• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Telinga Edit 8feb08

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Telinga Edit 8feb08"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga terwujud derajat kesehatan yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), di mana Kesehatan Indera Pendengaran merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas SDM.

WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) penduduk dunia menderita gangguan pendengaran, di mana sepertiganya terdapat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hasil survei Nasional Kesehatan Indera tahun 1994 – 1996 di 7 Provinsi didapatkan prevalensi ketulian 0,4%, gangguan pendengaran 16,8% (masukan P/L; umur). Penyebab terbanyak dari morbiditas telinga adalah serumen prop (3,6%), dan OMSK (3,1%) di samping gangguan pendengaran lainnya yaitu presbikusis (2,6%), ototoksisitas (0,3%), tuli mendadak (0,2%) dan tuna rungu (0,1%).

Dalam rangka menurunkan prevalensi ketulian, Departemen Kesehatan telah menyusun kebijakan-kebijakan di bidang Kesehatan Indera

Pendengaran yaitu: Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Renstranas PGP Ketulian) dan Pedoman Manajemen Kesehatan Indera tingakat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kegiatan Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian di Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan rekomendasi WHO akan diprioritaskan pada 4 (empat) penyakit penyebab gangguan pendengaran dan ketulian yaitu OMSK, Presbikusis, Gangguan pendengaran akibat bising/Noise Induce Hearing Loss (NIHL) dan Tuli kongenital. Namun demikian adanya prioritas tersebut tidak mengabaikan penyakit lain penyebab ketulian yang spesifik di wilayah tersebut. Kegiatan pelayanan kesehatan Indera

Pendengaran dilaksanakan oleh Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama dan Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM) dan RSU sebagai sarana rujukan.

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja dan mempunyai fungsi sebagai 1) Penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, 2) Pusat pemberdayaan masyarakat dan 3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM).

(2)

Dalam mencapai Visi “Kecamatan Sehat”, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan wajib yaitu upaya promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta KB, upaya perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta upaya pengobatan. Selain itu sesuai dengan masalah daerah setempat dapat dilaksanakan upaya kesehatan pengembangan. Kesehatan Indera Pendengaran termasuk dalam upaya kesehatan pengembangan Puskesmas yang dapat diintegrasikan dengan upaya kesehatan wajib.

Agar program kesehatan Indera Pendengaran ini dapat dikelola, baik dari aspek manajemen di tingkat Puskesmas maupun aspek pelayanan kepada masyarakat yang mencakup promotif, preventif dan kuratif,rehabilitasi,maka diperlukan suatu pedoman pelayanan kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas. Pedoman ini akan menjadi acuan bagi petugas Puskesmas dalam pelaksanaan dan pengembangan program kesehatan Indera Pendengaran di wilayah kerja Puskesmas.

B. TUJUAN

1. Tujuan umum :

Meningkatnya derajat kesehatan Indera Pendengaran masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

2. Tujuan Khusus :

 Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dan kader

 Meningkatnya kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat untuk memelihara kesehatan dalam menanggulangi gangguan pendengaran dan ketulian

 Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran kepada masyarakat.

 Meningkatny temuan kasus gangguan pendengaran secara dini

 Meningkatknya cakupan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran masyarakat.

C. SASARAN

1. Sasaran Primer :

 Bayi

 Balita

 Anak usia sekolah/ remaja

 Usia produktif  Ibu hamil  Pekerja industri  Usia Lanjut 2. Sasaran sekunder :  Tenaga kesehatan  Kader  Tokoh masyarakat

(3)

 Guru

D, RUANG LINGKUP

Ruang lingkup bahasan pada pedoman pelayanan kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas ini dibatasi pada pelayanan kesehatan THT dasar yang bisa dilaksanakan di Puskesmas dengan merujuk kasus-kasus yang tidak bisa ditangani ke Rumah Sakit. Di samping itu pedoman ini juga memberikan pengetahuan tentang bagaimana pimpinan Puksemas dapat melaksanakan pengelolaan program Kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas

E. LANDASAN HUKUM

1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara 3670);

3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 4437);

4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

5. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara 3637);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara 3754); 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom;

9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/MENKES/SK/ XI/2001 tentang Sistem Kesehatan Nasional;

10. Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas

11. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 879/Menkes/SK/XI/2006 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian untuk mencapai tujuan Sound Hearing 2030

(4)

BAB II

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN

Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian di Puskesmas dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

A. PERENCANAAN KEGIATAN

Puskesmas yang akan mengembangkan Upaya Kesehatan Indera Pendengaran mempersiapkan :

a. Sumber daya

1). Tenaga yang terlibat

Dokter, perawat dan tenaga medis lainnya

Kader, guru UKS dan tokoh masyarakat 2). Sarana dan prasarana

Untuk pelaksanaan kegiatan diperlukan sarana penunjang seperti peralatan medis dan non medis, obat-obatan, sarana penyuluhan dan lain lainnya.

3). Dana untuk mendukung kegiatan

Apabila sumber daya untuk kegiatan ini belum tersedia atau belum memadai, program kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas bisa diawali dengan kegiatan sederhana yaitu upaya promotif dan preventif, seperti penyuluhan dan pemeriksaan pendengaran yang dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pokok puskesmas

b. Survei Mawas Diri (SMD)

SMD ini merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengenali keadaan dan masalah yang dihadapi serta potensi yang ada untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil dari SMD berupa data tentang :

 Gangguan pendengaran dan ketulian di masyarakat berdasarkan kelompok usia.

 Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengenai kesehatan Indera Pendengaran

 Potensi-potensi yang ada dalam masyarakat yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.

Setelah data ini terkumpul, akan dilakukan analisis bersama dengan Puskesmas, untuk menetapkan masalah kesehatan telinga. bahan ini dapat digunakan untuk menyusun rencana kegiatan.

c. Penyusunan usulan kegiatan

Penyusunan usulan kegiatan dilakukan secara terpadu dengan upaya kesehatan lainnya. Rencana yang telah disusun dibuat dalam bentuk matriks yang berisikan rincian : kegiatan, volume, tujuan, sasaran, waktu, lokasi, pelaksana serta perkiraan biaya untuk setiap kegiatan.

(5)

Tabel 1. Contoh Matriks Rencana Kegiatan n

No Kegiatan

V

Vol Tujuan Sasaran Lokasi Pelak-sana

Waktu Biaya 1

Sesuai dengan usulan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maka kegiatan tersebut harus dilaksanakan. Bila sumber daya terbatas maka kegiatan dilaksanakan secara terpadu dengan upaya kesehatan lainnya. Rencana kegiatan yang telah disusun diinformasikan pada seluruh staf melalui pertemuan Lokakarya Mini Puskesmas.

Sesuai dengan pembagian wilayah binaan, maka setiap penanggung-jawab wilayah binaan akan mendapat target sasaran, yang harus dicapai serta kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kewenangannya.Tenaga kesehatan yang sudah dilatih atau yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas akan mengkoordinir kegiatan-kegiatan tersebut.

B. PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Sosialisasi

Sosialisasi ini diberikan kepada staf Puskesmas, lintas sektor, kader-kader kesehatan, guru-guru UKS dan pekerja yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan sosialisasi agar mereka mendapatkan informasi secara jelas mengenai program kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas dan masalah-masalah gangguan pendengaran dan ketulian.

2. Pelatihan

Pelatihan diberikan kepada: Kader, guru UKS dan tokoh masyarakat

3. Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran

a. Pelayanan di dalam gedung Puskesmas

Pelayanan kesehatan Indera Pendengaran di dalam gedung dapat dilakukan dengan mengintegrasikan dalam upaya kesehatan wajib Puskesmas.

Kegiatannya dapat berupa :

1). Penyuluhan kesehatan Indera Pendengaran

Penyuluhan kesehatan Indera Pendengaran di dalam gedung Puskesmas dapat dilaksanakan secara langsung kepada pengunjung Puskesmas dengan sasaran kelompok maupun individu. Selain itu dapat juga secara tidak langsung, dilakukan dengan menggunakan poster, leaflet, radio spot atau lainnya yang tersedia di Puskesmas.

(6)

2). Penjaringan kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian melalui rawat jalan pengobatan dan pada unit-unit pelayanan lainnya.

3). Pemeriksaan dan tindakan medik masalah gangguan pendengaran

4). Pengobatan kasus-kasus gangguan pendengaran

5). Merujuk kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

b. Pelayanan di luar gedung Puskesmas

Kegiatan di luar gedung terutama mengacu pada upaya promotif dan preventif serta penjaringan kasus dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam rangka menciptakan kemandirian masyarakat. Kegiatan Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran tersebut adalah :

1). Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat umum, masyarakat sekolah, kelompok pekerja yang beresiko terhadap gangguan pendengaran dan lain-lain.

2). Penjaringan kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian di masyarakat dan sekolah oleh kader, dokter kecil, guru UKS dan petugas kesehatan yang sudah dilatih.

3). Pengobatan kasus-kasus gangguan pendengaran dan pertolongan pertama pada kedaruratan telinga dapat dilakukan oleh dokter dan perawat Puskesmas

4). Rujukan kasus ke Puskesmas atau fasilitas yang lebih tinggi

4. Pembinaan peran serta masyarakat

Kegiatan Pembinaan peran serta masyarakat dilaksanakan untuk menjalin kemitraaan dalam penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian.

Langkah-langkah untuk menjalin kemitraan :

a. Identifikasi dan analisis masalah gangguan pendengaran dan ketulian.

Tabel 2. Contoh Matriks Analisis Masalah MASALAH

GANGGUAN PENDENGARAN DAN KETULIAN

PERILAKU YG DIHARAPKAN DARI INDIVIDU/ KELUARGA MENCEGAH MENGATASI

OMSK Presbikusis

Gangguan Pendengaran Akibat Bising/NIHL

Tuli Kongenital Lain-lain

(7)

b. Pemberdayaaan masyarakat

Dalam pembinaan peran serta masyarakat maka peran kader sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan program kesehatan indera Pendengaran ini.

Langkah-langkah pemberdayaan masyarakat melalui kader dalam upaya kesehatan Indera Pendengaran adalah :

1). Membantu dan membimbing kader dalam menyusun rencana kegiatan upaya kesehatan Indera Pendengaran di masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan Indera Pendengaran yang ada.

2). Membimbing dan memonitor kegiatan kader

3). Membantu dan membimbing kader untuk mengenal masalah dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh kader

4). Membantu dan membimbing kader dalam pelaksanaan kegiatan tindak lanjut.

5). Membantu dan membimbing kader untuk memecahkan masalah dan hambaan yang dihadapi.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader perlu dilakukan pelatihan kader sehingga dapat melakukan deteksi dini kasus gangguan Indera Pendengaran di masyarakat.

c. Promosi kesehatan Indera Pendengaran

Yaitu pemberian informasi terus menerus kepada masyarakat tentang:

 Masalah umum dan khusus gangguan pendengaran dan ketulian

 Bahaya gangguan pendengaran dan ketulian

 Pencegahan gangguan pendengaran dan ketulian

Dengan pemberian informasi secara terus menerus diharapkan masyarakat menjadi tahu, mau dan mampu melaksanakan pemeliharaan, pencegahan dan pengobatan masalah gangguan pendengaran dan ketulian

d. Bina Suasana

Yaitu upaya penggalangan kemitraan antar berbagai kelompok masyarakat (tokoh masyarakat, tokoh agama,dll) untuk menciptakan suasana/mengembangkan kerjasama yang mendukung penyuluhan masalah kesehatan indera pendengaran.

Bina suasana dapat dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan, mengadakan lokakarya, sarasehan dan penyuluhan atau menyampaikan laporan studi banding ke daerah lain yang telah berhasil.

(8)

Di tingkat kecamatan, pimpinan Puskesmas bersama-sama dengan koordinator promosi kesehatan menjalin kerjasama dengan lintas sektor terkait di kecamatan sehingga tersusun suatu kesepakatan: pembagian tugas, pembagian wilayah, jadwal, kegiatan, dan supervisi terpadu. Hal ini untuk menghindari kegiatan yang tumpang tindih, tetapi menghasilkan pembinaan yang berkesinambungan.

e. Advokasi

Yaitu upaya untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari penentu kebijakan. Untuk mendapatkan dukungan, advokasi harus dilaksanakan dengan teknik yang tepat dan informasi yang akurat Tahapan dan tujuan advokasi:

1). Adanya pemahaman/kesadaran tentang pentingnya masalah kesehatan Indera Pendengaran

2). Adanya ketertarikan untuk mengatasi/solusi masalah

3). Adanya kemauan untuk mencari alternatif tindakan solusi masalah 4). Adanya kesepakatan satu tindakan solusi masalah

5). Adanya kesepakatan tindak lanjut

6). Adanya komitmen dan dukungan (kebijakan, sumber daya, regulasi, dll dalam penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian)

c. PEMANTAUAN DAN EVALUASI

KEGIATAN

Pelaksanaan kegiatan harus diikuti dengan pemantauan secara berkala untuk melakukan telaahan penyelenggaraaan kegiatan dan hasil yang telah dicapai.Telaahan bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang telah dicapai Puskesmas dibandingkan dengan rencana kegiatan dan standar pelayanan. Kesimpulan dirumuskan dalam bentuk kinerja Puskesmas yang terdiri dari cakupan, mutu dan biaya serta masalah dan hambatan yang ditemukan pada waktu penyelenggaraan kegiatan.

Telaahan bulanan ini dilakukan dalam Lokakarya Mini Bulanan Puskesmas. Sebagai tindak lanjut pemantauan ini dirumuskan upaya pemecahan masalah dan diuraikan dalam bentuk rencana kegiatan bulanan/triwulanan yang akan datang. Apabila diperlukan keterlibatan lintas sektor atau Camat atau Kepala Desa maka informasi ini perlu juga disampaikan dalam rapat koordinasi lintas sektor (Lokakrya Mini Triwulanan).

Pada akhir tahun saat mengadakan evaluasi kegiatan, Puskesmas dapat mengundang Dinas Kesehatan Kabupate/Kota sebagai nara sumber yang akan membantu upaya-upaya pemecahan masalah yang dihadapi.

d. PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatatan adalah kegiatan memasukkan dan mengumpulkan semua data yang diperoleh dari semua pelayanan petugas kesehatan.

(9)

Pelaporan adalah kegiatan untuk melaporkan hasil pencatatan dari unit yang lebih rendah kepada unit yang lebih tinggi.

Hasil pencatatan dan pelaporan dilakukan analisis dan evaluasi yaitu suatu kegiatan untuk menganalisis setiap kegiatan yang menjawab pertanyaan 5 W - 1 H (what, who, when, where, why, and how)

a. Pencatatan Program Kesehatan Indera Pendengaran

Pencatatan Program Kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas dilaksanakan bersama-sama dengan Program Kesehatan Indera Pendengaran. Dalam pelaksanaannya dapat secara terintegrasi dengan program lain, jadi pencatatan program PGP Ketulian bisa terdapat dalam pencatatan program lain yang terkait dan terintegrasi, atau memanfaatkan pencatatan yang sudah ada sebelumnya seperti SP3 atau SP2TP/Simpus.

b. Pelaporan Program Kesehatan Indera Pendengaran

Pelaporan program PGP Ketulian dilaksanakan oleh unit Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Dinas Kesehatan Provinsi. Variabel yang dilaporkan hendaknya mengacu kepada informasi yang dibutuhkan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi sampai ke Pusat.

Sesuai dengan kebijakan Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian, ada 4 penyakit yang harus ditanggulangi sebagai penyebab utama ketulian, yaitu;

 OMSK(Otitis media supuratif kronika)

 Tuli kongenital

 Gangguan pendengaran akibat bising

 Presbikusis

 Penyakit lain yang mejadi masalah kesehatan

masyarakat, seperti serumen prop

Pelaporan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran mulai dari Puskesmas sampai ke Pusat, diutamakan laporan pelayanan terhadap 4 penyakit utama tersebut di atas ditambah serumen prop. Laporan dikirim dalam bentuk formulir pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan Indera. Laporan dari Puskesmas dikirim 3 bulan sekali ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merekap dan mengirimkan ke Dinas Kesehatan Provinsi, selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi mengirimkan laporan ke Depkes melalui Subdirektorat Bina Upaya Kesehatan Indera dan Usia Lanjut, Direktorat Bina Kesehatan Komunitas.

(10)

Hasil pelaporan dari Puskesmas dianalisis dan dievaluasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten untuk kemudian diberikan umpan balik ke Puskesmas.

BAB III

PENYAKIT-PENYAKIT TELINGA YANG MENYEBABKAN GANGGUAN PENDENGARAN DAN KETULIAN

KELAINAN DAN PENYAKIT TELINGA

YANG MENYEBABKAN GANGGUAN PENDENGARAN * Anamnesa - kurang dengar - batuk pilek - tidak dengar/pekak/tuli - mimisan - DM, Hipertensi - otore(keluar cairan) - otalgia(nyeri) - otofoni - tinitus(telinga berdenging)

Pemeriksaan - rasa penuh dalam telinga

* Telinga - rasa tersumbat

otoskopik - vertigo

tes garputala - rekruitmen

tes suara percakapan - unilateral/ bilateral tes vestibuler sederhana - onset/progresivitas

* Hidung - kontinu/intermiten

* Tenggorokan

Diagnosis kelainan dan penyakit telinga serta gangguan pendengaran ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, khususnya telinga, hidung, dan tenggorok serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan.

Anamnesis merupakan hal sangat penting sebagai cara pengumpulan data dalam menegakkan diagnosis kelainan dan penyakit penyebab gangguan pendengaran. Keluhan dan gejala yang ada dapat berupa :

1. Rasa sakit di telinga (otalgia),

2. Rasa tersumbat atau rasa penuh seperti ada air di dalam telinga,

(11)

3. Keluar cairan dari liang telinga (otore) yang dapat berupa cairan encer, jernih (mungkin liquor serebro spinal), mukoid, purulen, mukopurulen, darah atau pus bercampur darah (sanguino purulen).

4. Tidak mendengar (tuli/pekak) atau pendengaran berkurang.

5. Pembengkakan dibelakang telinga(infiltrat,abses), lubang dibelakang telinga yang mengeluarkan cairan(fistel). Pada bayi pembengkakan dapat terjadi di bawah telinga ( abses Bezold)

6. Pada bayi dan anak dapat disertai riwayat terlambat berbicara atau belum dapat berbicara.

7. Keluhan lain dapat berupa mendengar suara sendiri di dalam telinga (otofoni) dan keluhan telinga berdenging/berdengung (tinitus).

Tinitus ada 2 macam, yaitu :

a. Tinitus obyektif bila suara tersebut dapat didengar juga oleh pemeriksa dan biasanya bernada rendah

b. Tinitus subyektif yang biasanya bernada tinggi dan tidak dapat didengar oleh pemeriksa.

8. Keluhan perasaan berputar (vertigo) merupakan salah satu gangguan vestibuler yang dapat timbul bersamaan atau tanpa gangguan pendengaran. 9. Nistagmus yaitu gerak bolamata kian kemari yang terdiri atas fase lambat

dan fase cepat merupakan reaksi sistem vestibuler dan reaksi kompensasinya terhadap rangsangan keseimbangan.

Selain keluhan dan gejala di atas, perlu dipahami beberapa hal tersebut di bawah ini agar dengan anamnesis dapat dibedakan kemungkinan seseorang menderita tuli konduktif atau tuli sensori-neural.

1. Tuli konduktif terjadi bila terdapat kelainan pada telinga luar atau telinga tengah

2. Tuli sensori-neural bila terdapat kelainan pada telinga dalam, saraf akustikus atau di sentral/otak.

o Rekruitment ialah suatu fenomena terjadinya peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan diatas ambang dengar. Keadaan ini khas pada tuli sensori-neural yang sering dijumpai pada orangtua yang menderita presbikusis (tuli sensori-neural terutama nada tinggi). Apabila kita berbicara biasa dikatakan jangan berbisik, tetapi apabila kita berbicara agak keras dikatakan jangan berteriak, padahal untuk orang yang pendengarannya normal suara tersebut tidak begitu keras.

Pada orangtua sebaiknya anamnesis dilakukan dengan cara berbicara lambat sehingga memudahkan penderita membaca ujaran bibir. Tanda yang khas lainnya adalah bila penderita menonton televisi volume suaranya dikeraskan, tetapi tetap tidak dapat menangkap percakapan di televisi sepenuhnya. Hal ini disebabkan adanya rekruitmen tadi.

o Pada orang yang menderita tuli konduktif, bising latar belakang (background noise) tidak mengganggu, sehingga pada orang tersebut lebih enak berkomunikasi di tempat yang ramai oleh karena ditempat tersebut lawan bicaranya akan mengeraskan suaranya untuk mengatasi

(12)

bising latar belakang, sehingga ambang pendengaran penderita tuli konduktif tersebut terlampaui. Penderita tuli konduktif bertendensi berbicara lemah oleh karena suaranya akan terdengar keras pada telinga yang kurang dengar (otofoni).

o Pada orang yang menderita tuli sensori-neural bising latar belakang sangat mengganggu, maka bila ia berkomunikasi di tempat ramai akan menjadi bingung, walaupun lawan bicaranya telah mengeraskan suaranya, malah lebih sulit menangkap pembicaraan oleh karena bersamaan dengan ini terjadi rekrutmen. Karena itu tuli sensori-neural sering disebut sebagai “Cocktail Party Deafness”. Penderita tuli sensori-neural bertendensi akan berbicara keras, oleh karena suaranya sendiri tidak terdengar olehnya.

A. PENYAKIT TELINGA LUAR

1. Atresia atau stenosis liang telinga dengan atau tanpa kelainan daun telinga (mikrotia)

Penatalaksanaan :

a. Kelainan unilateral Periksa pendengaran dulu

Rujuk ke spesialis THT untuk operasi rekonstruksi telinga yang cacat setelah anak berumur lebih dari 15 tahun.

b. Kelainan bilateral

Rujuk ke spesialis THT.Usahakan pemasangan alat bantu dengar dan speech training sedini mungkin. Pada usia 5 tahun dilakukan operasi rekonstruksi satu telinga dan telinga lainnya dilakukan setelah dewasa.

2. Serumen

Keluhan rasa tersumbat di telinga, pendengaran berkurang dan kadang-kadang berdengung. Pada liang telinga tampak serumen dalam bentuk lunak, liat, keras dan padat.

Penatalaksanaan :

a. Serumen cair

Bila serumen sedikit, bersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas atau disedot/dihisap dengan pompa penghisap.

b. Serumen lunak Gbr.1. Atresia atau stenosis daun telinga

(13)

Bila serumen banyak dan tidak ada riwayat perforasi membran timpani, irigasi liang telinga dengan larutan permanganat kalium (PK) 1/1000, suhu larutan hangat kuku.

Bila ada riwayat perforasi membran timpani, maka tidak dapat dilakukan irigasi, bersihkan serumen dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.

c. Serumen yang liat

Dikait dengan pengait serumen dan bila tidak berhasil lakukan irigasi bila tidak ada perforasi membran timpani.

d. Serumen yang keras padat (serumen prop)

Lunakkan terlebih dahulu dengan meneteskan karbo gliserin 10% selama 3 hari, kemudian keluarkan dengan pengait atau diirigasi.

3. Trauma Liang Telinga

Terdapat riwayat trauma pada liang telinga.

Keluhan: sakit, terdapat perdarahan liang telinga atau bekuan darah dari liang telinga.

Penatalaksanaan:

 Pasang tampon telinga (selama 3 hari) yang telah diberi antiseptik yodium.

 Antibiotik tetes telinga

 Analgetik

4. Benda asing di liang telinga Penatalaksanaan :

a. Benda asing serangga yang hidup Matikan dulu dengan rivanol atau larutan lain yang tidak iritatif kemudian keluarkan serangga tersebut dengan cara menjepitnya dengan pinset.

b. Benda asing lainnya seperti manik-manik, kacang hijau, biji-bijian, potongan korek api, kapas dan lain-lain. Gbr.2. Serumen Liat

di liang telinga

(14)

Coba keluarkan benda asing tersebut setelah melihat dengan jelas bagian yang dapat dijepit dengan pinset, atau dikait dengan pengait. Bila anak tidak kooperatif dan tindakannya sulit sebaiknya rujuk ke spesialis THT.

5. Otitis Eksterna

Radang liang telinga dapat berbentuk : a. Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel) b. Otitis eksterna difusa akut

c. Otitis eksterna difusa kronis disebabkan jamur : Otomikosis

d. Otitis eksterna difusa eksematosa e. Otitis eksterna maligna

a. Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel)

Rasa nyeri yang hebat bila daun telinga tersentuh atau ditarik. Telinga berdengung bila furunkel telah menutup liang telinga.

Penatalaksanaan :

 Pasang tampon Ichtiol atau salep antibiotika+kortikosteroid ke liang telinga selama 2 hari

 Analgetik

 Bila furunkel sudah menjadi abses, lakukan insisi dan berikan antibiotika

b. Otitis eksterna difusa akut

1. Rasa nyeri, gatal dan rasa penuh di telinga. Sebelumnya ada riwayat trauma dikorek atau berenang

2. Liang telinga sempit karena edem dan hiperemis dan terdapat sekret di liang telinga

Penatalaksanaan :

1. Liang telinga dibersihkan dan diberi tampon yang mengandung anti biotik yang diganti tiap 2 hari .

2. Analgetika

3. Bila perlu diberikan Ampisilin (dewasa : 4x500 mg, anak : 4x25 mg/kgBB/hari atau Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, anak: 3x10mg/kgBB/hari) selama 7 hari bisa diberikan Erytromysin dosis 40 mg /kg bb per hari.

c. Otomikosis/otitis eksterna difusa kronis disebabkan jamur

Gbr.3. Benda asing lain di liang telinga

(15)

Penyebabnya jamur aspergilus nigra atau kandida albikans

1. Rasa gatal, rasa tersumbat di liang telinga, dan pendengaran berkurang

2. Tampak debris jamur berwarna hitam putih atau kotor di liang telinga

Penatalaksanaan :

Bersihkan liang telinga dengan larutan asam asetat 2% dalam alkohol 70% tiap hari, bila perlu diberikan tampon salep yang mengandung anti jamur.(dapat diberikan obat anti jamur topikal)

d. Otitis eksterna difusa eksematosa

Liang telinga dan daun telinga edem, hiperemis kadang-kadang berair atau kering.

Penatalaksanaan :

1. Liang telinga dibersihkan dan diberi salep yang mengandung antibiotika+kortikosteroid

2. Antihistamin

3. Kalau perlu diberikan antibiotika oral

e. Otitis Eksterna Maligna

Biasanya pada penderita diabetes melitus dan berusia tua. Rasa nyeri yang hebat dan terus menerus. Tampak proses inflamasi yang progresif sehingga dapat timbul perikondritis, vaskulitis, osteitis, osteomielitis, paresis nervus fasial dan nervus kranialis lainnya. Selain tanda radang liang telinga juga terdapat jaringan granulasi.

Penatalaksanaan :

Bila mungkin rujuk segera ke spesilis THT, bila tidak mungkin penderita dirawat, kontrol gula darah dan berikan antibiotika aminoglikosid atau quinolon atau penicillin dan derivatnya, cefalosforin generasi ke III

B. PENYAKIT TELINGA TENGAH

1. Obstruksi Tuba Eustachius

Dapat terjadi pada beberapa kondisi seperti infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA), barotrauma, hipertrofi adenoid, alergi hidung, polip hidung, tumor nasofaring dan komplikasi pemasangan tampon belloque. Tampak membran timpani retraksi ke dalam dan refleks cahaya memendek.

Penatalaksanaan ;

Bila penyebabnya ISPA :

a. Ampisilin (Dewasa : 4x500mg, anak :4x25m/kgBB/hari) atau Amoksilin (Dewasa : 3x500mg, anak :3x10mg/kgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500mg, anak : 4x10mg/kgBB/hari) selama 7 hari.

b. Obat tetes hidung (nasal dekongestan) c. Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi

(16)

2. Otitis Media Serosa Akut

Rasa penuh dan rasa ada cairan di telinga, kadang-kadang disertai tinitus. Pada pemeriksaan dengan otoskop tampak membran timpani suram,

kadang-kadang disertai adanya gelembung udara atau batas cairan dengan udara (air fluid level) di kavum timpani. Gerak membran timpani terganggu pada waktu menelan ludah. Tes penala didapatkan tuli konduktif.

Penatalaksanaan :

a. Ampisilin (Dewasa : 4x500mg, anak : 4x25mg/kgBB/hari) atau Amoksilin (Dewasa : 3x500mg, anak : 3x10mg/kgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500mg, anak : 4x10mg/kgBB/hari) selama 7 hari.

b. Obat tetes hidung (dekongestan)

c. Antihistamin bila ada tanda-tanda nasal alergi d. Analgetik/Antipiretik

Bila tidak ada perbaikan berikan antibiotika kombinasi :

 Eritromisina dengan sulfametoksasol atau

 Amoksilin dengan asam klavulanat/sulbaktam selama7 hari Bila masih tidak ada perbaikan rujuk ke spesialis THT.

3. Glue Ear (otitis media serosa kronik)

Terjadi bila cairan yang ada di telinga tengah menjadi kental dan disebut sebagai otitis media efusi persisten. Lebih banyak terjadi pada anak. Biasanya orang tua penderita curiga pendengaran anaknya berkurang. Rasa penuh yang terus menerus di telinga dan tidak sakit.

Pemeriksaan dengan otoskop tampak membran timpani keruh, suram dan ada bagian yang kuning kemerahan atau kebiruan dan kelenturan gerakannya berkurang. Biasanya derajat ketuliannya lebih berat. Penatalaksanaan

Bila sudah pernah mendapat pengobatan yang sesuai dengan pengobatan otitis media serosa, segera rujuk ke ahli THT untuk pemasangan pipa Grommet dan mencari penyebab penyumbatan tuba.

4. Otitis Media Akut (OMA)

Radang akut telinga tengah ini terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. Kuman penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptokokus hemolitikus, pneumokokus atau hemofilus influenza.

Gbr.5. Radang akut telinga tengah

(17)

Keluhan dan gejala yang timbul tergantung dari stadium OMA yaitu : I. Stadium oklusi tuba

II. Stadium hiperemis III. Stadium supurasi IV. Stadium perforasi V. Stadium resolusi

Tanda dan gejala OMA adalah :

1). Anak gelisah atau ketika sedang tidur tiba-tiba terbangun, menjerit sambil memegang telinganya.

2). Demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan kadang-kadang sampai kejang

3). Kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare.

a. OMA stadium oklusi tuba

Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani suram, refleks cahaya memendek atau menghilang.

Penatalaksanaan :

 Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari selama

 7 hari.

 Obat tetes hidung nasal dekongestan

 Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi

 Antipiretik

b. OMA stadium hiperemis

Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani hiperemis dan edem serta refleks cahaya menghilang

Penatalaksanaan :

o Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari) selama 10-14 hari

o Obat tetes hidung dekongestan maksimal 5 hari.

o Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi

o Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya.

c. OMA stadium supurasi

Keluhan dan gejala klinik bertambah hebat.

Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani menonjol keluar

(18)

Penatalaksanaan

 Segera rawat bila ada fasilitas perawatan dan berikan antibiotika Ampisilin atau Amoksilin , parentral selama 3 hari, dan bila ada perbaikan lanjutkan dengan peroral selama 14 hari

 Bila tidak ada fasilitas perawatan rujuk ke spesialis THT untuk miringotomi.

d. OMA stadium perforasi

Anak yang tadinya gelisah menjadi lebih tenang, demam berkurang. Pada pemeriksaan tampak cairan di liang telinga yang berasal dari telinga tengah. Membran timpani perforasi

Penatalaksanaan :

 Antibiotika oral diteruskan sampai 14 hari

Cairan telinga dibersihkan dengan obat cuci telinga Solutio HO

3% 2-3 kali

 Antibiotika tetes atau topikal restriktif e. OMA stadium resolusi

Pemeriksaan otoskopik tampak sekret tidak ada lagi/kering dan membran timpani berangsur menutup kembali.

5. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

Sehari-hari dikenal sebagai congek, dalam perjalanan penyakit ini dapat berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut dimana secret tetap keluar dari telinga tengah baik encer, bening ataupun mukopurulen, hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Membran timpani tetap perforasi.

Gbr.6. OMA stadium perforasi

(19)

Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK : a.Pengobatan terlambat diberikan dan tidak adekuat b.Virulensi kuman tinggi

c.Daya tahan tubuh/gizi/hygiene kurang OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

a. OMSK tipe benigna/tipe mukosa/tipe aman b. OMSK tipe maligna/tipe tulang/tipe bahaya.

Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar dikenal OMSK aktif dan OMSK yang tenang.

Pada OMSK tipe maligna lebih besar kemungkinan terjadinya komplikasi intrakranial.

a. OMSK tipe aman

Proses peradangan hanya terbatas pada mukosa, perforasi membran timpani di sentral, jarang menimbulkan komplikasi berbahaya.

Penatalaksanaan :

1). Bila aktif, berikan obat cuci telinga berupa solutio HO 3%, 2-3 kali 2). Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau

Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari) selama 7 hari.

3). Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi

4). Nasehatkan supaya tidak berenang dan tidak mengorek telinga 5). Bila selama 2 bulan tidak kering atau hilang timbul rujuk ke spesialis

THT

b. OMSK tipe bahaya

Proses peradangan mengenai tulang, perforasi letaknya di atik atau marginal dan tampak kolesteatoma Tanda klinis lain terlihat adanya abses/fistel retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi di liang telinga yang berasal dari telinga tengah dan secret purulen berbau busuk yang khas. Biasanya komplikasi intrakranial disebabkan oleh OMSK tipe bahaya ini.

Penatalaksanaan :

 Rujuk ke spesialis THT untuk pembedahan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti

 Bila belum mungkin dikirim ke spesialis THT sebaiknya dilakuka terapi konservatif seperti dibawah ini.

 Berikan obat cuci telinga berupa solutio HO 3% 2-3 kali

 Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari) selama 14 hari.

 Dan bila terdapat abses retroaurikuler insisi dulu, segera rujuk ke spesialis THT.

(20)

c. OMSK dengan tanda-tanda komplikasi intra kranial

Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe bahaya, tetapi dapat juga pada OMA dan OMSK eksaserbasi akut yang disebabkan oleh kuman yang virulensinya tinggi.

Gejala dan tanda adanya komplikasi OMSK ialah bila OMSK maligna disertai dengan adanya satu atau lebih gejala dibawah ini :

 Mual atau muntah

 Pusing berputar/vertigo

 Sakit kepala yang hebat dan terus menerus

 Demam

 Kejang

 Kesadaran menurun

Penatalaksanaan :

 Segera rujuk ke spesialis THT untuk penatalaksanaan lebih lanjut

 Bila tidak mungkin dirujuk, segera rawat inap dan berikan Ampisilin parenteral dosis tinggi 4x200-400 mg/kg BB/hari. Kloramfenikol parenteral (IM/IV) 4x1/2-1 gr/hari untuk dewasa 60-100 mg/kg BB/hari untuk anak-anak. Metronidazol (oral/parenteral) 3x400-600 mg/hari. Antibiotika oral dapat diteruskan sampai1-1,5 bulan.

 Jika memungkinkan konsul ke spesialis anak /peny.dalam/neurologi/bedah saraf

 Imobilisasi

C. GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK

Untuk dapat menduga atau mengetahui adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak dapat dilakukan allo anamnesis orang tuanya dengan teliti. Bayi tidak kaget bila ada suara yang keras bahkan yang keras sekalipun. Seringkali ibunya mengatakan anak tetap tidur walaupun di sekitarnya bising /ramai.

Anak terlambat bicara atau bila berbicara ucapannya tidak sempurna. Keadaan ini terjadi bila gangguan pendengaran anak kurang tetapi tidak terlalu berat. Apabila belum dapat bicara kemungkinan anak tersebut menderita tuli berat bilateral.

Etiologi dan Patologi Masa Prenatal

Pada masa prenatal faktor genetik/herediter dan non genetik, seperti gangguan/kelainan pada masa kehamilan, kelainan struktur anatomik dan kekurangan zat gizi (misalnya defisiensi Jodium) dapat sebagai faktor penyebab.

Dalam periode kehamilan masa yang paling penting adalah pada trisemester pertama, sebab gangguan atau kelainan yang terjadi pada masa tersebut

(21)

dapat menyebabkan ketulian pada anak. Infeksi bakterial maupun virus yang seringkali berakibat buruk pada bayi yang akan dilahirkan adalah Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes dan Sifilis (TORCHS). Selain itu infeksi virus lainnya seperti campak dan parotitis juga dapat menyebabkan tuli saraf. Beberapa jenis obat ototoksik dan teratogenik berpotensi mengganggu proses organogenesis dan merusak sel-sel rambut koklea seperti salisilat, kina, neomisin, dihidro-streptomisin, gentamisin, thalidomide, barbiturat, dll. Malformasi struktur anatomi telinga yang dikenal sebagai penyebab ketulian antara lain atresia liang telinga dan aplasia koklea.

Masa Perinatal

Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir, juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya gangguan pendengaran/ketulian seperti prematuritas, berat badan lahir rendah (<1500 gr), tindakan denga alat pada proses kelahiran (ekstraksi vakum, forsep), hiperbilirubinemia (<20 mg/100ml) yang memerlukan tukar dara, asfiksia (lahir tidak menangis) dan anoksia otak (nilai Apgar < 5 dalam 5 menit pertama). Biasanya jenis ketulian yang terjadi akibat faktor prenatal dan perinatal adalah tuli sensori-neural dengan derajat ketulian umumnya berat atau sangat berat pada kedua telinga (bilateral).

Masa Postnatal

Adanya infeksi bakterial/viral seperti rubella, campak, parotitis, infeksi otak (meningitis, ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal dapat menyebabkan tuli sensori-neural atau tuli konduktif. Untuk dapat melakukan deteksi dini pada bayi dan anak relatif sulit, karena biaya yang besar. Program skrining sebaiknya diprioritaskan pada bayi dan anak-anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran.

Untuk maksud tersebut di atas, American Joint Committee of Infant Hearing Statement (1994 ) menerapkan pedoman registrasi risiko tinggi terhadap ketulian,yaitu :

1. Riwayat keluarga gangguan pendengaran sensorineural (tuli saraf) yang permanen pada masa kanak

2. Kelainan kraniofasial (bentuk wajah atau tengkorak kepala), termasuk kelainan morfologi liang dan daun telinga

3. Infeksi kongenital yang berhubungan dengan tuli saraf (toksoplasma, rubella, sitomegalovirus (CMV), herpes, dan sifilis)

4. Gambaran fisik yang merupakan bagian dari suatu sindrom yang seringkali disertai tuli saraf (misalnya sindrom Down, sindrom Usher, dan sindrom Waardenburg)

5. Berat lahir kurang dari 1500 gram

6. Nilai apgar rendah (0-3 pada menit ke-5 dan 0-6 pada menit ke-10) 7. Kondisi penyakit yang memerlukan perawatan Neonatal Intensive Care

Unit (NICU) selama 48 jam atau lebih

8. Keadaan tertentu pada usia bayi 0-28 hari, terutama hiperbilirubinemia yang tinggi yang memerlukan transfusi tukar dan penggunaan ventilator (alat bantu nafas mekanik)

(22)

9. Infeksi pasca-persalinan yang berkaitan dengan tuli saraf (misalnya meningitis bakterial)

10. Penggunaan obat-obatan ototoksik yang diberikan lebih dari lima hari antara lain antibiotika tertentu, misalnya gentamisin

Bayi yang mempunyai 3 macam risiko tersebut di atas, mempunyai kecenderungan menderita ketulian 63 kali lebih besar dibandingkan bayi yang tidak mempunyai faktor resiko tersebut.

Kelainan klinis:

 Bayi tidak kaget bila mendengar suara keras

 Bayi tidur tidak pernah terganggu oleh suara bising atau gaduh

 Bayi belum berceloteh/mengoceh pada umur 1 tahun

 Anak terlambat bicara

 Anak bicara tidak benar ucapannya

 Anak belum dapat berbicara

Pemeriksaan pendengaran yang sederhana Untuk Bayi: Refleks Moro

Bunyikan tepukan didekat telinganya, diperhatikan apakah ada reflek mengedip atau menarik kedua lengan dan tungkainya

Untuk anak :

 Dengan memukulkan sendok ke gelas dari belakang, kanan atau kiri anak. Apakah ada reaksi untuk mencari sumber bunyi tersebut.

 Gelas dapat dipukul pada tepi atasnya yang menunjukkan frekuensi tinggi dan bagian dasar gelas menunjukkan frekuensi rendah

 Remasan kertas

Penatalaksanaan

Bila ada kecurigaan penyebab keterlambatan bicara atau belum dapat bicara adalah kurang pendengaran, maka bayi atau anak tersebut dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas peralatan.

D. GANGGUAN PENDENGARAN PADA GERIATRI (USIA LANJUT)

Perubahan patologik pada organ auditori akibat proses degenerasi pada geriatri menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada kelompok geriatri pada umumnya tuli sensori-neural, namun dapat juga berupa tuli konduktif atau tuli campur.

Tuli sensori-neural pada geriatri (presbikusis)

Presbikusis adalah tuli sensori-neural frekuensi tinggi, terjadi pada usia lanjut, simetris kiri dan kanan. Presbikusis dapat dimulai pada frekuensi 1000 Hertz atau lebih.

Penderita mengeluh pendengaran berkurang, atau masih dapat mendengar tetapi sukar menangkap pembicaraan. Keluarga penderita menceritakan bila mereka berkomunikasi dengan suara kurang keras, dikatakan jangan

(23)

berbisik, bila agak keras dikatakan jangan berteriak. Bila menonton televisi volumenya dikeraskan walaupun bila ditanya sebenarnya hanya sebagian dialog yang dapat dimengerti.

Etiologi gangguan pendegaran ini adalah proses degenerasi di telinga dalam. Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan Nervus VIII. Pada koklea perubahan mencolok adalah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut dan sel-sel penunjang pada organ corti.

Hal-hal yang tersebut ini dapat mempercepat terjadinya presbikusis seperti : Herediter, arteriosklerosis, hipertensi, pemaparan bising (NIHL : Noise Induced Hearing Loss), dll. Diabetes melitus dapat menyebabkan presbikusis prekok atau terjadinya presbikusis pada umur yang relatif masih muda. Biasanya presbikusis terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan pada laki-laki terjadi lebih cepat dibandingkan dengan perempuan.

Keluhan kurang pendengaran terjadi secara perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga, kapan mulainya tidak diketahui pasti.

Telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Penderita dapat mendengar suara percakapan tetapi sulit memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat ditempat dengan latar belakang yang ramai (cocktail party deafness). Bila intensitas ditinggikan akan timbul rasa nyeri ditelinga (adanya kelelahan/rekruitmen).

Pada pemeriksaan pendengaran dengan penala didapatkan kesan tuli sensori-neural dan audiogram menunjukkan tuli sensori-neural dengan penurunan pada frekuensi tinggi.

Penatalaksanaan

 Pemeriksaan pendengaran

 Alat Bantu Dengar (hearing aid)

 Bila berkomunikasi dengan penderita agar berbicara berhadapan, bicara perlahan-lahan, artikulasi jelas dan tidak perlu dengan suara keras.

E. TULI MENDADAK (SUDDEN DEAFNESS)

Tuli mendadak adalah tuli yang timbulnya secara tiba-tiba yang sering terjadi pada waktu bangun tidur, biasanya pada satu telinga. Penyebabnya tidak langsung diketahui dan termasuk kegawatan dalam bidang otologi.

Etiologi diduga karena iskemi koklea oleh virus, trombosis atau spasme pembuluh darah arteri auditiva interna. Kelainan patologi pada komponen saraf di telinga dalam.

Kelainan klinis

Subyektif : kurang pendengaran tiba-tiba, yang dapat disertai tinitus dan vertigo biasanya unilateral

Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan.

Tes pendengaran dengan penala didapatkan Rinne +, Weber lateralisasi ke telinga yang baik, Schwabach memendek. Kesan adanya tuli sensorineural. Hasil tes audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural.

(24)

Penatalaksanaan :

 Pemeriksaan pendengaran

 Rujuk ke THT untuk penatalaksanaan selanjutnya

 Seandainya tidak mungkin dirujuk maka dilakukan: rawat inap,bed rest total

 Vasodilator

 Korticosteroid (hati-hati pada penderita Diabetes Mellitus)

 Inhalasi (O2)

 Vitamin C

 Neurotonik

 Diit rendah garam dan rendah kolesterol

 Obat anti virus dan antikoagulan bila sudah jelas etiologinya.

Prognosis

1. Ad Sanasionam : baik, kurang baik atau buruk 2. ad Vitam : baik

Pencegahan dengan menghindari dan mengobati kelainan atau penyakit yang dapat mempermudah terjadinya tuli mendadak seperti lemak darah yang tinggi, viskositas darah yang tinggi, hipertensi, diabetes melitus, penyakit virus, dsb.

Rehabilitasi :

Alat bantu dengar (hearing aid) bila perlu

F. GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING (NOISE INDUCED HEARING LOSS / NIHL)

Gangguan pendengaran akibat bising ialah kurang pendengaran akibat pajanan bising yang cukup keras (>85 dB), dalam jangka waktu cukup lama, biasanya disebabkan oleh bising lingkungan kerja, jenis ketuliannya tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.

Anamnesis ada riwayat bekerja di lingkungan bising, terjadi secara perlahan-lahan akibat pajanan bising, biasanya pada kedua telinga.

Etiologi bising yang intensitasnya lebih besar dari 85 dB. Kelainan terdapat pada koklea (alat corti) untuk reseptor pendengaran frekuensi 3000-6000 Hertz, dan terdapat takik pada frekuensi 4000 Hertz.

Kelainan klinis :

1. Subyektif : kurang pendengaran, kadang-kadang disertai tinitus 2. Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan

3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala kesan tuli sensorineural 4. Tes audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural terutama nada

(25)

Penatalaksanaan :

1. Melindungi telinga terhadap bising dengan sumbat telinga/ear plug, tutup telinga/ear muff, atau helm/helmet

2. Dapat dicoba dengan neurotonik

3. Mengikuti program konservasi pendengaran

Prognosis :

1. Ad sanasionam : kurang baik/buruk 2. Ad vitam : baik

Pencegahan :

Mengikuti program konservasi pendengaran yaitu program perlindungan pendengaran untuk pekerja industri terhadap pajanan bising dengan penggunaan pelindung telinga (sumbat telinga, tutup telinga atau helm), Kontrol Administrasi dengan rotasi tempat kerja dan pengendalian/perawatan mesin-mesin industri.

Rehabilitasi

 Alat bantu dengar (hearing aid)

 Implan koklea bila terjadi tuli total bilateral

G. GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT INTOKSIKASI OBAT (OTOTOKSIK)

Gangguan pendengaran akibat ototoksik ialah kurang pendengaran yang disebabkan oleh obat bersifat racun terhadap telinga (ototoxic drug) yang dapat terjadi secara tiba-tiba, atau secara perlahan-lahan, jenis ketuliannya tuli sensorineural koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga.

Anamnesis ada riwayat disuntik/minum obat yang bersifat ototoksik, terjadinya secara tiba-tiba atau secara perlahan-lahan dan biasanya terjadi pada kedua telinga. Sebelumnya dapat didahului oleh kelainan fungsi ginjal. Etiologinya adalah obat yang bersifat ototoksik seperti streptomisin, kanamisin, gentamisin, kina, asam asetil salisilat dan sebagainya yang menyebabkan kelainan koklea pada sel-sel rambut corti.

Kelainan klinis

1. Subyektif : Kurang pendengaran biasanya disertai dengan tinitus dan kadang-kadang vertigo

2. Obyektif : Pada otoskopi tidak ditemukan kelainan

3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala didapatkan kesan tuli sensorineural

4. Audiometri nada murni didapatkan kesan tuli sensorineural

Penatalaksanaan :

1. Pemeriksaan pendengaran

2. Menghentikan pemberian obat yang bersifat ototoksik 3. Dapat dicoba neurotonik

(26)

Prognosis :

1. Ad Sanasionam : Baik, kurang baik atau buruk 2. Ad Vitam : Baik

Rehabilitasi :

Alat bantu dengar (hearing aid)bila diperlukan H. PENYAKIT MENIERE (HIDROPS ENDOLIMF)

Penyakit ini biasanya ditandai dengan adanya salah satu atau lebih gejala berikut : vertigo, kurang pendengaran dan tinitus.

Biasanya serangan pertama dirasakan sangat berat, dimana vertigo disertai muntah-muntah yang berlangsung sampai beberapa minggu dan keadaan berangsur membaik.kadang-kadang terdapat fluktuasi pendengaran dan rasa penuh di telinga. Serangan selanjutnya lebih ringan dan pada tiap serangan biasanya disertai dengan penurunan pendengaran. Bila serangan telah hilang, pendengarannya dapat pulih kembali. Tinitus kadang-kadang menetap walaupun tidak ada serangan.

Etiologi karena hidrops endolimf. Kelainan patologi yang terdapat berupa kerusakan pada telinga dalam koklea, maupun labirin oleh karena tekanan hidrops endolimf.

Kelainan klinis

1. Subyektif : Adanya trias vertigo, kurang pendengaran dan tinitus yang datangnya hilang timbul dan berfluktuasi dan fungsi pendengaran menjadi lebih baik setelah serangan. Merupakan gejala yang khas pula adalah rasa penuh di dalam telinga.

2. Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan

3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala kesan adanya tuli sensorineural

4. Audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural nada rendah (khas) 5. Pemeriksaan keseimbangan sederhana pada waktu serangan tidak

dapat melaksanakan tes-Romberg (tidak dapat mempertahankan posisi tubuh)

Penatalaksanaan

Pada saat serangan biasanya diberikan obat-obat simtomatik seperti sedatif, dan bila perlu dapat diberikan anti muntah.

1. Bila diagnosis telah ditegakkan pengobatan yang paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya seperti vasodilator perifer untuk mengurangi hidrops endolimf, neurotonik untuk menguatkan sarafnya dan diit rendah garam, bila perlu pemberian diuretic.

(27)

BAB IV

PERAN BERBAGAI UNSUR DALAM PENANGGULANGAN GANGGUAN PENDENGARAN DAN KETULIAN

A. Peran Unsur Kesehatan 1. Dokter Spesialis THT

Peran dokter spesialis THT dalam penangulangan gangguan pendengaran dan ketulian terdiri dari :

 Pendampingan dalam kegiatan pelayanan gangguan pendengaran

 Pendelegasian wewenang dalam penanganan kasus-kasus tertentu di Puskesmas

 Memberikan rekomendasi kebutuhan minimal peralatan untuk pelayanan gangguan pendengaran di Puskesmas

 Alih pengetahuan kepada dokter Puskesmas

Alih pengetahuan terutama berkaitan dengan pelayanan spesialistik pada kasus-kasus yang menjadi masalah kesehatan masyarakat misalnya, kebutaan katarak, penyakit infeksi mata, traumatologi, kelainan refraksi, glaukoma dan lain sebagainya

 Pelayanan rujukan

Pelayanan rujukan adalah pelayanan terhadap kasus-kasus yang dirujuk oleh dokter Puskesmas. Sambil melaksanakan pelayanan rujukan tersebut, dokter spesialis melakukan pula alih keterampilan

(28)

pada dokter Puskesmas sebatas wewenang dan tanggung jawab dokter Puskesmas.

 Pelatihan dan pengembangan teknologi tepat guna.

Dokter spesialis THT bersama dokter Puskesmas dapat bekerjasama mengembangkan teknologi tepa tguna dibidang penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian. Teknologi tepat guna tersebut mengacu pada ketersediaan sumber daya setempat (ketenagaan, peralatan dan obat, dana, metoda), dapat diterima oleh pemberi dan penerima pelayanan, menjangkau masyarakat luas (pemerataan) dapat diukur serta dipertanggung jawabkan kualitasnya.

2. Dokter umum Puskesmas

Dokter umum baik sebagai pimpinan maupun staf Puskesmas merupakan penggerak, pendorong dan pelaksana program kesehatan Indera Pendengaran.Peran dokter Puskesmas adalah :

 Mengoperasionalkan pelayanan paripurna dasar di bidang kesehatan indera pendengaran yang terdiri dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

 Sebagai penggerak peran serta masyarakat serta pengembangan kesehatan pendengaran masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat sesuai dengan tingkat perkembangan ekonomi, sosial dan budaya.

 Pada keadaan tertentu dokter Puskesmas dapat melaksanakan pelayanan spesialistik tertentu dengan bimbingan dokter spesialis THT. Pelayanan tertentu tersebut adalah menyangkut kasus gangguan pendegaran yang merupakan masalah kesehatan THT masyarakat setempat.

3. Perawat dan Bidan

 Peran sebagai pelaksana keperawatan, yaitu melaksanakan asuhan keperawatan tidak langsung dan asuhan keperawatan langsung kepada kasus-kasus penyakit mata yang menjadi masalah

 Peran sebagai pengelola keperawatan, yaitu melakukan pengelolaan pelayanan keperawatan yang berkaitan dengan program penanggulangan gangguan Pendengaran dan kebutaan di Puskesmas

 Peran sebagai pendidik dalam bidang keperawatan yaitu melakukan alih pengetahuan dan keterampilan keperawatan kepada perawat lain serta keperawatan dasar kepada tenaga non keperawatan dan keluarga

B Peran lintas sektor

Peran lintas sektor ini melibatkan semua unsur-unsur terkait yang ada di tingkat kecamatan untuk mendukung upaya-upaya dalam menggerakkan

(29)

peran serta masyarakat, dalam rangka penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian.

C . Peran serta masyarakat

1. Tim Penggerak PKK

Dalam kegiatan penaggulangan gangguan pendengaran dan ketulian, PKK dapat membantu petugas kesehatan Puskesmas dalam menjaring kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian

2. Organisasi masyarakat/LSM

Membantu Puskesmas dalam penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian melalui kegiatan penyuluhan dan pengumupulan dana. 3. Kader

Kegiatan pelayanan yang diharapkan dapat dilaksanakan oleh kader dalam program penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian adalah :

1. Kegiatan penyuluhan kepada masyarakat/

perorangan

2. Kegiatan pelayanan dalam

penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian

Pengenalan kelainan telinga secara umum

Merujuk penderita dengan gangguan pendengaran

Mengawasi dan memberikan pengobatan/perawatan lanjutan kasus-kasus gangguan pendengaran tertentu dengan petunjuk dari Puskesmas.

Agar para kader kesehatan yang dipilih sendiri oleh masyarakat tersebut dapat berperan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu diberikan pelatihan yang memadai, baik pelatihan secara khusus maupun pelatihan yang diselenggarakan secara terintegrasi dengan kegiatan pembinaan kader secara umum.

(30)

BAB V PENUTUP

Program Kesehatan Indera Pendengaran merupakan salah satu program pengembangan di Puskesmas yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan di daerah dan kemampuan Puskesmas berdasarkan kebijakan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam pelaksanaannya Program Kesehatan Indera Pendengaran ini dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program wajib yang ada di Puskesmas.

Dengan adanya buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas diharapkan dapat membantu petugas kesehatan di Puskesmas dalam melaksanakan dan mengembangkan program Kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas dan wilayah kerjanya.

(31)

Lampiran 1

PENENTUAN DERAJAT KETULIAN ( WHO, 1991 )

Tidak dapat mendengar sama sekali

kata-kata yang diucapkan

Tuli sangat berat bilateral

> 81 dB

Mendengar beberapa kata yang diteriakkan pada sisi telinga yang lebih baik

Tuli berat bilateral 61-80 dB

Dapat mendengar kata yang diteriakkan dari jarak 3 meter

Tuli sedang bilateral 41- 60 dB

Agak sulit mendengar, tetapi biasanya dapat mendengar suara dengan kekerasan normal

(32)

Ketulian hanya pada sisi telinga Tuli unilateral Sisi sehat < 25 dB

Tidak ada masalah pendengaran NORMAL Ke 2 telinga

< 25 dB * Tanpa pemeriksaan Audiometri

Normal 0 – 25 dB

Gangguan pendengaran ringan 25-40 dB Gangguan pendengaran sedang 40 – 55 dB Gangguan pendengaransedang berat 55 – 70 dB Gangguan pendengaran berat 70 – 90 dB Gangguan pendengaran sangat berat > 90 dB

* Menurut ASHA( American speech language hearing association) tahun ……

Lampiran 2 DAFTAR ALAT-ALAT YANG DIBUTUHKAN

UNTUK PEMERIKSAAN TELINGA DAN PENDENGARAN

1. Lampu kepala (head lamp) 2. Otoskop

3. Corong telinga atau spekulum telinga

4. Sendok atau pengait serumen (Cerumen haak) 5. Syringe (spuit) irigasi liang telinga

6. Pompa penghisap (suction pump) 7. Pinset bayonet

8. Garpu tala

(33)

10. Lampu spiritus

Lampiran 3

DAFTAR OBAT-OBATAN ATAU ZAT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM KESEHATAN INDERA PENDENGARAN DI PUSKESMAS

Untuk kepentingan pemeriksaan atau tindakan yang berhubungan dengan penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian, obat-obatan atau zat yang harus tersedia di Puskesmas adalah :

1. Larutan Betadin (Povidone-Iodine 10%) 2. Larutan Alkohol 70%

3. Larutan Rivanol 1/1000 4. Larutan Merkurokrom

5. Larutan AgNO (Nitras Argenti) 5%, 15%, 25% 6. Larutan Karbol Gliserin 10%

(34)

7. Larutan Albothyl

8. Larutan Peroksida (HO 3%) sebagai cuci telinga 9. Tetes telinga antibiotika, dengan atau tanpa steroid 10. Tetes hidung (dekongestan)

11. Salep Ichtyol

12. Salep antibiotika dengan atau tanpa steroid 13. Salep anti jamur

Selain itu juga harus disediakan tampon telinga (bahan gass verband) steril, gypsona, drain steril dan sarung tangan.

Referensi

Dokumen terkait

- Pendidikan kesehatan - Pendidikan kesehatan pada: pada penderita TBC di u keluarga dengan kasus BTA (+) Poliklinik Puskesmas o kelompok/masyarakat risti TBC

Di tingkat pelayanan dasar, puskesmas melakukan pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus melalui pelayanan secara komprehensif dengan pendekatan terhadap kelompok

M M etode penyuluhan massal: etode penyuluhan massal: untuk menyampaikan untuk menyampaikan pesan baik secara langsung/ tidak langsung kepada sasaran pesan baik secara

Kegiatan dilaksanakan dengan melibatkan secara penuh ibu sesuai sasaran, mulai dari kegiatan edukasi yakni penyuluhan kesehatan tentang MP-ASI pada ibu yang memberikan MP- ASI

C.SASARAN Sasaran langsung Petugas kesehatan di Puskesmas Sasaran tidak langsung: a.Penanggung jawab Program Kesehatan Lansia di Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota b.Pengelola

Hasil penelitian ini diperoleh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran oleh Depkes, yaitu prevalensi katarak pada kelompok

Buku Pedoman Penilaian Tenaga Kesehatan Teladan di Puskesmas digunakan sebagai acuan dalam menilai Tenaga Kesehatan Teladan di Puskesmas secara berjenjang mulai

tersebut dapat dibagi kedalam dua kelompok: a) ciri umum dan b) ciri anatomi. Ciri umum mencakup ciri-ciri yang dapat dilihat secara langsung dengan panca indera tanpa bantuan