• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberadaan Tenaga Apoteker dan Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Wilayah Kota Pontianak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keberadaan Tenaga Apoteker dan Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Wilayah Kota Pontianak"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

homepage: http://jsfk.ffarmasi.unand.ac.id DOI : 10.25077/jsfk.6.2.121-128.2019

Pendahuluan

Upaya meningkatkan pembangunan kesehatan terus dilakukan oleh Pemerintah. Salah satunya dengan meningkatkan jumlah dan kualitas sarana Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) [1]. Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama menjadi pintu utama

dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan. Pelayanan kesehatan di Puskesmas tidak terlepas dari pelayanan kefarmasian yang meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis

Article history Received: 20 Nov 2018 Accepted: 10 Jun 2019 Published: 20 Agust 2019

Access this article

O R I G I N A L A R T I C L E

J Sains Farm Klin 6(2),121–128 (Agustus 2019)

Keberadaan Tenaga Apoteker dan Evaluasi

Pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di

Puskesmas Wilayah Kota Pontianak

(The presence of pharmacist and evaluation of pharmaceutical care implementation in primary

care in Pontianak)

Robiyanto

1

*, Nurmainah

1

, & Krianus Aspian

2

1Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura

Pontianak, Indonesia

2Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak, Indonesia

ABSTRACT: The Indonesian Ministry of Health Regulation (Permenkes RI) Number 74 of 2016 Psalm 4 explains about the presence of pharmacists in primary care such as Puskesmas. Pharmaceutical care in Puskesmas involves the management of pharmaceutical preparations and consumable medical materials as well as clinical pharmacy care. This study aimed to determine the number of pharmacists and the percentage of the pharmaceutical care implementation in all Puskesmas in the city of Pontianak. This study was an observational method with a cross-sectional design. Data collection was carried out prospectively by distributing questionnaires containing pharmaceutical care standards that have been validated. Respondents were pharmacy employees consisting of 6 pharmacists and 16 pharmacy technicians from 22 Puskesmas. The results of this study showed that among 22 Puskesmas in Pontianak, only 5 Puskesmas have 1 pharmacist, and 1 Puskesmas has 2 pharmacists, while others have not. The percentage of the implementation of the pharmaceutical preparations and consumable medical material was 94.16% and clinical pharmacy care implementation was 56.12%. Based on these results, it is concluded that not every Puskesmas in Pontianak has pharmacist yet. Having pharmacist in Puskesmas could actually increase the quality of pharmaceutical care in the Puskesmas itself.

Keywords: pharmaceutical care; pharmacist; puskesmas; pontianak.

ABSTRAK: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 74 Tahun 2016 Pasal 4 mewajibkan adanya tenaga Apoteker dalam rangka pelaksanaan pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan seperti di Puskesmas. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP) serta pelayanan farmasi klinis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah puskesmas di wilayah Kota Pontianak yang sudah memiliki tenaga Apoteker serta menentukan persentase rata-rata pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di seluruh Puskesmas tersebut. Penelitian ini bersifat observasional dengan rancangan penelitian potong lintang. Pengumpulan data dilakukan secara prospektif dengan metode survei. Alat ukur penelitian berupa lembar kuesioner yang sudah divalidasi berisi pertanyaan mengenai standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Kriteria inklusi adalah tenaga Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian (jika Puskesmasnya tidak memiliki Apoteker). Total responden penelitian sebanyak 22 orang (6 Apoteker, 13 Tenaga Teknis Kefarmasian dan 3 Asisten Tenaga Kefarmasian). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 6 dari 22 Puskesmas (27,3%) di Kota Pontianak yang memiliki Apoteker. Ada 1 Puskesmas memiliki 2 Apoteker dan 5 Puskesmas lainnya masing-masing memiliki 1 Apoteker. Persentase pelaksanaan standar pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP sebesar 94,16% dan pelayanan farmasi klinis sebesar 60,62%. Kesimpulan penelitian ini adalah belum semua Puskesmas di wilayah Kota Pontianak memiliki Apoteker. Selain itu, pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas berdasarkan Permenkes RI Nomor 74/2016 sudah berjalan dengan baik namun akan lebih baik lagi jika setiap Puskesmas memiliki tenaga Apoteker karena keberadaan Apoteker di Puskesmas dapat meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian terutama pelayanan farmasi klinis di Puskesmas.

Kata kunci: apoteker; puskesmas; pelayanan kefarmasian; pontianak.

(2)

pakai (BMHP) serta pelayanan farmasi klinis. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, pengelolaan dan pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga kesehatan yaitu Apoteker [2,3]. Keberadaan Apoteker di Puskesmas sangat penting untuk meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian, serta melaksanakan kebijakan obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Dari beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa masih ada Puskesmas yang tidak memiliki Apoteker [1,4-8]. Tidak adanya Apoteker tentu akan berpengaruh terhadap pengelolaan dan pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Kehadiran Apoteker di Puskesmas merupakan tuntutan Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 74 Tahun 2016. Salah satu tujuannya agar melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka melindungi keselamatan pasien (patient safety) [9]. Adanya tuntutan Pemerintah dan pentingnya keberadaan Apoteker di Puskesmas membuat peneliti tertarik untuk mengevaluasi keberadaan Apoteker dan pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas berdasarkan Permenkes RI No 74/2016.

Metode Penelitian

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan rancangan penelitian potong lintang menggunakan teknik survei data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif

[10]. Pengumpulan data dilakukan secara prospektif dengan penyebaran kuesioner penelitian berdasarkan Permenkes RI No 74/2016 kepada Apoteker atau TTK yang bertanggung jawab di ruang farmasi masing-masing Puskesmas di Kota Pontianak. Pengumpulan data membutuhkan waktu selama 2 minggu hari kerja, terhitung mulai pada tanggal 9 April 2018 s/d 24 April 2018. Sebelum diberikan kepada responden, kuesioner penelitian terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Pengujian validitas menggunakan teknik Bivariate Pearson, sedangkan pengujian reliabilitas menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Penelitian ini telah lolos kaji etik penelitian dengan nomor Ethical Clearance 3307/UN22.9/DL/2018.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah seluruh tenaga kefarmasian baik Apoteker maupun TTK/ATK di Puskesmas wilayah Kota Pontianak yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini ialah teknik purposive sampling.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi Penelitian

Kriteria inklusi penelitian ini, yaitu Apoteker atau tenaga kefarmasian lain yang bertanggung jawab di ruang farmasi Puskesmas wilayah Kota Pontianak yang bersedia menjadi responden dengan menjawab pertanyaan pada kuesioner dengan sukarela. Kriteria eksklusi penelitian ini, yaitu Apoteker atau tenaga kefarmasian di Puskesmas wilayah Kota Pontianak yang tidak bersedia menjadi responden (informan) penelitian atau tidak sedang berada di Puskesmas saat dilakukan pengumpulan data penelitian. Perhitungan Data

Kuesioner berisi ketentuan berdasarkan Permenkes RI No 74/2016 dan terdapat pilihan jawaban yang menggunakan skala Guttman dengan bobot nilai 1 (satu) untuk jawaban “Ya” dan 0 (nol) untuk jawaban “Tidak”. Data-data berupa jawaban kuesioner tersebut diolah menggunakan Microsoft Excel.

Hasil dan Diskusi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah puskesmas di wilayah Kota Pontianak yang sudah memiliki tenaga Apoteker dan menentukan persentase pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di masing-masing Puskesmas yang terlibat menjadi lokasi penelitian. Metode penelitian adalah observasional dengan rancangan penelitian potong lintang. Pengumpulan data dilakukan secara prospektif dengan teknik survei. Alat ukur penelitian berupa lembar kuesioner yang sudah divalidasi berisi pertanyaan mengenai standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Sebanyak 22 responden memenuhi kriteria inklusi dan 1 responden masuk kriteria eksklusi dikarenakan saat itu tidak berada di Puskesmas selama 3 bulan ke depan. Tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik responden penelitian bervariasi baik dari distribusi

faktor sosial maupun demografi responden. Responden

penelitian didominasi oleh wanita sebanyak 19 orang sedangkan pria 3 orang. Rentang usia responden penelitian adalah 28 sampai 44 tahun. Berdasarkan pembagian umur oleh Departemen Kesehatan RI Tahun 2009 yaitu remaja akhir (17 – 25 tahun), dewasa awal (26 – 35 tahun), dewasa akhir (36 –45 tahun) [11]. Usia responden penelitian yang masuk kategori dewasa awal sebanyak 40,90% dan dewasa akhir sebanyak 59,09%. Kelompok usia tersebut termasuk dalam usia produktif untuk bekerja [12].

Respoden penelitian yang berlatar pendidikan Diploma 3 (D3) Farmasi sebanyak 54,54%, diikuti Profesi Apoteker sebanyak 27,27%, Sekolah Menengah

(3)

Farmasi (SMF) sebanyak 13,63% dan Sarjana Farmasi sebanyak 4,54%. Responden dengan pendidikan terakhir Sekolah Menengah Farmasi (SMF) bertugas sebagai Asisten Tenaga Kefarmasian di Puskesmas, namun masih dapat menjalankan tugas pelayanan kefarmasian hingga 17 Oktober 2020 [13]. Lulusan Diploma 3 Farmasi dan Sarjana Farmasi tergolong sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia [14]. TTK bertanggung dalam pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP) di setiap Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan Unit Pelaksana Kerja (UPK) Puskesmas wilayah Kota Pontianak. Lulusan Apoteker sebagai Apoteker Penanggung Jawab (APJ) [14]. Apoteker ditempatkan pada di setiap Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas wilayah Kota Pontianak, kecuali di UPTD Puskemas Gang Sehat yang ada di Kota Pontianak yang tidak memiliki Apoteker. Jumlah jam kerja rata-rata Tenaga Kefarmasian di Puskesmas selama 7,29 jam per hari.

Secara keseluruhan Puskesmas-Puskesmas yang ada di wilayah Kota Pontianak sudah menjalankan program Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Program BLUD

ini sudah berjalan sejak Januari 2018 hingga sekarang. Program BLUD merupakan program pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam

melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi

dan produktivitas. Program ini berasal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah Indonesia [15].

Tabel 2 menunjukkan jumlah total tenaga kefarmasian yang bekerja di Puskesmas wilayah Kota Pontianak yaitu sebanyak 46 orang. Tenaga kefarmasian tersebut terdiri dari 36 orang Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang tersebar di UPK Puskesmas dan UPTD Puskemas untuk membantu apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian serta 7 Apoteker yang ditempatkan pada lima (5) UPTD Puskesmas dan satu (1) UPK Puskesmas. Puskemas UPTD Puskesmas Siantan Hilir merupakan ssatu-satunya Puskesmas yang memiliki 2 tenaga Apoteker. Terdapat 3 orang Asisten Tenaga Kefarmasian yang berada di UPK Puskesmas untuk membantu dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas.

Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian

No Tipe Karakteristik N = 22 Jumlah Persentase (%) 1 Jenis Kelamin a. Laki – laki b.Perempuan 3 19 13,64 86,36

2 Usia Responden ( Tahun)

a. 26 - 35 b. 36 - 45 9 13 40,90 59,09

3 Tingkat Pendidikan Terakhir

a. Sekolah Menengah Farmasi b. Diploma 3 Farmasi c. Sarjana Farmasi d. Apoteker 3 12 1 6 13,63 54,54 4,54 27,27

4 Posisi Responden di Puskesmas

a. Asisten Tenaga Kefarmasian b. Tenaga Teknis Kefarmasian c. Apoteker Penanggung Jawab

3 13 6 13,63 59,09 27,28

5 Rata-Rata Jam Kerja Per Hari 7,29

6 Tipe Puskesmas a. Rawat Jalan b. Rawat Inap 3 19 13,63 86,36

(4)

Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kegiatan yang berperan penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Kegiatan pelayanan kefarmasian bertujuan

untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan

masalah obat dan kesehatan. Ruang lingkup pelayanan kefarmasian di Puskesmas terdiri dari kegiatan manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP) dan kegiatan pelayanan farmasi klinis [9].

Pelaksaaan kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia dan sarana dan prasarana yang memadai. Untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Puskesmas, maka perlu diadakan suatu pengendalian mutu pelayanan kefarmasian. Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi standar: I) Penggelolaan dan bahan medis habis pakai (BMHP); II). Pelayanan farmasi klinis; III).Sumber daya kefarmasian; IV).Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian [9].

Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai meliputi kegiatan perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi [9].

Pelaksanaan standar pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP) bertujuan agar kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan sediaan

farmasi dan BMHP menjadi efisien, efektif dan rasional,

meningkatkan kompetensi atau kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan [9].

Hasil penelitian yang diperoleh dari ketentuan standar berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 sebagaimana yang ditujuk pada Tabel 3 menunjukkan pelaksanaan standar I di 3 Puskesmas rawat inap sudah terlaksana dengan persentase tertinggi sebesar 96,55% dan terendah sebesar

89,65% di 2 (dua) Puskesmas.

Hasil Tabel 3, juga menunjukkan bahwa pelaksanaan standar I di Puskesmas rawat jalan dengan persentase tertinggi sebesar 100% telah dilaksanakan oleh 7 Puskesmas dan terendah sebesar 89,66%. Secara keseluruhan berdasarkan Tabel 4 pelaksanaan standar I di Puskesmas wilayah Kota Pontianak telah terlaksana sebesar 96,37% untuk Puskesmas rawat jalan dan 91,95% untuk Puskesmas rawat inap.

Pelayanan farmasi klinis merupakan suatu kegiatan bertanggung jawab yang di lakukan oleh tenaga kefarmasian secara langsung kepada pasien terkait obat dan bahan medis habis pakai (BMHP). Pelaksanaan pelayanan farmasi klinis ini secara umum dapat membantu meningkatkan penggunaan obat secara rasional [9]. Pada standar pelayanan farmasi klinis ini terdapat perbedaan dengan 3 (tiga) standar lainnya. Perbedaan yang terdapat pada standar II ini mengatur adanya ronde atau visite pasien

di Puskesmas rawat inap [9]. Jumlah ketentuan untuk Puskesmas rawat jalan sebanyak 51 ketentuan sedangkan Puskesmas rawat inap sebanyak 67 ketentuan.

Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukan bahwa pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinis di Puskesmas rawat jalan dengan persentase tertinggi sebesar 90,20% dan terendah sebesar 49,02%. Sementara untuk Puskesmas rawat inap persentase tertinggi sebesar 59,70% dan persentase terendah sebesar 35,82%. Secara keseluruhan berdasarkan Tabel 4 pelaksanaan standar II di Puskesmas wilayah Kota Pontianak sebesar 62% untuk Puskesmas rawat jalan dan 52,24% untuk Puskesmas rawat inap.

Ketentuan dalam standar pelayanan farmasi klinis yang belum dilaksanakan secara menyeluruh di Puskesmas wilayah Kota Pontianak yaitu, pertama pengkajian resep secara ditinjau administrasi, farmasetik dan klinis secara Tabel 2. Jumlah Tenaga Kefarmasian dan Asisten Tenaga Kefarmasian di UPK dan UPTD Puskesmas

Wilayah Kota Pontianak Tipe Puskesmas

N = 46 Tenaga Kefarmasian

Asisten Tenaga Kefarmasian Apoteker Tenaga Teknis Kefarmasian

Rawat Jalan UPTD 3 6 0

UPK 1 21 2

Rawat Inap UPTD 3 7 0

UPK 0 2 1

(5)

utuh atau keseluruhan sesuai Permenkes RI No 74/2016. Kedua, mengenai pelayanan informasi obat (PIO) yang merupakan tanggung jawab Apoteker dalam memberikan informasi kepada dokter, dokter gigi, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada pasien [9]. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelayanan informasi obat (PIO) di masing – masing Puskesmas wilayah Kota Pontianak belum terlaksana secara maksimal. Hal ini karena hanya ada 6 Puskesmas yang memiliki Apoteker serta semua Puskesmas belum sepenuhnya memberikan PIO kepada pasien dan tenaga kesehatan lain

dalam bentuk leaflat, poster, buletin dan majalah dinding

maupun mengadakan pelatihan mengenai pengetahuan seputar obat. Keterbatasan ini dikarenakan ruang lingkup pekerjaan Apoteker di Puskesmas yang cukup banyak sehingga waktu yang dimiliki oleh Apoteker terbatas.

Ketiga, konseling merupakan suatu proses identifikasi

dan penyelesaian masalah atau memberikan pengetahuan terkait penggunaan obat kepada pasien maupun keluarga pasien. Konseling juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pasien. Pasien yang kurang pengetahuan terhadap obat dan penyakit yang diderita cenderung kurang patuh dengan pengobatan yang mereka terima [9]. Konseling kepada pasien maupun keluarga pasien sudah dilakukan di 5 dari 6 Puskesmas yang memiliki Apoteker. Puskesmas Saigon yang belum melaksanakan konseling. 5 Puskesmas yang sudah melalukan kegiatan konseling, baru Puskesmas Kampung Bangka dan Puskesmas Perum 1 yang sudah memiliki kartu catatan konseling untuk pasien. Kehadiran Apoteker dalam memberikan konseling terutama pada awal pengobatan pasien sangat berpengaruh terhadap kepatuhan pasien.

Keempat, ronde atau visite pasien merupakan kegiatan mengunjungi pasien rawat inap oleh apoteker secara mandiri atau bersama tenaga kesehatan lainnya. Ronde atau

visite pasien dilaksanakan untuk memeriksa obat pasien, memberikan rekomendasi pemilihan obat, memantau perkembangan pasien saat penggunaan obat dan berperan aktif dalam pengambilan keputusan pengobatan pasien [9]. Apoteker di 3 Puskesmas rawat inap belum melaksanakan kegiatan ronde atau visite pasien dan belum melakukan Home Pharmacy Care untuk pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah. Selama ini, kegiatan tersebut hanya dilakukan oleh dokter, perawat atau bidan yang bertugas. Hal ini dikarenakan ruang lingkup pekerjaan Apoteker yang luas tidak sebanding dengan jam kerja apoteker di Puskesmas.

Ketentuan lain yang belum terlaksana seperti belum meratanya pemantauan dan pelaporan efek samping obat serta pemantauan terapi obat (PTO) di seluruh Puskesmas. Masih ada beberapa Puskesmas yang belum

melaksanakan evaluasi penggunaan obat guna menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional). Banyaknya jumlah pasien yang berkunjung ke Puskesmas di UPTD Puskesmas maupun di UPK Puskesmas mengharuskan adanya penempatan Apoteker di masing-masing Puskesmas. Hal ini akan meningkatkan pelayanan farmasi klinis secara merata di seluruh Puskesmas.

Standar sumber daya kefarmasian mencakup sumber daya manusia dan sarana prasarana yang mendukung pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas secara optimal [9].

Sebagaimana yang ditunjuk Tabel 3 menunjukkan persentase standar sumber daya kefarmasian tertinggi di Puskesmas rawat jalan sebesar 81,84% dan 79,63% untuk Puskesmas rawat inap. Di sisi lain persentase sumber daya kefarmasian terendah di Puskesmas rawat jalan sebesar 53,70% dan 51,85% untuk Puskesmas rawat inap. Secara keseluruhan berdasarkan Tabel 4 pelaksanaan standar III di Puskesmas wilayah Kota Pontianak sebesar 65,69% untuk Puskesmas rawat jalan dan 69,14% untuk Puskesmas rawat inap.

Berdasarkan Permenkes RI No 74/2016 setiap Puskesmas harus memiliki minimal 1 tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab dan dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian. Jumlah Apoteker dapat dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien per hari dengan perbandingan 1 orang Apoteker melayani 50 orang pasien

[9]. Namun demikian, berdasarkan peraturan pemerintah maka penempatan Apoteker hanya pada UPTD Puskesmas

[16]. Dari 6 UPTD Puskesmas hanya ada 5 UPTD Puskesmas dari yang memiliki Apoteker penanggung jawab. Jumlah Apoteker di 5 UPTD Puskesmas tersebut hanya 1 orang per Puskesmas, kecuali di Puskesmas Siantan Hilir memiliki 2 Apoteker.

Secara keseluruhan sarana dan prasarana di masing – masing Puskemas masih memiliki kekurangan seperti tidak tersedianya timbangan obat, lemari pendingin, lemari penyimpanan obat khusus narkotika dan psikotropika, timbangan obat, alat pengukur suhu dan kartu suhu. Adanya keterbatasan ruangan menyebabkan ruang penerimaan resep masih bergabung dengan ruang pelayanan dan penyerahan resep. Dari 22 Puskemas hanya ada 2 Puskesmas yang memiliki ruangan khsusus konseling. Namun konseling masih belum dilaksanakan oleh Apoteker yang bekerja di Puskesmas tersebut.

Kegiatan standar pengendalian mutu dilaksanakan untuk mencegah terjadinya masalah terkait obat (drug related problems) atau kesalahan pengobatan (medication error) sehingga dapat melindungi keselamatan pasien.

(6)

Unsur – unsur yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan kefarmasian diantaranya unsur masukan (sumber daya kefarmasian, sarana dan prasarana, ketersediaan dana, dan Standar Prosedur Operasional (SPO)), unsur proses

(komunikasi dan kerja sama) dan unsur lingkungan (kebijakan, organisasi, manajemen, budaya, respon dan tingkat pendidikan masyarakat) [9].

Tabel 3. Persentase Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Wilayah Kota Pontianak Tipe Puskesmas Tipe Perawatan

Persentase Implementasi Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (%) Pengelolaan

Sediaan Farmasi &

BMHP Farmasi Klinis

Sumber Daya

Kefarmasian Pelayanan KefarmasianPengendalian Mutu

UPK Puskesmas Alianyang Rawat Inap 96,55 41,79 51,85 47,06 UPTD Puskesmas Siantan Hilir Rawat Inap 89,65 55,22 75,93 94,12

UPTD Puskesmas Saigon Rawat Inap 89,65 59,70 79,63 100

UPK Puskesmas Tanjung Hulu Rawat Jalan 93,10 49,02 79,63 100

UPTD Puskesmas Perum 1 Rawat Jalan 93,10 60,78 62,96 94,12

UPTD Puskesmas Kampung Bangka Rawat Jalan 89,66 60,78 59,26 88,24

UPK Puskesmas Kom Yos Sudarso Rawat Jalan 96,55 62,75 64,81 88,25

UPK Puskesmas P.H Husein 2 Rawat Jalan 96,55 64,71 53,70 70,59

UPK Puskesmas Purnama Rawat Jalan 93,10 66,67 64,81 64,71

UPK Puskesmas Pal 5 Rawat Jalan 93,10 66,67 81,48 88,24 UPK Puskesmas Karya Mulya Rawat Jalan 96,55 66,67 79,63 100

UPK Puskesmas Banjar Serasan Rawat Jalan 100 66,67 62,96 88,24 UPK Puskesmas Telaga Biru Rawat Jalan 93,10 70,59 57,41 94,12

UPTD Puskesmas Gang Sehat Rawat Jalan 96,55 70,59 64,81 88,24

UPK Puskesmas Tambelan Sampit Rawat Jalan 100 70,59 57,41 94,12

UPK Puskesmas Siantan Tengah Rawat Jalan 100 70,59 61,11 100

UPK Puskesmas Siantan Hulu Rawat Jalan 93,10 70,59 76,63 82,35 UPTD Puskesmas Kampung Bali Rawat Jalan 100 72,55 64,81 88,24 UPK Puskesmas Pal 3 Rawat Jalan 100 74,51 62,96 94,12 UPK Puskesmas Khatulistiwa Rawat Jalan 96,55 76,47 61,11 94,12 UPK Puskesmas Parit Mayor Rawat Jalan 100 78,43 53,70 100

UPK Puskesmas Perum 2 Rawat Jalan 100 90,20 70,37 100

Rerata (%) Rawat Jalan 94,16 60,62 67,41 80,37

Keterangan : UPTD = Unit Pelaksana Teknis Dinas; UPK = Unit Pelaksana Kerja;

Tabel 4. Rerata Implementasi Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Rawat Inap dan Rawat Jalan Wilayah Kota Pontianak

Tipe Perawatan Pengelolaan Sediaan Farmasi & BMHP (%) Farmasi Klinis (%) Kefarmasian (%)Sumber Daya Pengendalian Mutu Pelayanan Kefarmasian (%)

Rerata Implementasi Standar Pelayanan Kefarmasian (%)

Rawat Inap 91,95 52,24 69,14 80,39 73,74 Rawat Jalan 96,37 69 65,69 80,35 77,85 Rerata (%) 94,16 60,62 67,41 80,37 75,79

(7)

Pelaksanaan standar pengendalian mutu pelayanan kefarmasian sebagaimana yang ditunjuk Tabel 3

menunjukkan bahwa pengendalian mutu pelayanan kefarmasian oleh Puskesmas rawat jalan dengan persentase tertinggi sebesar 100% oleh 5 Puskesmas dan persentase terendah sebesar 64,71%. Sedangkan untuk Puskesmas rawat inap dengan persentase tertinggi sebesar 100% dan persentase terendah sebesar 47,06%. Secara keseluruhan berdasarkan Tabel 4 pelaksanaan standar IV di Puskesmas wilayah Kota Pontianak sebesar 80,35% untuk Puskesmas rawat jalan dan 80,39% untuk Puskesmas rawat inap.

Indikator untuk mengukur mutu pelayanan kefarmasian, tidak hanya berdasarkan tingkat kepuasan pasien, dimensi waktu dan prosedur tetap pelayanan kefarmasian, melainkan juga dapat melalui daftar tilik pelayanan kefarmasian secara keseluruhan. Puskesmas dengan mutu pelayanan kefarmasian yang tinggi akan berpengaruh pada pengurangan tingkat kesalahan, ketidakpuasan pasien dan pengurangan biaya dengan mutu yang tinggi. Sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas kesehatan pasien [9].

Sebagaimana yang ditunjukkan Tabel 3, Kota Pontianak memiliki 22 Puskesmas yang tersebar di 6 wilayah. Masing – masing wilayah terdapat 1 Puskesmas yang menjadi Puskesmas utama yang disebut Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).Unit ini membawahi Puskesmas lainnya yang disebut Unit Pelaksana Kerja (UPK). UPTD Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang menjadi unit pelaksana tingkat pertama dalam pembangunan kesehatan. UPK Puskesmas membantu UPTD Puskesmas dalam pelaksanaan kegiatan pembanguan kesehatan tersebut [16]. Persentase pelaksanaan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP) tertinggi yaitu pada UPK

Puskesmas rawat jalan dan UPK Puskesmas rawat inap. Hal ini karena lebih terfokusnya UPK Puskesmas pada kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang diawasi oleh Apoteker yang ada di UPTD masing – masing wilayah. Disisi lain, persentase pelaksanaan tertinggi kegiatan pelayanan kefarmasian yaitu pada UPTD Puskesmas rawat jalan dan UPTD Puskesmas rawat inap. Persentase pelaksanaan kegiatan tersebut dipengaruhi oleh sumber daya kefarmasian dimasing – masing Puskesmas belum secara keseluruhan melaksanakan standar yang berlaku. Hal ini dikarenakan banyaknya pekerjaan dan kurangnya tenaga yang membantu dalam pelaksanaanya. Hal lain yang mempengaruhi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas yaitu masih terdapat sarana dan prasarana yang belum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, dapat dilihat bahwa keberadaan apoteker juga dapat mempengaruhi kegiatan pelaksanaan pelayanan farmasi klinis di UPK dan UPTD Puskesmas.

Tabel 5 menunjukkan, rerata keseluruhan pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas rawat jalan wilayah Kota Pontianak tertinggi sebesar 90,14% dan terendah sebesar 60,97%. Sedangkan pada Puskesmas rawat inap, pelaksanaan tertinggi sebesar 82,25% dan terendah sebesar 57,82%.

Secara keseluruhan Puskesmas rawat jalan dan Puskesmas rawat inap di wilayah Kota Pontianak sudah melaksanakan pelayanan kefarmasian masing – masing sebesar 78,73% dan 73,43%. Persentase yang diperoleh masing – masing Puskesmas dapat dipengaruhi oleh nilai persentase pada pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian dan tersedianya sumber daya kefarmasian dan sarana prasarana, serta terlaksananya pengendalian mutu pelayanan kefarmasian secara optimal.

Tabel 5. Rerata Pelaksanaan Standar Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) serta Pelayanan Farmasi Klinis Berdasarkan Pedoman Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2016 di UPK dan UPTD Puskesmas Wilayah Kota Pontianak

Tipe Puskesmas PuskesmasJumlah Apoteker

N = 22

Standar Pelayanan Kefarmasian Pengelolaan Sediaan Farmasi dan

BMHP (%) Pelayanan Farmasi Klinis (%)

Rawat Jalan UPTD 4 3 91,38 63,24

UPK 15 1 96,78 62,22

Rawat Inap UPTD 2 3 89,65 57,46

(8)

Kesimpulan

Belum semua Puskesmas wilayah Kota Pontianak memiliki Apoteker dimana dari 22 Puskesmas hanya ada 6 Puskesmas yang memiliki Apoteker. Pelaksanaan aspek pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP di Puskesmas wilayah Kota Pontianak sebesar 94,16% dan aspek pelayanan farmasi klinis sebesar 60,62%. Apoteker memiliki peranan penting karena di Puskesmas wilayah Kota Pontianak yang memiliki apoteker diketahui memiliki persentase pelayanan kefarmasian yang lebih tinggi dibandingkan di Puskesmas yang belum memiliki tenaga Apoteker.

Referensi

[1] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2015-2019: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. [2] Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia

nomor 36 tahun 2015 tentang Kesehatan. Jakarta :Pemerintah Republik Indonesia. 2015.

[3] World Health Organization. The role of pharmacist in the health care system, report of thirtd who consultative group in the role of the pharmacist. Canada : World Health Organization, Vancouser ; 2015. [4] Mangkoan M. Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian

berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 30 tahun 2014 pada puskesmas di kota Yogyakarta [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Darma;2016. [5] Supardi S, Raharni, Susyanti AL, Herman MJ. Evaluasi peran apoteker

berdasarkan pedoman pelayanan kefarmasian di puskesmas. Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 4. 2012.

[6] Hanggara Rr SL, Gibran NC , Kusuma AM, Galistiani GF. Pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas wilayah kabupaten banyumas. Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2017;7(1):67-76.

[7] Nugraheni G, Putri LR, Setiawan CD, Wijaya IN. Kepuasan pasien BPJS kesehatan terhadap kualitas pelayanan kefarmasian di pusat kesehatan masyarakat (analisis menggunakan servqual model dan customer window quadrant). Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia. 2016.

[8] Dianita PS, Kusuma TM, Septianingrum NMAN. Evaluasi penerapan standar pelayanan kefarmasian di puskesmas kabupaten Magelang berdasarkan Permenkes RI no.74 tahun 2016. The 6th University Research Colloquium. 2017.

[9] Kementerian Kesehatan Republik Indoneisa. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 74 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016.

[10] Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Renika Cipta ; 2012.

[11] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009.

[12] Presiden Republik Indonesia. Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 11 tahun 2017 tentang manajemen pegawai negeri sipil. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. 2017.

[13] Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 80 tahun 2016 tentang penyelenggaraan asisten tenaga kesehatan. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016.

[14] Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 31 tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan menteri kesehatan nomor 889/menkes/per/v/2011 tentang registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016.

[15] Presiden Republik Indonesia. Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 74 tahun 2012 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan badan layanan umum. Jakarta : Presiden Republik Indonesia. 2012 [16] Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia nomor 44 tahun 2016 tentang pedoman manajemen puskesmas. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016.

Copyright © 2019 The author(s). You are free to share (copy and redistribute the material in any medium or format) and adapt (remix, transform, and build upon the material for any purpose, even commercially) under the following terms: Attribution — You must give appropriate credit, provide a link to the license, and indicate if changes were made. You may do so in any reasonable manner, but not in any way that suggests the licensor endorses you or your use; ShareAlike — If you remix, transform, or build upon the material, you must distribute your contributions under the same license as the original (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

Gambar

Tabel 2 menunjukkan jumlah total tenaga kefarmasian  yang bekerja di Puskesmas wilayah Kota Pontianak  yaitu sebanyak 46 orang
Tabel 3.  Persentase Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Wilayah Kota Pontianak
Tabel 5 menunjukkan, rerata keseluruhan pelaksanaan  standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas rawat jalan  wilayah Kota Pontianak tertinggi sebesar 90,14% dan  terendah sebesar 60,97%

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan antibakteri senyawa yang terkandung dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik biji Cucurbita

 Siswa diminta menganalisis hubungan posisi, kecepatan dan waktu pada gerak parabola di titik tertentu.  Guru menilai kinerja kelompok  Guru mendampingi

Jika dulu, perniagaan jenis ini memerlukan modal yang besar, pejabat, mungkin juga sebuah kilang, tetapi dengan kecanggihan teknologi, anda kini mampu memulakan perniagaan

Kementerian Kesehatan, 2016a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan analisis data secara statistik dapat disimpulkan bahwa sifat fisik tablet parasetamol yang dihasilkan dengan

Menurut Moleong (2014: 11) metode deskriptif kualitatif merupakan laporan penelitian yang berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan

fasilitas kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan JKN (Dirjen Binfar & Alkes, 2014). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 tahun