• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Kriminologis Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Di Bawah Umur (Studi Kasus Di Kota Surakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tinjauan Kriminologis Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Di Bawah Umur (Studi Kasus Di Kota Surakarta)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

i

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR

(STUDI KASUS DI KOTA SURAKARTA)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Oleh:

PARAMITHA DWINANDA PUTRI C100130205

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

(2)
(3)
(4)
(5)

1

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR

(STUDI KASUS DI KOTA SURAKARTA) ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dan untuk mengetahui upaya penegak hukum dalam mengatasi tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. Metode penelitian melalui pendekatan kriminologis-sosiologis yaitu mengkaji dan membahas peristiwa yang diperoleh sesuai dengan fakta yang terjadi kemudian dikaitkan dengan norma hukum yang berlaku dan teori yang ada. Jenis penelitian bersifat deskriptif dengan sumber data terdiri dari data primer yakni wawancara dan data sekunder yaitu sumber hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka, kemudian data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur antara lain fakrot rendahnya pendidikan dan ekonomi, faktor lingkungan dan tempat tinggal, faktor minuman keras (beralkohol), faktor teknologi, faktor peranan korban serta faktor kejiwaan yang cenderung pada perilaku pedofilia. Upaya penegak hukum dalam mengatasi tindak pidana tersebut dengan tindakan pre-emptif, tindakan preventif dan tindakan represif.

Kata Kunci: tinjauan kriminologis, pencabulan, anak dibawah umur

ABSTRACT

This study aims to determine the factors causing the crime of abuse against minors and to know law enforcement efforts in overcoming the crime of abuse against minors. The method of research through criminological-sociological approach is to examine and discuss the events obtained in accordance with the facts that occurred then associated with the applicable legal norms and existing theories. The type of research is descriptive with data source consists of primary data that is interview and secondary data that is source of primary, secondary and tertiary law. Methods of data collection by interview and literature study, then the data were analyzed qualitatively. The results showed that the factors causing the crime of abuses against minors include low educational and economic fakrot, environmental factors and shelter, alcoholism, technological factors, victim role factors and psychological factors that tend to pedophilia behavior. Law enforcement efforts in overcoming these crimes by pre-emptive action, preventive action and repressive actions.

(6)

2

1. PENDAHULUAN

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dimana yang mengatur setiap tingkah laku warga negaranya tidak terlepas dari peraturan peraturan yang bersumber dari hukum. Hukum harus ditegakkan secara adil guna terciptanya keamanan, ketertiban, dan kesejahteraan di dalam masyarakat.

Kejahatan atau kriminalitas sering terjadi di masyarakat Indonesia, karena dengan adanya perkembangan ekonomi dan sosial yang tidak merata, serta rendahnya akan kesadaran pada hukum menjadi pemicu terjadinya kejahatan. Selain itu masih banyak faktor lagi yang mendasari terjadinya kejahatan. Tetapi faktor yang utama adalah karena adanya kesempatan serta hawa nafsu yang mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan. Banyak orang melakukan kejahatan dengan mengabaikan akibat yang terjadi dan tidak memandang kepada siapa dia berbuat kejahatan.

Belakangan ini banyak kasus kejahatan dengan korban bukan hanya orang dewasa saja tetapi sudah sampai ke remaja, anak-anak bahkan balita. Salah satu kejahatan yang sedang hangat diperbincangkan di tengah masyarakat kita saat ini adalah kejahatan terhadap kesusilaan.Sering kita jumpai di media cetak atau elektronik kejahatan kesusilaan seperti pemerkosaan, pencabulan terhadap anak dibawah umur dan lebih parahnya pencabulan terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri.

Pencabulan adalah jenis kejahatan yang berdampak sangat buruk terutama pada korbannya, sebab pencabulan akan melanggar hak asasi manusia serta dapat merusak martabat kemanusiaan,khususnya terhadap jiwa, akal, dan keturunan.1

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menggolongkan tindak pidana pencabulan ke dalam tindak pidana terhadap kesusilaan, meski belum dijabarkan secara jelas definisi dari pencabulan itu sendiri namun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur pada buku ke II bab XIV di

1

Sulistyaningsih, dalam Skripsi Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak, 2004,

http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Sulistiyaningsih-E1A007183.pdf diunduh 16 Mei 2017, pukul 20.42

(7)

3

dalam pasal 289 hingga pasal 296 tentang sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana pencabulan.

Pencabulan adalah suatu tindakan kriminal atau kejahatan berwatak seksual yang terjadi tanpa kehendak bersama dalam arti dipaksakan oleh satu pihak ke pihak yang lainnya. Korbannya dapat berada dibawah ancaman fisik dan atau psikologis,kekerasan dan dalam keadaan tidak sadar dan tidak berdaya,dibawah umur, atau mengalami keterbelakangan mental, atau dalam kondisi lain yang menyebabkan tidak dapat menolak apa yang terjadi atau tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi padanya.2 Tindak pidana pencabulan termasuk dalam tindak pidana aduan. Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang penuntutannya berdasarkan adanya laporan dari pihak korban.3

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di samping itu anak adalah tunas,potensi,dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa,memiliki peran strategis,ciri,dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Mereka juga berhak dilindungi, disejahterakan, dan dididik secara optimal agar terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan kualitas yang baik.

Anak berhak mendapatkan pemeliharaan dan bantuan khususnya keluarga sebagai inti dari masyarakat dan sebagai lingkungan alami bagi pertumbuhan dan kesejahteraannya. Anak-anak hendaknya diberi perlindungan dan bantuan yang diperlukan, sehingga mampu mengemban tanggung jawab dalam masyarakat. Anak hendaknya diperlakukan dengan baik dalam lingkungan keluarga yang bahagia, penuh kasih sayang dan pengertian.4

Kedudukan anak dalam lingkungan hukum sebagai subyek hukum,ditentukan dari bentuk dan sistem hukum terhadap anak sebagai kelompok

2Widhi Yuliawan “Analisis Kasus Pencabulan Kaitannya dengan Teori-Teori Kriminologi”, Senin

21 April 2014 http://widhiyuliawan.blogspot.co.id/2014/04/analisis-kasus-pencabulan-kaitannya. html diunduh 11 Agustus 2017 pukul 11.06

3

Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005. Hukum Pidana. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 131-138.

4

(8)

4

masyarakat yang berada di dalam status hukum dan tergolong tidak mampu karena dibawah umur.5

Tindak pidana pencabulan terhadap anak sebagai korbannya merupakan salah satu masalah sosial yang sangat meresahkan masyarakat sehingga perlu dicegah dan ditanggulangi. Oleh karena itu masalah ini perlu mendapatkan perhatian serius dari semua kalangan terutama kalangan kriminolog dan penegak hukum.6

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur dan untuk mengetahui upaya penegak hukum dalam mengatasi tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur. Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Manfaat teoritis, diharapkan dengan adanya tulisan ini dapat meningkatkan pengetahuan tentang ilmu hukum khususnya hukum pidana, dan (2) Manfaat praktis, hasil penelitian ini semoga dapat memberikan masukan kepada anggota masyarakat dan pihak kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur.

2. METODE

Metode penelitian melalui pendekatan kriminologis-sosiologis yaitu mengkaji dan membahas peristiwa yang diperoleh sesuai dengan fakta yang terjadi kemudian dikaitkan dengan norma hukum yang berlaku dan teori yang ada. Jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu penelitian dengan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak.7 Lokasi penelitian di Kota Surakarta, dimana merupakan kota yang berkembang dengan penduduk yang padat sehingga sangat rentan terjadi suatu tindak pidana salah

5

Maulana Hassan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: PT. Grasindo, hal 1

6

Wiji Rahayu dalam Skripsi Tindak Pidana Pencabulan, 2013 http://fh.unsoed.ac.id/sites/ default/files/SKRIPSI_0.pdf diunduh 11 Agustus 2017 pukul 11.41

7

(9)

5

satunya tindak pidana pencabulan. Sumber data terdiri dari data primer yakni wawancara dan data sekunder yaitu sumber hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka, kemudian data dianalisis secara kualitatif.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Dibawah Umur

Pada umumnya kasus pencabulan banyak terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun ini khususnya di Kota Surakarta. Dari hasil penelitian terdahulu ditemukan ada 5 faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana pencabulan antara lain:

Pertama, faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi. Rendahnya tingkat pendidikan formal dalam diri seseorang dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan yang bersangkutan mudah terpengaruh melakukan suatu kejahatan tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya. Dikarenakan pendidikan yang rendah maka berhubungan dengan taraf ekonomi, dimana ekonomi juga merupakan salah satu penyebab seseorang melakukan suatu perbuatan yang melanggar norma hukum.

Berdasarkan wawancara dengan pelaku, bahwa tindak pidana pencabulan terhadap anak bisa terjadi karena adanya faktor rendahnya pendidikan. Akibat rendahnya pendidikan maka akan menyebabkan seseorang juga memiliki kekurangan dalam hal wawasan dan pemahaman, sehingga ia dalam melakukan tindak pidana pencabulan tidak mengetahui dampak dari perbuatannya tersebut. Selain itu anak yang menjadi korban dari orangtua broken home akan menyebabkan kurangnya pengawasan pada anak dalam kesehariannya.

Di sisi lain, faktor rendahnya ekonomi dan pengangguran juga dapat memicu untuk terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur. Berkaitan dengan hal tersebut, Aristoteles berpendapat bahwa kemiskinan menimbulkan pemberontakan dan kejahatan. Kejahatan yang besar itu tidak diperbuat orang untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan hidup yang vital, akan

(10)

6

tetapi lebih banyak didorong oleh keserakahan manusia mengejar kemewahan dan kesenangan yang berlebih-lebihan.8

Kedua, faktor lingkungan dan tempat tinggal. Lingkungan sosial tempat hidup seseorang banyak berpengaruh dalam membentuk tingkah laku kriminal, sebab pengaruh sosialisasi seseorang tidak akan lepas dari pengaruh lingkungan. Dari wawancara terhadap para pelaku bahwa pelaku melakukan pencabulan tersebut dipicu oleh keadaan lingkungan sekitarnya yang didominasi oleh anak-anak dan mereka banyak yang menggunakan pakaian minim, sehingga hal tersebut memancing pelaku untuk melampiaskan hasrat seksualnya dan terjadilah pencabulan terhadap anak-anak tersebut. Selain itu, pelaku lain ia melakukan pencabulan karena dipengaruhi oleh teman-teman sekolahnya untuk menonton video porno.9

Jika dikaitkan dengan teori subkultur, diketahui bahwa faktor lingkungan yang memberi kesempatan dan lingkungan pergaulan yang memberi contoh akan terjadinya suatu kejahatan, salah satunya tindak pidana pencabulan. Teori ini berkaitan dengan teori psikogenesis yang menekankan sebab tingkah laku menyimpang dari seseorang dilihat dari aspek psikologis atau kejiwaan antara lain faktor kepribadian, intelegensia, fantasi, konflik batin, emosi dan motivasi seseorang. Dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara teori subkultur dengan teori psikogenenis. Seseorang yang memiliki gangguan pada kejiwaannya serta didukung oleh lingkungan yang memberikan kesempatan, maka sangat mudah terjadi suatu kejahatan salah satunya tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur.

Menurut W.A Bonger, selain faktor internal yang berasal dari pribadi, faktor eksternal salah satunya lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan kejahatan yang bisa terjadi. Pengaruh lingkungan sangat menentukan bagaimana seseorang, apakah ia akan menjadi orang jahat atau baik.10

Ketiga, faktor minuman keras (beralkohol). Kasus pencabulan juga terjadi karena adanya stimulasi diantaranya karena dampak alkohol. Orang yang dibawah

8

Kartini Kartono, 1981, Patologi Sosial jilid 1, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, hal 145.

9

Ajib, Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Anak Dibawah Umur, Wawancara Pribadi, Surakarta, 5 Desember 2017, pukul 11.00 WIB

10

(11)

7

pengaruh alkohol sangat berbahaya karena ia menyebabkan hilangnya daya menahan diri dari si peminum. Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaku yang berusia 20 tahun, mengatakan bahwa ia melakukan pencabulan terhadap teman wanitanya yang masih berusia 14 tahun. Menurut pengakuannya pencabulan tersebut terjadi karena pelaku D sedang berada di bawah pengaruh minuman keras. Pencabulan tersebut dilakukan dengan cara pelaku mengajak korban pergi ke hotel, setibanya di hotel pelaku meminum minuman keras dan memaksa korban untuk meminumnya juga, selain itu pelaku juga merayu korban untuk dilakukan perbuatan cabul, jika korban tidak mau maka pelaku akan marah dan mengatakan bahwa korban sudah tidak mencintainya lagi. Saat pelaku dan korban tidak sadar karena sama-sama berada dibawah pengaruh minuman keras, sehingga pelaku sangat mudah melakukan perbuatan cabul dan korban mau akan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.11 Jadi dapat disimpulkan bahwa minuman keras sangat berpengaruh akan terjadinya suatu tindak pidana pencabulan, karena yang berada dibawah pengaruh minuman keras menjadi tidak sadar terhadap perbuatan yang dilakukannya.

Menurut Wisnu (2000) terdapat hubungan antara minuman keras dengan kriminalitas yaitu : (1) Efek langsung alkohol dapat mencetuskan tindak kriminal dengan mengubah orang yang biasanya normal menjadi bertingkah laku tidak seperti biasanya; (2) Tindak kriminal juga dapat dijumpai pada upaya ilegal untuk mendapatkan minuman keras tersebut; (3) Meminum alkohol untuk memabukkan diri sendiri diasosiasikan sebagai perilaku kriminal; (4) Dampak konsumsi berlebihan dalam jangka lama secara tidak langsung berhubungan dengan kejahatan dikarenakan menurunnya kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas sehingga ia mulai menjadi pribadi yang lebih permisif terhadap tindakan melanggar hukum.12

Keempat, faktor teknologi. Adanya perkembangan teknologi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Dampak-dampak pengaruh teknologi

11

Andi Puji Wibowo, Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Anak Dibawah Umur, Wawancara Pribadi, Surakarta, 9 Desember 2017, pukul 13.00 WIB.

12

Harjanti Setyorini, dalam jurnal Perilaku Kriminal Pada Pecandu Alkohol, Jakarta: Fakultas Psikologi Unversitas Gunadarma, hal 2.

(12)

8

tersebut kita kembalikan kepada diri kita sendiri sebagai generasi muda agar tetap menjaga etika dan budaya, agar kita tidak terkena dampak negatif dari teknologi.

Menurut pengakuan dari pelaku A yang berusia 14 tahun, mengungkapkan bahwa ia melakukan pencabulan karena ia sering menonton video porno. Video porno tersebut ia dapatkan dari teman-temannya di sekolah. Setelah ia menonton video porno tersebut, maka menimbulkan rasa ingin tahu pada dirinya dan ingin mencoba sehingga terjadilah pencabulan terhadap anak atau korban yang diketahui adalah tetangganya yang sering main ke rumah pelaku.13

Jadi dapat disimpulkan, bahwa faktor teknologi juga berpengaruh dalam terjadinya tindak pidana pencabulan. Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka akan memberikan dampak positif maupun negatif bergantung pada penggunanya. Apabila penggunanya masih dalam kategori anak-anak dibawah umur, maka pengawasan orang tua sangat diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan yang akan menimbulkan dampak buruk bagi si anak tersebut. Selain itu orangtua juga wajib mengawasi dan mengontrol segala aktivitas yang dilakukan oleh anaknya agar si anak tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang.

Menurut Warjon Tarigan, perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat manusia lebih mudah untuk mendapatkan sesuatu hal yang dia inginkan. Perkembangan teknologi juga membawa informasi gaya hidup negara lain yang menyimpang jauh dari pola etika dan budaya bangsa Indonesia yang memandang adanya norma-norma di tengah masyarakat. Dampak globalisasi begitu mempengaruhi gaya hidup generasi muda. Informasi yang diterima dan tidak disaring akan menimbulkan pemikiran yang sempit dan tidak menjadi kreatif, sehingga pola pikir sempit tadi menimbulkan perilaku buruk yang dapat dibawa ke tengah masyarakat, perilaku buruk tadi akan berwujud tindak pidana salah satunya pencabulan.14

13

Ajib, Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Anak Dibawah Umur, Wawancara Pribadi, Surakarta, 5 Desember 2017, pukul 11.00 WIB

14

Wilson Raja Ganda Tambunan, 2017, dalam jurnal Pelaksaan Penyelidikan dan Penyidikan Kepolisian Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan, Medan: Universitas Sumatera Utara, hal 130-131.

(13)

9

Kelima, faktor peranan korban. Peranan korban atau sikap korban sangat menentukan seseorang untuk melakukan kejahatan termasuk kejahatan asusila. Secara sadar atau tidak sadar bahwa korbanlah yang sering merangsang orang lain untuk berbuat jahat. Dalam terjadinya suatu kejahatan tertentu, pihak korban dapat dikatakan bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya. Masalah mengenai peran korban ini bukan merupakan masalah yang baru, karena hal-hal tertentu yang kurang diperhatikan bahkan diabaikan sehingga menjadi “bumerang” pada diri korban sendiri. Maka perlu kehati-hatian seseorang pada setiap tindakan yang dilakukannya agar tidak salah arah yang akan berujung merugikan dirinya sendiri.

Menurut Von Henting bahwa ternyata korbanlah yang kerap kali merangsang seseorang untuk melakukan kejahatan dan membuat orang menjadi penjahat.15 Namun berdasarkan dari hasil penelitian dan wawancara penulis, faktor peranan korban tidak ditemukan dalam tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur.

3.2Upaya Penanggulan Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Dibawah Umur

Upaya penanggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan politik kriminal secara garis besar dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu melalui jalur non penal atau tindakan preventif dan jalur penal atau tindakan represif. Sedangkan menurut Prof. A.S Alam penanggulangan kejahatan secara empirik terdiri dari atas tiga bagian pokok yaitu:

Pertama, upaya pre-emptif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emptif adalah dengan menanamkan nilai-nilai atau norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-emptif faktor niat menjadi hilang. Dalam hal ini pihak kepolisian Polresta Surakarta berusaha

15

Ninik Widiyanti, 1987, Kejahatan dalam Masyarakat dan Pencegahan, Jakarta: Bina Aksara, hal 133.

(14)

10

untuk menanamkan nilai-nilai atau norma-norma agama dengan mengadakan kegiatan Binrohtal (Bimbingan Rohani dan Mental). Pihak kepolisian bekerja sama dengan elemen masyarakat dan tokoh agama berupaya meningkatan kesadaran diri akan pentingnya penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan pemahaman nilai-nilai atau norma-norma agama yang baik, diharapkan dapat meminimalisir adanya kejahatan salah satunya pencabulan.16

Jadi dapat diketahui bahwa pihak kepolisian telah aktif dalam melakukan upaya pre-emptif guna mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang ada di masyarakat termasuk pencabulan terhadap anak dibawah umur. Upaya pre-emptif ini tidak dapat terwujud jika tidak didukung dengan upaya-upaya lainnya. W.A Bonger juga berpendapat bahwa cara menanggulangi kejahatan yang terpenting berupa moralistik, yaitu menyebarluaskan sarana-sarana yang dapat memperteguhkan moral seseorang agar dapat terhindar dari nafsu berbuat jahat.17

Kedua, upaya preventif ini merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emptif yang masih dalam tatanan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan. Pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dalam mencegah terjadinya tindak pidana pencabulan dan upaya apa saja yang harus dilakukan yaitu secara individu, masyarakat, pemerintah, dan aparat Kepolisian.

Ketiga, upaya represif ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcement) dengan menjatuhkan hukuman.

Selain tindakan preventif, pihak kepolisian Kota Surakarta juga melakukan upaya represif setelah terjadinya suatu tindak pidana. Tindakan represif yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan dan undang-undang kepolisian. Aparat yang bekerja di lapangan tidak dapat melakukan tindakan yang sewenang-wenang, apabila terjadi kesalahan prosedur maka harus diproses dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulis

16

Tohari, S.Ag, PNS Polresta Surakarta Bagian Urusan Latihan Sumber Daya Manusia,

Wawancara pribadi, Surakarta, 12 Desember 2017, pukul 10.00 WIB

17

Bonger, 1981, Pengantar Tentang Kriminologi, Jakarta: PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, hal 15.

(15)

11

berpendapat bahwa selain dari kepolisian, pihak kejaksaan dan hakim juga mempunyai peran penting dalam menangani tindak pidana. Dalam tindak pidana pencabulan ini jaksa bertugas untuk meneliti berkas penyidikan dari kepolisian dan melakukan penuntutan di hadapan majelis hakim pengadilan negeri. Selanjutnya, hakim dalam memberikan putusan menyatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan adalah sebagai upaya penegakan hukum dan diharapkan dapat memberikan efek jera pada pelakunya serta mengubah sikap maupun mental pelaku agar tidak mengulangi kembali tindakannya.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis, upaya represif yang dilakukan kepolisian Kota Surakarta adalah dengan menindak lanjuti atas aduan yang diterima mengenai tindak pidana pencabulan. Kemudian pihak atasan dari kepolisian membuat surat perintah penyelidikan dan surat perintah tugas untuk dilakukan penyelidikan terhadap pelapor, saksi, dan terlapor. Di dalam penyelidikan, pelapor, saksi, dan terlapor diklarifikasi serta mencari atau mengumpulkan barang bukti berdasarkan laporan yang telah diterima oleh pihak kepolisian. Setelah dilakukan penyelidikan dan ditemukan bukti bukti yang cukup sesuai dengan laporan yang diadukan oleh pelapor, maka selanjutnya dilakukan proses gelar perkara. Setelah dilakukan gelar perkara dan terpenuhi pidananya, lalu ditingkatkan ke proses penyidikan dan terbit surat perintah penyidikan serta surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang ditujukan pada kantor Kejaksaan Negeri Surakarta. Saat proses penyidikan, dilakukan pemeriksaan pada para saksi dan terlapor diperiksa sebagai tersangka. Setelah proses penyidikan selesai, dilakukan pemberkasan yang selanjutnya berkas perkara tersebut diserahkan ke Kejaksaan Negeri Surakarta untuk dilakukan penelitian. Jika pada penelitian ada kekurangan maka berkas perkara dikembalikan pada kepolisian (P19) dan apabila berkas dinyatakan lengkap (P21) Kejaksaan memberitahukan pada Kepolisian untuk segera menyerahkan barang bukti bersama tersangka.18

18

IPTU Wahyu Riyadi, KASUBNIT PPA Polresta Surakarta, Wawancara Pribadi, 6 Desember 2017, pukul 10.00 WIB

(16)

12

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa upaya penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dinilai telah efektif. Hal tersebut dapat dilihat dari tindakan penegak hukum pidana secara tugas dan wewenang antara aparat penegak hukum acara pidana dan sistem peradilan pidana sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang ada. Maka diharapkan dengan adanya penegakan hukum pidana dapat menjadi pelajaran bagi pelaku pidana dan memberikan efek jera supaya tidak mengulangi tindakannya lagi.

Menurut Erna Dewi, pemberian pidana atau pemidanaan bertujuan pada satu pihak merupakan pencegahan umum (general prevention) dan pada pihak lainnya adalah pencegahan khusus (special prevention). Pencegahan umum dimaksudkan, bahwa dengan adanya pemidanaan akan mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku orang lain yaitu pembuat potensial dan warga masyarakat yang taat pada hukum. Pencegahan khusus adalah pengaruh langsung dari pemidanaan yang dirasakan oleh diri terpidana (baik lahir maupun batin) dan ia akan menjadi warga masyarakat yang lebih baik daripada sebelumnya atau dengan kata lain, bahwa dengan adanya pemidanaan diharapkan tidak akan terjadi pengulangan perbuatan kejahatan oleh diri terpidana.19

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pertama, tindak pidana pencabulan anak di bawah umur didasari berbagai faktor, antara lain faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi, faktor lingkungan dan tempat tinggal, faktor minuman keras (beralkohol), faktor teknologi, faktor peranan korban serta satu faktor lagi yang dapat menyebabkan terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur, ialah faktor kejiwaan yang cenderung pada perilaku pedofilia.

Kedua, upaya penanggulangan tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur, pihak Kepolisian Kota Surakarta telah aktif melakukan berbagai

19

Erna Dewi, 2013, Sistem Minimum Khusus dalam Hukum Pidana Sebagai Salah Satu Usaha Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Semarang:Pustaka Magister, hal 9.

(17)

13

tindakan, antara lain melalui: (1) Tindakan pre-emptif yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian guna menekankan nilai-nilai/norma-norma yang baik, dalam hal ini pihak Kepolisian Kota Surakarta mengajak para aggota masyarakat dengan mengadakan kegiatan Binrohtal (Bimbingan Rohani dan Mental), (2) Tindakan preventif yaitu upaya pencegahan sebelum terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur. Dalam hal tersebut melibatkan beberapa pihak antara lain individu, masyarakat, pemerintah, serta Kepolisian, (3) Tindakan represif yaitu upaya yang dilakukan setelah terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. Dalam hal ini pihak Kepolisian Kota Surakarta telah melakukan tindakan hukum sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang-udangan yang ada.

4.2Saran

Pertama, kepada masyarakat diharapkan untuk lebih meningkatkan mentalitas, moralitas, dan keimanan guna mengedalikan diri agar tidak mudah tergoda untuk melakukan suatu hal atau tindakan yang kurang baik yang akhirnya akan merugikan dirinya sendiri. Selain itu masyarakat juga harus lebih tanggap dan aktif dalam hal mencegah terjadinya pencabulan anak dibawah umur dengan melaporkan kepada pihak yang berwajib jika mengetahui adanya tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur.

Kedua, kepada orangtua harus lebih memperhatikan anak, memberi nasihat, dan pemahaman pada anak tentang bahaya yang ada di lingkungan dimana saja anak berada serta mengawasi aktivitas dan mengenal teman bergaul anak guna mencegah terjadinya tindak pidana pencabulan.

Ketiga, kepada pemerintah diharapkan dapat memberantas konten-konten yang berbau pornografi baik pada media cetak maupun elektronik karena hal tersebut adalah salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pencabulan. Dengan dilakukan tindakan tersebut, berharap dapat mencegah ataupun mengurangi tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur.

Keempat, kepada pihak Kepolisian dalam usahanya mencegah terjadinya suatu tindak pidana diharapkan dapat lebih intensif guna menekan atau mengurangi angka tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur yang

(18)

14

ada di Kota Surakarta. Selain itu pihak kepolisian juga dapat mewujudkan perlindungan hukum pada korban pencabulan dengan memberikan psikiater untuk menjaga kejiwaan dari rasa trauma pada seseorang yang menjadi korban pencabulan.

PERSANTUNAN

Skripsi ini, penulis persembahkan kepada kedua orangtuaku tercinta atas doa dan dukungan moril maupun materiil yang tiada tara. Saudara-saudarku tersayang atas dukungan, doa dan semangatnya serta sahabat-sahabatku semuanya tanpa kecuali, terima kasih atas motivasi, dukungan dan doanya selama ini.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Bonger, 1981, Pengantar Tentang Kriminologi, Jakarta:PT. Pembangunan Ghalia Indonesia

Dewi, Erna. 2013, Sistem Minimum Khusus dalam Hukum Pidana Sebagai Salah Satu Usaha Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Semarang:Pustaka Magister,

Huraerah, Abu. 2006, Kekerasan Terhadap Anak, Jakarta: Nusantara

Kartono, Kartini. 1981, Patologi Sosial jilid 1, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada Soejono, D., 1976, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Bandung:

Alumni

Soerjono & Abdul Rahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Rineka Cipta

Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005. Hukum Pidana. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Wadong, Maulana Hassan. 2000, Pengantar Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta:PT.Grasindo

Widiyanti, Ninik. 1987, Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahan, Jakarta: Bina Aksara

(19)

15

Jurnal/Karya Ilmiah

Wilson Raja Ganda Tambunan, 2017, dalam jurnal Pelaksaan Penyelidikan dan Penyidikan Kepolisian Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan, Medan:Universitas Sumatera Utara, hal 130-131.

Harjanti Setyorini, dalam jurnal Perilaku Kriminal Pada Pecandu Alkohol, Jakarta:Fakultas Psikologi Unversitas Gunadarma, hal 2.

Website/Internet

Sulistyaningsih,dalam Skripsi Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak,2004,

http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Sulistiyaningsih-E1A007183.pdf diunduh 16 Mei 2017,pukul 20.42

Widhi Yuliawan “Analisis Kasus Pencabulan Kaitannya Dengan Teori-Teori Kriminologi”, Senin 21 April 2014 http://widhiyuliawan.blogspot.co.id/ 2014/04/analisis-kasus-pencabulan-kaitannya.html diunduh 11 Agustus 2017 pukul 11.06

Wiji Rahayu dalam Skripsi Tindak Pidana Pencabulan, 2013 http://fh.unsoed. ac.id/sites/default/files/SKRIPSI_0.pdf diunduh 11 Agustus 2017 pukul 11.41

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Wawancara Pribadi

Tohari, S.Ag, PNS Polresta Surakarta Bagian Urusan Latihan Sumber Daya Manusia, Wawancara pribadi, Surakarta, 12 Desember 2017, pukul 10.00 WIB

IPTU Wahyu Riyadi, KASUBNIT PPA Polresta Surakarta, Wawancara Pribadi, 6 Desember 2017, pukul 10.00 WIB

Andi Puji Wibowo, pelaku D, wawancara pribadi, 9 Desember 2017, pukul 13.00 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

Selain mengajak warga, gerakan ini juga melibatkan para pelaku industri untuk peduli dengan dampak lingkungan dari sedotan plastik dengan tidak lagi menyediakan sedotan

Tabel 2 hasil perhitungan dengan bantuan SPSS for window, maka dapat diketahui bahwa variable Kepemimpinan, Insentif Finansial, , dan Motivasi Kerja adalah

Conditional ; dan Collateral. Penerapan 5C dalam analisis pembiayaan di BPRS SAFIR sangat dilakukan, karena pada tahap analisis inilah bank bisa menilai risiko yang akan

Hubeis (2004) menyatakan bahwa kelemahan utama UKM secara umum adalah lemahnya kemampuan manajerial meliputi perencanaan, pengorganisasian, pemasaran, maupun

Allah berfirman, ‖Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.‖ Dalam ayat lain Allah

Berdasarkan hasil penelitian yang dicapai dalam Penelitian Tindakan Kelas ini dapat diimplikasikan bahwa ”Media Pembelajaran Benda Konkret” dapat digunakan untuk

banyaknya permintaan produk tersebut, CV Suratin Bamboo diharapkan mempunyai perencanaan strategik yang baik dalam persaingan yang semakin kompetitif di

Perjanjian Kerjasama antara Depkes RI dengan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Askes Nomor 213/MENKES/PKS/III/2008 (Nomor 41/KTR/0308) tentang Manajemen Kepesertaan