat (1)Undang-undang Kepailitan).

f. Memperpanjang jangka waktu laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) tersebut di atas (Pasal 74 ayat (3) Undang-undang Kepailitan).

(5)

g. Menawarkan kepada kreditur untuk membentuk panitia kreditur setelah pencocokan utang selesai dilakukan (Pasal 80 Undang-undang Kepailitan).

h. Apabila dalam putusan pernyataan pailit telah ditunjuk panitia kreditur sementara, mengganti panitia kreditur sementara tersebut atas permintaan kreditur konkuren berdasarkan putusan kreditur konkuren dengan suara simple majority (Pasal 80 ayat (2) (a) Undang-undang Kepailitan).

i. Apabila dalam putusan pernyataan pailit belum diangkat panitia kreditur, membentuk panitia kreditur atas permintaan kreditur konkuren berdasarkan putusan kreditur konkuren dengan suara simple majority (Pasal 80 ayat (2) (b) Undang-undang Kepailitan).

j. Menetapkan hari, tanggal, waktu dan tempat rapat kreditur pertama (Pasal 85 ayat (1) Undang-undang Kepailitan).

k. Menyampaikan kepada Kurator rencana penyelenggaraan rapat kreditur pertama (Pasal 86 ayat (2) Undang-undang Kepailitan).

l. Memberikan persetujuan untuk dilakukannya penyegelan atas harta pailit oleh Hakim Pengawas dengan alasan untuk mengamankan harta pailit (Pasal 99 ayat (1) Undang-undang Kepailitan).

m. Apabila tidak diangkat panitia kreditur dalam putusan pernyataan pailit, maka Hakim Pengawas dapat memberikan persetujuan kepada Kurator untuk melanjutkan usaha debitur, sungguhpun ada kasasi atau peninjauan kembali (Pasal 104 ayat (1) Undang-undang Kepailitan).

n. Memberikan persetujuan kepada Kurator untuk mengalihkan harta pailit sepanjang diperlukan untuk menutup ongkos kepailitan atau apabila penahanannya akan mengakibatkan kerugian pada harga pailit, meskipun ada kasasi atau peninjauan kembali (Pasal 107 ayat (1) Undang-undang Kepailitan).

(6)

5. Kurator

Kurator merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam suatu proses perkara pailit. Dan karena peranannya yang besar dan tugasnya yang berat, maka tidak sembarangan orang dapat menjadi pihak Kurator. Dalam Pasal 69 Undang-undang Kepailitan disebutkan, tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit. Karena itu pula maka persyaratan dan prosedur untuk dapat menjadi Kurator ini oleh Undang-undang Kepailitan diatur secara relatif ketat. Sewaktu masih berlakunya peraturan kepailitan zaman Belanda, hanya Balai Harta Peninggalan (BHP) saja yang dapat menjadi Kurator tersebut. Dalam Pasal 70 ayat (1) Undang-undang Kepailitan disebutkan, yang dapat bertindak menjadi Kurator sekarang adalah sebagai berikut:

1. Balai Harta Peninggalan (BHP) 2. Kurator lainnya.

Untuk jenis Kurator lainnya, dalam Pasal 70 ayat (2), (a), (b) Undang-undang Kepailitan disebutkan, yaitu Kurator yang bukan Balai Harta Peninggalan adalah mereka yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu :

a. Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit.

b. Telah terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundangundangan.

Dalam penjelasan Pasal 70 ayat (2) huruf (a) Undang-undang Kepailitan disebutkan, yang dimaksud dengan keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan Kurator dan Pengurus. Dalam penjelasan Pasal 70 ayat (2) huruf (b) Undang-undang Kepailitan disebutkan, yang dimaksud dengan terdaftar adalah

(7)

telah memenuhi syarat-syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan anggota aktif organisasi profesi Kurator dan pengurus.Ketentuan lebih lanjut tentang pendaftaran Kurator diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M. 01. HT.05.10. Tahun 2005 Tentang Pendaftaran Kurator. Dalam peraturan Menteri ini dikemukakan, syarat untuk dapat didaftar sebagai Kurator dan Pengurus adalah :

a. Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia. b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

c. Setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. d. Sarjana Hukum atau Sarjana Ekonomi jurusan akutansi.

e. Telah mengikuti pelatihan calon Kurator dan Pengurus yang diselenggarakan oleh organisasi profesi Kurator dan Pengurus bekerja sama dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

f. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana lima (5) tahun atau lebih berdasarkan putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

g. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. h. Membayar biaya pendaftaran.

i. Memiliki keahlian khusus.

Dalam menjalankan tugasnya Kurator sebagai pengelola harta pailit harus independen artinya Kurator yang diangkat tidak ada kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap harta pailit. Apabila debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan Kurator ke Pengadilan. Maka Balai Harta Peninggalan bertindak selaku Kurator. Oleh karena itu, apabila diangkat Kurator yang bukan Balai Harta Peninggalan, maka Kurator tersebut haruslah independen dan tidak

(8)

mempunyai benturan kepentingan dengan pihak debitur atau kreditur.Dalam menjalankan tugasnya Kurator tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur. Pada prinsipnya Kurator sudah berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit sejak adanya putusan pernyataan pailit dan Pengadilan Niaga, sungguhpun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi (Pasal 16 Undangundang Kepailitan). Ini adalah konsekuensi hukum dari sifat serta merta(uitvoorbaar bij

voorraad) dan putusan pernyataan pailit (Pasal 8 ayat (7) Undang-undang Kepailitan).

Semua persyaratan administratif dan pendataan semua aset debitur sudah dilakukan, maka tugas Kurator selanjutnya yang cukup penting yaitu menjual aset. Agar hasil maksimal bisa diperoleh dalam menjual aset yang dijual dengan harga tertinggi. Selain itu, perlu dibuat prioritas. Artinya tentukan mana aset yang harus didahulukan untuk dijual dan mana aset yang perlu ditahan atau disimpan lebih dahulu. Untuk itu, profesionalitas dari seorang Kurator sangat dibutuhkan, sebab kurangnya sikap hati-hati dalam mengelola harta pailit akan membawa implikasi yuridis bagi Kurator sendiri. Kewenangan yang luas yang diberikan oleh Undang-undang Kepailitan kepada Kurator menjadi beban tersendiri bagi Kurator agar berhati-hati dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya, karena para pihak yang dirugikan oleh tindakan Kurator dalam melaksanakan tugasnya dapat mengajukan tuntutan atas kerugian yang dialaminya kepada Kurator.15

6. Panitia Kreditur

Salah satu pihak dalam proses kepailitan adalah apa yang disebut Panitia Kreditur. Pada prinsipnya, suatu panitia kreditur adalah pihak yang mewakili pihak kreditur, sehingga panitia kreditur tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak kreditur. Ada dua macam panitia kreditur yang diperkenalkan oleh Undang-undang Kepailitan, yaitu :

a. Panitia kreditur sementara (yang ditunjuk dalam putusan pernyataan pailit). b. Panitia kreditur (tetap) yakni yang dibentuk oleh Hakim pengawas apabila dalam

putusan pailit tidak diangkat panitia kreditur sementara.

15

Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004), hlm 116.

(9)

Dalam Pasal 79 Undang-undang Kepailitan disebutkan, dalam putusan pailit atau dengan penetapan kemudian, Pengadilan dapat membentuk Panitia Kreditur (sementara) yang terdiri dari tiga (3) orang yang dipilih dari Kreditur yang dikenal dengan maksud memberikan nasihat kepada Kurator. Yang dimaksud dengan Kreditur yang sudah dikenal adalah Kreditur yang sudah mendaftarkan diri untuk diverifikasi. Atas permintaan kreditur konkuren, dan berdasarkan putusan kreditur konkuren dengan suara terbanyak biasa (simple majority), Hakim pengawas berwenang menggantikan panitia kreditur sementara dengan panitia kreditur (tetap), atau membentuk panitia kreditur (tetap) jika tidak diangkat panitia diangkat sementara. Dalam hal ini, Hakim pengawas wajib menawarkan kepada para kreditur untuk membentuk suatu panitia kreditur.

Dengan demikian, jika sudah dilakukan penyocokan utang, maka Hakim pengawas akan membentuk panitia kreditur tetap. Dalam Undang-Undang Kepailitan disebutkan Hakim pengawas menawarkan membentuk panitia kreditur tetap. Dalam menjalankan tugasnya panitia kreditur tetap berhak meminta semua dokumen yang berkaitan dengan kepailitan. Bertanggung jawab memberikan nasihat kepada kreditur.

C. Prosedur Pencabutan Pernyataan Pailit

Salah satu permasalahan hukum yang mungkin timbul dalam proses berperkara di depan pengadilan adalah pencabutan gugatan. Alasan pencabutan gugatan sangat bervariasi, alasan pencabutan gugatan disebabkan gugatan yang diajukan tidak sempurna atau dalil gugatan tidak kuat atau dalil gugatan bertentangan dengan hukum dan sebagainya.Herzeine Inlandsch Reglement (“HIR”) dan

Reglement Buiten Govesten (“RBg”) tidak mengatur ketentuan mengenai pencabutan

gugatan.Landasan hukum untuk pencabutan gugatan diatur dalam ketentuan Pasal 271 dan Pasal 272 Reglement op de Rechsvordering (“Rv”). Pasal 271 Rv mengatur

(10)

bahwa penggugat dapat mencabut perkaranya tanpa persetujuan tergugat dengan syarat pencabutan tersebut dilakukan sebelum tergugat menyampaikan jawabannya.

Tata cara pencabutan gugatan berpedoman pada ketentuan Pasal 272 Rv. Pasal 272 Rv mengatur beberapa hal mengenai pencabutan gugatan, yaitu :

a. Pihak yang berhak melakukan pencabutan gugatan

Pihak yang berhak melakukan pencabutan gugatan adalah penggugat sendiri secara pribadi, hal ini dikarenakan penggugat sendiri yang paling mengetahui hak dan kepentingannya dalam kasus yang bersangkutan. Selain penggugat sendiri, pihak lain yang berhak adalah kuasa yang ditunjuk oleh penggugat. Penggugat memberikan kuasa kepada pihak lain dengan surat kuasa khusus sesuai Pasal 123 HIR dan di dalam surat kuasa tersebut dengan tegas diberi penugasan untuk mencabut gugatan. b. Pencabutan gugatan atas perkara yang belum diperiksa dilakukan dengan surat.

Pencabutan gugatan atas perkara yang belum diperiksa mutlak menjadi hak penggugat dan tidak memerlukan persetujuan dari tergugat. Pencabutan gugatan dilakukan dengan surat pencabutan gugatan yang ditujukan dan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri (“PN”). Setelah menerima surat pencabutan gugatan, Ketua PN menyelesaikan administrasi yustisial atas pencabutan.

c. Pencabutan gugatan atas perkara yang sudah diperiksa dilakukan dalam sidang Apabila pencabutan gugatan dilakukan pada saat pemeriksaan perkara sudah berlangsung, maka pencabutan gugatan harus mendapatkan persetujuan dari tergugat. Majelis Hakim akan menanyakan pendapat tergugat mengenai pencabutan gugatan tersebut. Apabila tergugat menolak pencabutan gugatan, maka Majelis Hakim akan menyampaikan pernyataan dalam sidang untuk melanjutkan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memerintahkan panitera untuk mencatat penolakan dalam berita acara sidang, sebagai bukti otentik atas penolakan tersebut.

(11)

Apabila tergugat menyetujui pencabutan, maka Majelis Hakim akan menerbitkan penetapan atas pencabutan tersebut. Dengan demikian, sengketa diantara penggugat dan tergugat telah selesai dan Majelis Hakim memerintahkan pencoretan perkara dari register atas alasan pencabutan.

Pasal 272 Rv juga mengatur mengenai akibat hukum pencabutan gugatan, antara lain:

a. Pencabutan mengakhiri perkara

Pencabutan gugatan bersifat final, artinya sengketa diantara penggugat dan tergugat telah selesai.

b. Para pihak kembali kepada keadaan semula

Pencabutan gugatan menimbulkan akibat bagi para pihak yaitu demi hukum para pihak kembali pada keadaan semula sebagaimana halnya sebelum gugatan diajukan, seolah-oleh diantara para pihak tidak pernah terjadi sengketa.Pengembalian kepada keadaan semula dituangkan dalam bentuk penetapan apabila pencabutan terjadi sebelum perkara diperiksa.Selain itu pengembalian kepada keadaan semula dituangkan dalam bentuk amar putusan apabila pencabutan terjadi atas persetujuan tergugat di persidangan.

c. Biaya perkara dibebankan kepada penggugat

Pihak yang mencabut gugatan berkewajiban membayar biaya perkara.Ketentuan ini dianggap wajar dan adil karena penggugat yang mengajukan gugatan dan sebelum PN menjatuhkan putusan tentang kebenaran dalil gugatan, penggugat sendiri mencabut gugatan yang diajukannya.16

(12)

D. Akibat Hukum Pencabutan Pernyataan Pailit

Pada dasarnya, sebelum pernyataan pailit, hak-hak debitor untuk malakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan kekayaannya harus dihormati, tentunya dengan memerhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban debitor menurut peraturan perundang-undangan.Semenjak pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitor, hak dan kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya.Akan tetapi si pailit masih berhak melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaannya, sepanjang tindakan-tindakan itu membawa/memberikan keuntungan/ manfaat bagi boedelnya.17

Kepailitan hanya mengenai harta kekayaan dan bukan mengenai perorangan debitor, ia tetap dapat melaksanakan hukum kekayaan yang lain, seperti hak-hak yang timbul dari kekuasaan orang tua (ounderlijke macht).18 Pengurusan benda-benda anaknya tetap padanya, seperti ia melaksanakan sebagai wali, tuntutan perceraian atau pisah meja dan ranjang diwujudkan oleh padanya.Dengan kata lain, akibat kepailitan hanyalah terhadap kekayaan debitor. debitor tidaklah berada di bawah pengampuan. Debitor tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali perbuatan hukum tersebut menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada.Apabila menyangkut harta benda yang diperolehnya, debitor tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang diperolehnya itu, namun yang diperolehnya itu kemudian menjadi bagian harta pailit.19

Debitor pailit tetap berwenang bertindak sepenuhnya, akan tetapi tindakan-tindakanya tidak mempengaruhi harta kekayaan yang telah disita.Dengan pernyataan pailit, debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataan itu sendiri.

17

Imran Nating, Op.Cit, hlm.39-40.

18

Yang dimaksud kekayaan adalah semua barang dan hak atas benda yang dapat dituangkan.(Ten gelde kunnen worden gemaakt), demikian menurut Fred B.G. Tumbuan.

19

Sutan Remy Sjahdeni,

H

ukum Kepailitan, (Yogyakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm. 257.

(13)

Untuk kepentingan harta pailit, semua perbuatan hukum debitor yang dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan, yang merugikan dapat dimintakan pembatalannya. Pembatalan hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa debitor dan dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan tersebut merugikan kreditor.20 Ketika seorang debitor dinyatakan pailit, bukan berarti yang bersangkutan dikatakan tidak cakap lagi untuk melakukan perbuatan hukum.Dalam rangka melakukan perbuatan hukum tertentu dalam hukum kekeluargaan misalnya melakukan perkawinan, pengangkatan anak, dan sebagainya.Debitor pailit hanya dikatakan tidak cakap lagi melakukan perbuatan hukum dalam kaitannya dengan penguasaan dan pengurusan harta kekayaannya.Dengan sendirinya segala gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban kekayaan debitor pailit harus dimajukan terhadap kuratornya.

Selanjutnya bila gugatan hukum diajukan atau dilanjutkan terhadap debitor pailit tersebut mengakibatkan penghukuman debitor pailit.Namun penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam pernyataan pailit.21Apabila terjadi kepailitan maka akan mempunyai akibat hukum bagi para pihak. Dan pihak-pihak tersebut akan mempunyai hak dan kewajiban masing-masing yang selanjunya penulis akan memaparkan akibat hukum bagi para pihak yang terlibat dalam kepailitan :

a. Akibat hukum bagi kreditor

Pada dasarnya, kedudukan para kreditor adalah sama, (paritas creditorum) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu pro rata parte).

20

Erman Rajagukguk, Latar Belakang Dan Ruang Lingkup Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan, (Bandung: Alumni, 2001), hlm. 192.

(14)

Namun demikian, asas tersebut mengenal pengecualian, yaitu golongan kreditor yang memegang hak agunan atas kebendaan dan golongan kreditor yang haknya didahulukan berdasarkan undang-undang dan peraturan lainnya. Dengan demikian

,asas paritas creditorum berlaku bagi para kreditor konkuren saja.22

Berkenaan dengan hak kreditor yang memegang hak jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 UUKPKPU mengintrodusir suatu lembaga baru, yaitu penangguhan pelaksanaan hak eksekusi kreditor tersebut. Untuk jangka waktu paling lama 90 hari terhitung mulai tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, para kreditor tersebut dalam Pasal 56 hanya dapat melaksanakan hak mereka selaku kreditor separatis dengan persetujuan dari kurator dan hakim pengawas.

Maksud diadakannya lembaga penangguhan pelaksanaan hak kreditor separatis adalah untuk memungkinkan kurator mengurus boedel pailit secara teratur untuk kepentingan semua pihak yang tersangkut dalam kepailitan, termasuk kemungkinan tercapainya perdamaian, atau untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit. Selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atau suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang pengadilan, baik kreditor maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita barang yang menjadi agunan.23

b. Akibat hukum bagi debitor Terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan kepailitan, debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurusi harta kekayaannya yang dimasukkan ke dalam kepailitan, termasuk juga kepentingan perhitungan hari pernyataannya itu sendiri. Artinya, debitor pailit tidak memiliki kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Pengurusan dan penguasaan harta kepailitan akan dialihkan kepada kurator.

22

Fred BG. Tumbuan, ‘’ Pokok-Pokok Tentang Kepailitan Sebagaimana Diubah Oleh Perpu No. 1/1998’’ Dalam Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), hlm. 128.

23

(15)

Namun demikian, sesudah pernyatan pailit ditetapkan, debitor pailit masih dimungkinkan untuk mengadakan perikatan-perikatan. Hal itu akan mengikat bila perikatan-perikatan yang dilakukannya tersebut mendatangkan keuntungan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 23 UUKPKPU yang menentukan bahwa semua perikatan debitor pailit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit itu, kecuali bila perikatan tersebut mendatangkan keuntungan.

Dalam prakteknya, ternyata tidak semua harta kekayaan debitor pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau BHP. Dengan kata lain, ada beberapa barang atau hak atas benda yang tetap berada di bawah penguasaan dan pengurusan debitor pailit.24

c. Akibat hukum perjanjian timbal balik yang diadakan sebelum kepailitan.

Pernyataan kepailitan setelah terjadinya perjanjian timbal balik (misalnya jual beli) antara si pailit (penjual) dengan pihak ketiga (pembeli), maka pernyataan kepailitan itu tidak akan mempengaruhi perjanjian timbal balik tersebut. Andaikan si pailit (penjual) telah menyerahkan barangnya kepada pembeli,sedangkan pihak pembeli belum membayar harga barang itu, maka setelah adanya putusan kepailitan balai harta peninggalan dapat menuntut harga pembayaran dari tangan pembeli. Harga tersebut dimasudkan ke dalam harta pailit. Tetapi jika terjadi sebaliknya, yaitu pihak pembeli telah membayar harga sedangkan si pailit belum menyerahkan barangnya, maka pihak pembeli (sebagai kreditor) dapat mengajukan tagihannya kepada balai harta peninggalan. Pihak pembeli juga berhak mengajukan permohonan pembatalan perjanjian kepada balai harta peninggalan.25

24

Rachmadi Usman, Op.Cit. hlm. 50-51.

(16)

d.Akibat hukum bagi eksekusi-eksekusi lain

Sejak putusan pernyataan kepailitan ditetapkan, eksekusi-eksekusi putusan hakim lainnya yang menyangkut harta kekayaan debitor pailit harus dihentikan.Demikian pula dengan penyitaan yang dilakukan hal ini harus dibatalkan demi hukum dan debitor yang sedang ditahan harus dilepaskan seketika itu juga.Segala putusan mengenai penyitaan baik yang sudah ada maupun yang belum dilaksanakan dibatalkan demi hukum.Bila dianggap perlu, hakim pengawas dapat menegaskan hal itu dengan memerintahkan pencoretan. Demikian pula halnya dengan debitor yang sedang di tahan ia harus dilepaskan seketika itu juga setelah putusan pailit memperoleh kekuatan hukum tetap. Ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa setelah ada putusan pernyataan pailit, semua putusan hakim mengenai suatu bagian kekayaan debitor misalnya penyitaan, penjualan jadi terhenti.Semua sita jaminan maupun sita eksekusitorial jadi gugur.Walaupun pelaksanaan putusan hakim sudah dimulai.26

Setelah putusan pernyataan pailit diputus para pihak yang merasa tidak puas dengan putusan tersebut masih dapat mengajukan upaya hukum.Adapun upaya hukum atas putusan pernyataan pailit di pengadilan tingkat pertama adalah kasasi ke mahkamah agung dan tidak ada banding. Tata cara ini sama dengan upaya hukum pada perkara hukum kekayaan intelektual. Peniadaan upaya hukum banding dimaksudkan agar permohonan atau perkara kepailitan dapat diselesaikan dalam waktu cepat.Putusan kasasi paling lambat 30 hari terhitung sejak kasasi didaftarkan.

Pada prinsipnya, pihak yang mengajukan kasasi adalah pihak yang berkepentingan. Apabila yang dimaksud permohonan kasasi adalah kreditor, maka

26

(17)

yang dimaksud adalah bukan saja kreditor yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, tetapi termasuk pula kreditor lain yang bukan pihak pada persidangan tingkat pertama namun tidak puas terhadap putusan atas permohonan pailit yang ditetapkan.

Pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan oleh majelis hakim agung yang khusus dibentuk untuk memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup pengadilan niaga. Mahkamah Agung sesuai dengan kewenangannya untuk memeriksa dan memutus dalam tingkat kasasi, dapat membatalkan putusan pengadilan niaga yang dimohonkan kasasi tersebut karena:

a. Tidak berwenang atau melampaui batas

b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku

c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Dengan dijatuhkannya putusan kepailitan, mempunyai pengaruh bagi debitor dan harta kekayaannya. Pasal 24 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan pailit, debitor demi Hukum kehilangan hak menguasai dan mengurus kekayaannya (Persona Standi

In Ludicio), artinya debitor pailit tidak mempuntai kewenangan atau tidak bisa

berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Pengurusan dan penguasaan harta kekayaan debitor dialihkan kepada kurator atau Balai Harta Peninggalan yang bertindak sebagai kurator yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.Namun demikian, sesudah pernyataan kepailitan ditetapkan debitor masih dapat mengadakan perikatan-perikatan. Hal ini akan mengikat bila perikatan-perikatan yang dilakukannya tersebut mendatangkan keuntungan -keuntungan debitor. Hal tersebut ditegaskan didalam Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yang menentukan bahwa semua

(18)

perikatan debitor pailit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit itu, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.

Pada dasarnya harta kepailitan itu meliputi seluruh harta kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan, hal ini berarti seluruh harta kekayaan debitor pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau Balai Harta Peninggalan, sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004.

Pembentukan Undang-undang memberikan pengecualian terhadap berlakunya ketentuan Pasal 21 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, tidak semua harta kekayaan debitor pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau Balai Harta Peninggalan, debitor pailit masih mempunyai hak penguasaan dan pengurusan atas beberapa barang atau benda sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 22 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, yaitu:

a. Benda, ternasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (Tiga Puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;

b. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai pengajuan dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau

c. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang. Yang termasuk harta kepailitan adalah kekayaan lain yang diperoleh debitor pailit selama kepailitan misalnya warisan.

(19)

Pasal 40 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa segala warisan yang jatuh kepada debitor pailit selama kepailitan tidak boleh diterima oleh kuratornya, kecuali dangan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan. Sedangkan untuk menolak warisan, kurator memerlukan kuasa dari Hakim Pengawas.

Selanjutnya mengenai hibah, debitor pailit yang dilakukan mengenai hibah yang dilakukan oleh debitor pailit dapat dimintakan pembatalannya oleh kurator apabila dapat dibuktikan bahwa pada waktu dilaksanakan hibah, debitor pailit mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakannya tersebut dapat merugikan para kreditor. Ketika seorang debitor dinyatakan pailit, bukan berarti debitor yang bersangkutan tidak cakap lagi untuk melakukan perbuatan hukum dalam rangka mengadakan hubungan hukum tertentu dalam hukum kekeluargaan, misalnya melakukan perkawinan, mengangkat anak dan sebagainya.Debitor pailit hanya dikatakan tidak cakap lagi melakukan perbuatan hukum dalam kaitannya dengan penguasaan dan pengurusan harta kekayaannya.

Dengan sendirinya segala gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban kekayaan debitor pailit harus dimajukan terhadap kuratornya. Selanjutnya bila gugatan-gugatan hukum yang diajukan atau dilanjutkan terhadap debitor pailit tersebut mengakibatkan penghukuman debitor pailit, menurut Pasal 26 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit (boedoel pailit).

Pada dasarnya para kreditor berkedudukan sama (Paritas Creditorium) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi harta kepailitan, sesuai dengan besar tagihan masing-masing(Paripassu Prorata

Parte). Hal ini hanya berlaku bagi kreditor yang konkuren saja. Di dalam

(20)

kedudukan yang diutamakan atau mendahului kreditor- kreditor lain. kreditor preferen mempunyai kedudukan yang diutamakan atau mendahului kreditor-kreditor lain. Yang tergolong kreditur preferen yaitu pemegang piutang yang diistemewakan, pemegang gadai, pemegang hipotek, pemegang hak tanggungan, dan pemegang jaminan fidusia.Mereka mempunyai hak yang diutamakan atau mendahului dalam hal pelunasan utang tertentu terhadap harta kekayaan debitor. Harta kekayaan milik debitor pailit yang telah digunakan pada hak kebendaan tertentu tidak termasuk sebagai harta kepailitan. 27

Dalam Pasal 1133 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa hak untuk didahulukan di antara orang-orang yang berpiutang diterbitkan dari pemegang piutang yang diistemewakan, gadai dan hipotek. kemudian dalam Pasal 1137 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa hak kas negara, kantor lelang, dan lain-lain badan umum yang dibentuk oleh pemerintah, harus didahulukan. Sejalan dengan itu, Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa setiap kreditor yang memegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak agunan atas kebendaanlainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun, bila penagihan mereka adalah suatu piutang dengan syarat tangguh atau suatu piutang yang masih belum tentu kapan boleh ditagih, mereka diperkenankan berbuat demikian hanya sesudah penagihan mereka dicocokkan, dan tidak dimanfaatkan untuk tujuan lain selain mengambil pelunasan jumlah yang diakui dari penagihan tersebut. Setiap pemegang ikatan panenan juga diperbolehkan melaksanakan haknya, seolah-olah tidak ada kepailitan.

Menurut Pasal 60 Undang –undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, kreditor pemegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang melaksanakan haknya mengeksekusi benda-benda yang menjadi agunan dan kurator mengenai hasil penjualan benda-benda yang menjadi agunan dan menyerahkan sisa penjualan yang telah di kurangi jumlah utang, bunga dan biaya,

27

J. Djohansah, Penyelesaian Utang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung : Alumni, 2001), hlm 76

(21)

kepada kurator. Atas tuntutan kurator atau kreditor yang diistimewakan, pemegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak agunan atas kebendaan lainnya wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan tagihan yang diistimewakan. Ketentuan di atas berlaku pula bagi pemegang hak agunan atas panenan. Sekiranya hasil penjualan tidak cukup untuk melunasi piutang yang bersangkutan, maka pemegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailit sebagai kreditor konkuren, setelah mengajukan permintaan pencocokan utang.

Eksekusi kreditor pemegang hak agunan atas kebendaan dapat ditangguhkan untuk jangka waktu tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 Ayat (1) Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004.Menurut ketentuan tersebut hak eksekusi kreditor untuk mengeksekusi benda-benda agunan, maupun hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kuratornya ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak tanggal putusan pailit ditetapkan. Penangguhan yang dimaksud bertujuan, antara lain untuk :

a. Memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian; atau b. Memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit; atau c. Memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal

Pranata hukum yang disebut sebagai penangguhan eksekusi jaminan utang

(stay atau cool down period atau legal moratorium), terjadi karena hukum (by the

operation of law), tanpa perlu diminta sebelumnya oleh kurator. yang dimaksud

dengan penangguhan eksekusi jaminan utang disini adalah masa-masa tertentu. Sungguhpun hak untuk mengeksekusi jaminan utang ada ditangan kreditor preferen (kreditor separatis), kreditor preferen tersebut tidak dapat mengeksekusinya. Untuk

(22)

masa tertentu, ia masih berada dalam masa tunggu, setelah masa tunggu tersebut berlalu, ia baru diperkenankan untuk mengeksekusi jaminan utangnya.

Selama jangka waktu penangguhan berlangsung, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang badan peradilan.Baik kreditor maupun pihak ketiga yang dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas barang yang menjadi agunan. Penangguhan yang dimaksud tidak berlaku terhadap tagihan kreditor yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditor untuk memperjumpakan utang (set off) yang merupakan akibat dari mekanisme transaksi yang terjadi di bursa efek dan bursa perdagangan berjangka.28

Selama jangka waktu penangguhan, yaitu 90 hari sejak tanggal putusan pailit ditetapkan, kurator dapat menggunakan atau menjual harta pailit untuk kelangsungan usaha debitor, dengan syarat-syarat yaitu

a. Harta yang dimaksud sudah berada dalam pengawasan debitor pailit atau kurator; b. Untuk itu telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditor atau pihak ketiga yang menuntut hartanya yang berada dalam pengawasan debitor pailit atau kurator. Perlindungan yang dimaksud, antara lain dapat berupa :

1) Ganti rugi atas terjdinya penurunan nilai harta pailit; 2) Hasil penjualan bersih; hak kebendaan pengganti; dan 3) Imbalan yang wajar dan adil; serta

4) Pembayaran tunai lainnya

Harta pailit yang dapat dijual oleh kurator terbatas pada barang persediaan

(inventory) dan/atau barang bergerak (current asset), meskipun harta pailit tersebut

dibebani hak agunan atas kebendaan.Yang dimaksud dengan perlindungan wajar adalah perlindungan yang perlu diberikan untuk melindungi kepentingan kreditor atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan.

28

M. Victor Situmorang, dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia,

(23)

Jangka waktu 90 hari sebagai waktu penangguhan eksekusi harta kekayaan debitor pailit oleh kreditor pemegang hak kebendaan tertentu, akan berakhir karena hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih dini atau pada saat keadaan insolvensi (insolventie) dimulai. Menurut Pasal 178 Undang-undang Kepailitan, insolvensi itu terjadi bila dalam rapat verifikasi atau pencocokan utang antara para kreditor yang dilakukan setelah pernyataan kepailitan, tidak ditawarkan perdamaian (accord), atau bila perdamaian yang ditawarkan telah ditolak, atau pengesahan akan perdamaian tersebut telah ditolak dengan pasti. Kreditor atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat-syarat penangguhan tersebut.

Sekiranya permohonan ini ditolak oleh kurator, kreditor atau pihak ketiga dapat mengajukan pernohonan tersebut kepada Hakim Pengawas.Kemudian Hakim Pengawas, selambat-lambatnya satu hari sejak permohonan tersebut diajukan kepadanya, wajib memerintahkan kurator untuk segera memanggil para kreditor dan pihak yang mengajukan permohonan kepada Hakim Pengawas dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk didengar pada sidang pemeriksaan atas permohonan tersebut. Hakim Pengawas wajib memberikan putusan atas permohonan yang dimaksud dalam waktu paling lambat 10 hari sejak permohonan diajukan kepada Hakim Pengawas.

Jika keadaaan harta pailit menghendakinya, maka Pengadilan atas anjuran Hakim Pengawas dan setelah mendengar suatu panitia yang terdiri dari para kreditur (jika ada panitia tersebut), atau setelah mendengar atau memanggil dengan sah si pailit, maka Pengadilan yang berwenang dengan suatu penetapan Hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, dapat mencabut kepailitan (Pasal 15 ayat (1) UUK).

(24)

Adapun yang dimaksud dengan “jika keadaan harta pailit menghendakinya” ialah lazimnya, jika kekayaan yang ada atau diharapkan pada saat debitur dinyatakan pailit adalah “nol besar” alias “nihil” atau sedikit sekali, orang biasanya menyebutnya : “pencabutan karena kekurangan aktiva”. Hakim yang memerintahkan pengakhiran pailit menetapkan jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator yang dibebankan kepada debitur (Pasal 15 ayat (2) UUK). Biaya dan imbalan jasa tersebut harus didahulukan atas semua utang-utang yang tidak dijamin dengan agunan (Pasal 15 ayat (3) UUK). Terhadap penetapan hakim mengenai biaya dan imbalan jasa tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum apapun (Pasal 15 ayat (4) UUK). Guna pelaksanaan pembayaran biaya dan imbalan jasa tersebut, hakim mengeluarkan fiat eksekusi (pasal 15 ayat (5) UUK).Pencabutan kepailitan “tidak” berlaku surut, artinya apa yang telah dilaksanakan selama kepailitan adalah tetap sah. Adapun akibat pencabutan kepailitan adalah debitur kembali pada kedudukan sebelum ia dinyatakan pailit dan Para kreditur memperoleh kembali hak-hak eksekusinya secara perorangan.29

29

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis Tabel 2 menunjukkan warna yang sama yaitu pada bakso kontrol, bakso dengan pelapisan edible coating, bakso dengan pelapisan edible coating dekok

Pemberdayaan kemampuan diri siswa dalam bimbingan dan konseling dapat di artikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, antara gum pembimbing dan siswa dimana

Kecepatan pembesaran uterus pada primigravida dan multigravida dapat sedikit berbeda (kisaran 1-2 minggu) dan hal ini menimbulkan variasi dalam estimasi

Penelitian oleh Uecker and Stokes (2008) di Amerika Serikat, menyatakan bahwa responden yang salah satu orang tua dengan pendidikan terakhir di perguruan tinggi

dalam rangka mencapai kesederhanaan hukum"'^, Melalui UUPA ini ditetapkan adanya satu macam hukum yang berlaku ter- hadap hak-hak atas tanah, yaitu hukum adat (yang telah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama dibidang hukum, khususnya dalam

Selama melaksanakan belajar kelompok tugas dari masing- masing kelompok adalah menguasai materi yang diberikan dalam pelajaran dan membantu anggota kelompok lainnya

Ketiga, hasil penelitian menemukan beberapa hubungan variable yang signifikan dalam memengaruhi penurunan rasio pembiayaan sektor konstruksi, sehingga pada penelitian