• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SENSITIVITAS GASIFIKASI BATUBARA PADA PLTD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SENSITIVITAS GASIFIKASI BATUBARA PADA PLTD"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SENSITIVITAS

GASIFIKASI BATUBARA PADA PLTD

Oleh :

Drs. Ijang Suherman

Agus Prakosa SE.

Rochman Saefudin ST.

Ir. Suhendar

Sujono ST.

Ir. M. Arifin

Burhanudin

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

(2)

S a r i

Menindaklanjuti keberhasilan kajian teknis proses gasifikasi batubara untuk PLTD skala pilot plant, kajian keekonomian dilakukan dengan menggunakan simulasi untuk kapasitas PLTD 1.224 Kw atau kapasitas aktual 979,2 Kw. Dengan investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 8,151,837,978,- dan asumsi sebesar 75% bersumber dari pinjaman dengan tingkat bunga 14% pertahun, harga dasar bahan bakar minyak solar Rp 7.500,- perliter dan harga bahan baku batubara Rp 600.000 per ton, analisis finansial menunjukan bahwa proses gasifikasi batubara cukup layak pada tataran aplikasi skala komersial. Kelayakan tertsebut menimbang nilai NPV sebesar Rp. 3.553.931.438,- lebih besar dari Rp. 0,-, IRR sebesar 21,83 % lebih besar dari tingkat bunga dan Payback Period

sebesar 4,64 tahun kurang dari jangka waktu minimal operasional.

Adapun dari tingkat kehandalan (sensitivitas), yaitu apabila harga batubara mengalami kenaikan hingga 20% atau seharga Rp. 720.000,- per ton dan apabila harga bahan bakar solar mengalami penurunan hingga 10% atau sebesar Rp 6.750,- per liter, masih cukup signifikan. Oleh karena itu proses gasifikasi untuk PLTD mempunyai prospek untuk diterapkan pada PLTD existing di Indonesia.

(3)

KATA PENGANTAR

Suatu langkah awal yang baik, dimana Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) telah melakukan terobosan membangun pilot plant gasifikasi batubara pada PLTD di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara (Coal Technology Center) di Palimanan, Kabupaten Cirebon, yang telah diresmikan oleh Menteri ESDM pada tahun 2008. Keberhasilan penelitian tersebut merupakan harapan khususnya PT. PLN (Persero) dan Swasta untuk dapat menerapkan teknologi yang dikembangkan oleh tekMIRA tersebut dalam rangka diversifikasi/konversi BBM dan efisiensi biaya produksi pada PLTD.

Sebagai dukungan pada kajian teknis, pada tahun 2009 ini, Puslitbang tekMIRA, akan melakukan pula kegiatan “Analisis Sensitivitas Gasifikasi Batubara Pada PLTD”, dengan sasaran diketahuinya nilai keekonomian gasifikasi batubara pada PLTD.

Bandung, Oktober 2009 Tim Kebijakan Pertambangan Mineral dan Batubara

(4)

S a r i

Menindaklanjuti keberhasilan kajian teknis proses gasifikasi batubara untuk PLTD skala pilot plant, kajian keekonomian dilakukan dengan menggunakan simulasi untuk kapasitas PLTD 1.224 Kw atau kapasitas aktual 979,2 Kw. Dengan investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 8,151,837,978,- dan asumsi sebesar 75% bersumber dari pinjaman dengan tingkat bunga 14% pertahun, harga dasar bahan bakar minyak solar Rp 7.500,- perliter dan harga bahan baku batubara Rp 600.000 per ton, analisis finansial menunjukan bahwa proses gasifikasi batubara cukup layak pada tataran aplikasi skala komersial.

Kelayakan tertsebut menimbang nilai NPV sebesar Rp. 3.553.931.438,- lebih besar dari

Rp. 0,-, IRR sebesar 21,83 % lebih besar dari tingkat bunga dan Payback Period sebesar 4,64 tahun kurang dari jangka waktu minimal operasional.

Adapun dari tingkat kehandalan (sensitivitas), yaitu apabila harga batubara mengalami kenaikan hingga 20% atau seharga Rp. 720.000,- per ton dan apabila harga bahan bakar solar mengalami penurunan hingga 10% atau sebesar Rp 6.750,- per liter, masih cukup signifikan. Oleh karena itu proses gasifikasi untuk PLTD mempunyai prospek untuk diterapkan pada PLTD existing di Indonesia.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

S A R I ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Ruang Lingkup ... 1

1.3 Maksud, Tujuan dan Sasaran ... 1

1.4 Metodologi ... 2

1.5 Lokasi Kegiatan Penelitian ... 3

2 PERKEMBANGAN BATUBARA INDONESIA ... 4

2.1 Potensi Sumber Daya Dan Cadangan ... 4

2.2 Kualitas ... 5

2.3 Produksi dan Penjualan Batubara ... 7

2.4 Penggunaan Batubara ... 8

2.5 Perkembangan Harga Batubara ... 9

3 PERKEMBANGAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK ... 10

3.1 Produksi ... 10

3.2 Penjualan (Konsumsi) ... 15

4 GASIFIKASI BATUBARA UNTUK PLTD... 16

4.1 Umum ... 16

4.2 Unit Peralatan ... 18

2.2.1 Satuan Pembangkit Diesel ... 18

2.2.2 Unit Gasifikasi Batubara ... 19

2.2.3 Alat Analisis Gas... 22

4.3 Bahan Yang digunakan ... 23

4.3.1 Batubara ... 23

4.3.2 Bahan Bakar Minyak ... 23

4.3.3 Bahan Kimia ... 24

(6)

5 ANALISIS KEEKONOMIAN GASIFIKASI BATUBARA PADA PLTD 25

5.1 Hasil Uji Coba ... 25

5.2 Analisis Kelayakan ... 27

5.2.1 Biaya Investasi ... 28

5.2.2 Biaya Produksi ... 29

5.2.3 Analisis Kelayakan Finansial ... 30

5.3 Analisis Kepekaan (Sensitivitas Analysis) ... 32

5.4 Analisis Prospek Gasifikasi Batubara Untuk PLTD Existing di Indonesia ... 32

6 KESIMPULAN DAN SARAN... 34

6.1 Kesimpulan ... 34

6.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(7)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Biaya bahan bakar merupakan komponen utama di dalam operasional pembangkit listrik milik PT PLN (Persero) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Kenaikan biaya produksi PLTD secara langsung berdampak terhadap kenaikan harga jual listrik, padahal jumlah PLTD yang dimiliki oleh PLN jumlahnya sangat besar, yaitu ± 4.688 unit dan tersebar di seluruh Indonesia, dengan kapasitas terpasang 2.956 MW (11,72% dari total). Dari jumlah tersebut dapat memproduksi listrik sekitar 5.733 KWh (4,03% dari produksi energi listrik nasional) dengan jumlah kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) mencapai sekitar 1,497 juta kilo liter pertahun.

Untuk mengurangi pemakaian BBM dan mempertahankan pasokan listrik melalui PLTD telah dilakukan modifikasi dengan menggunakan kombinasi BBM dan gas alam, termasuk menggunakan gas dari proses gasifikasi batubara yang telah diuji coba oleh Puslitbang tekMIRA dalam bentuk pilot plant di Palimanan, Kabupaten Cirebon.

Dengan adanya perubahan (fluktuasi) harga BBM berdampak pula terhadap harga batubara, sehingga tingkat keekonomian proses gasifikasi batubara ini akan tergantung terhadap perubahan harga batubara. Oleh karena itu diperlukan analisis kepekaan (sensitivitas) perubahan harga energi (migas) terhadap harga batubara untuk mengetahui tingkat kelayakan ekonomi proses gasifikasi batubara untuk PLTD.

1.2 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup analisis sensitivitas harga energi untuk gasifikasi batubara adalah :

1) Inventarisasi PLTD existing (sebaran/keterdapatan, jumlah, kapasitas, kebutuhan BBM, dan lain sebagainya).

2) Melakukan analisis kelayakan finansial sekala komersial proses gasifikasi batubara pada PLTD

3) Melakukan analisis sensitivitas perubahan harga energi (BBM dan batubara) terhadap kelayakan ekonomi proses gasifikasi batubara pada PLTD.

(8)

1.3 Maksud, Tujuan, dan Saran

Maksud dari kajian ini adalah melakukan analisis sensitivitas harga energi untuk proses gasifikasi batubara pada PLTD, dengan tujuan untuk mengetahui kepekaan (sensitivitas) perubahan harga energi (BBM dan batubara) terhadap kelayakan/keekonomian proses gasifikasi batubara untuk PLTD. Sasarannya yang ingin dicapai dari kajian ini adalah diketahuinya harga energi (BBM dan batubara) sehingga proses gasifikasi batubara pada PLTD bernilai dalam ambang ekonomis (NPV ≥0, IRR ≥ bunga bank, dan PP ≤ umur cash flow). 1.4 Metodologi

Sesuai dengan ruang lingkup kegiatan, maka penelitian ini dilakukan secara survei dan studio. Pengumpulan data primer diperoleh dengan melakukan survei langsung khususnya ke lokasi Pilot Plant Gasifikasi Batubara untuk PLTD di Palimanan dan PLTD di Kabupaten Cirebon, PLTD di Propinsi Riau, dan PLTD di Kalimantan Timur (sampel). Adapun pengumpulan data skunder diperoleh dari hasil percobaan yang telah dilakukan oleh Puslitbang tekMIRA, PT. PLN (Persero), dan PT. Coal Gas Indonesia, dan data dari Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, serta dari Dinas Pertambangan dan Energi. Sedangkan pengolahan dan analisis dilakukan secara desk study.

Dengan tahapan pekerjaan yang akan dilakukan terdiri dari :

a) Inventarisasi PLTD existing

b) Verifikasi parameter teknoekonomi antara lain harga batubara dan BBM, nilai investasi dan biaya operasional proses gasifikasi

c) Analisis Finansial (kelayakan)

d) Analisis sensitivitas harga bahan bakar (BBM dan batubara) terhadap kelayakan ekonomi proses gasifikasi batubara.

e) Melakukan analisis prospek gasifikasi batubara pada PLTD f) Penyusunan laporan

1.5 Lokasi Kegiatan

(9)

Kalimantan Timur, di mana kedua lokasi ini banyak terdapat PLTD dan keterdapatan batubara.

(10)

2 PERKEMBANGAN BATUBARA INDONESIA

Harga dunia minyak yang demikian tinggi baru saja terkoreksi tajam, tetapi sampai sekarang harga batubara masih tetap tinggi walau agak terkoreksi. Di samping kondisi global tersebut, menimbang cadangan minyak bumi Indonesia yang semakin menipis, pemanfaatan batubara di dalam negeri menjadi semakin penting sejalan dengan ditemukannya cadangan batubara yang besar yang terus meningkat, yang hingga kini sumber daya mencapai 104,75 milyar ton dan cadangan 22,25 milyar ton. Selain itu, adanya kebijaksanaan energi nasional mengenai diversifikasi energi, telah memacu pemanfaatan batubara di berbagai segmen pasar (industri) di wilayah Indonesia. Pemberlakuan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Batubara, akan mendukung untuk menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, serta terwujudnya bauran energi (energy mix) yang optimal pada tahun 2025.

Segmen pasar yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar meliputi PLTU, industri semen, industri kertas, industri tekstil, industri peleburan (metalurgi), dan industri lainnya, serta pemanfaatan batubara untuk briket batubara. Sedangkan Upgrading Brown Coal (UBC), Gasifikasi Batubara dan Pencairan batubara adalah arah pemanfaatan batubara untuk masa mendatang.

2.1 Potensi Sumber Daya Dan Cadangan

Jumlah sumber daya dan cadangan batubara Indonesia setiap tahun terus bertambah, berdasarkan perhitungan Pusat Sumber Daya Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Kondisi saat ini, tahun 2008, jumlah sumber daya adalah sebesar 104,75 miliar ton, dengan jumlah cadangan sebesar 22,25 miliar ton (Gambar 2.1). Sumber daya batubara tersebut tersebar di 19 propinsi, 6 pulau, namun terbesar terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan sebanyak masing – masing 50,15% dan 49,56%.

(11)

Gambar 2.1 : Distribusi Sumber Daya Batubara Indonesia

2.2 Kualitas

Keadaan lingkungan pengendapan batubara yang berbeda-beda serta kondisi tektonik dan umur pengendapan batubara di Indonesia yang berbeda-beda, menghasilkan kualitas batubara yang berbeda-beda pula.

Kriteria kualitas batubara dapat dibedakan atas beberapa macam, yang pada umumnya didasarkan pada:

 Peringkat batubara (Coal Rank)

 Nilai kalori (Calorivic Value)

 Kandungan bahan/unsur dalam batubara (kadar air, abu, belerang, zat terbang, karbon tertambat, dll)

 Sifat fisik batubara (kekerasan, muai bebas, titik leleh abu).

Penggolongan kualitas batubara mutu rendah, batubara mutu sedang, dan batubara mutu tinggi seringkali dikaitkan dengan tujuan pemanfaatan batubara itu sendiri yang tergambarkan dengan permintaan pada spesifikasi batubara yang diinginkan.

Secara spesifik pembagian batubara di atas didasarkan pada kriteria sebagai berikut :

(12)

1. Batubara Kalori Rendah adalah jenis batubara yang paling rendah peringkatnya, bersifat lunak-keras, mudah diremas, mengandung kadar air tinggi (10-70%), memperlihatkan struktur kayu, nilai kalorinya <5100 kal/gr (adb).

2. Batubara Kalori Sedang adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih keras, mudah diremas – tidak bisa diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu masih terlihat, nilai kalorinya 5.100-6.100 kal/gr (adb).

3. Batubara Kalori Tinggi adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu tidak terlihat, nilai kalorinya 6.100-7.100 kal/gr (adb).

4. Batubara Kalori Sangat Tinggi adalah jenis batubara dengan peringkat paling tinggi, umumnya dipengaruhi intrusi batuan beku atau tektonik, kadar air sangat rendah, nilai kalorinya >7100kal/gr (adb).

Kualitas batubara Indonesia didominasi oleh Batubara Kalori Sedang (66,39%), setelah itu diikuti Batubara Kalori Rendah (20,22%), Batubara Kalori Tinggi (12,43%), dan Batubara Kalori Sangat Tinggi dengan jumlah sangat kecil (0,96) (Tabel 2.1).

(13)

TABEL 2.1

KUALITAS DAN SUMBERDAYA BATUBARA INDONESIA, TAHUN 2008

Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

2.3 Produksi dan Penjualan Batubara

Sejalan dengan upaya penganekaragaman energi dan peningkatan kebutuhan batubara, baik untuk pemakaian domestik maupun pasar ekspor, produksi batubara Indonesia diperkirakan kecenderungannya akan terus meningkat; tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga BBM, yang telah terkoreksi tajam kembali meningkat, menuntut industri yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.

Produksi batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun 1992 tercatat sebesar 233,62 juta ton, naik menjadi 151,594 juta ton pada tahun 2008, atau naik rata-rata 17,04% per tahun. Perkembangan produksi batubara nasional tersebut tentunya tidak terlepas dari permintaan dalam negeri (domestik) dan luar negeri (ekspor) yang terus meningkat setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 1992 – 2008, penjualan dalam negeri dan penjualan luar negeri naik rata-rata 17,17% dan 15,71% (Gambar 2.1).

KUALITAS SUMBERDAYA (JUTA TON) JUMLAH

KLASIFIKASI NILAI KALOR HIPOTETIK TEREKA TERUNJUK TERUKUR TOTAL %

(Cal/gr, adb) RENDAH < 5,100 5,057.68 6,588.24 3,721.16 5,815.96 21,183.05 20.22 SEDANG 5,100 – 6,100 27,764.43 18,888.21 10,941.82 11,956.19 69,550.65 66.39 TINGGI 6,100 – 7,100 1,708.18 6,187.41 1,069.29 4,056.61 13,021.50 12.43 SANGAT TINGGI > 7,100 90.11 482.93 5.80 422.81 1,001.64 0.96 TOTAL 34,620.40 32,146.79 15,738.08 22,251.57 104,756.83 100.00

(14)

Gambar 2.1

Perkembangan Produksi dan Penjualan Domestik Dan Ekspor Batubara Indonesia, Tahun 1992 - 2008

2.4 Penggunaan Batubara

Adanya kebijaksanaan energi nasional mengenai diversifikasi energi, telah memacu pemanfaatan batubara di berbagai segmen pasar di wilayah Indonesia. Segmen pasar yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar meliputi PLTU, industri semen, industri kertas, industri tekstil, industri peleburan (metalurgi), dan industri lainnya, serta pemanfaatan batubara untuk briket batubara (Gambar 2.2). 0 50.000.000 100.000.000 150.000.000 200.000.000 250.000.000 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Produksi Domestik Ekspor 36.575.060 25.643 7.609.012 282.730 4.193.932 2.518.887 1.339.325 PLTU Briket Semen Metalurgi Industri Tekstil Industri Kertas Lain - Lain

(15)

Penggunaan batubara dalam negeri masih didominasi oleh PLTU, yaitu 69,61% dari kebutuhan batubara nasional, kemudian diikuti oleh industri semen sebesar 14,48%. Prospek diversifikasi pemanfaatan batubara ke depan adalah untuk pencairan batubara, upgrading batubara mutu rendah, dan gasifikasi batubara.

2.5 Perkembangan Harga Batubara

Salah satu harga patokan batubara pada tataran internasional adalah Indonesian Coal Index (ICI). ICI itu digunakan sebagai patokan tunggal untuk harga batubara Indonesia. Dengan adanya indeks itu, pemerintah punya acuan dalam berbagai kebijakan, seperti acuan harga untuk penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) 2009.

Dari data ICI, perkembangan bulanan harga batubara dalam kurun waktu Juni 2006 – April 2009 seperti terlihat pada Gambar 2.2. Pada gambar tersebut diketahui pada periode tersebut pada awalnya harga batubara terus bergerak naik hingga boomingnya pada bulan Agustus 2008, yang semula US$ 40,41 menjadi US$ 127,09. Kenaikan sejalan dengan pergerakan harga minyak internasional. Kondis harga pada bulan April 2009 tercatat US$ 62,67.

0 20 40 60 80 100 120 140 U S $

(16)

3 PERKEMBANGAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DIESEL

Permintaan masyarakat pelanggan listrik, baik kelompok rumah tangga, industri, bisnis, sosial, gedung pemerintah, maupun untuk penerangan jalan umum akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan penduduk, kesejahteraan masyarakat, maupun roda perekonomian.

Dalam rangka memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat tersebut, pengembangan sumber pembangkit listrik utama di Indonesia, secara nasional telah dan akan bergeser, yang semula PLTD berbahan bakar minyak ke PLTU berbahan bakar batubara dan ke PLTG berbahan bakar Gas, di samping mengembangkan pembangkit berbahan bakar non fosil. Hal tersebut mengingat di Indonesia sumber energi minyak bumi telah menipis, namun terutama sumberdaya batubara masih cukup melimpah. PLTU tersebut akan cukup ekonomis atau kompetitif dibanding dengan pembangkit lainnya, apabila berkapasitas besar. Bergesernya peranan tersebut sejalan dengan Perpres No 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Kebijakan yang diambil untuk mencapai bauran energi pada tahun 2025, dengan kondisi peranan minyak bumi menjadi 20,2%, gas bumi 21,1%, batubara 34,4% dan lainnya yang merupakan energi terbarukan sebesar 24,3%.

3.1 Produksi

Unit Pembangkit dan Kapasitas Terpasang

Untuk memproduksi energi listrik, PT PLN memiliki sejumlah jenis pembangkit dengan kapasitas terpasang yang dimilikinya.

Unit pembangkit listrik PLN (di luar milik swasta) terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Gas & Uap (PLTGU), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).

Pada Tahun 2007 jumlah unit pembangkit tersebut seluruhnya sebanyak 5.072 unit pembangkit dengan kapasitas terpasang sebesar 25.223,48 MW. Ditinjau

(17)

sebesar 33,83% dari 45 unit (0,89%). PLTD tersebar di luar Pulau Jawa dan Bali (Gambar 3.1), sementara ini PLTU terpusat di Pulau Jawa dengan jaringan interkoneksi Jawa-Bali. Gambar 3.2 Populasi PLTD PT PLN Tahun 2007 NAD ΣSPD : 225 (151.6 MW) SUMBAR ΣSPD : 147 (48 MW) SUMUT ΣSPD : 41(101.44 MW) RIAU ΣSPD : 368 (174 MW) SUMSEL, JAMBI, & BENGKULU ΣSPD : 256 (69.4 MW) JAWA TIMUR ΣSPD : 29 (5.4 MW) JAWA BARAT ΣSPD : 1 (0.1 MW) KALTIM ΣSPD : 338 (143 MW) SULUT,TENG &GO ΣSPD : 311 (416 MW) PAPUA ΣSPD : 366 (148 MW) BALI ΣSPD : 24 (4 MW) PLN BATAM ΣSPD : 27 (156 MW) BABEL ΣSPD : 56 (83 MW) LAMPUNG ΣSPD : 22 (12 MW) KALBAR ΣSPD : 364 (205 MW)

KALSEL & TENG ΣSPD : 117 (104 MW) SULSEL &TENG ΣSPD : 337 (188 MW) MALUKU ΣSPD : 409 (271 MW) NTB ΣSPD : 145 (146 MW) NTT SPD : 457 (99 MW) SUM. BAG. SEL

ΣSPD : 52 (215 MW) PT IP ΣSPD : 17 (92 MW) PT PJB ΣSPD : 5 (14 MW) PLN TARAKAN ΣSPD : 11 (31 MW) TOTAL LOKASI : 1182 ΣSPD : 4.705 Kap. TPS : 2.956,25 MW Produksi : 5.733,26 GWh HSD : 1.496.977 KL Sumber : PT PLN, 2009

(18)

Produksi Listrik

PT. PLN (Persero), sebagai satu-satunya Perusahaan Listrik Negara dalam memenuhi kebutuhan listrik masyarakat pelanggan, disamping memproduksi sendiri dan sewa, juga membeli dari luar PLN.

Dari data Statistik PLN, selama tahun 2007 produksi listrik nasional termasuk swasta sebesar 142.719,04 GWh, terdistibusi di Jawa sebesar 111.721,75 GWh (78,43%) dan di Luar Jawa sebesar 30.901,26 GWh (21,57%). Dari produksi total tersebut yang diproduksi sendiri oleh PLN sebesar 111.241,39 GWh (78,10%). Sedangkan energi listrik yang dibeli dari luar PLN sebesar 31.199,40 GWh (21,90%).

Ditinjau dari jenis pembangkit, produksi energi listrik nasional termasuk swasta sebesar 142.719,04 GWh, adalah PLTA 10.627,46 GWh (7,46%), PLTU 52.208,81 GWh (36,65%), PLTG 4.730,40 GWh (3,32%), PLTGU 31.374,39 GWh (22,03%), PLTP 3.188,49 GWh (2,24%), PLTD 5.854,57 GWh (4,12%), dan sewa 3.257,27 GWh (2,28%), serta beli 31.199.41 GWh (21,90%).

Sedangkan ditinjau dari jenis bahan bakar, produksi energi listrik nasional sebesar 100.613,91 GWh, yang terdiri dari HSD 32.324,74 GWh, IDO 29,35 GWh, MFO 4.876,50 GWh, batubara 41.879,61 GWh, gas alam 18.109,51 GWh, geotermal 3.188,49 GWh.

Bardasarkan data historis, dalam kurun waktu 1999 – 2007, terlihat bahwa produksi listrik total terus berkembang dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 6,95% per tahun. Perkembangan produksi listrik tersebut di samping peranan PLTU PT PLN, ditunjang oleh peranan produksi listrik dari luar PLN (swasta) yang cukup berarti (Gambar 3.2).

Konsumsi dan Harga Bahan Bakar

Adapun bahan bakar yang digunakan, meliputi HSD sebanyak 7.874.290,25 kl, IDO 13.557,50 kl, MFO 2.801.128,15 kl, batubara 21.466.348,18 ton, dan gas alam sebesar 171209,12 MMSCF (Gambar 3.3, dan 3.4). Sedangkan harga satuan bahan bakar tersebut untuk tahun 2007 adalah HSD Rp. 5.349,61/lt, IDO Rp. 5.275,42/lt, MFO Rp. 3.563,41/lt, batubara Rp. 338,76/kg, gas alam Rp. 23.480,99/MSCF, dan geothermal Rp. 538,31/KWh.

(19)

0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000 160,000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 GAMBAR 4.1

PERKEMBANGAN PRODUKSI LISTRIK NASIONAL TAHUN 1999 - 2007 (GWh)

beli Sewa PLTAngin PLTDG PLTD PLTP PLTGU PLTG PLTU PLTA

(20)

Foto 3.1

PLTD Danau Raja, Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Kapasitas 4x 500 kva, Sistem Turbo, dikelola oleh Pemda

Foto 3.2

PLTD Karang Asem, Samarinda,

Kapasitas 6 x 4.000 KW dan 2 x 7.600 KW, Berbahan Bakar MFO

Foto 3.3

PLTD Keledang, Samarinda,

(21)

Rata-rata Biaya Pembangkitan per KWh

Ditinjau dari rata-rata biaya pembangkitan per KWh, terlihat bahwa yang paling murah adalah untuk PLTA, yaitu sebesar Rp.118,80, kemudian disusul oleh PLTU Rp. 405,91. Sedangkan yang paling tinggi biaya pembangkitan adalah PLTD, yaitu Rp. 2.438,47 per KWh.

3.1.2 Penjualan (Konsumsi)

Energi Listrik Terjual

Jumlah energi listrik yang diproduksi tidak seluruhnya di jual ke konsumen, namun sebagiannya dipakai sendiri oleh PT. PLN disamping ada energi yang susut.

Pada tahun 2007, energi listrik terjual sebesar 121.246,83 GWh atau 85,12% dari total produksi (produksi PT. PLN sendiri dan beli dari swasta). Sisanya 19,63% terdiri dari pemakaian sendiri 5.229,70 GWh (3,67%), 15.239,20 GWh (10,70%), susut Energi, dan dikirim ke unit lain 275,25 GWh (0,51%).

Energi listrik yang terjual tersebut dikonsumsi oleh masyarakat/kelompok pelanggan, yaitu Rumah Tangga sebesar 47.324,91GWh (39,03%), Industri 45.802,51GWh (37,78%), Bisnis 20.608,47 GWh (17,00%), Sosial 2.908,70 GWh (2,40%), Gedung Kantor Pemerintah 2.016,36 GWh (1,66%), dan Penerangan Jalan Umum 2.585,86 (2,13%).

Harga Jual Listrik

Harga jual energi listrik per KWh dibedakan menurut kelompok pelanggan/ konsumen. Terlihat bahwa yang relatif paling murah adalah kelompok Rumah Tangga dengan harga Rp. 571,76, kemudian disusul oleh kelompok Sosial Rp 574,08. Sedangkan yang relatif paling tinggi harga jual listrik per KWh adalah untuk kelompok Bisnis dengan harga Rp 772,51. Skala nasional, rata-rata haga jual listrik sebesar RP. 629,18.

(22)

4 GASIFIKASI BATUBARA UNTUK PLTD 4.1 Umum

Pembuatan gas dari batubara telah sejak abad 17, tetapi baru diaplikasikan terutama untuk pembuatan lampu-lampu penerangan di Inggris dan Perancis pada akhir abad abad 18. Pengembangan pabrik skala komersial untuk memproduksi bahan bakar gas melalui proses karbonisasi menggunakan bahan baku batubara mengokas (coking coal) dimulai di Inggris tahun 1812 dan di Amerika Serikat pada tahun 1816. Proses ini kemudian digunakan untuk memproduksi gas kota seperti yang dioperasikan di banyak negara.

Indonesia juga pernah mempunyai mempunyai pabrik gas di beberapa kota besar yang dibangun pada Belanda. Pabrik gas negara pada saat itu mempunyai 8 pabrik yakni di Medan, Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Semarang, Surabaya dan Makassar. Pabrik gas Surabaya didirikan tahun 1877, Semarang tahun 1897 dan Bandung 1917. Karena kelangkaan batubara, tahun 1957 pabrik gas Surabaya beralih ke minyak Diesel dengan proses catalytic cracking, kemudian diikuti pabrik gas Semarang (1969) dan pabrik gas Bandung sampai (1975). Pabrik gas sekarang ditutup dan telah beralih menggunakan gas alam.

Proses gasifikasi batubara saat ini telah berkembang dan tidak hanya tergantung batubara jenis mengkokas tetapi dapat menggunakan berbagai jenis batubara. Batubara direaksikan dengan pereaksi udara, campuran udara/uap air, campuran oksigen/uap air atau hydrogen dalam sebuah reaktor. Apabila proses gasifikasi dilakukan langsung dalam tanah (in-situ), dalam lapisan batubara, maka prosesnya disebut gasifikasi batubara dalam tanah (underground coal gasification). Gas yang dihasilkan dari proses gasifikasi batubara dalam tanah berbeda dengan CBM (Coal Bed Methane) yang memang sudah terdapat dalam lapisan batubara karena terperangkap selama proses pembatubaraan (coalification).

Jenis-jenis teknologi gasifikasi batubara umumnya didasarkan atas bagaimana kontak antara batubara dengan bahan pereaksi. Dalam hal ini, sistem kontak tersebut akan menentukan desain reaktor. Teknologi gasifikasi batubara yang

(23)

Gambar 4.1 : beberapa jenis teknologi gasifikasi batubara

Produk gas yang dihasilkan proses gasifikasi batubara tergantung pereaksi yang digunakan. Proses gasifikasi menggunakan pereaksi udara menghasilkan gas yang disebut gas-penghasil (producer gas) dengan komposisi terdiri dari gas mampu bakar (combustible gas) CO dan H2 dan dan sedikit gas hidrokarbon

seperti CH4, serta pengotor N2 mencapai sekitar 50%. Apabila digunakan pereaksi campuran udara/uap air maka dihasilkan gas yang disebut gas-air

(water gas) dengan komposisi mirip gas-penghasil. Kedua produk gas tersebut

termasuk gas kalori rendah (low Btu gas) dengan nilai kalor kurang dari 200

Btu/ft3 (<1780 kkal/m3), tetapi komposisi dan nilai kalor gas-air lebih baik.

Proses gasifikasi menggunakan pereaksi campuran oksigen/uap air menghasilkan produk gas yang disebut gas Lurgi dengan komponen utama berupa CO dan H2 dan sedikit gas-gas hidrokarbon, serta pengotor. Gas Lurgi merupakan gas kalori menengah (medium Btu gas) dengan nilai kalor antara

(24)

sintesis (synthesis gas, syngas) dengan komponen utama CO dan H2. Gas

sintesis dapat diproses lebih lanjut melalui proses metanasi untuk mendapatkan gas SNG (Synthetic Natural Gas, Substitute Natural Gas) dengan komponen utama CH4. Proses gasifikasi menggunakan pereaksi hidrogen juga dapat menghasilkan gas alam sintetik yang mempunyai nilai kalor sekitar 1000 Btu/ft3 dan termasuk gas kalori tinggi (high Btu gas).

Produk gas dengan nilai kalor rendah seperti gas-penghasil dan gas-air umumnya digunakan sebagai bahan bakar. Sedangkan gas kalorimenengah yakni gas Lurgi dapat digunakan sebagai bahan bakar, atau setelah diproses menjadi gas sintesis yang dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai macam produk seperti industri kimia (diantaranya pupuk), minyak sintetik dan gas alam sintetik (synthetic natural gas – SNG).

2.2 Unit Peralatan

2.2.1 Satuan Pembangkit Diesel

Satuan pembangkit Diesel (SPD) yang digunakan adalah tipe kecepatan tinggi buatan Mercy kapasitas 250 kVA. atau daya maksimum 150 kW buatan tahun 1985. Modifikasi dilakukan pada sistem pemasukan udara sehingga dapat mengakomodasi pemasukan gas batubara melalui mixer dengan baik. Disamping itu, ditambahkan juga alat pengatur laju alir (katup pengontrol) gas batubara, saringan gas dan pengambil contoh gas. Skema rangkaian peralatan percobaan pemanfaatan gasifikasi batubara untuk SPD dapat dilihat pada Gambar 4.2.

2.2.2 Unit Gasifikasi Batubara

Unit gasifikasi terdiri atas reaktor, scrubber I yang berfungsi sebagai pendingin gas (coolingtower), penangkap ter (tar electrostatic precipitator), scrubber II yang berfungsi sebagai pembersih gas (washing tower), tangki pemisah uap (fog drop), blower, kolam penampung ter (tar pond), kolam air pendingin dan panel pengontrol. Skema rangkaian unit gasifikasi batubara dapat dilihat pada Gambar 4,3.

(25)

Gambar 4.2 : Skema rangkaian peralatan untuk percobaan

Gambar 4.3. Skema rangkaian unit gasifikasi batubara

Solar Fog Drop SPD Saringan gas

Air filter + ventury

Control Valve Gas sampling point Gas distributor Gas bersih udara Campuran gas/udara

(26)

Reaktor gasifikasi

Reaktor gasifikasi menggunakan teknologi unggun-tetap sistem up-draught

dengan diameter 1m dan kapasitas 150-200 kg batubara/jam atau setara dengan ± 2,88 MMBtu gas /jam. Pereaksi yang digunakan adalah campuran udara/uap air dan produk gas-nya disebut gas dingin (cold gas). Reaktor ini mempunyai mantel (water jacket) yang berfungsi sebagai isolator panas dan penghasil uap air. Udara untuk proses gasifikasi (udara primer) diperoleh dari blower, sedangkan uap air dihasilkan dari mantel pendingin reaktor dan steam drum

yang diletakkan di bagian atas reaktor.

Unit pendingin gas

Alat yang posisinya terletak di antara reaktor dan penangkap ter berfungsi mendinginkan gas dengan cara scrubbing. Selain mendinginkan gas, alat ini juga memisahkan ter dan partikulat dari gas yang kemudian terbawa bersama air pendingin. Ter dan partikulat yang tidak terpisah kemudian membentuk droplet

sehingga mudah dipisahkan dalam pemisah ter.

Unit penangkap ter

Penangkap ter yang menggunakan electrostatic precipitator mirip dengan yang digunakan untuk menangkap partikel abu pada pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Droplet ter dari pendingin gas yang dialirkan melalui bagian atas

electrostatic precipitator ini mengalami ionisasi akibat elektroda bermuatan (voltase) tinggi (20-60 kV). Droplet ter dan sebagian partikulat akan bergerak menuju elektroda negatif (earth- grounded) dan jatuh ke bagian bawah penampung ter yang kemudian dialirkan ke kolam penampung ter.

Unit pencuci gas

Unit pencuci gas berfungsi memisahkan sisa ter dan partikulat dari produk gas melalui media air dengan cara scrubbing.

(27)

Blower

Blower tambahan digunakan untuk menambah tekanan gas sehingga dapat

mengalir dengan baik dari unit pemisah uap ke lokasi pemanfaatan.

Kolam penampung ter

Kolam penampung ter berupa bak beton berfungsi menampung air buangan dari pendingin gas dan pencuci gas yang beroperasi secara aliran tertutup (closed circuit).

Kolam air pendingin

Kolam air pendingin berupa bak beton yang berfungsi menampung air dari kolam penampung ter yang telah dipisahkan ter-nya. Air pendingin kemudian dialirkan ke unit pendingin gas dan un it pencuci gas.

Panel pengontrol

Panel pengontrol untuk pengoperasian unit gasifikasi batubara berada pada bagian atas reaktor yang dapat dicapai melalui tangga khsusus. Alat ini dilengkapi indikator suhu, tekanan dan laju alir gas serta voltase electrostatic precipitator.

4.2.3 Alat Analisis Gas

Kromatografi gas (gas chromatograpfi, GC)

Unit khromatografi gas yang dipakai menggunakan thermal conductivity detector

(TCD). Sedangkan kolom yang digunakan untuk analisis gas batubara adalah 2 macam yakni porapak Q dan molsieve. Kromatografi gas ini digunakan untuk mengetahui komposisi produk gas yang terdiri dari H2, O2, N2, CO, CH4 dan gas hidrokarbon lainnya.

Penganalisis ter dan partikulat

Alat ini berfungsi untuk menganalisis jumlah tar dan partikulat yang terkandung dalam gas sebelum gas tersebut masuk ke SPD.

(28)

4.3 Bahan Yang Digunakan 4.3.1 Batubara

Batubara yang dipergunakan oalan perconaan pada pilot plant gasifikasi batubra untuk PLTD adalah batubara Kalimantan Selatan yang diperoleh dari perusahaan-perusahan pemasok batubara di sekitar Cirebon dan dipilih berdasarkan nilai kalornya yakni berkisar antara 5000, 5500 dan 6000-an kal/g. Hasil analisis ketiga jenis batubara tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Masing-masing sampel batubara mempunyai nilai kalor 5059 kal/g dan 5501 kal/g. Keduanya termasuk batubara yang cukup bersih dengan kadar abu dan kadar belerang yang rendah. Sampel-sampel batubara tersebut diayak sehingga diperoleh ukuran bongkah lebih besar 1 cm dan sesuai dengan persyaratan umpan gasifier batubara sietm unggun tetap.

Tabel 4.1 : Hasil Analisis Contoh Batubara yang digunakan

Komponen Batubara A Batubara B Batubara C

Air Total, % ar - 22,66 -

Air lembab, % adb 17,99 20,35 11.04

Abu, %adb 4,30 1,24 4.81

Zat terbang, %adb 39,11 39,30 44.61

Karbon padat, %adb 38,60 39,11 39.54

Nilai kalor, kal/g adb 5.059 5.501 6.185

Belerang, % adb 0,15 0,16 0,33

4.3.2 Bahan Bakar Minyak

Bahan bakar minyak yang digunakan adalah minyak solar (HSD, High Speed Diesel) yang diperoleh di pasaran. Persediaan minyak untuk percobaan ini disimpan dalam tangki minyak, kemudian untuk mengetahui laju alir pemakaian minyak ke mesin disel digunakan alat ukur khusus.

4.3.3 Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah bahan untuk analisis batubara dan bahan untuk analisis kadar ter dan partikulat dalam gas batubara.

(29)

4.4 Gasifikasi Batubara

4.4.1 Proses Gasifikasi Batubara

 Pertama-tama hidupkan semua pompa – pompa sirkulasi air dan air pendingin dijalankan. Kemudian ke dalam reaktor dimasukan bata merah untuk penyangga bahan bakar kayu atau arang kayu yang digunakan sebagai penyulut. Selanjutnya, bahan bakar kayu tersebut dibakar dengan blower dihidupkan. Setelah terjadi pembakaran dilanjutkan dengan penambahan batubara sebanyak 100 kg. Apabila dalam, reaktor terdapat sisa semikokas yang masih mengandung bara api maka tidak diperlukan penyalaan awal dengan kayu maupun arang kayu.

 Cerobong pada reaktor dibuka dengan jumlah udara yang masuk dan suhu gas yang keluar diamati melalui panel pada plat form yang terletak di atas reaktor.

 Apabila suhu gas sudah mencapai 360oC - 400oC, cerobong reaktor ditutup dan cerobong unit pendingin dibuka, dan sirkulasi air pendingin dihidupkan. Produk gas kemudian dialirkan ke unit pendingin, tetapi kran ke penangkap tar masih dalam keadaan ditutup. Selama proses tersebut, pembentukan uap selalu diamati.

 Apabila pembentukan uap air dalam mantel reaktor sudah cukup baik, kemudian uap dialirkan ke dalam reaktor untuk membantu proses gasifikasi. Setelah itu, cerobong unit pendingin ditutup dan kran ke penangkap tar dibuka kemudian Electrostatic Preciptitation dan Gas Pressure dijalankan.

 Setelah keluar dari penangkap ter, produk gas kemudian dibersihkan lagi dalam unit pencuci gas sehingga sisa ter dan partikulat terpisah ke dalam air pencuci. Produk gas bersih kemudian masuk ke penampung gas dengan bantuan tekanan blower ke lokasi pemanfaatan.

Selama operasi gasifikasi, penambahan batubara dilakukan setiap 15 – 20 menit sebanyak 50 kg setiap penambahan. Produk gas yang dihasilkan kemudian dialirkan melalui pipa ke SPD atau burner pembuangan. Apabila gas belum dimanfaatkan ke SPD atau ada kelebihan gas, maka gas dialirkan ke

(30)

4.4.2 Sampling dan Analisis Gas

Posisi sampling gas adalah pada pipa gas bersih sebelum dialirkan ke SPD atau ke tungku pembakaran. Pada titik sampling tersebut dibuat cabang untuk mengalirkan gas ke sistem sampling dan analisis. Skema proses sampling dan analisis produk gas hasil gasifikasi batubara dapat dilihat pada Gambar 4.4. Untuk analisis kadar tar dan partikulat, produk gas dialirkan ke nosel dengan meggunakan kertas saring khusus dan dipanaskan pada suhu antara 200-250ºC sehingga tar dan debu tertangkap. Laju alir gas dicatat untuk mengetahui volume gas yang digunakan untuk menghitung kadar tar dan partikulat. Sedangkan sampling gas untuk khromatografi gas dilakukan sebelum gas masuk ke nosel. Analisis yang dilakukan terhadap komposisi gas adalah meliputi H2, CO, CH4, CO, CO2, C2H2, C2H4, C2H6, C3H8, N2, O2.

Ke GC: Untuk analisis H2, N2, O2, CH4, CO CO2, C2H2, C2H4, C2H6, C3H8 Nosel ( 200oC s/d 250oC ) Didinginkan (0oC ) Air suling 800 ml 100C Produk Gas Sampling Gas Disaring Dikeringkan Timbang Jumlah partikulat Anisol Partikulat Anisol + Ter Evaporator Timbang Jumlah ter diketahui 50 ml 50 ml 50 ml 50 ml -40C

(31)

4.4.3 Pemanfaatan Gasifikasi Batubara Untuk Mesin Diesel

Pengoperasian sistem dual fuel pemanfaatan gasifikasi batubara untuk mesin disel dilakukan pertama-tama dengan menjalankan unit gasifikasi. Apabila proses gasifikasi telah berjalan dengan baik dan produk gas telah memenuhi syarat

untuk mesin diesel yakni kadar ter <500mg/m3 dan kadar partikulat 50 mg/m3 maka gas siap dimasukkan ke mesin melalui tecjet.

Mesin diesel dioperasikan dengan menggunakan bahan bakar solar 100%, kemudian secara bertahap gas batubara dialirkan ke dalam mesin diesel. Percobaan pemanfaatan gas batubara untuk mesin disel dilakukan dalam dua tahap, yakni pemetaan mesin (engine mapping) dan operasi kontinyu.

Pemetaan Mesin

Pemetan mesin dilakukan untuk kondisi mesin dalam pemakaian 100% solar dan mencari kondisi campuran solar dan gas batubara yang optimal untuk menjalankan mesin. Percobaan diawali dengan pemakaian 100% solar dan memvariasikan daya mesin dari terendah sampai maksimum (150 KW). Dengan cara ini pemakaian solar pada masing-masing percobaan dapat diketahui.

Percobaan selanjutnya dilakukan dengan menggunakan bahan bakar campuran. Percobaan dimulai dengan mengoperasikan mesin dengan 100% solar pada daya terendah kemudian gas batubara dimasukkan secara bertahap sampai daya maksimum selanjutnya dilakukan variasi daya awal mesin sebelum gas batubaradimasukkan. Dengan cara ini jumlah solar minimum yang diperlukan untuk menjalankan mesin dan komposisi optimal campuran solar dan gas batubara dapat di ketahui.

Operasi Kontinyu

Operasi kontinyu dilakukan pada kondisi campuran solar dan gas batubara yang optimal selama tiga hari, yakni masing-masing 5 jam pada siang hari dan 5 jam malam hari. Setelah selesai operasi kemudian dilakukan pemeriksaan mesin untuk melihat kemungkinan terjadi adanya endapan atau kerak, kemudian dilakukan pengambilan sampel oli untuk pengujian dan analisis. Disamping itu, jumlah pemakaian solar untuk operasi sistem dual fuel juga dapat diketahui.

(32)

5 ANALISIS KEEKONOMIAN GASIFIKASI BATUBARA PADA PLTD Gasifikasi batubara untuk PLTD adalah proses konversi batubara menjadi produk gas yang dapat di gunakan untuk bahan bakar campuran/ komposit dengan BBM pada PLTD. Secara teknis proses gasifikasi skala pilot plant yang dilakukan oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) bekerja sama dengan PT PLN dan PT Coal Gas Indonesia telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, yaitu menunjukkan bahwa gas batubara yang dihasilkan dapat mensubstitusi BBM Solar sekitar 62,5% pada sistem dual fuel (campuran gas batubara dan solar). Sebagai tindak lanjut, untuk mendukung aplikasi gasifikasi batubara pada tataran operasional PLTD existing, terlebih dahulu perlu melakukan kajian keekonomian yang meliputi analisis kelayakan proses gasifikasi batubara pada PLTD dan keterandalannya dari pengaruh perubahan harga bahan bakar BBM dan batubara, serta analisis prospek gasifikasi batubara pada PLTD existing di Indonesia.

5.1 Hasil Uji Coba

Pada percobaan skala pilot plant di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara (Coal Technology Center) di Palimanan, Kabupaten Cirebon, peralatan yang digunakan terdiri dari dua unit, yaitu Satuan pembangkit Diesel (SPD) atau sering disebut pula Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) dan Unit Gasifikasi Batubara kapasitas 2,88 MMBtu/jam (lihat Bab 4). PLTD dari PT PLN, yang digunakan adalah tipe kecepatan tinggi buatan Mercy kapasitas 250 kVA. atau daya maksimum 150 kW buatan tahun 1985. Adapun Unit Gasifikasi Batubara buatan PT Coal Gas, terdiri atas reaktor, scrubber I yang berfungsi sebagai pendingin gas (cooling tower), penangkap ter (tar electrostatic precipitator),

scrubber II yang berfungsi sebagai pembersih gas (washing tower), tangki pemisah uap (fog drop), blower, kolam penampung ter (tar pond), kolam air pendingin dan panel pengontrol.

Hasil percobaan gasifikasi batubara menunjukkan bahwa unit gasifikasi tersebut dapat menghasilkan gas batubara yang cukup bersih dengan kadar ter 30,81 mg/m3 dan kadar partikulat 6,72 mg/m3, jauh di bawah persyaratan. Adapun,

(33)

subsitusi gas dari proses gasifikasi batubara, ditunjukkan seperti pada Tabel 5.1. Pada percobaan tersebut, apabila 100% HSD, konsumsi HSD tersebut rata-rata 44,20 liter per jam. Namun apabila menggunakan sistem dual full, konsumsi HSD menjadi 16,6 liter per jam atau diperoleh penghematan bahan bakar solar rata-rata 62,5%, karena disubstitusi atau digantikan oleh gas batubara sebanyak 875.931 Btu per jam.

TABEL 5.1

PENGHEMATAN KONSUMSI SOLAR (HSD) PADA PERCOBAAN GASIFIKASI BATUBARA

Daya (kW)

100% HSD (ltr/jam)

Campuran (Dual Full) Penghematan

Konsumsi HSD HSD (ltr/jam) Gas Batubara (Btu/jam) (ltr/jam) (%) 130 40,6 15 812.458 25,6 63,1 140 45 16,6 901.320 28,4 63,1 150 47 18,2 914.015 28,8 61,3

Hasil tersebut kemudian digunakan untuk menghitung tingkat penghematan biaya bahan bakar, dengan parameter atau asumsi yang digunakan terdiri dari :

 harga batubara : Rp 600,- per kg,

 harga gas batubara : US$ 5,76/MMBtu,

 harga HSD : Rp 7.500,-/liter

 Nilai kalor HSD : 8.000 kcal/liter

 1 kWh : 0,32 lt Solar

 Kurs US$ 1 : Rp 10.000,-

Dari hasil perhitungan, diperoleh penghematan biaya bahan bakar rata-rata Rp. 1248.7 per kWh atau 47,2% (Tabel 5.2).

TABEL 5.2

PENGHEMATAN BIAYA BAHAN BAKAR PADA PERCOBAAN GASIFIKASI BATUBARA

Daya (kW)

100% HSD (Rp/kWh)

Campuran (Dual Full) Penghematan

Biaya Bahan Bakar HSD (Rp/kWh) Gas Batubara (Rp/kWh) Total (Rp/kWh) (Rp/kWh) (%) 130 2342 865 360 1225 1117 47,7 140 2411 889 371 1260 1151 47,7

(34)

150 2360 910 351 1261 1089 46,1

5.2 Analisis Kelayakan

Analisis kelayakan yang dimaksud untuk mengetahui apakah layak atau tidaknya proses gasifikasi batubara untuk PLTD pada skala komersial. Untuk simulasi digunakan asumsi data dari PT PLN dan hasil lanjutan uji coba teknis optimalisasi proses gasifikasi batubara untuk PLTD oleh tim tekMIRA, yaitu :

a. Kapasitas PLTD

PLTD yang menjadi obyek untuk melakukan analisis kelayakan finansial proses gasifikasi batubara sistem dual fuel adalah dengan kapasitas cukup besar yang dapat mewakili PLTD yang ada dan tersebar di wilayah Indonesia, yaitu yang mempunyai kapasitas terpasang 1.224 kW. Seperti pada umumnya PLTD tersebut mempunyai kapasitas aktual sekitar 80 %, yaitu 979,2 kW.

b. Parameter Kebutuhan Solar (HSD)

Parameter kebutuhan solar yang dimaksud adalah satuan kebutuhan solar untuk memproduksi listrik 1kWh. Pada tataran kapasitas PLTD yang relatif besar relatif lebih efisien dibandingkan dengan skala kecil. Asumsi parameter tersebut adalah 0,24 liter solar yang relatif lebih efisien bila dibandingkan dengan kapasitas pilot plant yang membutuhkan 0,315 liter solar.

c. Perbandingan pemakaian Solar dan Gas Batubara

Asumsi perbandingan pemakaian Solar dan Gas Batubara pada sistem dual fuel adalah 35,0% : 65,0 % diperkirakan lebih efisien dibandingkan dengan pada pilot plant yang mempunyai komposisi 37,5% : 62,5 %.

(35)

Diasumsikan harga 1 kg batubara Rp. 600,- dengan nilai kalor 1.200 Kcal atau 2,20 Nm3 gas batubara. Adapun 1 MMBtu diasumsikan sam dengan 95,45 Kg batubara atau 229 Nm3 gas batubara.

f. Kurs Dolar

Kurs (nilai tukar) dolar terhadap rupiah adalah diasumsikan 1 US$ sama dengan Rp. 10.000,-.

5.2.1 Biaya Investasi

Biaya investasi yang diperlukan untuk melakukan modifikasi PLTD dengan kapasitas 1.224 kW adalah sebesar Rp 8,151,837,978,- biaya investasi tersebut terdiri dari 5 pos, yaitu biaya untuk peralaran unit gasifikasi batubara, perkantoran, lahan dan stockpile, modofikasi, dan biaya managemen (Tabel 5.3).

TABEL 5.3 BIAYA INVESTASI

1 Coal gasifier 2,496,000,000

2 Office setup 456,521,739

3 Land & Stockpile 1,467,391,304

4 Modifikasi Coal gas Engine 3,242,794,500

5 Management Expenses 489,130,435

Total 8,151,837,978

5.2.2 Biaya Produksi

Di dalam perhitungan biaya produksi proses gasifikasi PLTD ini semua biaya dihitung berdasarkan satuan MMBtu, hal ini dilakukan untuk memudahkan di dalam analisis selanjutnya.

Biaya produksi proses gasifikasi ini terdiri dari :

1) Biaya satuan investasi dan depresiasi 2) Biaya tetap (fixed cost)

(36)

Pertama, biaya investasi dan depresiasi per unit dihitung berdasarkan biaya investasi yang diperlukan ditambah dengan biaya depresiasi alat modifikasi. Untuk biaya investasi dihitung berdasarkan pinjaman bank sebesar 75% dari total investasi dengan bunga pinjaman sebesar 14% per tahun dengan jangka waktu pinjaman selama 3 tahun.

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai biaya investasi dan depresiasi per unit sebesar Rp 21.290 per MMBtu (lihat Tabel 5.4).

TABEL 5.4

PERHITUNGAN BIAYA INVESTASI DAN DEPRESIASI PER UNIT

No Uraian Jumlah Satuan

1 Depresiasi 10 tahun

2 Nilai depresiasi (10 th) 249.600.000 Rp

3 Pinjaman Bank 6.113.878.484 Rp

4 Bunga bank 14% %

5 Jangka waktu pinjaman 3 tahun

6 Angsuran per tahun 2.477.819.065 Rp

7 Biaya per unit MMBtu 715 Rp/MMBtu

Total biaya Investasi per unit 21.290 Rp/MMBtu

Kedua, biaya tetap (fixed cost) adalah biaya gasifier, power plant, expense water, chemical, pharmacheutical, auxiliarry load. Biaya tetap per unit adalah Rp 41,099 per MMBtu (Tabel 5.5).

TABEL 5.5

BIAYA TETAP (FIXED COST)

Gasifikasi dan power plant 10.040.577.499 Rp

Expense water, chemical, phamaceutical 637.402.774 Rp

Auxiliarry 3.671.982.628 Rp

(37)

TABEL 5.6

BIAYA BAHAN BAKAR (BATUBARA) PER UNIT

Kebutuhan batubara aktual 3.333 Ton

Harga batubara 600.000 Rp/ton

Total biaya batubara 1.999.764.436 Rp

Biaya bahan bakar per unit 57.273 Rp/MMBtu

Keempat, adalah biaya berubah, yaitu biaya yang berubah karena perubahan jumlah produksi. Di dalam proses ini biaya berubah hanya biaya spare part dan perawatan sebesar Rp 7.149 per MMBtu (Tabel 5.7).

TABEL 5.7

BIAYA BERUBAH (VARIABEL COST)

Gasifikasi Spare part and

maintenance 2.496.000.000,- Rp

Cost unit dalam Rp/MMBtu (D) 7,149 Rp/MMBtu

Dari keempat biaya tersebut, maka jumlah seluruh biaya operasional adalah Rp 127.525 per MMBtu atau USD 12,75 per MMBtu.

5.2.3 Analisis Kelayakan Finansial

Untuk mengetahui kelayakan dari proses gasifikasi batubara untuk PLTD dengan kapasitas 1.224 kW atau kapasitas aktual 979,2 kW, dengan biaya investasi sebesar Rp 8,151,837,978,- yang berasal dari pinjaman bank sebesar Rp 6.113.878.484,- (75%) dengan bunga pinjaman sebesar 14% per tahun, dan harga batubara sebesar Rp 600,- per kg atau Rp 600.000,- per ton, maka akan diperoleh aliran kas sebagai seperti pada Tabel 5.9.

(38)

TABEL 5.9

PROYEKSI ALIRAN KAS

Dengan menggunakan konsep Net Present Value (NPV). Internal Rate of Return

(IRR) dan Payback Periode (PP), dengan masa kontrak yang digunakan selama 10 tahun, diperoleh nilai indikator keuntungan sebagai berikut :

a) NPV : Rp 3.553.931.438,-

b) IRR : 21,83 %

c) Payback Period : 4,64 tahun

Dengan nilai indikator tersebut, menunjukkan bahwa NPV > Rp. 0,-, IRR>14%, dan PP < 10 Tahun, maka proyek gasifikasi batubara untuk PLTD layak untuk dilaksanakan. 0 1 2 3 4 5 Cash inflow : EBITDA 0 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348 Cash outflow : Project Investment 6.113.878.484 Interest 0 725.173.920 439.859.591 154.545.262 0 0 Repayment 0 2.037.959.495 2.037.959.495 2.037.959.495 0 0 0 2.763.133.415 2.477.819.085 2.192.504.756 0 0 Self Financing 2.037.959.495 2.037.959.495 0 0 0 0 Interest 0 0 0 0 0 Repayment 2.037.959.495 0 0 0 0 Surplus/Deficit : 0 (1.004.918.561) 1.318.355.263 1.603.669.592 3.796.174.348 3.796.174.348 Tax (0%) 0 0 0 0 0

Net Cash Flow (1.004.918.561) 1.318.355.263 1.603.669.592 3.796.174.348 3.796.174.348

Begining 0 0 (1.004.918.561) 313.436.701 1.917.106.293 5.713.280.641 Ending 0 (1.004.918.561) 313.436.701 1.917.106.293 5.713.280.641 9.509.454.989 6 7 8 9 10 Cash inflow : EBITDA 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348 Cash outflow : Project Investment Interest 0 0 0 0 0 Repayment 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Self Financing 0 0 0 0 0 Interest 0 0 0 0 0 Repayment 0 0 0 0 0 Surplus/Deficit : 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348 Tax (0%) 0 0 0 0 0

Net Cash Flow 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348 3.796.174.348

Begining 9.509.454.989 13.305.629.337 17.101.803.685 20.897.978.033 24.694.152.381

Ending 13.305.629.337 17.101.803.685 20.897.978.033 24.694.152.381 28.490.326.729

NPV (Rp) 3.553.931.438

IRR 21,83%

Payback Period (tahun) 4,64 Privitability Indicator

Uraian Tahun

(39)

simulasi asumsi apabila terjadi kenaikkan harga batubara dan penurunan harga solar.

Analisis sensitivitas kelayakan usaha ini dilakukan dengan asumsi apabila harga batubara mengalami kenaikkan 5% secara bertahap dari harga dasar batubara Rp 600.000 per ton dan diasumsikan apabila terjadi penurunan harga solar 2,5% secara bertahap dari harga dasar solar sebesar Rp 7.500,- per liter. Perhitungan neraca laba rugi dan aliran kas untuk masing-masing asumsi tersebut, dapat dilihat pada Lampiran.

Dari hasil simulasi analisis sensitivitas, didapat indikator ekonomi sebagai berikut (Tabel 5.10) :

TABEL 5.10

ANALISIS SENSITIVITAS KELAYAKAN PLTD PADA SYSTEM DUAL FUEL

Indikator Kenaikkan harga batubara

5% 10% 15% 20%

NPV (Rp.) 3.081.862.743 2.609.794.047 2.137.725.352 1.665.656.656

IRR (%) 20,81 19,78 18,75 17,71

PP (Tahun) 4,77 4,91 5,05 5,21

Penurunan harga solar

2,5% 5% 7,5% 10%

NPV (Rp.) 2.610.365.767 1.666.800.096 723.234.425 -220.331.246

IRR (%) 19,78% 17,71% 15,62% 13,50%

PP (Tahun) 4,91 tahun 5,21 tahun 5,55 tahun 5,93 tahun

Dari hasil perhitungan, tingkat sensitivitas kelayakan proses gasifikasi batubara pada PLTD sistem dual fuel dari parameter harga batubara adalah hingga kenaikan 20% atau sebesar Rp 720.000,- per ton. Sedangkan dari parameter harga bahan bakar solar (HSD) adalah hingga penurunan 10% atau sebesar Rp 6.750,- per liter.

5.4 Analisis Prospek Gasifikasi Batubara untuk PLTD Existing di Indonesia

Berdasarkan analisis kelayakan dengan tingkat sensitivitas perubahan harga bahan bakar yang cukup signifikan, maka proses gasifikasi batubara tersebut mempunyai peluang dan prospek untuk diterapkan pada PLTD existing di Indonesia.

PLTD existing di Indonesia mencapai 4.705 unit dengan kapasitas terpasang 25.223,48 MW (11,72% dari total) dan tersebar di wilayah peloksok nusantara, terutama di luar Pulau Jawa. PLTD-PLTD tersebut berbahan bakar minyak

(40)

sebagai sumber energinya, dengan pemakaian mencapai 1,497 juta kilo liter pertahun. Dilain pihak Indonesia mempunyai cadangan batubara yang cukup melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar PLTD melalui proses gasifikasi. Oleh karena itu, apabila proyek ini dapat diimplementasikan di seluruh pembangkit yang ada, maka akan terjadi penghematan minyak solar sebesar 973,05 ribu kilo liter pertahun. Ini berarti dapat menghemat anggaran pemerintah sebesar Rp 7,298 triliun.

(41)

6 KESIMPULAN

1) Salah satu butir dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional adalah meningkatkan diversifikasi pemanfaatan batubara melalui program gasifikasi batubara. Dalam rangka diversifikasi pemanfaatan batubara dan mengurangi pemakaian BBM, Puslitbang tekMIRA bekerjasama dengan PT PLN dan PT Coal Gas Indonesia, melakukan uji coba pemanfaatan gasifikasi batubara untuk PLTD pada skala pilot plant. Hasil percobaan menunjukkan bahwa gas batubara yang dihasilkan reaktor dapat digunakan untuk membangkitkan mesin diesel dengan sistem dual fuel (campuran gas batubara dan solar). Dengan menggunakan mesin diesel tersebut dapat dicapai campuran rata-rata 37,5 % solar dan 62,5% gas batubara.

2) Atas keberhasilan uji coba pada tataran awal tersebut diperlukan percobaan lanjutan untuk mengoptimalkan proses gasifikasi batubara pada skala komersial. Di samping itu tidak kalah pentingnya adalah melakukan kajian keekonomian untuk mengetahui kelayakan proses gasifikasi batubara pada PLTD pada skala komersial dan keterandalannya dari pengaruh perubahan harga bahan bakar BBM dan batubara. Sejalan dengan masukan data dari PT PLN, kajian keekonomian dilakukan dengan menggunakan simulasi untuk kapasitas PLTD 1.224 Kw atau kapasitas aktual 979,2 Kw. Investasi yang dibutuhkan untuk membangun seperangkat unit gasifikasi termasuk peralatan koneksi ke PLTD tersebut, adalah sebesar Rp 8,151,837,978,-. Dengan asumsi modal investasi sebesar 75% bersumber dari pinjaman dengan tingkat bunga 14% pertahun, harga dasar bahan bakar minyak solar Rp 7.500,- perliter dan harga bahan baku batubara Rp 600.000 per ton, analisis finansial menunjukan bahwa proses gasifikasi batubara secara finansial cukup layak pada tataran aplikasi skala komersial. Kelayakan tertsebut menimbang nilai NPV sebesar Rp. 3.553.931.438,- lebih besar dari Rp. 0,-,

IRR sebesar 21,83 % lebih besar dari tingkat bunga dan Payback Period

sebesar 4,64 tahun kurang dari jangka waktu minimal operasional.

3) Untuk mengetahui kehandalan hasil analisis kelayakan finansial proses gasifikasi batubara pada skala komersial tersebut, telah dibuat simulasi harga batubara apabila mengalami kenaikan dan simulasi apabila harga solar

(42)

mengalami penurunan. Dari simulasi, diperoleh tingkat kehandalan (sensitivitas) apabila harga batubara mengalami kenaikan hingga 20% atau seharga Rp. 720.000,- per ton dan apabila harga bahan bakar solar mengalami penurunan hingga 10% atau sebesar Rp 6.750,- per liter. Dengan hasil ini memberikan indikasi kajian keekonomian proses gasifikasi batubara pada skala komersial cukup layak dengan tingkat sensitivitas perubahan harga bahan bakar yang cukup signifikan. Oleh karena itu, dari sisi keekonomian proses gasifikasi untuk PLTD layak untuk diterapkan pada PLTD existing di Indonesia.

4) PLTD existing yang tersebar wilayah Indonesia mencapai 4.705 unit dengan kapasitas terpasang 25.223,48 MW (11,72% dari total), dan menggunakan bahan bakar solar mencapai 2 juta kilo liter pertahun. Dilain pihak Indonesia mempunyai cadangan batubara yang cukup melimpah. Oleh karena itu, apabila proyek gasifikasi batubara pada PLTD dapat diimplementasikan di seluruh pembangkit yang ada, maka akan terjadi penghematan minyak solar sebesar 973,05 ribu kilo liter dengan nilai Rp 7,298 triliun pertahun.

Gambar

Gambar 2.1 : Distribusi Sumber Daya Batubara Indonesia
Gambar 4.1 : beberapa jenis teknologi gasifikasi batubara
Gambar 4.3. Skema rangkaian unit gasifikasi batubara
Tabel 4.1 : Hasil Analisis Contoh Batubara yang digunakan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Work effectively with customers and colleagues Work effectively with customers and colleagues Work effectively with customers and colleagues 18 Bekerja dalam

Peneliti akan mengumpulkan data mengenai langkah-langkah demokratisasi di Irak dan mengumpulkan data mengenai tingkat pemenuhan aspek keamanan manusia sebelum dan

CRM membantu perusahaan untuk memaksimalkan hubungan yang menguntungkan dengan customer dan memberikan pelayanan terbaik yang diinginkan oleh customer

40 Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa struktur genetika monyet ekor panjang di Alas Kedaton dengan menggunakan marka molekul mikrostelit

Kelompok penulis yang artikel ilmiahnya dinilai baik dan layak dipublikasikan oleh DIKTI, akan memperoleh insentif dana tunai sebesar Rp3.000.000,- (tiga juta

Perubahan dan satu fungsi dan/ atau klasifikasi ke fungsi dan/atau klasifikasi yang lain akan menyebabkan perubahan persyaratan yang harus dipenuhi, karena sebagai contoh

Karkas dari bagian lain yang dapat dimakan (edible offals), diberi keputusan berupa diijinkan untuk dikonsumsi manusia tanpa pembatasan tertentu, b) diafkir

Stone dan Paige (2005) menyatakan rainfall simulator yang mampu mengatur curah hujan dari ringan sampai sangat lebat maka rainfall tersebut mempunyai kinerja baik. Selanjutnya