• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep Belajar

Aktivitas belajar tidak dapat dipisahkan dengan aspek psikologi seseorang yang berkaitan dengan perubahan tingkah laku manusia sebagai hasil reaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan dari titik sebelum belajar ke titik setelah belajar, dan perubahan itu tidak sesaat atau sementara sifatnya, tetapi perubahan yang tetap dan waktu yang relatif panjang. Seperti yang dikemukakan oleh Howard L. Kingsleny (1957 dalam Baharuddin 2010), yang menyatakan bahwa belajar sebagai is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or

training (belajar adalah proses ketika tingkah laku

(dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan). Senada dengan Kingsleny, Cronbach (1954 dalam Sumardi Suryabrata 2004), menyatakan bahwa learning is shown by change in

behavior as a result of experience. Sedangkan Morgan

(Tanpa tahun dalam Djaali 2009), menyatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Tidak jauh berbeda dengan pengertian-pengertian di atas, Slameto (2010), mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang

(2)

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu per-ubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Abu Ahmadi & Widodo Supriyono (2008), mempertegas ciri-ciri belajar yakni : (a) perubahan yang terjadi secara sadar, (b) perubahan dalam belajar bersifat fungsional, (c) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, (d) perubahan belajar bukan bersifat sementara, (e) perubahan dalam belajar, bertujuan dan terarah, dan (f) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Dari beberapa konsep belajar yang telah dikemukakan para ahli di atas, dapat dipahami bahwa belajar menitikberatkan pada perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses. Dengan demikian, belajar dapat diartikan sebagai usaha terencana yang di-lakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mendapatkan informasi berupa pengetahuan, ke-terampilan dan sikap yang dapat mengubah pola pikir ke arah yang lebih baik. Hal ini, sejalan dengan ranah tingkah laku Bloom yang membagi dalam tiga domain yakni kognitif, psikomotor dan afektif. Sehingga seorang pembelajar dapat mengevaluasi dirinya atau-pun dapat dievaluasi oleh orang lain atas hasil yang dicapai setelah proses belajar. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui perubahan tingkah laku awal sebelum belajar dan tingkah laku akhir sesudah belajar seperti yang disajikan pada gambar 2.1 di mana sebelum belajar dan sesudah belajar terjadi

(3)

perubahan tingkah laku yang ditandai dengan tanda (+).

Gambar 2.1

Perubahan Tingkah Laku Bloom Prabelajar dan Pascabelajar

Sumber : Abdorrakhman Gintings 2008

2.2

Konsep Kesulitan Belajar

(Learning

Difficulty)

Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha-usaha yang lebih giat lagi untuk dapat mengatasinya. Jadi, orang yang mengalami hambatan dalam proses belajar akan mendapat hasil dibawah semestinya (Allan O. Ripps 1974; Mulyadi 2010). Selanjutnya, Mulyadi (2010), membagi pengertian kesulitan belajar ke dalam beberapa bagian yaitu :

a. Learning disorder (ketergangguan belajar) yaitu

keadaan dimana proses belajar seseorang ter-ganggu karena timbulnya respon yang ber-tentangan. Pada dasarnya, orang yang mengalami gangguan belajar, prestasi belajarnya tidak ter-ganggu akan tetapi proses belajarnya terter-ganggu Tingkah Laku Awal

Pengetahuan Keterampilan Sikap

Tingkah Laku Akhir Pengetahuan + Keterampilan + Sikap +

(4)

oleh adanya respon-respon yang bertentangan. Dengan demikian hasil belajar yang dicapai akan lebih rendah dari potensi yang dimiliki.

b. Learning disabilities (ketidakmampuan belajar)

yaitu ketidakmampuan seseorang yang mengacu kepada gejala di mana siswa tidak mampu belajar (menghindari belajar), sehingga hasil belajarnya di bawah potensi intelektualnya.

c. Learning disfunction (ketidakfungsian belajar) yaitu

siswa yang menunjukkan gejala di mana proses belajar tidak berfungsi dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat indera atau gangguan-gangguan psikologis lainnya.

d. Under achiever (pencapaian rendah) yakni mengacu

kepada murid-murid yang memiliki tingkat potensi intelektual di atas normal, tetapi prestasi belajar-nya tergolong rendah.

e. Slow learner (lambat belajar) adalah murid yang

lambat dalam proses belajarnya sehingga mem-butuhkan waktu dibandingkan dengan murid-murid yang lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama. Mulyadi (2010), menge-mukakan bahwa kesulitan belajar siswa akan nampak pada aspek kognitif, motoris dan afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapai. Lebih lanjut Mulyadi (2010), mengidentifi-kasi ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar antara lain :

(5)

1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang dimilikinya.

2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.

3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar; selalu tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

4. Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti : acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, berdusta, dan sebagainya.

5. Menunjukkan tingkah laku yang kurang wajar seperti : datang terlambat, membolos, meng-ganggu di dalam & di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, mengasingkan diri dan lain-lain.

6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, kurang gembira, dalam menghadapi nilai rendah tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal dan sebagainya.

Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri kesulitan belajar yang dikemukakan Mulyadi di atas, Bourton (1962 dalam Abin Syamsuddin Makmun 2005), juga mengidentifikasi siswa yang dapat dipandang atau yang dapat diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan menunjukkan kegagalan (failure)

(6)

Kegagalan belajar didefinisikan oleh Bourton sebagai berikut :

1. Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of

mastery) minimal dalam pelajaran tertentu. Seperti

yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru

(criterion referenced). Dalam konteks pendidikan di

Indonesia angka nilai batas lulus (passing grade,

grade-standard-basis) itu ialah angka 6 atau 60

atau C (60% dari tingkat ukuran yang diharapkan ideal). Kasus siswa semacam ini dapat digolongkan ke dalam lower group.

2. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan tingkat kemampuan-nya : inteligensi, bakat). Ia diramalkan (predicted)

akan dapat mengerjakannya atau mencapai suatu prestasi, namun ternyata tidak sesuai dengan kemampuannya. Kasus siswa ini dapat digolongkan ke dalam under archievers.

3. Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas per-kembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan pola organismiknya (his organismic patern)

pada fase perkembangan tertentu, seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan (norm-referenced). Kasus siswa yang bersangkutan dapat dikategorikan ke dalam slow learners.

(7)

4. Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan (level

of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat

(prerequisite) bagi kelanjutan (continuity) pada

tingkat pelajaran berikutnya. Kasus siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learners atau belum matang (immature) sehingga mungkin harus men-jadi pengulang (repeaters) pelajaran.

2.3

Pengertian Siswa Lambat Belajar (

Slow

Learner)

Siswa yang lambat belajar (slow learner) adalah sekelompok siswa di sekolah yang perkembangan belajarnya lebih lambat dibandingkan dengan per-kembangan teman-teman seusianya. Biasanya siswa ini memiliki kemampuan kecerdasan di bawah rata-rata. Herniyanto dan Tritono (Tanpa tahun dalam Mulyadi 2010), mengidentifikasikan ciri-ciri siswa lambat belajar yaitu :

a. Kemampuan/kecerdasan rendah atau di bawah rata-rata.

b. Perhatian dan konsentrasinya terbatas.

c. Terbatasnya kemampuan untuk menilai bahan-bahan pelajaran yang relevan.

d. Terbatasnya kemampuan untuk mengarahkan diri (self direction).

e. Terbatasnya kemampuan mengabstraksi dan menggeneralisasi yang membutuhkan pengala-man-pengalaman konkret.

(8)

f. Lambat dalam melihat dan menciptakan hubungan antara kata dan pengertian.

g. Sering mengalami kegagalan dalam mengenal kembali hal-hal yang telah dipelajari dalam bahan dan situasi baru.

h. Waktu untuk mempelajari dan menerangkan pelajaran cukup lama, akan tetapi tidak akan bertahan lama dalam ingatannya.

i. Kurang mempunyai inisiatif.

j. Tidak dapat menciptakan dan memiliki pedoman kerja sendiri, serta kurang memiliki kesanggup-an untuk menemukkesanggup-an kesalahkesanggup-an-kesalahkesanggup-an yang dibuat.

k. Kurang mempunyai daya cipta (kreativitas). l. Tidak mempunyai kesanggupan untuk

meng-uraikan, menganalisis atau memecahkan suatu persoalan atau berpikir kritis.

m.Tidak mempunyai kesanggupan untuk meng-gunakan proses mental yang tinggi.

Demikian pula dengan Cece Wijaya (2007), yang mengidentifikasikan ciri-ciri siswa yang lambat belajar ditinjau dari segi proses belajar-mengajar adalah :

a. Lambat di dalam mengamati dan mereaksi peristiwa yang terjadi pada lingkungan.

b. Jarang mengajukan pertanyaan dan kurang ber-keinginan untuk mengikuti jawabannya.

c. Kurang memperlihatkan bahkan tidak menaruh perhatian terhadap apa dan bagaimana pekerja-an itu dikerjakpekerja-an.

(9)

d. Lebih banyak menggunakan daya ingatan (hafalan) daripada logika (reasoning).

e. Tidak dapat menggunakan cara menghubung-kan bagaimana pengetahuan yang satu dengan pengetahuan lainnya dalam berpikir.

f. Kurang lancar, tidak jelas dan tidak tepat dalam menggunakan bahasa.

g. Banyak bergantung pada guru dan orang tua di dalam membuktikan ilmu pengetahuan.

h. Sangat lambat dalam memahami konsep-konsep abstrak.

i. Memperoleh kesulitan dalam mentransfer penge-tahuan dari satu bidang ke bidang lain.

j. Lebih banyak mengambil jalan coba salah daripada menggunakan logika dalam pemecahan masalah.

k. Tidak sanggup membuat generalisasi dan meng-ambil kesimpulan.

l. Miskin daya ingat dalam setiap bentuk kegiatan belajar.

m.Memperlihatkan kelemahan dalam tulisan walaupun menggunakan kata-kata mudah dan sederhana.

n. Memiliki kelemahan di dalam mengerjakan tugas-tugas belajar apalagi tugas-tugas yang harus dikerjakan secara bebas.

Dari kedua pendapat ahli di atas, dapat di-pahami bahwa siswa yang lambat dalam belajar (slow

learner) memiliki kelemahan dalam logika berpikir

(10)

menghubungkan keterkaitan antara pengetahuan yang satu dengan pengetahuan lainnya, siswa yang mengalami hal seperti ini akan lambat dalam merespon terhadap keadaan lingkungannya, cenderung menutup diri serta bergaul sangat terbatas yakni hanya pada teman-teman dekat. Dengan demikian, hasil belajarnya akan selalu rendah bila tidak segera diatasi. Akibatnya, siswa yang mengalami masalah dalam belajar akan mengalami kelambatan dalam hal : (a) lambat dalam menerima pelajaran, lambat dalam mengelola pelajaran, lambat memahami bacaan, lambat bekerja, lambat bergerak, lambat dalam mengerjakan tugas, lambat dalam memecahkan masalah. (b) kelainan perilaku yaitu tingkah laku yang tidak produktif dan kebiasaan jelek. (c) kurangnya kemampuan yaitu kurang kemampuan konsentrasi, kurang kemampuan mengingat, kurang kemampuan dalam membaca, kurang kemampuan dalam me-mimpin, kurang kemampuan menyatakan ide atau mengemukakan pendapat. (d) prestasi belajar rendah (Mulyadi 2010).

2.4

Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan

Belajar

Menurut Muhibbin (2002), fenomena kesulitan belajar seorang siswa tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas,

(11)

mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering membolos. Lebih lanjut Muhibbin (2002), membagi faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari tiga bagian yaitu : faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan atau metode belajar. Begitu pula dengan Slameto (2010), yang mengemukakan faktor-faktor yang mem-pengaruhi kesulitan belajar menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Namun, sesuai fokus penelitian maka yang akan di bahas pada bagian ini adalah faktor eksternal.

2.4.1 Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar yang turut mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Muhibbin Syah (2002), secara singkat membagi faktor eksternal menjadi tiga bagian yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat atau lingkungan perkampungan dan lingkungan sekolah. Demikian juga Slameto (2010), yang mengelompokkan dalam 3 bagian yaitu : (a) faktor keluarga, (b) faktor sekolah, dan (c) faktor masyarakat.

2.4.1.1 Faktor keluarga. Siswa yang belajar akan

menerima pengaruh dari keluarga berupa : cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.

1. Cara orang tua mendidik.

Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruh-nya terhadap belajar anak. Mengingat keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan

(12)

utama. Seperti yang di kemukakan oleh Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2008), Orang tua yang tidak atau kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya, acuh tak acuh, tidak memperhati-kan kemajuan belajar anak-anaknya, apalagi jika diperparah dengan perilaku orang tua yang kejam dan otoriter akan menjadi penyebab kesulitan belajarnya. Hal yang sama dikemukakan oleh Slameto (2010), orang tua yang tidak memperhati-kan kebutuhan-kebutuhan anak dalam belajarnya, tidak melengkapi alat belajarnya, tidak mem-perhatikan apakah anak belajar atau tidak, tidak mau melihat rapor untuk mengetahui perkembang-an belajar perkembang-anak dperkembang-an lain-lain akperkembang-an menjadi penyebab kesulitan dalam belajar anaknya. Oleh karena itu, orang tua perlu telaten dalam mendidik anaknya guna membantu anak dalam belajar ter-masuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar-nya agar hasil belajar dapat memuaskan. Orang tua harus berperan aktif membantu memecahkan kesulitan atau masalah yang dihadapi oleh anak-nya sebab waktu belajar lebih baanak-nyak tersedia di rumah ketimbang di sekolah.

2. Relasi antaranggota keluarga

Hubungan antaranggota keluarga sangat penting bagi keberlangsungan belajar anaknya. Hal ini erat kaitannya dengan cara orang tua mendidik. Sifat hubungan orang tua dan anak sering dilupakan. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2008), meng-garis bawahi bahwa hubungan yang baik yang

(13)

diwujudkan dalam bentuk kasih sayang, memanja-kan yang wajar, perhatian dan penghargaan kepada anak-anak dapat menimbulkan mental yang sehat bagi anak. Sebaliknya, jika hubungan antara anak dan orang tua atau keluarga lain diliputi dengan kebencian, sikap yang keras, acuh tak acuh akan menimbulkan mental yang tidak sehat bagi per-kembangan anak terlebih dalam kegiatan belajar anak.

Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diciptakan hubungan yang kondusif di dalam keluarga, agar mental anak dapat berkembang dengan baik. Slameto (2010), menyatakan bahwa hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang, yang disertai dengan bimbingan dan hukuman-hukuman untuk men-sukseskan belajar anak sendiri. Dengan demikian, kasih sayang yang wajar, arahan yang tepat serta membimbing yang terus-menerus dan memberikan hukuman-hukuman yang konstruktif dapat ter-cipta hubungan yang harmonis diantara anggota keluarga.

3. Suasana rumah

Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi didalam keluarga di mana anak berada dan belajar (Slameto 2010). Suasana rumah yang ribut, gaduh/ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar termasuk lingkungan tetangga yang tidak tahu etika bertetangga. Anak

(14)

akan selalu terganggu konsentrasinya, sehingga sukar untuk belajar. Demikian juga jika suasana rumah yang selalu tegang, selalu banyak cekcok di antara anggota keluarga selalu ditimpa kesedihan, antara ayah dan ibu selalu cekcok atau selalu membisu akan mewarnai suasana keluarga yang melahirkan anak-anak tidak sehat mentalnya. Rumah yang sering dipakai untuk keperluan-keperluan resepsi, pertemuan, pesta, upacara dapat mengganggu belajar anak. Rumah yang bising dengan suara radio, tape recorder, atau TV pada waktu belajar dapat mengganggu konsentrasi belajar anak. Untuk itu, perlu diciptakan suasana tenang di dalam rumah agar anak betah tinggal di rumah dan dapat belajar dengan baik.

4. Keadaan ekonomi keluarga

Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan kegiatan belajar anak. Slameto (2010), menyatakan bahwa anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya (makanan, pakaian, dan jaminan kesehatan) juga membutuh-kan fasilitas belajar yang memadai (buku tulis, buku-buku pelajaran, meja, kursi, penerangan dan lain-lain). Faktor biaya pendidikan dalam arti luas sangat diperlukan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan pendidikan anak seperti seragam sekolah, alat-alat pelajaran, biaya transportasi, uang jajan dan pembayaran lainnya di sekolah. Hal tersebut akan terpenuhi jika orang tua termasuk keluarga ekonomi menengah keatas. Sebaliknya,

(15)

keluarga dengan ekonomi menengah kebawah akan kesulitan mendapatkan biaya pendidikan anaknya termasuk untuk memenuhi kebutuhan primernya apalagi jika kedua orang tua telah meninggal dunia. Kebutuhan biaya pendidikannya akan sangat mengganggu konsentrasi belajarnya karena selain harus belajar, ia harus memikirkan untuk men-dapatkan uang guna memenuhi kebutuhan sehari-hari baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekundernya. Walaupun faktanya banyak orang sukses dari keluarga tidak mampu namun faktor ekonomi tetap menjadi salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi kesulitan belajar anak.

5. Pengertian orang tua.

Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas di rumah. Kadang-kadang semangat belajar anak menurun, karena pekerjaan di rumah terlalu banyak. Sehingga, orang tua wajib memberi pengertian dan membantu sedapat mung-kin kesulitan yang dialami anak di sekolah.

6. Latar belakang kebudayaan

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Orang tua yang memiliki pendidikan yang cukup akan menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar. Orang tua merupakan panutan terdekat dari anak-anaknya. Segala yang diperbuat orang tua tanpa disadari akan ditiru oleh anak-anaknya seperti sifat

(16)

malas, sifat pengotor, tidak tertib dan lain-lain. Oleh karena itu, sifat-sifat yang tidak baik sebaik-nya dibuang jauh-jauh setelah berkeluarga karena anak meniru perbuatan tersebut.

2.4.1.2 Faktor Sekolah. Faktor sekolah yang

mem-pengaruhi belajar ini mencakup metode pembelajaran, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah (Slameto 2010). 1. Metode pembelajaran

Menurut Slameto (2010), metode pembelajaran adalah cara/jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Sedangkan mengajar itu sendiri oleh Ign. Ulih Bukit Karokaro (Tanpa tahun dalam Slameto 2010), adalah menyajikan bahan pelajaran oleh orang kepada orang lain agar orang lain itu menerima, menguasai dan mengembangkannya. Di sekolah orang lain yang disebut di atas adalah siswa yang dalam proses belajar agar dapat menerima, menguasai dan lebih mengembangkan bahan pelajaran itu maka cara mengajar dan cara belajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Metode pembelajaran guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2008), metode pembelajaran guru yang tidak baik dapat disebabkan oleh mata pelajaran yang diampu tidak sesuai dengan bidangnya sehingga guru tersebut kurang menguasainya terlebih lagi guru

(17)

mengajar tanpa persiapan. Dampaknya siswa sulit untuk mengerti terhadap materi yang disajikan. Telah banyak kajian yang menjelaskan bahwa keberhasilan siswa dalam aktivitas belajarnya banyak dipengaruhi oleh metode pembelajaran. Guru yang cerdas akan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan tepat sesuai dengan materi yang diajarkan. Sebaliknya, guru yang tidak cerdas akan menggunakan satu metode pembelajaran secara terus-menerus, sekalipun tidak sesuai dengan materi yang diajarkan. Penggunaan satu metode pembelajaran secara terus-menerus akan menyebabkan siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif dan hanya mencatat saja. 2. Kurikulum

Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 disebut-kan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Slameto (2010), menjelaskan bahwa kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Kuri-kulum yang tidak baik itu misalnya kuriKuri-kulum

(18)

yang terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatian siswa. 3. Relasi guru dengan siswa

Salah satu cara untuk menarik minat belajar siswa adalah dengan cara membangun relasi yang baik diantara guru dengan siswa. Jika hubungan sudah terjalin dengan baik, maka siswa akan menyukai gurunya dan juga menyukai pelajarannya. Sebalik-nya, jika siswa membenci gurunya maka akan menyulitkan bagi guru untuk memaksa siswa untuk memahami pelajarannya. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2008), menjelaskan bahwa hubungan guru dan siswa kurang baik bermula pada sifat dan sikap guru yang tidak disenangi oleh siswa seperti guru yang kasar, suka marah, suka mengejek, tak pernah senyum, tak suka membantu anak atau suka membentak siswa. Selain itu, siswa juga akan tidak merasa nyaman mengikuti pelajaran jika guru tidak pandai mengajar, sinis, tidak adil dalam pembagian tugas atau pun pemberian nilai dan lain-lain. Hubungan yang tidak baik tersebut akan menghambat kemajuan belajar anak. Oleh karena itu, guru harus sebisa mungkin dapat beradaptasi dalam segala hal agar siswa dapat menjalin komunikasi baik sebagai orang tua, saudara, teman maupun sebagai pendidik.

4. Relasi siswa dengan siswa

Guru yang tidak peka melihat lingkungan per-gaulan sesama siswa akan terjadi persaingan yang tidak sehat diantara sesama siswa. Di kota-kota

(19)

besar sering ditemukan adanya kelompok-kelompok atau “gank” dengan motivasi beraneka ragam. Oleh karena itu, seyogyanya komunikasi antarsesama siswa perlu dijalin dengan baik. Komunikasi yang terbina dengan baik akan sangat berdampak positif dalam proses belajar mengajar yaitu adanya perasaan senasib dan seperjuangan. Dengan demikian, siswa yang sakit misalnya akan dibantu oleh temannya mengantar ke rumah sakit, siswa yang cepat mengerti akan membantu temannya yang belum mengerti, tapi bukan membantu pada saat ujian/tes. Sebaliknya, hubungan yang tidak terbina dengan baik akan berdampak negatif dalam proses belajar mengajar.

5. Disiplin sekolah

Poerbakawatja (1982 dalam Syaiful Sagala 2010), mengemukakan bahwa disiplin adalah mengarah-kan, mengabdikan kehendak-kehendak langsung, dorongan-dorongan, keinginan atau kepentingan-kepentingan, kepada suatu cita-cita atau tujuan tertentu untuk mencapai efek yang lebih besar. Dalam konteks sekolah disiplin berkaitan dengan kesesuaian antara tindakan dengan aturan yang berlaku di sekolah yang mencakup seluruh kegiatan di sekolah baik disiplin waktu, disiplin dalam belajar, disiplin berpakaian, disiplin admini-strasi, disiplin kehadiran dan lain sebagainya. Untuk tegaknya disiplin, maka kepala sekolah & guru harus menjadi teladan atau contoh dalam menaati seluruh peraturan di sekolah sehingga

(20)

siswa dapat mengikutinya; siswa akan disiplin jika kepala sekolah dan guru disiplin dan mau menegakkannya. Hasil penelitian Ekosusilo (2003 dalam Syaiful Sagala 2010), menyebutkan bahwa selain kualitas, kedisiplinan sekolah menjadi motivasi atau alasan para orang tua untuk menyekolahkan anaknya pada sekolah tersebut. Jadi, kedispilinan sekolah membawa pengaruh positif dalam kegiatan belajar siswa.

6. Alat pelajaran

Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian pelajaran tidak maksimal. Terutama pelajaran yang bersifat praktikum, kurangnya alat-alat laboratorium, buku-buku pelajaran di per-pustakaan menimbulkan kesulitan belajar. Selain itu, kemajuan teknologi membawa perkembangan pada alat-alat pelajaran seperti mikroskop, gelas ukuran, teleskop, Overhed Proyector (OHP), slide dan internet. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2008), dengan ada dan tidak adanya alat-alat tersebut akan menentukan guru dalam mengajar, segi dalamnya ilmu pengetahuan pada pikiran anak. Tidak adanya alat-alat tersebut guru akan cenderung menggunakan metode ceramah yang menimbulkan kepasifan siswa. Alat pelajaran yang lengkap akan memperlancar atau memper-mudah penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan menjadi lebih giat lagi dan lebih maju. Tetapi

(21)

jika alat pelajaran kurang maka siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar karena siswa akan selalu bergantung pada guru.

7. Waktu sekolah

Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah. Banyak sekolah yang menerapkan waktu belajar pada pagi hari, tapi ada juga beberapa sekolah yang menerapkan siang hari bahkan malam hari. Pagi hari dianggap lebih baik karena pikiran masih segar sehingga siap untuk menerima pelajaran. Sedangkan sore hari atau malam hari dianggap tidak baik karena siswa akan kesulitan menerima pelajaran karena kondisi fisik dan psikis telah lelah dan memerlukan waktu istrahat.

8. Standar pelajaran di atas ukuran

Guru-guru menuntut standar pelajaran yang di atas kemampuan siswa. Hal ini bisa terjadi pada guru yang belum berpengalaman hingga belum dapat mengukur kemampuan siswanya. Sehingga hanya sebagian kecil muridnya dapat berhasil dengan baik. Selain itu, guru tidak memiliki ke-cakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar. Misalnya dalam bakat, minat, sifat, kebutuhan siswa dan sebagainya. Slameto (2010), meng-identifikasi guru yang memberikan pelajaran di atas ukuran umumnya guru yang berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, sehingga siswa yang mengalami kesulitan belajar akan merasa takut pada gurunya. Bila banyak siswa

(22)

yang gagal dalam mempelajari mata pelajarannya guru semacam ini akan merasa senang. Oleh karena itu, guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing.

9. Keadaan gedung

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2008), me-nyatakan bahwa ruangan yang baik untuk ruang belajar harus memenuhi standar kesehatan yang meliputi :

a. Ruangan harus berjendela, ventilasi cukup, udara segar dapat masuk ruangan, sinar dapat menerangi ruangan.

b. Dinding harus bersih umumnya digunakan cat warna putih.

c. Lantai tidak becek atau kotor.

d. Keadaan gedung yang jauh dari tempat keramaian (pasar, bengkel, pabrik) sehingga anak mudah konsentrasi dalam belajarnya. Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik siswa masing-masing menuntut keadaan gedung yang memadai. Guru akan kewalahan membimbing atau menuntun siswa yang lambat menerima materi jika jumlah siswanya sangat banyak disamping jumlah waktu yang terbatas. Tersedianya ruang kelas sangat diperlu-kan untuk mengelompokdiperlu-kan siswa yang “cepat” dan siswa yang “lambat” dalam menerima materi pelajaran, agar dapat diberikan penanganan yang berbeda untuk kemajuan hasil belajarnya.

(23)

10. Metode belajar

Hasil belajar siswa dapat ditentukan oleh metode atau cara belajarnya, selain metode pembelajaran guru yang digunakan saat menyajikan materi pelajaran. Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah misalnya siswa hanya belajar pada saat mau ujian atau ulangan sehingga siswa akan kesulitan belajar karena materi lebih banyak ketimbang waktu yang tersedia untuk belajar. Bahkan jika belajar tanpa istrahat dapat menyebabkan siswa jatuh sakit. Oleh karena itu, manajemen diri siswa sangat perlu guna mengatur waktu yang ada dengan cara membuat jadwal aktivitas sehari-hari sehingga waktu belajar, kerja, dan istrahat dapat dimanfaatkan dengan baik. Karena pada dasarnya belajar merupakan proses yang harus berlangsung secara terus menerus, apabila menunda untuk belajar maka sama artinya dengan menumpuk materi pelajaran.

11. Pekerjaan Rumah (PR)

Pekerjaan rumah diberikan untuk melatih siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi baik yang telah diajarkan maupun yang belum diajarkan, namun tugas yang terlalu banyak akan membuat siswa stres.

2.4.1.3 Faktor Masyarakat. Faktor yang berkaitan

dengan masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya di dalam masyarakat. Faktor yang termasuk lingkungan

(24)

masyarakat yang mempengaruhi kegiatan belajar siswa adalah kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat (Slameto 2010).

1. Kegiatan siswa dalam masyarakat.

Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat meng-untungkan pribadinya; sebagai makhluk sosial, siswa sangat dianjurkan untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya termasuk mengikuti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Namun, jika siswa mengambil bagian dalam kegiatan yang terlalu banyak dikhawatirkan akan mengganggu kegiatan belajarnya apalagi jika siswa tidak pintar mengelola waktu.

2. Mass media

Salah satu fungsi media massa adalah sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat. Namun, ter-kadang sajian media massa dapat menimbulkan masalah dalam diri siswa seperti sajian tentang tawuran, pornografi, pemerkosaan, terorisme dan

gank motor. Sajian seperti itu tidak pantas bagi kalangan remaja (siswa). Sebab, dalam usia ter-sebut kondisi kejiwaannya masih labil dan cenderung ingin mencoba hal yang baru. Oleh karena itu, perhatian dan bimbingan orang tua sangat perlu ketika anaknya menonton hal yang belum pantas maka orang tua perlu menjelaskan dan mengarahkan ke hal yang baik-baik.

(25)

3. Teman bergaul

Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang tidak baik pasti akan mempengaruhi yang bersifat buruk juga. Bergaul dengan teman perokok, peminum arak, pecandu narkoba, dan lain-lain akan mempengaruhi siswa yang belum kecanduan. Dengan demikian, kegiatan belajarnya pasti terganggu.

4. Bentuk kehidupan masyarakat.

Pola hidup masyarakat di suatu tempat akan mempengaruhi belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, pemabuk, sering buat keonaran, akan berpengaruh jelek terhadap anak yang tinggal di daerah itu. Anak tertarik untuk ikut berbuat seperti yang dilakukan oleh orang-orang sekitarnya. Akibatnya, kegiatan belajarnya terganggu dan bahkan anak kehilangan semangat belajar karena perhatiannya semula ter-pusat pada pelajaran berpindah ke perbuatan-perbuatan yang sering dilakukan oleh masyarakat sekitarnya. Sebaliknya, jika lingkungan anak adalah orang-orang yang terpelajar, orang tua akan mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya, antusiasme yang tinggi pada pendidikan, maka anak terpengaruh juga ke hal-hal yang dilakukan orang-orang di lingkungan-nya, sehingga akan berbuat seperti orang-orang ling-kungannya. Pengaruh tersebut akan mendorong semangat untuk belajar lebih giat lagi.

(26)

2.5

Alternatif Pemecahan Masalah Siswa

Berkesulitan Belajar

Tabrani Rusyan (2007), menjelaskan bahwa untuk mengatasi kesulitan belajar (learning difficulty)

khususnya siswa yang mulai teridentifikasi mengalami lambat belajar (slow learner) maka budaya belajar menjadi salah satu alternatif. Budaya belajar merupa-kan salah satu upaya perbuatan meningkatmerupa-kan kualitas belajar, karena dengan budaya belajar segala kegiatan pelajaran dan penyelesaian tugas-tugas akan teratur dan terarah, sehingga tujuan belajar yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. Adapun manfaat budaya belajar sebagai upaya untuk mening-katkan kualitas belajar adalah :

a. Dengan budaya belajar semua pelajaran dapat dikerjakan dengan terarah, tertib dan teratur sehingga tujuan yang diharapkan mudah untuk dicapai.

b. Dengan budaya belajar kreativitas dapat terpusat kesatu arah tujuan yang tepat.

c. Dengan budaya belajar aktivitas belajar lebih meningkat kualitasnya, karena budaya belajar memberikan rasa peka terhadap pengaruh dari luar, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat negatif.

d. Dengan budaya belajar, semua kegiatan belajar bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Adapun budaya yang perlu ditanamkan agar belajar dapat mencapai hasil yang baik adalah :

(27)

4.2.1 Budaya Kepatuhan

Bidang gerak atau jangkauan kegiatan dalam belajar menyentuh berbagai aspek kemanusiaan, baik itu perasaan, emosi, motivasi dan lain-lain. Dengan melaksanakan kegiatan yang disebut belajar, setiap kebutuhan bisa terpenuhi baik yang berada di kelas maupun di luar kelas, sebagai tujuan masing-masing.

Sebagaimana dijelaskan bahwa belajar hubungan erat dengan aspek kehidupan, yaitu ber-hubungan dengan berbagai potensi yang dimiliki siswa seperti kemampuan, bakat, minat, sikap. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan adalah menerapkan budaya belajar yang salah satunya yakni menerapkan komitmen yang baik dalam melaksanakan pendidikan dalam hal ini belajar. Tanpa memiliki komitmen yang tinggi, siswa sulit untuk bisa efektif dan sukses dalam belajar. Adapun komitmen tersebut adalah :

a. Tepat waktu dalam belajar. Tepat waktu dalam belajar dimaknai sebagai konsistensi dalam kegiatan belajar yakni ketepatan waktu belajar tanpa adanya perubahan. Konsistensi harus men-jadi ciri semua aspek komitmen, harus ada konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku.

b. Disiplin dalam belajar. Disiplin merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas belajar, karena dengan disiplin segala kegiatan akan teratur dan terarah sehingga tujuan belajar yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.

(28)

Dengan demikian, menurut Tabrani Rusyan (2007) manfaat disiplin dapat berupa :

a. Semua kegiatan dalam proses belajar terarah, tertib, dan teratur.

b. Kreativitas siwa terpusat kesatu arah dan tujuan yang tepat.

c. Semua kegiatan siswa akan lebih meningkat kualitasnya.

d. Kegiatan dalam belajar bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien.

e. Suasana belajar secara disiplin, mudah meng-arahkan kepada tujuan yang hendak dicapai. Di sisi lain disiplin juga memiliki fungsi dalam proses belajar yaitu :

a. Disiplin membawa proses belajar ke arah produktivitas yang tinggi atau menghasilkan kualitas belajar yang tinggi.

b. Disiplin mempengaruhi kegiatan siswa dalam proses belajar, karena disiplin sangat ber-pengaruh terhadap kreativitas dan aktivitas belajar.

c. Disiplin memperteguh siswa untuk memperoleh hasil belajar yang memuaskan.

4.2.2 Budaya Profesional

Terciptanya budaya belajar yang baik oleh siswa di sekolah memerlukan bantuan dari orang lain dalam hal ini adalah guru, mengingat guru dan siswa merupakan aktor yang paling menentukan keber-hasilan pembelajaran. Oleh karena peran guru sangat

(29)

dibutuhkan dalam proses pembelajaran, maka guru harus memiliki kemampuan personal dan kemampuan profesional serta kemampuan kemasyarakatan (Rusyan Tabrani 2007). Adapun kemampuan yang dimaksud adalah :

a. Kemampuan personal terdiri : a. Simpati pada siswa

b. Luwes c. Bijaksana d. Demokratis e. Berwibawa

b. Kemampuan professional.

a. Menguasai landasan pendidikan b. Memahami tujuan pendidikan

c. Memahami fungsi sekolah dalam masyarakat d. Memiliki pendidikan yang memadai

c. Kemampuan kemasyarakatan

a. Bekerja sama dengan Komite Sekolah

b. Ikut terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005 ditambahkan bahwa untuk menjadi guru sekurang-kurangnya menguasai empat kom-petensi yaitu komkom-petensi professional, sosial, peda-gogik, dan kompetensi kepribadian.

4.2.3 Budaya Berprestasi

Siswa yang memiliki budaya belajar yang baik akan memiliki budaya berprestasi, yaitu pola pikir yang mantap dan skill dalam berbagai hal, sehingga siswa tersebut dalam melaksanakan proses belajar

(30)

benar-benar menguasai berbagai ilmu pengetahuan, pengalaman, dan teknik belajar untuk mencapai tujuan belajar yang lebih baik.

Prestasi merupakan suatu bukti keberhasilan usaha yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian prestasi siswa merupakan keberhasilan setelah melaksanakan proses belajar sehingga memiliki berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang mendukung.

Bagi siswa dalam merencanakan dan melak-sanakan tugas belajar sering berbeda dengan yang dilakukan temannya sehingga menambah arti baru dalam meletakkan dasar penciptaan motivasi yang memberikan keputusan pada dirinya dan dikagumi teman-temannya. Dengan demikian, motivasi untuk berprestasi merupakan bagian yang penting dalam proses belajar.

Motivasi sama artinya dengan keinginan atau ambisi. Ini menunjukkan bahwa siswa bukan saja merencanakan peningkatan pribadi tetapi juga menerapkan rencana ini dalam proses belajar. Menurut Tabrani Rusyan (2007), ambisi merupakan keinginan untuk memperoleh kekuasaan, kehormatan, atau pencapaian sesuatu. Sebaliknya, motivasi berarti keinginan sesuatu yang lebih tinggi, dengan kemajuan sebagai tujuannya. Oleh karena itu, untuk meningkat-kan kegiatan belajar baik di rumah maupun di sekolah siswa harus mempunyai motivasi untuk berprestasi dan dibarengi dengan konsep diri yang ideal dan realistis.

(31)

4.2.4 Budaya Integritas

Budaya integritas yang dimaksud disini adalah budaya untuk berlaku adil dan jujur dalam setiap tindakan atau aksi khususnya dalam kegiatan belajar. Ujian semester dengan cara menyontek pekerjaan orang lain atau menggunakan catatan kecil merupa-kan perbuatan yang tidak menunjukmerupa-kan integritas siswa dalam belajar. Oleh karena itu, solusi untuk menunjukkan integritas dalam ulangan/ujian maka siswa harus mempersiapkan diri dengan cara belajar sesuai dengan kebutuhan materi yang akan diujikan.

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, kelimpahan rahmat dan karunia Nya sehingga dapat menyelesaukan tesis tentang “ Pengaruh Kompensasi dan

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Penulis tertarik untuk menganalisis pertimbangan hukum hakim konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait asas nemo judex idoneus in propria causa yang selanjutnya

Bagaimana persepsi saudara mengenai potensi kemenyan, apakah akan habis?. Apakah sekarang saudara

Berdasarkan hasil penelitian Pengaruh Lama Perendaman benih dan Jenis Tanaman Inang terhadap Pertumbuhan Semai cendana (Santalum album Linn), maka dapat disimpulkan bahwa

Surat rekomendasi dari IKARGI dan telah melunasi iuran anggota IKARGI sampai dengan 1 tahun terakhir (fotocopy bukti transfer dilampirkan dalam amplop beserta berkas

Portal otomatis dengan sistem sensor tekan ini di buat untuk mengurangi angka pelanggaran lalu lintas di jalur khusus bus transjakarta yang kebanyakan didominasi

Departemen Agama Repub lik Indonesia , selanjutnya di sebut sebagai DEPAG, Dan Yayasan Makkah Almukarramah yang didi rikan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri