i
STUDI EPIDEMIOLOGI KADAR MERKURI (Hg) IKAN DAN URINE PEKERJA TAMBANG DI DESA WUMBUBANGKA
KECAMATAN RAROWATU UTARA, KABUPATEN BOMBANA TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
ANDI NURUL HIDAYAH J1A212100
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI
ii
STUDI EPIDEMIOLOGI KADAR MERKURI (Hg) IKAN DAN URINE PEKERJA TAMBANG DI DESA WUMBUBANGKA
KECAMATAN RAROWATU UTARA, KABUPATEN BOMBANA TAHUN 2016
Disusun dan Diajukan oleh:
ANDI NURUL HIDAYAH J1A2 12 1200
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Farit Rezal, S.KM, M. Kes NIP.19820807 201504 1 002
Andi Faizal Fachlevy, SKM, M. Kes NIP. -
Mengetahui,
Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat
La Ode Ali Imran A, S.KM., M.Kes NIP.19830308 200812 1 002
iv yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Andi Nurul Hidayah Stambuk : J1A2 12 100
Peminatan : Epidemiologi
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah asli karya saya sendiri dan bila di kemudian hari ternyata ditemukan skripsi ini plagiat dan bukan hasil karya saya, maka skripsi ini akan dibatalkan.
Kendari, April 2016
v
Puji Syukur kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Studi Epidemiologi Kadar Merkuri (Hg) Ikan dan Urine Pekerja Tambang Di Desa Wumbubangka Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Tahun 2016”. Sesuai dengan eksistensi penulis, maka apa yang tertuang dalam tulisan ini perwujudan dan upaya optimal yang penulis lakukan.
Skripsi ini adalah buah dari proses kerja keras saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Halu Oleo. Banyak tahapan proses yang saya lalui sehingga skripsi sederhana ini bias dikatakan sebagai refleksi dari cerminan perjalanan intelektual saya.
Terkhusus penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs. La Ode Mustari, M.Si dan Ibunda Dra. Andi Asniwati yang telah mengasuh, mendidik, dan memberikan kasih sayang serta doa restunya kepada penulis. Tak lupa pula seluruh saudara-saudaraku tercinta La Ode Syarif Achmad Ali, S.Ip, dr. Wa Ode Azzahra, Andi Nazirah Syahrani, Wa Ode Nazli Chaerana Mutia yang telah memberikan banyak kasih sayang dan semangat, serta sepupu-sepupu dan keluarga besar saya yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan selama pembuatan skripsi ini.
vi
penulis dalam penyusunan hasil penelitian serta Bapak Drs. H. Junaid, M.Kes yang telah memberikan waktunya untuk mengarahkan penulis dalam setiap tahap proses ujian skripsi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada yang terhormat : 1. Rektor Universitas Halu Oleo Kendari.
2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat.
3. Pembantu Dekan I, II dan III Fakultas Kesehatan Masyarakat.
4. Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat, Dosen dan Staf yang telah memberikan dukungan, bantuan serta arahan kepada penulis selama menempuh pendidikan. 5. Pihak PT. Anugerah Alam, PT. SAM dan mitra kerja dalam terselesaikannya
penelitian ini.
6. Bapak Lymbran Tina, S.KM., M.Kes, Ibu Jafriati, S.Si, M.Si., Ibu Karma S.KM., M.Kes selaku penguji yang telah memberikan banyak pengetahuan dan motivasi kepada penulis.
7. Bapak Kepala Badan Riset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
8. Wa Ode Asliati, S.KM., Aswar Ewink, S.KM., Syahril Syamsuddin, S.KM., Cahyani Biodaeng, S.KM., St. Yuliah Asrum, S.KM., dan Eva Erdanang, S.KM, yang telah banyak memberikan bantuan dan masukkan yang berarti selama pembuatan skripsi ini.
vii
10. Seluruh teman-teman angkatan 2012 dan kelas C angkatan 2014 atas doa dan dukungannya.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun teknik penulisannya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari para pembaca dalam rangka perbaikan skripsi ini. Terlepas dari kekurangan yang ada, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin Yaa Rabbal Alamin.
Kendari, 18 April 2016
viii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN xiv
ABSTRAK xv BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah C. Tujuan penelitian ... D. Manfaat Penelitian
E. Ruang Lingkup Penelitian
F. Definisi dan Istilah, Glosarium
G. Organisasi / Sistematika BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Paparan Merkuri 13
B. Tinjauan Umum Tentang Epidemiologi 26
C. Tinjauan Umum Merkuri Dalam Urine 33
D. Tinjauan Umum Tentang Skrining 36
E. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya 39
F. Kerangka Teori Penelitian 39
G. Kerangka Konsep Penelitian 41
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 42
B. Waktu dan Tempat Penelitian 42
C. Populasi dan Sampel 42
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif 44 E. Teknik Pengumpulan dan Instrumen Penelitian 48
F. Metode Pengumpulan Data 49
G. Pengolahan Data dan Analisis Data 51
H. Penyajian Data 52
I. Jadwal Penelitian 53
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 54 B. Hasil Penelitian 56 1 9 9 10 10 11 10 11 11 12
ix
B. Saran 83 DAFTAR PUSTAKA
x
Tabel 1 Keterangan Perilaku 47
Tabel 2 Jadwal Penelitian 53
Tabel 3 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin 55
Tabel 4 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan 55
Tabel 5 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tabel 6 Distribusi Responden menurut Umur di Desa
Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Tahun 2016.
57
Tabel 7 Distribusi Responden menurut Pendidikan Terakhir di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Tahun 2016.
58
Tabel 8 Distribusi Hasil Pemeriksaan Merkuri (Hg) Pada Penambang Emas Menurut Pemeriksaan Sampel Urine Di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Tahun 2016.
59
Tabel 9 Distribusi Kadar Merkuri (Hg) Pada Penambang Emas Menurut Pemeriksaan Sampel Urine Di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Tahun 2016.
60
Tabel 10 Distribusi Penambang Emas Menurut Tingkat Kadar Merkuri (Hg) Urine Di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Tahun 2016.
61
Tabel 11 Distribusi Hasil Pemeriksaan Merkuri (Hg) pada Ikan Menurut Pemeriksaan Sampel Ikan Di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Tahun 2016.
62
Tabel 12 Distribusi Kadar Merkuri (Hg) Ikan Menurut Pemeriksaan Sampel Ikan Di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Tahun 2016.
63
Tabel 13 Distribusi Ikan Menurut Tingkat Kadar Merkuri (Hg) Ikan di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Tahun 2016.
64
Tabel 14 Distribusi Penambang Emas Berdasarkan Kelompok Jenis Aktivitas Penambang Dari Hasil Pemeriksaan Merkuri (Hg) Pada Sampel Urine Di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Tahun 2016.
64
Tabel 15 Distribusi Sumber Ikan Dari Hasil Pemeriksaan Merkuri (Hg) Pada Sampel Ikan Di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara
xi
Tabel 17 Distribusi konsumsi ikan pada penambang emas berdasarkan perhitungan intake ikan menurut pemeriksaan sampel urine di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara Tahun 2016.
xii
Gambar 1 Kerangka Teori 40
xiii Lampiran 2. Hasil Output SPSS
Lampiran 3 Hasil Perhitungan Intake Ikan
xiv
Ρ Koefisien korelasi populasi
N Jumlah populasi N : Jumlah sampel . Titik , Koma ( ) Dalam kurung : Titik dua ; Titik koma
> : Lebih besar dari
< : Lebih kecil atau sama dengan ≥ : Lebih besar atau sama dengan
% : Persen
≠ : Tidak sama dengan
xv
ANDI NURUL HIDAYAH J1A2 12 100
Merkuri (Hg) merupakan salah satu jenis logam berat yang banyak ditemukan di alam dan tersebar dalam batu-batuan, biji tambang, tanah, air dan udara sebagai senyawa anorganik dan organik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar merkuri (Hg) berdasarkan jenis aktivitas penambang, sumber ikan, frekuensi pemakaian merkuri, dan konsumsi ikan pekerja tambang di desa Wumbubangka kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana tahun 2016. Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survey melakukan skrining pada pekerja tambang emas dengan pemeriksaan kadar merkuri (Hg) melalui pengambilan sampel ikan dan urine pekerja tambang emas setempat.. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar merkuri (Hg) pada sampel urine pekerja tambang emas dengan kadar merkuri (Hg) tertinggi sebesar 4,43-4,92 µ/L (2,7%), 3,93-4,42 (24,3%), 3,43-3,92 (37,8%), 2,93-3,42 (16,2%) dan kadar merkuri dengan proporsi terendah 2,43-2,92 (18,9%). Selanjutnya kadar proporsi merkuri (Hg) menurut variabel orang berdasarkan jenis aktivitas penambang terbanyak yaitu responden dengan jenis aktivitas lainnya sebesar 12 responden (32,43%) dan jenis aktivitas penambang terendah yaitu pembakaran sebesar 1 responden (3,7%). Menurut variabel tempat berdasarkan sumber ikan 14 (37,84%) berisiko tinggi terpapar merkuri dan 23 (62,16%) berisiko rendah terpapar merkuri. Menurut variabel waktu berdasarkan frekuensi pemakaian merkuri terdapat 10 orang (27,03%) berisiko tinggi dan 27 orang (72,93%) berisiko rendah, Menurut variabel perilaku presentase aman 18 orang (48,67%) dan tidak aman yaitu 19 orang (51,35%). Sebaiknya bagi para pekerja penggunaan air raksa (Hg) di kelola dengan baik agar tidak langsung dibuang ke tanah maupun ke sungai dan lebih lebih memperhatikan penggunaan APD (alat pelindung diri) pada saat bekerja.
xvi
ANDI NURUL HIDAYAH J1A2 12 100
Mercury (Hg) is one of the heavy metal which mostly found in nature and spread within rocks, mine seeds, soil, water and air as an anorganic and organic compouds. This study aims to find out the degree of mercury (Hg) based on miner’s type of activity, source of fish, the use frequency of mercury (Hg) and fish consumption of the mine workers in Wumbubangka Village North Rarowatu Subdistrict Bombana Regency 2016. This research uses descriptive qualitative as the method of research through the survey approach in performing the screening for the gold mine workers by checking the mercury (Hg) degree by taking the fish sample and the local gold miners. The result shows that the degree of mercury (Hg) in the urine sample of the gold mine workers with mercury (Hg) degree is in 4,43-4,92 µ/L (2,7%), 3,93-4,42 (24,3%), 3,43-3,92 (37,8%), 2,93-3,42 (16,2%) and the lowest mercury degree is 2,43-2,92 (18,9%). Furthermore the degree of mercury (Hg) according to the variable workers based on the most activity of the workers is the respondents with the other activity in amount 12 respondents (32,43%) and the lowest miner activity is the combustion 1 respondent (3,7%). According to the place variable based on the fish source is 14 (37,84%) in high risk exposed by the mercury and 23 (62,16%) in the low risk exposed by the mercury. According to the time variable based on the frequency of mercury use finds 10 people (27,03%) are in the high risk and 27 people (72,93%) in the low risk. According to the behavioral variable the safe percentage is 18 people (48,67%) and 19 people (51,35%) in unsafe. It would be better for the worker to use the mercury (Hg) in a good management in order not to waste the mercury directly to the soil or the river, and put the attention more on the use of Self Protection Instrument (APD) during the working time.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan kadang menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Dampak tersebut dapat berupa dampak positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas lingkungan hidup. Sebagai contoh turunnya kualitas air akibat pencemaran limbah yang dihasilkan oleh manusia baik limbah rumah tangga, industri, maupun pertanian. Salah satu faktor pencemaran air yang paling penting adalah limbah logam berat. Logam berat merupakan istilah yang digunakan untuk unsur-unsur transisi yang mempunyai massa jenis atom lebih besar dari 6 g/cm3. Merkuri (Hg), timbal (Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan stronsium (Sr) adalah contoh logam berat yang berupa kontaminan yang berasal dari luar tanah dan sangat diperhatikan karena berhubungan erat dengan kesehatan manusia, pertanian dan ekotoksikologinya (Alloway, 1995) Darmono (1995).
Merkuri merupakan golongan logam berat yang membeku pada temperatur -38,9C dan mendidih pada temperatur 357C. Logam merkuri bersifat sangat toksik karena tidak dapat dihancurkan oleh organisme hidup yang ada di lingkungan. Kontaminasi merkuri terjadi melalui makanan, minuman, pernapasan dan kontak kulit. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang mengalami biomagnifikasi melalui rantai makanan dan sangat
mudah mengalami transformasi menjadi bentuk-bentuk organik yang lebih toksik (metil merkuri, dimetil merkuri, etil merkuri, dll). Dalam penggunaan merkuri (Hg) semua bentuk merkuri (Hg), baik dalam bentuk unsur, gas maupun dalam bentuk garam merkuri (Hg) organik adalah beracun (Alfian Z, 2006).
Pencemaran logam berat di Indonesia cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Sejak era industrialisasi, merkuri menjadi bahan pencemar penggalian karena merkuri dimanfaatkan semaksimal mungkin. Salah satu penyebab pencemaran lingkungan oleh merkuri adalah pembuatan tuling pengolahan emas yang diolah secara amalgamasi (International Agency for research on cancer World Health Organization dalam Lestaria, 2010).
Usaha pertambangan oleh sebagian masyarakat sering dianggap sebagai penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan, sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas.
Setelah proses penggilingan selesai, kemudian dituangi merkuri yang bertujuan untuk memperoleh emas. Selama proses amalgamasi pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan. Sehingga uap merkuri terhirup masuk kedalam tubuh. Pada pertengahan tahun 1980 di Amerika Serikat, mengestimasi bahwa Merkuri (Hg) yang dikeluarkan oleh kegiatan tambang emas mencapai 2000 ton pertahun. Pencemaran ini
utamanya melalui udara ketika poses pemijaran emas amalgam. Kandungan Hg ditempat pemijaran mencapai 15.4 μg/l. Selanjutnya Hg yang dilepaskan ke udara ini mempengaruhi kadar Hg dalam urine masyarakat wilayah tersebut. Kadar tertinggi pada pekerja toko emas, kadar Hg dalam urine mencapai 1200 μg/l (Olaf Malm, 1998, Hurtado Jasmin et al, 2006). Penelitian kadar merkuri pada penambang emas telah dilakukan sebelumnya oleh Hartini (2007) di desa Rengas.
Tujuh kecamatan Titi kabupaten Ketapang Kalimantan Barat yang mendapatkan hasil bahwa sebanyak 44,4% pekerja tambang emas terdapat merkuri dalam urinenya dengan rata-rata kandungan 7,6 μg/l. Keracunan merkuri juga sering terjadi pada pekerja tambang emas. Para penambang emas pada umumnya tercemar melalui kontak langsung dengan kulit, menghirup uap merkuri dan memakan ikan yang telah tercemar merkuri. Masalah kesehatan utama akibat uap air raksa terjadi pada otak, paru-paru, system saraf pusat dan ginjal (Lestarisa, 2010).
Peristiwa keracunan logam merkuri (Hg) telah ada sejak tahun 1960-an. Telah tercatat beberapa peristiwa keracunan merkuri (Hg) yang terjadi di Dunia diantaranya kasus di Minamata yang menewaskan 111 jiwa, di Irak 35 orang meninggal 321 cidera, dan Guatemala 20 orang meninggal 45 cidera akibat keracunan merkuri (Hg) (Palar, 2008 ).
Makanan yang aman merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Menurut undang-Undang RI No 7 tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya
yang diperlukan untuk mencegah pangan dari dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Penyakit melalui makanan (food borne disease) dapat berasal dari berbagai sumber yaitu organisme pathogen termasuk bakteri, kapang, parasit dan virus, dari bahan kimia seperti racun alami, logam berat, pestisida, hormon, antibiotik, bahan tambahan berbahaya dan bahan-bahan pertanian lainnya (Fardiaz,1996).
Kasus yang terjadi di Indonesia yaitu, dimana sejak tahun 1996 Perairan Teluk Buyat di Propinsi Sulawesi Utara telah dijadikan tempat pembuangan tailing oleh PT. Newmont Minahasa Raya akibatnya masyarakat yang mengkonsumsi ikan di sekitar Teluk Buyat mengalami gangguan kesehatan terutama penyakit kulit (Widowati dkk., 2008).
Kasus berikutnya yaitu pada tahun 2013 hasil laboratorium fungsi hati memperlihatkan bahwa sebanyak 68,3% pekerja mengalami gangguan fungsi hati dan terdapat hubungan kadar merkuri dalam darah dengan kadar SGPT pekerja tambang emas tradisional di Desa Jendi,Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri.
Belum ada laporan yang tercatat secara nasional mengenai kasus keracunan merkuri di berbagai wilayah di Indonesia. Tapi, kasus keracunan merkuri (Hg) para pekerja diperoleh berdasarkan hasil penelitian–penelitian sebelumnya.
Kasus serupa kini bisa mengancam masyarakat Bombana Sulawesi Tenggara. Ratusan pekerja tambang emas dan ribuan masyarakat yang tinggal
di sekitar lokasi pendulangan terancam menerima dampak penambangan emas akibat penggunaan cairan merkuri yang banyak digunakan oleh pendulang tradisional ataupun dari perusahaan untuk memisahkan butiran emas bercampur tanah.
Paparan merkuri dalam jangka panjang mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia. Keracunan merkuri rawan terjadi pada masyarakat yang tinggal di sekitar penambangan . Umumnya bersifat kronik kecuali jika terpapar merkuri dalam kadar yang tinggi. Widowati (2008) menyatakan keracunan akut bisa terjadi pada konsentrasi uap merkuri 0,5 - 1,2 mg/m3 dengan gejala mual, Shock, dan faringitis. Apabila paparan berlanjut dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar ludah, nefritis, dan gangguan sistem saraf pusat seperti tremor, gagap, dan limbung (Chamid dkk., 2010). Efek toksik merkuri tergantung pada bentuk, jalan masuk dan lamanya berkembang. Merkuri masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan kulit. Merkuri yang masuk ke dalam tubuh akan terakumulasi pada bagian tubuh tetentu seperti ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut yang mengakibatkan keracunan sistem syaraf (Rokhman, 2013).
Sampel urine merupakan salah satu indikator untuk melihat kadar merkuri dalam urine, Pemeriksaan kadar merkuri dalam urine dapat dilakukan dengan pemeriksan dengan uji lab. mengingat penggunaan merkuri terjadi secara terus menerus karena penambangan emas secara tradisional di desa luas kecamatan Rarowatu Utara kabupaten Bombana diduga akan berpengaruh pada kerusakan ginjal bagi penambang.
Hasil penelitian pada uji laboratorium yang dilakukan FPIK Unhalu pada 26 Oktober sampai 2 Nopember 2009, ditemukan kandungan merkuri (Hg) yang cukup tinggi hingga 0,09 mg/liter, melebihi ambang batas normal yakni 0,003 mg/liter untuk biota dan 0,002 mg/liter untuk keperluan sehari hari seperti air minum, ini sesuai yang ditetapkan bakumutu MKLH. Pengambilan sampel dilakukan pada 18 Oktober 2009 pada empat lokasi yang berbeda yaitu station I sungai Langkowala dengan kadar 0,07 mg/liter, statiun II aliran sungai Langkowala dengan kadar 0,26 mg/liter, station III sungai Wumbubangka dengan kadar 0,41 mg/liter dan station IV bendungan Langkowala dengan kadar 0,9 mg/liter (Media Sultra, 2009).
Penambangan emas di Desa Wumbubangka merupakan salah satu wilayah pertambangan emas rakyat yang ada di Kabupaten Bombana dan masih aktif dalam aktivitas kegiatan tambangnya. Kegiatan penambangan dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan menggunakan cara-cara penambangan yang sangat sederhana (tradisional). Tapi sekarang adanya perusahaan – perusahaan yang masuk dalam lokasi tersebut dan lebih dominan mereka menggunakan mesin dalam penambangan emas maupun dalam pengolahan emas. Dalam mekanisme praktek kerjanya, pertambangan tidak terlepas dengan penggunaan merkuri (Hg) dalam proses pengolahan emas.
Berdasarkan survey lokasi dan wawancara kepada salah satu masyarakat yang tinggal di Desa Wumbubangka dan bekerja di lokasi tambang emas, pekerja menggunakan mekuri (Hg) dalam proses pengolahan
emas. Tanpa disadari penggunaan merkuri (Hg) sangat berdampak pada kesehatan, salah satunya adalah masalah penyakit kulit. Karena tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), penggunaaan merkuri akan bekontaminasi langsung pada kulit sehingga akan mengakibatkan infeksi pada kulit. Data sepuluh penyakit terbanyak rawat jalan dan inap di Puskesmas Desa Wumbubangka tahun 2014 terakhir masing-masing untuk penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat sebanyak 732 kasus, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) 711 kasus, gastritis 691 kasus, diare 572 kasus, Malaria klinis 437 kasus, penyakit kulit infeksi sebanyak 394 kasus, penyakit kulit alergi 316 kasus, hypertensi 297 kasus, kecelakaan 203 kasus dan TB paru klinis (suspect) 163 kasus. Sebelum adanya tambang, ISPA merupakan penyakit yang mendominasi, namun setelah adanya adanya tambang penyakit diare dan alergi mengalami peningkatan. Yang mana sekitar 90% penderita diare adalah para pendulang, begitu pula dengan penderita penyakit kulit yang berupa bintik merah. Sering diabsorpsi melalui gastrointestinal, paru-paru dan kulit. Selain itu, penggunaan merkuri dapat berdampak dalam jangka panjang berupa penyakit kronis yang dikarenakan pemakaian merkuri secara terus menerus dalam kegiatan pertambangan emas.
Berdasarkan hasil survey awal di lokasi didapatkan bahwa masyarakat yang bekerja sebagai penambang kerap mengonsumsi ikan dari sumber yang dekat dengan lokasi pertambangan. Masyarakat menganggap bahwa ikan yang mereka konsumsi aman, sehingga diperlukan suatu studi untuk menggambarkan paparan merkuri pada ikan yang dikonsumsi oleh
penambang terutama yang bersumber dari lokasi yang dekat dengan pertambangan, dikarenakan paparan merkuri tidak hanya melalui kontak langsung namun juga dapat terjadi akibat mengonsumsi makanan yang tercemar oleh merkuri.
Meskipun belum ada laporan kasus keracunan merkuri (Hg) pada pekerja tambang, tapi para pekerja tambang memiliki risiko dalam terpajan merkuri (Hg). Maka dari itu perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang paparan merkuri (Hg) pada penambang emas di Desa Wumbubangka.
Belum pernah ada survei terkait studi epidemiologi paparan Merkuri (Hg) pada pekerja tambang untuk mengetahui adanya paparan merkuri (Hg) pada tambang emas yang berada di Desa Wumbubangka sebagai upaya pencegahan dan deteksi dini dalam mengetahui kadar merkuri (Hg) dalam tubuh melalui pemeriksaan urine, sehingga dapat diketahui segera dan mendapat pelaksanaan yang tepat.
Skrining merupakan identifikasi dugaan penyakit atau kecacatan yang belum dikenali dengan menerapkan pengujian, pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat diterapkan dengan cepat. Tujuan dari skrining adalah mendeteksi adanya penyakit yang timbul dengan melakukan penyaringan dan pengujian diagnose (Noor, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan suatu penelitian mengenai studi epidemiologi kadar merkuri (Hg) dalam ikan dan urine pekerja tambang emas di Desa Wumbubangka Kecamata Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana Tahun 2016.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana gambaran studi epidemiologi kadar merkuri (Hg) dalam ikan dan urine pekerja tambang di desa Wumbubangka Kecamata Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana Tahun 2016?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui studi epidemiologi kadar merkuri (Hg) dalam ikan dan urine pekerja tambang di desa Wumbubangka Kecamata Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana Tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui besarnya paparan merkuri (Hg) dalam ikan yang dikonsumsi oleh pekerja tambang dan urine pekerja tambang di Desa Wumbubangka Kecamata Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana Tahun 2016.
b. Untuk mengetahui besarnya kadar merkuri (Hg) dalam urine pada pekerja tambang di Desa Wumbubangka Kecamata Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana Tahun 2016 menurut perilaku berdasarkan frekuensi konsumsi ikan.
c. Untuk mengetahui gambaran paparan merkuri (Hg) pada pekerja tambang emas di Desa Wumbubangka Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana Tahun 2016 menurut orang berdasarkan jenis aktivitas penambang.
d. Untuk mengetahui gambaran paparan merkuri (Hg) pada pekerja tambang emas di Desa Wumbubangka Kecamata Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana Tahun 2016 menurut tempat berdasarkan sumber ikan.
e. Untuk mengetahui gambaran paparan merkuri (Hg) pada pekerja tambang emas di di Desa Wumbubangka Kecamata Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana Tahun 2016 menurut waktu berdasarkan frekuensi pemakaian merkuri.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis
Sebagai sumber informasi tentang gambaran dan studi epidemiologi kadar merkuri (Hg) dalam ikan dan urine pekerja tambang emas di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana tahun 2016
2. Manfaat Ilmiah
Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana Berguna dalam perencanaan dan penyusunan program dalam mengatasi masalah kesehatan berbasis lingkungan serta adanya upaya dalam penanggulangan terhadap cemaran yang di timbulkan oleh aktivitas penambang emas.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai tambahan pengalaman, wawasan, serta pengetahuan penulis dalam melakukan penelitian tentang studi epidemiologi kadar
merkuri (Hg) dalam ikan dan urine pekerja tambang di di Desa Wumbubangka Kecamatan Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana tahun 2016.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian hanya terbatas pada pekerja penambang emas di Desa Wumbubangka kecamatan Rarowatu Utara. Ruang lingkup variabel penelitian terbatas pada studi epidemiologi berdasarkan orang (jenis aktivitas penambang di lokasi tambang), tempat (sumber ikan), waktu (frekuensi pemakaian merkuri), dan perilaku (frekuensi konsumsi ikan). Pemeriksaan kadar merkuri (Hg) dengan pengambilan sampel pada ikan dan urine para pekerja kemudian diuji di Laboratorium F-MIPA Universitas Halu Oleo, hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan ambang batas merkuri (Hg) menurut WHO.
F. Definisi dan Istilah, Glosarium
Absorbsi Penyerapan
Alkil Radikal univalen yang hanya mengandung
atom karbon dan hidrogen yang disusun dalam satu rantai.
Ataxia Kondisi yang ditandai dengan berkurangnya koordinasi otot saat melakukan berbagai gerakan seperti berjalan, memegang, mengambil sesuatu, dll.
Biotransformasi Bagian dari farmakokinetika yang mempelajari perubahan pada agen kimia atau obat dalam
persinggahan di sistem biologis.
Epidemiologi Ilmu yang mempelajari pola kesehatan dan penyakit serta fakor yang terkait di tingkat populasi.
Iniksitasi Keracunan
Merkuri Biasa disebut air raksa adalah unsur kimia pada tabel periodik dengan simbol Hg dan nomor atom 80.
Skrining Biasa di sebut penapisan merupakan
penggunaan tes atau metode diagnosis lain untuk mengetahui apakah seseorang memiliki penyakit atau kondisi tertentu sebelum menyebabkan gejala apapun.
Tremor Gemetar, gerakan otot ritmis bolak-balik yang tidak disengaja pada satu atau lebih bagian tubuh. Tremor paling banyak terjadi di telapak tangan, meskipun juga dapat mempengaruhi lengan, kepala, wajah, badan, dan kaki.
G. Organisasi/Sistematika
Penelitian ini berjudul studi epidemiologi kadar merkuri (Hg) dalam ikan dan urine pekerja tambang di desa Wumbubangka Kecamata Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana Tahun 2016 yang dibimbing oleh pembimbing I, Farit Rezal, SKM., M.Kes,. dan Pembimbing II, Andi Faizal Fachlevy, S.KM.,M.kes
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Paparan Merkuri
1. Merkuri
Merkuri (Hg) adalah unsur logam yang sangat penting dalam teknologi di abad modern saat ini. Merkuri (Hg) merupakan salah satu jenis logam yang banyak ditemukan di alam dan tersebar dalam batu-batuan, bijih tambang, tanah, air dan udara sebagai senyawa anorganik dan organik (Setiawati, 2012).
Merkuri adalah unsur yang mempunyai nomor atom (NA ; 80) serta mempunyai massa molekul relatif (MR : 200,59). Merkuri diberikan symbol kimia Hg yang merupakan singkatan yang berasal bahasa Yunani Hydrargricum, merkuri atau raksa (Zul Alfian, 2006).
Sebagai unsur, merkuri berbentuk cair keperakan pada suhu kamar. Merkuri membentuk berbagai persenyawaan baik anorganik maupun organik. Merkuri dapat menjadi senyawa anorganik melalui oksidasi dan kembali menjadi unsur merkuri (Hg) melalui reduksi. Merkuri anorganik menjadi merkuri lambat berdegradasi menjadi merkuri anorganik. Merkuri mempunyai titik lebur -38,9C dan titik didih 356,6C Widowati et.al. (2008). Merkuri (Hg) adalah satu-satunya logam yang berwujud cair pada suhu ruang. Merkuri, baik logam maupun metal merkuri (CH3Hg+) biasanya masuk tubuh manusia lewat pencernaan dan pernafasan. Namun bila dalam
bentuk logam, biasanya sebagian besar bisa diekskreksikan. Sisanya akan menumpuk diginjal dan system saraf, yang suatu saat akan menganggu bila akumulasinya makin banyak. Merkuri dalam bentuk logam tidak begitu berbahaya, karena hanya 15% yang bisa terserap tubuh manusia. Tetapi begitu terpapar ke alam, dalam kondisi tertentu merkuri bisa bereaksi dengan metana yang berasal dari dekomposisi senyawa organik membentuk metal merkuri yang bersifat toksis. Dalam bentuk metal merkuri, sebagian besar akan berakumulasi di otak. Karena penyerapannya besar, dalam waktu singkat bisa menyebabkan berbagai gangguan (Palar Heryanto, 2008).
Logam merkuri dihasilkan dari bijih sinabar, HgS, yang mengandung unsur merkuri antara 0,1% - 4%.
HgS + O2 → Hg + SO
Merkuri yang telah dilepaskan kemudian dikondensasi sehingga diperoleh logam cair murni. Logam cair inilah yang dikemudian digunakan oleh manusia untuk bermacam-macam keperluan termasuk bagi penambang emas tradisional. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh badan survey geologi di Amerika Serikat pada tahun 1974, dapat diketahui konsentrasi merkuri dilingkungan dekat penambangan.
Secara umum logam merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1. Berwujud cair pada suhu kamar (25C) dengan titik beku paling rendah
2. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam-logam yang lain.
3. Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik.
4. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang disebut juga dengan analgon.
5. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua mahluk hidup, baik itu dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan (Palar Heryanto, 2008).
Secara umum ada 3 bentuk merkuri (Hammond dan Beliles, 1980) yaitu :
1. Merkuri Metal (Hg)
Merupakan logam berwarna putih, berkilau dan pada suhu kamar berada dalam bentuk cairan. Pada suhu kamar akan menguap dan membentuk uap merkuri yang tidak berwarna dan tidak berbau. Makin tinggi suhu, makin banyak yang menguap. Merkuri metal banyak digunakan untuk pemurnian emas dan digunakan pada thermometer. 2. Merkuri anorganik
Senyawa merkuri anorganik terjadi ketika merkuri dikombinasikan dengan elemen lain seperti klorin, sulfur oksigen. Senyawa ini biasa disebut garam-garam merkuri, garam-garam merkuri anorganik termasuk
amoniak merkuri klorida dan merkuri iodide digunakan untuk cream pemutih kulit.
3. Merkuri organik
Senyawa merkuri organik terjadi ketika merkuri bertemu dengan karbon atau organometri. Yang paling popular adalah metal merkuri (dikenal monometil mercuri) CH3 – Hg-COOH. Merkuri organik sebagai contoh metal merkuri yang secara komersial digunakan sebagai fungsida, desinfektan, dan sebagai pengawet cat. Terpaparnya merkuri pada tubuh dalam waktu yang lama dapat menimbulkan dampak kesehatan hingga kematian pada manusia. Salah satu pengaruh merkuri terhadap fisiologi manusia yaitu ; pada sistem saluran pencernaan dan ginjal, terutama akibat merkuri yang terakumulasi, juga berpengaruh terhadap system syaraf, karena senyawa kerusakan otak yang irreversible sehingga mengakibatkan kelumpuhan permanen serta berpengaruh terhadap pertumbuhan (Wurdiyanto, 2007).
Pengaruh utama yang ditimbulkan oleh merkuri didalam tubuh adalah menghalangi kerja enzim dan merusak membran sel, keadaan itu disebabkan karena kemampuan merkuri dalam membentuk gugus yang mengandung belerang yang terdapat dalam protein, enzim atau membrane sel. Keracunan yang bersumber dari senyawa merkuri biasanya melalui saluran pernapasan, disebabkan karena senyawa-senyawa alkil-merkuri mempunyai rantai pendek yang mudah menguap,
yang masuk besama jalur pernapasan akan mengisi ruang-ruang dan organ pernapasan dan berkaitan dengan darah (Palar, 2008).
2. Mekanisme Kerja Merkuri dalam Tubuh
Merkuri membentuk berbagai senyawa anorganik (seperti oksida, klorida, dan nitrat) dan organik (alkil dan aril). Logam merkuri dan uap merkuri termasuk kedalam merkuri anorganik (Palar, 2004). Adapun mekanisme kerja merkuri dalam tubuh adalah sebagai berikut :
1. Absorbsi
Merkuri masuk ke dalam tubuh terutama melalui paru - paru dalam bentuk uap atau debu. Sekitar 80 % uap merkuri yang terinhalasi akan diabsorbsi. Absorbsi merkuri logam yang tertelan dari saluran cerna hanya dalam jumlah kecil yang dapat diabaikan, sedangkan senyawa merkuri larut air mudah diabsorbsi. Beberapa senyawa merkuri organik dan anorganik dapat diabsorbsi melalui kulit. 2. Biotransformasi
Unsur merkuri yang diabsorbsi dengan cepat dioksidadi menjadi ion Hg2+, yang memiliki afmitas berikatan dengan substrat-substrat yang kaya gugus tersebut. Merkuri ditemukan dalam ginjal (terikat pada metalotionen) dan hati. Merkuri dapat melewati darah, otak dan plasenta. Metil merkuri mempunyai afmitas yang kuat terhadap otak. Sekitar 90% merkuri darah terdapat dalam eritrosit. Metabolisme senyawa alkil merkuri serupa dengan metabolisme
merkuri logam atau senyawa anorganiknya. Senyawa fenil dan metoksietil merkuri dimetabolisme dangan lambat.
3. Ekskresi
Sementara unsur merkuri dan senyawa anorganiknya dieliminasi lebih banyak melalui kemih daripada feses, senyawa merkuri anorganik terutama diekskresi melalui feses sampai 90%. Waktu paruh biologis merkuri anorganik mendekati 6 minggu.
3. Kadar Batas Aman Merkuri
Menurut WHO dan UNEP (2008), kadar untuk urine konsentrasi merkuri maksimum adalah 50 mg/g kreatinin. Kadar merkuri pada orang yang pekerjaannya tidak terpapar merkuri jarang melebihi 5μ/g kreatinin.
Konsentrasi untuk merkuri metalik atau uapnya di udara yaitu 0,1mg/m3 dan untuk persenyawaan-persenyawaan organik 0,01mg/m3 di tempat kerja dimana pekerjanya bekerja selama 8 jam per hari. (Suma'mur, 1998). Karena sifatnya yang sangat beracun, maka U.S. Food and Administration (FDA) menentukan pembakuan atau Nilai Ambang Batas (NAB) kadar merkuri yang ada dalam air sungai, yaitu sebesar 0,005 ppm. (International Agency for Reserach on Cancer WHO, 1993).
Batas aman dari segi konsumsi makananan atau minuman yang mengandung merkuri telah ditetapkan oleh The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JEFCA). JEFCA menetapkan konsumsi mingguan yang ditoleransi untuk total merkuri adalah sebesar 5mg/kg berat badan, sedangkan untuk metilmerkuri sebesar 1,6 mg/kg berat. Sedangkan,
menurut US EPA dosis metilmerkuri per-hari adalah 0,1 mg/kg berat badan dan dosis merkuri klorida per-hari adalah 0.3 mg/kg berat badan (WHO dan UNEP, 2008).
Menurut EPA (2007), dosisletal akut merkuri inorganic untuk orang dewasa adalah 1-4 gram atau 14-57 mg/kg berat badan untuk seseorang yang memiliki berat badan sebesar 70 kg. Sedangkan dosis letal minimum metilmerkuri untuk seseorang yang memiliki berat badan sebesar 70 kg adalah berkisar antara 20-60 mg/kg berat badan.
4. Cara Masuk Merkuri ke dalam Tubuh
Cara masuk merkuri ke dalam tubuh turut mempengaruhi bentuk gangguan yang ditimbulkan, penderita yang terpapar dari uap merkuri dapat mengalami gangguan pada saluran pernafasan atau paru-paru dan gangguan berupa kemunduran pada fungsi otak. Kemunduran tersebut disebabkan terjadinya gangguan pada korteks. Garam-garam merkuri yang masuk dalam tubuh, baik karena terhisap ataupun tertelan, akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran pencernaan, hati dan ginjal. Dan kontak langsung dengan merkuri melalui kulit akan menimbulkan dermatitis lokal, tetapi dapat pula meluas secara umum bila terserap oleh tubuh dalam jumlah yang cukup banyak karena kontak yang berulang - ulang (Kalyanamedia, 2006 dalam Sugeng 2010).
5. Toksisitas Merkuri
Merkuri secara kimia terbagi menjadi tiga jenis yaitu merkuri elemental, merkuri anorganik, dan merkuri organik. Merkuri elemental berbentuk cair dan menghasilkan uap merkuri pada suhu kamar. Uap merkuri ini dapat masuk ke dalam paru-paru jika terhirup dan masuk ke dalam sistem peredaran darah. Merkuri elemental ini juga dapat menembus kulit dan akan masuk ke aliran darah. Namun jika tertelan merkuri ini tidak akan terserap oleh lambung dan akan keluar tubuh tanpa mengakibatkan bahaya. Merkuri inorganik dapat masuk dan terserap oleh paru-paru serta dapat menembus kulit dan juga dapat terserap oleh lambung apabila tertelan. Banyak penyakit yang disebabkan oleh merkuri anorganik ini bagi manusia diantaranya mengiritasi kulit, mata dan membran mucus. Merkuri organik dapat masuk ketubuh melalui paru-paru, kulit dan juga lambung. Merkuri apapun jenisnya sangatlah berbahaya pada manusia karena merkuri akan terakumulasi pada tubuh dan bersifat neurotoxin. Merkuri yang digunakan pada produk-produk kosmetik dapat menyebabkan perubahan warna kulit yang akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, iritasi kulit, hingga alergi, serta pemakaian dalam dosis tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak secara permanen, ginjal, dan gangguan perkembangan janin, bahkan pemakaian dalam jangka pendek dalam kadar tinggi bisa menimbulkan muntah-muntah, diare, kerusakan paru-paru, dan merupakan zat karsinogenik yang menyebabkan kanker (Gatot, 2007 dalam Lestarisa 2010)
6. Pengaruh Merkuri terhadap Kesehatan
Beberapa hal terpenting yang dapat dijadikan patokan terhadap efek yang ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh, adalah sebagai berikut: 1. Semua senyawa merkuri adalah racun bagi tubuh
2. Senyawa merkuri yang berbeda, menunjukkan karakteristik yang berbeda pula dalam daya racun, penyebaran, akumulasi dan waktu retensi yang dimilikinya di dalam tubuh.
3. Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan dan atau dalam tubuh organisme hidup yang telah kemasukan merkuri, disebabkan oleh perubahan bentuk atas senyawa - senyawa merkuri dari satu tipe ke tipe lainnya.
4. Pengaruh utama yang ditimbulkan oleh merkuri dalam tubuh adalah menghalangi kerja enzim dan merusak selaput dinding (membran) sel. Keadaan itu disebabkan karena kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang mengandung belerang, yang terdapat dalam enzim atau dinding sel.
5. Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen. Dalam bidang kesehatan kerja dikenal istilah keracunan akut dan keracunan kronis. Keracunan akut didefinisikan sebagai suatu bentuk keracunan yang terjadi dalam jangka waktu singkat atau sangat singkat. Peristiwa keracunan akut ini dapat terjadi apabila individu secara tidak sengaja menghirup atau menelan bahan beracun dalam dosis atau jumlah besar. Adapun
keracunan kronis didefinisikan dengan terhirup atau tertelannya bahan beracun dalam dosis rendah tetapi dalam jangka waktu yang panjang. Keracunan kronis lebih sering diderita oleh para pekerja di penambangan emas.
Penggunaan merkuri dalam waktu lama menimbulkan dampak gangguan kesehatan hingga kematian pada manusia dalam jumlah yang cukup besar. Meskipun kasus kematian sebagai akibat pencemaran merkuri belum terdata di Indonesia hingga kini namun diyakini persoalan merkuri di Indonesia perlu penanganan tersendiri. Tentu saja hal ini sebagai akibat dari pengelolaan dan kesehatan manusia dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pengaruh terhadap fisiologis
Pengaruh toksisitas merkuri terutama pada SSP (Sistem Saluran Pencernaan) dan ginjal akibat merkuri terakumulasi. Jangka waktu, intensitas dan jalur paparan serta bentuk merkuri sangat berpengaruh terhadap sistem yang dipengaruhi. Organ utama yang terkena pada paparan kronik oleh elemen merkuri dan organomerkuri adalah SSP (Sistem Saluran Pencernaan). Sedangkan garam merkuri akan berpengaruh terhadap kerusakan ginjal. Keracunan akut oleh elemen merkuri yang terhisap mempunyai efek terhadap sistem pernafasan sedang garam merkuri yang tertelan akan berpengaruh terhadap SSP, efek terhadap sistem kardiovaskuler merupakan efek sekunder.
2. Pengaruh terhadap Sistem Syaraf
Merkuri yang berpengaruh terhadap sistem syaraf merupakan akibat pemajanan uap elemen merkuri dan metil merkuri karena senyawa ini mampu
menembus blood brain barrier dan dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible sehingga mengakibatkan kelumpuhan permanen. Metilmerkuri yang masuk ke dalam pencernaan akan memperlambat SSP (Sistem saraf pusat) yang mungkin tidak dirasakan pada pemajanan setelah beberapa bulan sebagai gejala pertama sering tidak spesifik seperti malas, pandangan kabur atau pendengaran hilang (ketulian).
3. Pengaruh terhadap Ginjal
Apabila terjadi akumulasi pada ginjal yang diakibatkan oleh masuknya garam inorganik atau phenylmercury melalui SSP akan menyebabkan naiknya permeabilitas epitel tubulus sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi ginjal (disfungsi ginjal). Pajanan melalui uap merkuri atau garam merkuri melalui saluran pernafasan juga mengakibatkan kegagalan ginjal karena terjadi proteinuria atau nephrotic syndrom dan tubular necrosis akut. 4. Pengaruh terhadap Pertumbuhan.
Terutama terhadap bayi dan ibu yang terpajan oleh metilmerkuri dari hasil studi membuktikan ada kaitan yang signifikan bayi yang dilahirkan dari ibu yang makan gandum yang diberi fungisida, maka bayi yang dilahirkan mengalami gangguan kerusakan otak yaitu retardasi mental, tuli, penciutan lapangan pandang, buta dan gangguan menelan.
Metode terbaik penilaian paparan terhadap uap merkuri, senyawa alkil dan merkuri anorganik adalah penetapan kuantitatif merkuri dalam kemih dengan spektrometri. Pada paparan senyawa organik (metil merkuri), hendaknya diukur kadar senyawa-senyawa tersebut alam eritrosit dan plasma.
Pekerja yang bekerja dengan merkuri akan memiliki kemungkinan risiko terpapar merkuri yaitu keracunan akut dan kronis.
1. Keracunan akut
Keracunan akut adalah keracunan yang terjadi dalam waktu singkat atau seketika, dapat terjadi karena keracunan dalam dosis tinggi dan atau akibat daya tahan yang rendah. Keracunan akut yang disebabkan oleh logam merkuri umumnya terjadi pada pekerja-pekerja industri pertambangan dan pertanian yang menggunakan merkuri sebagai bahan baku, katalis dan atau pembentuk amalgam atau pestisida. Keracunan akut yang ditimbulkan oleh logam merkuri dapat diketahui dengan mengamati gejala - gejala berupa : peradangan pada tekak (pharyngitis), dyspaghia, rasa sakit pada bagian perut, mual - mual dan muntah, disertai dengan darah dan shock. Bila gejala - gejala awal ini tidak segera diatasi, penderita selanjutnya akan mengalami pembengkakan pada kelenjar ludah, radang pada ginjal (nephritis), dan radang pada hati (hepatitis). Senyawa atau garam-garam merkuri yang mengakibatkan keracunan akut, dalam tubuh akan mengalami proses ionisasi. 2. Keracunan kronis
Keracunan kronis adalah keracunan yang terjadi secara perlahan dan berlangsung dalam selang waktu yang panjang. Penderita keracunan kronis biasanya tidak menyadari bahwa dirinya telah menumpuk sejumlah racun dalam tubuh mereka, sehingga pada batas daya tahan yang dimiliki tubuh, racun yang telah mengendap dalam selang waktu yang panjang tersebut bekerja. Pengobatan akan menjadi sangat sulit untuk dilakukan. Keracunan
kronis yang disebabkan oleh merkuri, peristiwa masuknya sama dengan keracunan akut, yaitu melalui jalur pernafasan dan makanan.
Akan tetapi pada peristiwa keracunan kronis, jumlah merkuri yang masuk sangat sedikit sekali sehingga tidak memperlihatkan pengaruh pada tubuh. Namun demikian masuknya merkuri ini berlangsung secara terus menerus sehingga lama kelamaan jumlah merkuri yang masuk dan mengendap dalam tubuh menjadi sangat besar dan melebihi batas toleransi yang dimiliki tubuh sehingga gejala keracunan mulai terlihat. Peristiwa keracunan kronis tidak hanya menyerang orang-orang yang bekerja secara langsung dengan merkuri, melainkan juga dapat diderita oleh mereka yang tinggal di sekitar kawasan industri yang banyak menggunakan merkuri. Hanya saja masa keracunan yang terjadi berjalan dalam selang waktu yang berbeda. Untuk mereka yang bekerja langsung dengan menggunakan merkuri, proses keracunan kronis mungkin sudah memperlihatkan gejala dalam selang waktu beberapa minggu. Sedangkan pada mereka yang tidak terkena langsung, proses keracunan kronis merkuri ini baru dapat diketahui setelah waktu bertahun - tahun.
Akibat yang ditimbulkan tentu saja berbeda, dimana mereka yang mengalami proses keracunan kronis setelah kemasukan merkuri dalam waktu tahunan akan lebih sulit untuk diobati, bila dibandingkan dengan mereka yang mengalami keracunan kronis dalam selang waktu beberapa minggu. Pada peristiwa keracunan kronis oleh merkuri, ada dua organ tubuh yang paling sering mengalami gangguan, yaitu gangguan pada sistem pencernaan
dan sistem syaraf. Radang gusi (gingivitis) merupakan gangguan paling umum yang terjadi pada sistem pencernaan. Radang gusi pada akhirnya akan merusak jaringan penahan gigi, sehingga gigi mudah lepas. Gangguan terhadap sistem syaraf dapat terjadi dengan atau tanpa diikuti oleh gangguan pada lambung dan usus. Ada dua bentuk gejala umum yang dapat dilihat bila korban mengalami gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat keracunan kronis merkuri, yaitu tremor ringan (gemetar), dan parkinsonisme yang juga disertai dengan tremor pada fungsi otot sadar.
Biasanya, satu dari kedua gejala ini akan mendominasi gejala keracunan kronis dan ada kemungkinan terjadinya komplikasi dengan psikologis. Hal ini diperlihatkan dengan terjadinya gangguan emosional, seperti cepat marah di luar kewajaran dan mental hiperaktif yang berat. Gejala tremor biasanya dimulai dari ujung jari tangan atau ujung jari kaki. Gejala pada ujung jari tangan akan terus menjalar sampai pada otot wajah, lidah, dan pangkal tenggorokan (larynx). Tremor tersebut biasanya akan berhenti bila penderita tidur, namun demikian seringkali terjadi gangguan kram secara tiba-tiba dan kontraksi-kontraksi lainnya. Tanda-tanda seorang penderita keracunan kronis merkuri dapat dilihat pada organ mata. Biasanya pada lensa mata penderita terlihat warna abu-abu sampai gelap, atau abu-abu kemerahan, yang semua itu dapat dilihat dengan mikroskop mata. Disamping itu, gejala keracunan kronis merkuri yang lainnya adalah terjadinya anemia ringan pada darah.
B. Tinjauan Umum Tentang Epidemiologi
Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan–determinan frekuensi penyakit dan kesehatan pada populasi manusia. Berdasarkan definisi di atas, riset epidemiologi secara “tradisional” di bagi menjadi dua kategori yaitu studi deskriptif dan studi analitik (Murti, 1997).
Epidemiologi merupakan suatu cabang ilmu kesehatan untuk menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam suatu penduduk serta mempelajari sebab timbulnya masalah dan gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun penanggulangannnya. Dalam hal ini, sifat dasar epidemiologi lebih mengarahkan diri pada kelompok penduduk atau masyarakat tertentu dalam menilai peristiwa dalam masyarakat secara kuantitatif (Noor, 2008).
Studi deskriptif adalah riset epidemiologi yang bertujuan menggambarkan pola distribusi penyakit dan determinan penyakit menurut, populasi, letak geografik dan waktu. Studi deskriptif memberikan beberapa manfaat. Pertama, memeberikan masukan tentang pengalokasian sumberdaya dalam rangka perencanaan yang efisien, kepada para perencana kesehatan, administrator kesehatan, dan memberi pelayanan kesehatan. Kedua, memberikan petunjuk awal untuk merumuskan hipotesis bahwa suatu variabel adalah faktor risiko penyakit (Murti, 1997).
1. Distribusi Paparan Merkuri Menurut Variabel Orang
Variabel orang dapat dideskripsikan pada siapa yang menderita penyakit dan menghadapi masalah kesehatan, bagaimana dengan identitas orangnya seperti umur, jenis kelamin, kelas sosial, status pekerjaan, pendidikan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga dan paritas (Noor, 2008).
Jenis Aktivitas Penambang di Lokasi Tambang Emas
Proses penambangan dilakukan dengan cara menyedot sedimen dasar sungai yang terdiri dari lumpur, pasir, batuan kerikil, dan batuan kecil atau campurannya menggunakan alat penghisap/pompa yang disebut “kato” yang digerakkan oleh mesin penggerak diesel. Pompa kato tersebut mempunyai diameter input (water intake) maupun output 4 sampai 6 inci (Lestarisa, 2010).
Pada proses berikutnya akumulasi air, pasir, batu dan lumpur yang tersedot dialirkan melalui pipa paralon (PVC) ke cash box pertama yang letaknya lebih tinggi (dibagian atas rakit), untuk kemudian diteruskan mengalir dan melewati cash box kedua di bagian bawah. Cash box terbuat dari kayu yang di dalamnya dilapisi dengan karpet beledru atau sejenisnya yang berfungsi sebagai penangkap endapan yang diyakini mengandung bijih/butiran emas yang disebut “puya”, sedangkan komponen pasir, batu, dan lumpur akan mengalir terbawa oleh air ke badan sungai (Lestarisa, 2010). Hal tersebut disebabkan butiran emas dan komponen logam lain (puya) yang mempunyai berat jenis yang lebih besar namun mempunyai luas
permukaan kecil sehingga lebih dapat bertahan dibandingkan lumpur, pasir maupun batuan kecil, yang mempunyai sifat sebaliknya. Kumpulan puya tersebut selanjutnya didulang secara manual untuk memisahkan dari komponen lain sampai sekitar 70 – 80 % mendapat bijih/butiran emas mentah (Lestarisa, 2010).
Bijih/butiran masih bercampur dengan komponen logam lain sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut yaitu proses pemurnian. Proses pemurnian yaitu dengan memisahkan bijih/butiran emas yang masih tercampur dengan komponen lain (mentah) dengan menggunakan bahan kimia yaitu raksa/merkuri (Hg). Dalam prosesnya bijih/butiran emas mentah tersebut harus dicampur dengan Hg agar emas terpisah dari logam lain. Secara ilmiah hal tersebut bukanlah proses pemisahan tetapi emas tidak bereaksi dengan Hg, namun komponen lain tersebut yang bereaksi dengan Hg sehingga menjadi larut yang akhirnya tersisa adalah murni emas. Limbah Hg dan komponen lain tadi kemudian dibuang ke lingkungan atau perairan sungai tanpa memikirkan akibat selanjutnya. Butiran emas murni akan dibentuk menjadi batangan emas. Proses pengolahan/pemurnian emas ini dapat dilakukan di darat ataupun langsung rakit tempat penambangan. Karena rata-rata rakit tempat alat penyedot sedimen tersebut diatasnya sekaligus dibuat pondok sebagai tempat tinggal para penambang. Rata-rata hasil produksi butiran emas murni untuk setiap unit rakit/alat tambang adalah antara 2-4 gram.
Jadi, dalam jenis aktivitas tambang ada dua kategori yakni : Pencampur merkuri dan pembakar amalgram (jenis pekerjaan yang mengalami kontak langsung dengan merkuri). Pengambil lumpur (jenis pekerjaan yang tidak mengalami kontak langsung dengan merkuri) (Lestarisa, 2010).
2. Distribusi Paparan Merkuri Menurut Variabel Tempat Sumber Ikan
Secara teoritis bahwa ikan dan binatang lainnya berasal dari suatu “daerah tertentu” pada salah satu tempat di belahan bumi ini. Dari daerah tertentu tersebut ikan-ikan menyebar ke seluruh bagian bumi kita, baik secara aktif maupun secara pasif. setiap spesies ikan akan dijumpai di seluruh perairan di muka bumi, terkecuali individu spesies tersebut tidak berhasil mencapai daerah yang menjadi tujuannya, dikarenakan dalam tujuan ruaya/migrasinya aktif terhambat oleh adanya barrier atau individu jika seandainya berhasil mencapai daerah tujuan ruayanya, tetapi tidak mampu lagi beradaptasi dengan lingkungan baru (daerah ekologi baru) dan jika spesies tersebut mampu beradaptasi sementara waktu dengan lingkungannya tetapi dengan adanya proses evolusi, maka tipe asalnya mengalami modifikasi, sehingga terbentuk tipe yang berbeda.
Kehadiran suatu populasi ikan di suatu tempat dan penyebaran (distribusi) spesies ikan tersebut di muka bumi ini, selalu berkaitan dengan masalah habitat dan sumberdayanya. Keberhasilan populasi tersebut untuk dapat hidup dan bertahan pada habitat tertentu, tidak terlepas dengan adanya
penyesuaian atau adaptasi yang dimiliki anggota populasi tersebut. Perairan merupakan habitat bagi ikan dalam proses pembentukan struktur tubuh ikan, proses pernafasan, cara pergerakan, memperoleh makanan, reproduksi dan hal-hal lainnya.
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa 70% dari permukaan bumi ini tertutupi oleh air, sehingga tidak mengherankan jika ditemukan berbagai jenis, morfologi, serta habitat pada ikan. Ikan-ikan ditemukan di berbagai tempat dan habitat yang berbeda. Mereka ditemukan di danau tertinggi dunia dari permukaan laut yaitu danau Titicaca, Amerika Selatan (3812 meter), dan pada daerah kedalaman 7000 m di bawah permukaan laut. Beberapa jenis ditemukan pada air tawar dengan salinitas 0.01 ‰ (umumnya danau, 0.05 s/d 1‰) hingga pada salinitas yang sangat tinggi, 100‰ (umumnya 35‰ pada laut terbuka). Mereka juga dapat ditemui pada gua yang sangat gelap seperti ditemukan di Tibet, China, dan India hingga pada daerah yang berarus kuat. Di Afrika ditemukan jenis ikan Tilapia yang hidup di sungai dengan temperature 44°C, sedangkan di Antartika ditemukan hidup pada suhu –2°C. Banyak jenis yang ditemukan memiliki organ pernapasan udara tambahan dan hidup di rawarawa pada daerah tropic. Penyebaran secara vertical pun dapat melampaui kemampuan jenis vertebata lainnya (sekitar 5 km diatas permukaan laut sampai 11 km dibawahnya).
Hal serupa terjadi di wilayah pertambangan Desa Wumbubangka di mana terdapat ikan-ikan yang hidup di kubangan air tempat pendulangan emas yang berasal dari sungai yang telah kering akibat adanya pertambangan.
Kubangan-kubangan tersebut menjadi habitat berbagai jenis ikan yang dikonsumsi oleh penambang yang tinggal di sekitar lokasi penambangan. 3. Distribusi Paparan Merkuri Menurut Variabel Waktu
Frekuensi Pemakaian Merkuri
Frekuensi pemakaian merkuri adalah intensitas pekerja kontak dengan merkuri dalam satu minggu yang dinyatakan dalam satuan hr/mg. Setiap satu kali pembakaran emas, pekerja tambang menggunakan merkuri (Hg) sebanyak 600.000 mg/L atau setara dengan 600 ml botol air mineral. Namun pemakaian merkuri yang digunakan disesuaikan dengan emas yang diperoleh tiap harinya.
4. Distribusi Paparan Merkuri Menurut Variabel Perilaku Konsumsi Ikan
Konsumsi ikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keracunan merkuri pada manusia. Hal tersebut karena merkuri merupakan logam berat yang tidak dapat didegradasi sehingga dapat menimbulkan bioakumulasi pada makhhluk hidup yang salah satunya adalah ikan. Menurut Arsentina (2008) dan Agustina (2010), definisi dari bioakumulasi yakni peningkatan zat kimia yang terjadi pada tubuh makhluk hidup dalam waktu yang cukup lama dibandingkan dengan konsentrasi zat kimia yang berada di alam.
Dalam perairan dan sedimen, merkuri dapat berubah menjadi bentuk organik, yaitu metilmerkuri (CH3Hg) karena adanya aktivitas bakteri. Bentuk senyawa metilmerkuri (CH3Hg) dapat dengan mudah berdifusi dan berikatan
dengan protein biota akuatik. Hal tersebut termasuk pada protein jaringan otot ikan (Bureau of Nutritional Sciences, Food Directorate, Health Product and Food Branch Canada, 2007; Athena dan Inswiasri, 2009). Diketahui pula ion metil merkuri yang telah termakan akan larut dalam lipida dan ditimbun dalam jaringan lemak pada ikan sampai kadar 3000 kali dari kadar yang ada di air, namun ikan tersebut tidak menunjukkangangguan merkuri atau menderita sakit (Polii dan Sonya, 2002). Sehingga apabila manusia mengonsumsi ikan yang terkontaminasi oleh merkuri maka dapat terjadi peningkatan risiko untuk terjadinya keracunan merkuri.
Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi kadar merkuri yang terkandung dalam ikan, salah satunya adalah umur ikan tersebut . Kandungan merkuri akan mengikat sesuai dengan umur ikan. Hal tersebut berarti, ikan-ikan yang berukuran besar sebagai ujung dari rantai makanan yang memiliki konsentrasi merkuri yang paling tinggi (Athena dan Inswiasri, 2009).
C. Tinjauan Umum Merkuri Dalam Urine
Sampel urine merupakan indikator terbaik terhadap kandungan merkuri dalam tubuh pada paparan merkuri anorganik jangka panjang karena paparan uap logam merkuri. Hal ini dikarenakan merkuri dalam urine mencapai puncaknya +2 -3 minggu setelah pemaparan dan berkurang dengan sangat lambat dengan waktu paruh 40-60 hari untuk pemaparan jangka pendek dan 90 hari untuk pemaparan jangka panjang. Pemaparan pada masyarakat umum kadar merkuri dalam urine jarang melebihi 10μg/l,
sedangkan pada pekerja berbanding lurus antara konsentrasi merkuri di udara dan urine.
Pada hasil beberapa studi menunjukkan bahwa tanda awal pengaruh kurang baik yang berkenaan dengan sistem syaraf pusat atau ginjal dapat dilihat pada konsentrasi kadar merkuri dalam urin antara 10 - 20 μg/l. Dan apabila konsentrasi merkuri dalam urine melebihi 20 μg/l secara pasti mempunyai risiko efek kurang baik pada kesehatan, terutama pada sistem syaraf pusat, tremor, rasa cemas, erethism dan kerusakan ginjal dengan proteinuria dapat diamati (WHO Geneva, 1994).
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Merkuri dalam Urine
a. Kadar Merkuri
Jumlah merkuri yang digunakan pekerja sebagai bahan pecampur pada saat proses amalgamasi dan penggarangan dengan satuan lt/hr.
b. Lama Kontak Merkuri
Adalah lama seseorang bekerja setiap harinya (dalam satuan jam) dan berapa hari dalam seminggu (dalam satuan hari), sehingga semakin lama jam kerja orang tersebut dalam sehari maka akan semakin banyak jumlah paparan merkuri yang diterima oleh tubuhnya, dan terakumulasi dalam berapa hari kerja selama seminggu.
c. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk meminimalisasi tingkat paparan bahan berbahaya atau beracun serta
menghindari kecelakaan akibat kerja di tempat kerja. APD (Alat Pelindung Diri) ada untuk semua jenis bahaya dan keadaan.Jenis APD (Alat Pelindung Diri) yang digunakan pada pertambangan emas, meliputi : sarung tangan karet, kaca mata, sepatu boot, dan pakaian panjang (pada proses amalgamasi), sedangkan pada proses penggarangan dibutuhkan masker sebagai alat pelindungnya. Pada dasarnya APD tersebut dapat berfungsi untuk mencegah masuknya merkuri ke dalam tubuh pekerja, baik melalui inhalasi maupun melalui pori - pori kulit. Dengan pekerja memakai APD, diharapkan akan mengurangi risiko yang diakibatkan oleh paparan merkuri.
2. Pemeriksaan pada Urine
Merkuri yang masuk ke dalam hati akan terbagi dua; sebagian akan terakumulasi pada hati, sedangkan sebagian lainnya akan dikirim ke empedu. Dalam kantong empedu, akan dirombak menjadi senyawa merkuri anorganik yang kemudian akan dikirim lewat darah ke ginjal, dimana sebagian akan terakumulasi pada ginjal dan sebagian lagi dibuang bersama urin (Connel 2001).
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan total kadar merkuri adalah Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS) baik untuk pemeriksaan kadar merkuri dalam makanan, darah, urine, rambut dan dalam jaringan (Rianto, 2010). Kegunaan alat Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS) adalah untuk menentukan kandungan logam/metal total dalam suatu senyawa dalam sampel logam apapun dalam kisaran kosentrasi rendah (ppm sampai pbb).
Kandungan logam dalam sampel padat, cair maupun gas (setelah dipreparasi menjadi larutan) dapat dianalisis mengunakan alat ini (Hartono, 2003).
D. Tinjauan Umum Tentang Skrining
1. Pengertian Skrining
Skrining atau uji tapis adalah suatu usaha mendeteksi atau menemukan penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala atau tidak tampak dalam suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang betul-betulsehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita (Noor, 2008).
Tes skrining biasanya tidak menegakkan diagnosis, melainkan ada atau tidak adanya faktor risiko yang diidentifikasi, sehingga individu membutuhkan tindak lanjut dan pengobatan. Sebagai penerima skrining biasanya orang-orang yang tidak memiliki penyakit adalah penting bahwa tes skrining itu sendiri sangat mungkin untuk menyebabkan kerusakan. Inisiatif untuk skrining biasanya berasal dari penyidik atau orang atau badan kesehatan dan bukan dari keluhan pasien. Skrining biasanya berkaitan dengan penyakit kronis dan bertujuan untuk mendeteksi penyakit yang belum umum dalam pelayanan medis. Skrining dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko, kecenderungan genetik, dan pencetus atau bukti awal penyakit. Ada berbagai jenis tes kesehatan, masing-masing dengan tujuan sendiri : massa, beberapa atau multiphase dan preskriptif .
Skrining dilakukan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit sebelum dilakukan diagnosis klinis lebih lanjut. Skrining merupakan metode test sederhana yang digunakan secara luas pada populasi asimptomatik (tampak sehat) untuk mendeteksi adanya penyakit dengan membagi populasi subjek skrining menjadi dua kelompok kemungkinan yaitu orang-orang yang lebih cenderung memiliki penyakit tersebut dan orang-orang yang cenderung untuk tidak memilikinya. Mereka yang mungkin memiliki penyakit (mereka yang hasilnya positif) dapat menjalani pemeriksaan diagnostik lebih lanjut dan pengobatan jika diperlukan. Seperti yang kita ketahui Skrining bukanlah diagnosis sehingga hasil yang diperoleh betul-betul hanya didasarkan pada hasil pemeriksaan tes skrining tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinis dilakukan kemudian secara terpisah, jika hasil dari skrining tersebut menunjukkan hasil yang positif (Noor, 2008).
2. Tujuan dan Manfaat Skrining
Skrining mempunyai tujuan diantaranya : menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan, mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat, mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin, mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifatpenyakit dan untuk selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala dini mendapat keterangan epidemiologis yang berguna bagi dan peneliti (Rajab, 2009).
Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya yang dikeluarkan relatif murah serta dapat dilaksanakan dengan efektif, selain itu melalui tes skrining dapat lebih cepat memperoleh keterangan tentang sifat dan situasi penyakit dalam masyarakat untuk usaha penanggulangan penyakit yang akan timbul. Skrining juga dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap awal sebelum gejala ditemukan sedangkan pengobatan lebih efektif ketika penyakit tersebut sudah terdeteksi keberadaannya (Chandra, 2009).
3. Proses Pelaksanaan Skrining
Pada sekelompok individu yang tampak sehat dilakukan pemeriksaan (tes) dan hasil tes dapat positif dan negatif. Individu dengan hasil negatif pada suatu saat dapat dilakukan tes ulang, sedangkan pada individu dengan hasil tes positif dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik dan bila hasilnya positif dilakukan pengobatan secara intensif, sedangkan individu dengan hasil tes negative dapat dilakukan tes ulang dan seterusnya sampai penderita semua penderita terjaring.
Tes skrining pada umumnya dilakukan secara masal pada suatu kelompok populasi tertentu yang menjadi sasaran skrining. Namun demikian bila suatu penyakit diperkirakan mempunyai sifat risiko tinggi pada kelompok populasi tertentu, maka tes ini dapat pula dilakukan secara selektif (misalnya khusus pada wanita dewasa) maupun secara random yang sarannya ditujukan terutama kepada mereka dengan risiko tinggi. Tes ini dapat dilakukan khusus untuk satu jenis penyakit tertentu, tetapi dapat pula dilakukan secara serentak untuk lebih dari satupenyakit (Noor, 2008).